Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
3
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal, secara sistematis merencanakan bermacam-macam lingkungan, salah satunya yakni lingkungan
pendidikan yang menyediakan berbagai kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan belajar. Dengan berbagai kesempatan belajar
itu, pertumbuhan dan perkembangan peserta didik diarahkan dan didorong ke tujuan yang dicita-citakan. Lingkungan tersebut disusun dan ditata dalam
suatu kurikulum, yang pada gilirannya dilaksanakan dalam bentuk proses pembelajaran.
Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik guru dan peserta didik siswa untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Pendidik guru
merupakan suatu komponen pendidikan yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Karena tugasnya mengajar, maka seorang guru harus mempunyai
wewenang mengajar berdasarkan kualifikasi sebagai tenaga pengajar. Sebagai tenaga pengajar, setiap guru harus memiliki kemampuan pedagogik dan
profesional dalam bidang proses belajar mengajar atau pembelajaran. Dengan kemampuannya itu guru dapat melaksanakan perannya sebagai fasilitator,
pembimbing, penyedia lingkungan, komunikator, model pembelajaran, evaluator, inovator, agen moral dan politik, agen kognitif, dan manajer di
kelasnya.
5
Disamping harus memiliki kemampuan pedagogik dan profesional, setiap guru selaku tenaga pendidik harus memiliki kemampuan kepribadian,
dan kemampuan sosial seperti yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang RI tentang guru dan dosen.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 mengenai Guru dan Dosen pada Bab IV Pasal 20 point a tentang Kewajiban
Guru dinyatakan bahwa : “Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban
merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.”
6
5
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung: PT Bumi Aksara, 2009, h. 9.
6
Guza, Undang- undang Sisdiknas…, h. 61.
4
Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan pada Bab IV
tentang Standar Proses Pasal 19 point 1 juga dikatakan bahwa : “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.”
7
Dari kedua landasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya seorang pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar
dalam mencapai tujuan pendidikan. Selain itu dalam hal ini juga ditekankan bahwa seorang pendidik harus kreatif dan terampil dalam melaksanakan
proses pendidikan yang dapat membuat siswa interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, serta memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif. Proses pembelajaran saat ini sudah tidak memakai paradigma lama
lagi seperti teori yang dibangun oleh John Locke dengan tabula rasa. Locke mengatakan bahwa pikiran seorang anak ibarat kertas kosong yang putih
bersih dan siap menunggu coretan-coretan dari sang guru. Paradigma lama itu sudah berubah, siswa dibentuk dan dikembangkan sesuai dengan potensi yang
ada dalam dirinya, dengan sistem proses pembelajaran yang membuat siswa aktif, kreatif, dan kritis.
Pembelajaran yang saat ini dikembangkan dan banyak dikenalkan ke seluruh pelosok tanah air adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan atau disingkat dengan PAKEM. Disebut demikian karena pembelajaran ini dirancang agar dapat mengaktifkan serta mengembangkan
kreativitas siswa sehingga pembelajaran menjadi efektif namun tetap menyenangkan.
Menurut Prof. Dr. S. Nasution di dalam belajar perlu ada aktivitas, sebab pada prinsipnya sesuai dengan semboyan yang dipopulerkan oleh
Dewey belajar itu dengan berbuat Learning By Doing. Tidak ada belajar
7
Guza, Undang- undang Sisdiknas…, h. 109.
5
jika tidak ada aktivitas, itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar.
8
Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan
proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Menurut Frobel dalam buku Sardiman, A.M. mengatakan bahwa anak itu
harus bekerja sendiri. Untuk memberikan motivasi, maka dipopulerkan semboyan berpikir dan berbuat. Dimana dinamika kehidupan manusia,
berpikir dan berbuat adalah salah satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Begitupun dalam belajar tentu tidak akan mungkin untuk meninggalkan dua
kegiatan tersebut yakni berpikir dan berbuat.
9
Mengenai keaktifan itu sendiri Robert M. Gagne memberikan batasan lewat lima macam kemampuan hasil belajar, yaitu
10
: 1.
Keterampilan intelektual yang merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingkungan skolastik
2. Teknik kognitif, mengatur “cara belajar” dan berpikir seseorang dalam arti
seluas-luasnya, termasuk memecahkan suatu masalah 3.
Informasi verbal, pengetahuan dalam informasi dan fakta 4.
Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah 5.
Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang
Dalam Islam, aktivitas belajar merupakan suatu yang penting dalam pendidikan. Mengingat betapa pentingnya aktivitas belajar ini, sehingga
wahyu yang pertama diturunkan oleh Allah Swt, kepada rasulnya adalah berkenaan dengan masalah aktivitas belajar, nabi pun melakukan aktivitas
belajar dengan bantuan bimbingan malaikat Jibril yang berupa surat al- „Alaq
ayat 1-5 yang berbunyi :
8
S. Nasution , Didaktik Asas-asas Mengajar, Bandung: Jemmars, 1986, ed. ke-5, h. 88-89.
9
Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007, h. 96.
