Analisis data Tinjauan Yuridis Hak Pekerja Atas Boedel Pailit Yang Sudah Dibebani Hak Tanggungan

19 Untuk mendukung data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan ini dilakukan wawancara dengan Kurator, Balai Harta Peninggalan, Departemen Tenaga Kerja dan Bank.

4. Analisis data

Seluruh data dan bahan hukum yang diperoleh, dianalisa secara kualitatif dengan mempelajari seluruh data dan bahan hukum dengan memberikan telaah yang berarti menentang, mengkritik, mendukung, menambah atau memberi komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan dibantu dengan teori yang dikuasai. 28 Setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula. 29 Berdasarkan hasil analisis tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diteliti. 28 Mukti Ali et al, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, PT Pustaka Fajar, Yogyakarta, 2010, hal. 183. 29 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 106. Universitas Sumatera Utara 20

BAB II KEDUDUKAN PEKERJA DALAM KEPAILITAN

A. Pengertian Kepailitan

Secara etimologi kepailitan adalah segala sesuatu yang menyangkut peristiwa pailit.Dalam Black’s Law Dictionary, pailit atau bankruptadalah : “The state or condition of a person individual, partnership, corporation, municipality who is unable to pay its debt as they are, or become due.The term includes a person against whom an involuntary petition has beenfilled, or who has filled a voluntary petition, or who has been adjudged abankrupt” 30 Berdasarkan pengertian bankrupt yang terdapat dalam Black’s Law Dictionary diketahui bahwa pengertian pailit berkaitan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitor atas hutang – hutangnya yang sudah jatuh tempo yang diwujudkan dalam bentuk tidak dibayarnya hutang meskipun telah ditagih dan ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan proses pengajuan ke pengadilan, baik atas permintaan debitor itu sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya. 31 Menurut Undang-undang nomor 37 UUK dan PKPU, Pasal 1 angka 1 bahwa: 30 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, West Publishing Co, St. Paul – Monessota, USA, 1990. 31 Sunarmi, loc. cit, hal. 24 20 Universitas Sumatera Utara 21 Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Dalam Pasal 1 angka 1 UUK dan PKPU tersebut ditegaskan bahwa kepailitan adalah sita umum, karenanya Undang- undang Kepailitan menyaratkan bahwa untuk mengajukan permohonan pailit harus memiliki dua atau lebih kreditur. Jadi apabila hanya ada satu kreditur maka tidak dapat dinyatakan pailit dan apabila mau dilakukan penyitaan terhadap harta debitormaka yang berlaku adalah sita individual. Ketentuan Pasal 1 angka 1 UUK dan PKPU tersebut sejalan dengan Pasal1131 dan 1132 Kitab Undang – undang Hukum Perdata. Pasal 1131 menyebutkan bahwa : Segala kebendaan siberhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Pasal 1132 menyebutkan bahwa : Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semuaorang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda - bendaitu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besarkecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para kredituritu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepailitan mempunyai unsur – unsur sebagai berikut : 1. Adanya sita atas semua kekayaan debitor; 2. Sita yang dilakukan hanya atas kekayaan debitor ; Universitas Sumatera Utara 22 3. Pengurusan dan pemberesan harta kekayaan yang disita tersebut dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas ;

