Pengertian Umum Tentang Ideologi Nasionalis Religius

sudah dikristalisasikan dalam pancasila dan UUD 1945. Negara adalah lembaga kemasyarakatan dalam skala makro, untuk itu tentunya negara juga membutuhkan yang namanya ideologi 6 . Negara merupakan patokan bagi setiap lembaga kemasyarakatan dalam lingkup mikro. Bila menengok kembali sejarah maka akan dapati bahwa ideologi-ideologi itu tidak selalu dipertahankan, mengingat dalam masyarakat majemuk yang di dalamnya terdiri dari berbagai kelompok budaya, suku, ras, dan agama, yang mana setiap kelompok memiliki sistem nilai sendiri yang kemudian dijadikan landasan masing-masing golongan, Adalah sangat rawan terjadi tarik menarik ideologi dikarenakan ideologi tersebut belum bisa mengcover setiap sistem nilai tiap-tiap golongan, karena mengingat syarat-syarat penerimaan ideologi itu sendiri. Yakni harus mampu memuaskan batin, mampu memperbaiki hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan sang pencipta 7 . Ketika syarat itu belum terpenuhi maka sangat mustahil suatu ideologi itu bisa dipertahankan.

B. Pengertian Umum Tentang Ideologi Nasionalis Religius

Secara sederhana ideologi nasionalis religius adalah sebuah penggabungan atau kolaborasi dua ideologi, yakni ideologi nasionalis dan ideologi religius, dan 6 Moh Kusnardi, Ilmu Negara; Edisi Revis tentang konstitusi:Jakarta: Gaya Media Pratama 1998 hal 133 7 Magnis Suseno, Franz, Etika Politik; Prinsip Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta; Gramedia Pustaka Utama ,1999 hal 348 13 sebagai pemaknaan untuk masing masing idologi, dapat dipahami bahwa ideologi nasionalis adalah sebuah ideologi yang berwawasan nasionalisme dengan mengedepankan pada nilai-nilai pluralisme bangsa yang memiliki berbagai ragam suku, budaya, agama dengan tujuan untuk membentuk masyarakat yang berkeadilan sosial. Sedangkan ideologi religius adalah sebuah ideologi yang didasarkan pada norma-norma agama yang bersifat universal untuk mengatur kehidupan bernegara. Norma-norma agama tersebut menjadi dasar dalam setiap lapis berkehidupan bernegara dan berdemokrasi 8 . Namun tidaklah arif untuk meletakkan posisi nasionalis-religius secara hitam- putih dan diametral-oposisional dalam pengertian yang satu berdiri di satu lembah dan yang lain di lembah lainnya sebagaimana pemaknaan terhadap sejarah bangsa Indonesia di masa awal kemerdekaan. Pada awal kemerdekaan bangsa Indonesia, masyarakat seolah-olah digiring untuk mengikuti dan memilih arus Partai politik dengan pengkotakan dasar ideologi yang berujung pada pengelompokan-pengelompokan tertentu. Apalagi keberadaan Partai politik yang mengusung ideologi yang berbeda tersebut memiliki kekuatan parlemen yang sangat besar, dimana pada waktu itu PNI Partai Nasionalis Indonesia dan MASYUMI Majlis Syuro Muslimin Indonesia selalu mendominasi dalam perolehan suara. Meskipun demikian, harus pula diakui bahwa dalam lapis kultural- 8 Wawancara dengan Prof. Dr. A. Mubarok, wakil ketua DPP Partai Demokrat 22 November 2005 di Jakarta 14 antropologis, politik aliran adalah sesuatu yang lumrah karena mencerminkan keragaman kultural yang memiliki sumber historis dan sosiologis 9 . Bahkan, menurut hasil penelitian Robert Jay dan Clofford Geertz, dua antropolog terkemuka asal Amerika, bahwa artikulasi politik Indonesia tidak bisa dilepaskan dari formulasi kultural santri, priayi, dan abangan, sehingga yang terjadi di masyarakat adalah pengelompokan dengan memandang bahwa kelompok santri akan selalu berdiri di posisi sebagai pemegang ideologi religius, sedangkan kelompok abangan akan selalu berdiri di posisi pemegang ideologi nasionalis 10 . Pendapat seperti ini tidak bisa dibenarkan dengan mutlak mengingat kelompok santri juga tidak mengabaikan sisi-sisi nasionalisme sebagaimana bisa dilihat dari para tokoh elit Partai yang berjuang di garis tersebut. Sebagai misalnya adalah keberadaan Mohammad Hatta di dalam PNI Partai Nasionalis Indonesia, meskipun masuk dalam PNI Partai nasionalis Indonesia, tapi Mohammad Hatta juga sangat diakui sebagai tokoh yang memiliki landasan keagamaan cukup kuat dalam berbangsa dan bernegara. Demikian pula dengan Mohammad Natsir, sebagai tokoh MASYUMI beliau juga mempunyai integritas yang tinggi terhadap bangsa yang plural 11 . 9 Adnan Buyung Nasution, Politik aliran; tantangan NKRI, WWW.Kompas.com 13 Juni 2001 10 Baca Clifford Geertz, Religion of Java, Chicago and London: Universityof Chicago press 1976. Clifford Geertz dalam membagi entitas keragaman berdasarkan pada penelitian lapangan yang ia lakukan di daerah Jawa Timur, pendapat Geertz ini cukup mendapatkan tanggapan dari berbagai ilmuwan, meskipun untuk sekarang ini wacana tersebut sudah mulai menurun. 11 Mohammad natsir lebih mendasarkan pada nasionalisme Islam, karena benih-benih nasionalisme pada akar sejarahnya didirikan oleh tokoh-tokoh Islam , disamping pada waktu sebelum indonesia merdeka telah banyak berdiri organisasi yang dimotori oleh orang islam seperti SI Syarikat Islam, 15 Dengan demikian, sebagai fakta budaya, perbedaan ideologi politik tidaklah menjadi soal. Yang menjadi soal, seperti dikatakan Adnan Buyung Nasution, adalah apabila kelembagaan politik diatur berdasarkan pembelahan politik aliran 12 . Karena apabila hal tersebut terjadi, yang akan terjadi adalah kecenderungan eksklusivisme yang dikawinkan dengan politik. Apalagi kecenderungan keyakinan agama yang eksklusiv. Jadi kategori nasionalis-religius sebenarnya sudah tampil ke permukaan sejak awal pra kemerdekaan dan pasaca kemerdekaan. Dan sebagai faktanya banyak Partai politik yang mempraktekkan ideologi nasionalis religius meskipun dalam platformnya atau ADART tidak secara langsung mencantumkannya.

C. Partai Demokrat Sebagai Pengusung Ideologi Nasionalis Religius