10
J.J. Hasibuan et.al., Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995, cet.ke-6, h. 5.
6
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.QS. Al-
„Alaq : 1-5. Definisi pendidikan agama Islam disebutkan dalam Kurikulum 2004
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah: Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam
dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan
pengalaman”. Rumusan tujuan PAI ini mengandung pengertian bahwa proses pendidikan Agama
Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah dimulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-
nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk selanjutnya menuju ketahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama
kedalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait erat dengan kognisi, dalam arti penghayatan dan keyakinan siswa
menjadi kokoh jika dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamanya terhadap ajaran dan nilai Agama Islam tahapan psikomotorik yang telah
diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.
11
11
Suhatman, “Pentingnya
Pendidikan Agama
Islam”, dari
http:islamblogku.blogspot.com200907pengertian-dan-tujuan-pendidikan-agama_1274.html , 7
Januari 2009 diakses pada 1 September 2010
7
Seperti yang telah diketahui bersama, ruang lingkup pelajaran Pendidikan Agama Islam terbagi menjadi 4 empat, yaitu: Fiqih, Qur‟an
Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Akidah Akhlak. Sehubungan dengan hal ini peneliti melakukan pembatasan penelitian
hanya pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, yaitu mengenai masalah kurang aktifnya siswa dalam mengikuti pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam SKI yang kebanyakan menurut para siswa cenderung monoton atau membosankan. Selain faktor buku-buku pelajaran SKI yang
cenderung kurang menarik untuk dibaca, karena didominasi dalam bentuk teks-teks saja, selain itu juga salah satunya dapat terjadi karena metode
pembelajaran yang dipakai cenderung menggunakan metode ceramah saja. Mungkin pada awalnya seorang guru menggunakan metode ceramah
pada kegiatan pengajarannya, yang diharapkan agar siswa mengerti dan paham akan materi yang berupa fakta dan informasi dapat tersampaikan
dengan baik. Padahal telah diketahui bahwasanya kelemahan daripada metode tersebut lebih membuat siswa pasif. Hal ini bertolak belakang dengan tujuan
dari pendidikan itu sendiri. Dari latar belakang tersebut, perlu adanya kreatifitas seorang guru
yang dapat menerapkan metode pengajaran dalam proses pembelajaran aktif, sehingga hasil dari proses pembelajaran tersebut dapat berjalan secara
sempurna dan tidak terjadi kontradiksi dengan tujuan pendidikan yang ingin mencapai keaktifan siswa. Dari hasil penelitian Aspiyah, yang meneliti
tentang Pengaruh Metode Ceramah Terhadap Motivasi Belajar studi kasus pada sebuah sekolah, diketahui terdapat pengaruh yang signifikan antara
penerapan metode ceramah dengan motivasi siswa, sehingga tidak menimbulkan keaktifan pada diri siswa saat pembelajaran dilakukan.
Sejarah Kebudayaan Islam lebih cenderung metode pembelajarannya menggunakan metode ceramah karena tujuan pembelajarannya cenderung ke
ranah kognitif, dan banyak guru yang menganggap bahwa pengetahuan siswa dapat terpenuhi dengan pemberitahuan dengan cara ceramah saja. Sejarah
Kebudayaan Islam SKI di dalamnya tidak hanya berisi kejadian atau
8
peristiwa tanpa arti sama sekali. Tapi bagi generasi penerus bisa dijadikan cerminan diri, sumber pengalaman, dan pelajaran yang tidak ternilai harganya
untuk bekal meneruskan perjuangan dimasa mendatang. Untuk itu diperlukan adanya model pembelajaran yang dapat membantu siswa menjadi aktif dalam
pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam SKI. Anita Lie, dalam bukunya menjelaskan sistem pengajaran yang
memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-
tugas terstruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong royong” atau cooperative learning. Dalam sistem ini, guru bertindak
sebagai fasilitator.
12
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model cooperative learning ini merupakan salah satu cara dimana siswa dibagi menjadi
kelompok-kelompok belajar yang menuntut siswa untuk lebih aktif dikelas, sehingga pembelajaran menjadi optimal. Dengan demikian model ini efektif
digunakan dalam kelas. Dari sini saya akan meneliti sejauh mana model pembelajaran ini mempengaruhi keaktifan siswa pada mata pelajaran SKI.
Peneliti akan memberi judul:
“Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Mata
Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam SKI di MTs Pembangunan UIN Jakarta”