B. Syarat- syarat Debitor Dapat Dinyatakan Pailit

Untuk dapat dinyatakan pailit, sesuai Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU debitor harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut : 1. Mempunyai dua atau lebih kreditur ; 2. Tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih; Syarat – syarat agar debitor dapat dinyatakan pailit tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Mempunyai dua atau lebih kreditur Persyaratan dua atau lebih Kreditur initerkait dengan filosofi hukum kepailitan itu sendiri yaitu meletakkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor dan mengatur bagaimana cara membagi hasil penjualan harta kekayaan debitor tersebut untuk membayar kewajiban debitor kepada semua krediturnya. Pengertian kreditur dan debitor diatur dalam UUK dan PKPU, sebagai berikut: Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa : Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang- Undang yang dapatditagih di muka pengadilan. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa : Universitas Sumatera Utara 23 Yang dimaksud dengan Kreditur dalam ayat ini adalah baik kreditur konkuren, kreditur separatismaupun kreditur preferen.Khusus mengenai kreditur separatis dan kreditur preferen, mereka dapatmengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang merekamiliki terhadap harta Debitor dan haknya untuk didahulukan.Bilamana terdapat sindikasi kreditur maka masing-masing Kreditur adalah Kreditur sebagaimanadimaksud dalam Pasal 1 angka 2. Berdasarkan ketentuan tersebut dalam sindikasi kreditur, setiap kreditur dapat mengajukan permohonan pailit.Pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa : Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang- undang yang pelunasannyadapat ditagih di muka pengadilan . 2. Pengertian tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Menurut Prajoto, Pengertian “tidak membayar” harus diartikan : 32 a. Menolak untuk membayar ; b. Cidera janji wan prestasi ; c. Keadaan tidak membayar tidak sama dengan keadaan bahwa kekayaan debitor tidak cukup untuk melunasi seluruh hutangnya ; d. Tidak diharuskan bahwa debitor tidak memiliki kemampuan untuk membayar onvermogen dan memikul seluruh hutangnya ; e. Istilah “tidak membayar” harus diartikan sebagai naar de letter, yaitu debitor pada saat diajukan permohonan pernyataan pailit telah sama sekali berhenti membayar hutangnya. 32 Prajoto, RUU Kepailitan Ditinjau dari Aspek Perbankan dalam Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi 2, PT Sodmedia, Jakarta, 2010, hal. 32 Universitas Sumatera Utara 24 Sejalan dengan pendapat Prajoto tersebut, Ricardo Simanjuntak menyatakan bahwa yang dijadikan pertimbangan oleh Hakim pada Pengadilan Niaga untuk menyatakan seorang debitor pailit, tidak saja oleh karena ketidakmampuan debitoruntuk membayar hutang-hutangnya tetapi juga termasuk ketidakmauan debitor tersebut untuk melunasi hutang-hutangnya seperti yang sudah diperjanjikan. 33 Jadi berdasarkan pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU, debitor yang tidak membayar lunas sedikitnya salah satu hutangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat dinyatakan pailit tanpa memperhatikan apakah debitor tersebut tidak mampu membayar hutang atau tidak mau membayar hutang. Meskipun dalam penjelasan pasal 57 ayat 1 UUK dan PKPU disebutkan bahwa yang disebut dengan insolvensi adalah keadaan tidak mampu membayar, tetapi tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian “tidak mampu membayar” dimaksud. Dengan tidak disyaratkan bahwa untuk dapat dinyatakan pailit harus dalam keadaan tidak mampu membayar insolventmaka tidak diwajibkan untuk melakukan insolvency testterhadap debitor yang akan dinyatakan pailit. Dalam hal ini terlihat bahwa UUK dan PKPU hanya melindungi kepentingan kreditur yang mengakibatkan kreditur dapat dengan mudah mengajukan permohonan pailit hanya dengan didasarkan pada hutang yang telah jatuh tempo dan dapat 33 Ricardo Simanjuntak, Rancangan Perubahan Undang-undang Kepailitan Dalam Prespektif Pengacara Komentar Terhadap Perubahan Undang-undang Kepailitan dalam Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi 2, PT Sodmedia, Jakarta, 2010, hal. 33 Universitas Sumatera Utara 25 ditagih sehingga banyak perusahaan di Indonesia yang dinyatakan pailit secara hukum. 34 Tidak adanya insolvency test dalam Hukum Kepailitan di Indonesia merupakan kelemahan sehingga debitor yang masih memiliki kekayaan yang cukup untuk membayar hutang-hutangnya dapat dinyatakan pailit oleh Pengadilan karena tidak membayar hutang. 35 Dalam praktek bisnis, keadaan berhenti membayar utang atau insolven merupakan hal yang biasa terjadi. Untuk menilai keadaan finansial atau tingkat solvabilitas seorang debitor atau suatu badan hukum legal entity ada beberapa pendekatan ilmu ekonomi yang lazim digunakan, yaitu : 36 a. Insolven berdasarkan Cash Flow Test Cash flow test merupakan pendekatan klasik yang digunakan oleh peradilan di negara Civil Law untuk menentukan keadaan insolven. 37 Pendekatan cash flow test menilai keadaan insolven dari ada atau tidaknya ketersediaan dana segar atau cash money yang dimiliki debitor untuk membayar hutang yang sudah jatuh tempo. Debitor yang berhenti membayar hutang dikarenakan 34 Sunarmi, Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, Edisi 2, PT Sofmedia, Jakarta, 2010, hal. 316 dan 326 35 Sunarmi, loc. cit, hal.33 36 Elyta Ras Ginting, Hakekat Kepailitan dan Keadaan Insolven Menurut UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, dalam Alumni FH USU, Menuju Paradigma Baru dalam Perkembangan Hukum di Indonesia Bunga Rampai Karya Tulis Alumni FH USU, Alumni FH USU, 2012, hal. 133 - 137 37 J. Honsberger, The Failure to Pay One’s Debts Generally As They Become Due, American Bankruptcy Law Journal, Vol. 54, 1980, hal. 153 – 154, dalam Elyta Ras Ginting, Hakekat Kepailitan dan Keadaan Insolven Menurut UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, dalam Alumni FH USU, Menuju Paradigma Baru dalam Perkembangan Hukum di Indonesia Bunga Rampai Karya Tulis Alumni FH USU, Alumni FH USU, 2012, hal. 135 Universitas Sumatera Utara 26 ketiadaan uang tunaicash dinilai telah insolven.Cash flow test tidak mempertimbangkan keadaan lainnya, seperti aset non liquid yang dimiliki oleh debitor, seperti tanah, bangunan atau sumber dana dalam bentuk lain yang tidak dapat langsung diuangkan seperti good will perusahaan dan royalty dari hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh debitor. Berdasarkan hal tersebut keadaan insolven dikarenakan ketiadaan uang tunai yang tersedia untuk membayar hutang kerap disebut sebagai keadaan insolven secara temporer. Pada saat ini cash flow test untuk menilai solvabilitas debitor sudah ditinggalkan karena dinilai tidak akurat menggambarkan keadaan finansial debitor untuk memenuhi kewajibannya membayar hutang. b. Insolven berdasarkan balance sheet test Pendekatan balance sheet test atau disebut juga liquidation value berfokus pada perbandingan antara aset yang dimiliki debitor dengan besarnya kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitor, karenanya debitor yang tidak membayar hutang dianggap insolven jika seluruh kewajiban untuk membayar termasuk membayar biaya likuidasi lebih besar jumlahnya dibanding dengan seluruh asetnya. Dalam keadaan demikian debitor diperkirakan tidak akan dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar seluruh hutangnya yang sudah maupun yang belum jatuh tempo. c. Insolven berdasarkan going concern value Standar Profesional Akuntan Publik SPAK tahun 2001 merumuskan opini going concern merupakan opini yang dikeluarkan oleh auditor untuk Universitas Sumatera Utara 27 memastikan bahwa perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dengan demikian oponi going concern dapat dijadikan acuan untuk mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan karena opini going concern yang diberikan oleh akuntan publik mengindikasikan perusahaan masih dapat meneruskan kelangsungan usahanya di masa yang akan datang, paling tidak untuk setahun ke depan. Menurut Revol dan Tamba, salah satu indikator yang umum digunakan oleh seorang auditor memberikan penilaian bahwa suatu perusahaan tidak lagi going concern adalah keadaan debt default yaitu debitor gagal memenuhi kewajibannya untuk membayar hutang pokok beserta bunganya yang sudah jatuh tempo Ketentuan mengenai insolven yang menjadi dasar dari pernyataan pailit oleh Undang-undang Kepailitan, adalah sebagai berikut : a. Menurut Faillissements VerordeningUndang-undang tentang Kepailitan yang berlaku di Indonesia berdasarkan Staatsblad 1905:217 juncto Staatblad No. 1906:348 yang mulai berlaku tanggal 1 November 1906, Pasal 1 adalah sebagai berikut : Setiap pihak yang berhutang debitor yang berada dalam keadaan berhenti membayar hutang-hutangnya, dengan putusan hakim, baik atas permintaan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih pihak berpiutang krediturnya, dinyatakan dalam keadaan pailit. Universitas Sumatera Utara 28 Jadi debitor yang dapat diputus pailit adalah debitor yang berada dalam keadaan berhenti membayar hutang-hutangnya namun Undang-undang tidak memberi penjelasan lebih lanjut tentang keadaan berhenti membayar hutang- hutang dimaksud. Karena itu, dengan sendirinya ukuran atau kriteria debitor yang berhenti membayar hutang dimaksud diserahkan kepada doktrin dan hakim. 38 b. Menurut Undang-undang nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, Pasal 1 angka 1: Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya. Perubahan redaksi dari berhenti membayar menjadi tidak membayar terjadi karena pada masa krisis moneter di Indonesia yang mulai terjadi pada tahun 1997. Pada masa krisis moneter tersebut sesungguhnyadebitor di Indonesia berada dalam keadaan tidak mampu membayar hutang karena pada saat itu mereka kekurangan dana segar, tetapi asetdebitormasih lebih besar dibanding hutang. Apabila aset tersebut dijual maka hutang debitorakan lunas, namun permasalahannya pada waktu itu tidak ada orang yang mau 38 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hal. 15 Universitas Sumatera Utara 29 membeli aset tersebut karena perekonomian Indonesia mengalami krisis sehingga terjadi kesulitan keuangan. 39 Adanya perubahan konsep “berhenti membayar hutang” yang disebutkan dalam Pasal 1 Faillissements Verordeningmenjadi “tidak membayar hutang” sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 4 Undang- undang nomor 4 Tahun 1998disebabkan nilai asetdebitor yang masih tinggi dibanding hutangnya sehingga debitor tidak bisa dinyatakan pailit. Akhirnya konsep “berhenti membayar ” diubah menjadi “tidak membayar ” 40 c. Menurut Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat 1 : Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yangtelah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik ataspermohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Pasal 2 ayat 1 Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 merupakan penyempurnaan dari Undang-undang nomor 4 Tahun 1998 yaitu dengan penambahan kata “lunas” sehingga konsep hutang yang menjadi dasar untuk pernyataan pailit menjadi “tidak membayar lunas”. Adanya penambahan kata “lunas” ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang muncul dalam 39 Sunarmi, loc. cit, hal. 28 40 Sunarmi, loc. cit, hal. 28 Universitas Sumatera Utara 30 praktek yaitu debitor yang membayar hutangnya tetapi tidak lunas maka debitor tersebut tidak dapat dipailitkan. 41 Yang dimaksud dengan hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih terdapat dalam penjelasan Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU, yaitu : kewajiban untukmembayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktupenagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yangberwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase. Sedangkan yang dimaksud dengan hutang, dijelaskan dalam Pasal 1 angka 6 UUK dan PKPU, yaitu : kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam matauang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudianhari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi olehdebitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari hartakekayaan debitor. Memperhatikan pengertian hutang yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 6 UUK dan PKPU tersebut dapat disimpulkan bahwa hutang yang dimaksud dalam UUK dan PKPU adalah hutang dalam arti luas sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1233 dan 1234 Kitab Undang – undang Hukum Perdata. Pasal 1233Kitab Undang – undang Hukum Perdata menyebutkan : Tiap – tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena Undang – undang ; 41 Sunarmi, loc. cit, hal.34 Universitas Sumatera Utara 31 Pasal 1234 Kitab Undang – undang Hukum Perdata menyebutkan : Tiap – tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu Pengertian hutang disini juga terkait dengan prinsip debt pooling dimana kepailitan adalah sarana untuk melakukan distribusi asetdebitor terhadap para krediturnya dan kreditur dalam hal ini tidak berkaitan khusus dengan perjanjian hutang piutang saja melainkan dalam konteks perikatan. 42 Selain itu Pasal 8 ayat 4 UUK dan PKPU menyebutkan bahwa : Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secarasederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 telahdipenuhi. Dalam penjelasan Pasal 8 ayat 4 UUK dan PKPU disebutkan bahwa : Fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana adalah adanya fakta dua atau lebih Kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangidijatuhkannya putusan pernyataan pailit. Pasal 178 ayat 1 UUK dan PKPU menyebutkan : Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian, rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, atau pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, demi hukum harta pailit berada dalam keadaan insolvensi. 42 M. Hadi Subhan, Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma dan Praktek di Peradilan, Kencana, Jakarta, 2008, hal. 90 Universitas Sumatera Utara 32 C. Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Pailit Dan Dapat Dinyatakan Pailit Serta Akibat Pernyataan Pailit