Cooperative Learning Landasan Teori

13 sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator. 5 Secara sederhana menurut Abdurrahman dan Bintoro, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Dalam cooperative learning guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan, adanya interaksi tatap muka, menunjukkan akuntabilitas individual dan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi. 6 Berdasarkan dari uraian beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa cooperative learning adalah sebuah sistem pembelajaran di mana siswa bekerja dalam kelompok kecil atau tim untuk berbagi pekerjaan dan saling membantu secara kolaboratif menyelesaian tugas yang diberikan oleh guru. Dalam pembelajaran ini guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan mengutamakan siswa sebagai pusatnya, siswa dapat berperan ganda yaitu sebagai siswa dan sebagai guru dalam proses pembelajaran. Semua teknik cooperative learning menyumbangkan ide bahwa siswa yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya. 7 Struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu- satunya cara anggota kelompok dapat meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka dapat sukses. Oleh karena itu, untuk meraih tujuan personal mereka, anggota kelompok harus membantu teman satu timnya untuk melakukan apa pun guna membuat kelompok 5 Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, Jakarta: PT.Grasindo, 2010, cet ke-7, h. 12 6 Retno Widyaningrum, “Strategi Pengajaran yang Berasosiakan dengan Pembelajaran Kontekstual” dalam Cendekia Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan, Ponorogo, Vol. 3 No. 2 Juli Desember 2005, h. 6 7 Slavin, Cooperative Learning: Teori, Riset… h. 10 14 mereka berhasil, dan mungkin yang lebih penting, mendorong anggota satu kelompoknya untuk melakukan usaha maksimal. 8 Ada perbandingan yang terlihat jelas antara cooperative learning dengan pembelajaran konvensional, diantaranya dapat diketahui melalui tabel berikut: Tabel 2.1 Perbedaan Cooperative Learning dengan Pembelajaran Konvensional 9 Cooperative Learning Belajar Konvensional Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberiikan motivasi sehingga ada interaksi promotif. Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok. Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberiikan bantuan. Akuntabilitas individual yang sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong” Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberiikan bantuan. Kelompok belajar biasanya homogen Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberiikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok Pemimpin kelompok yang sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan 8 Slavin, Cooperative Learning: Teori,…, h. 34 9 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasikan Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007, cet. ke-1, h. 43-44 15 orang lain, da mengelola konflik secara langsung diajarkan Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung Guru memperhatikan secara proses kelompok yang sedang terjadi dalam kelompok- kelompok belajar Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal hubungan antar pribadi yang saling menghargai Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas. b. Tujuan Cooperative Learning Menurut Slavin 1994 dalam Suradi dan Djadir 3;2004, tujuan cooperative learning adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Model cooperative learning dikembangkan untuk mencapai empat tujuan pembelajaran penting yang dirangkum sebagai berikut: 1 Hasil Belajar Akademik Cooperative learning meliputi berbagai macam tujuan sosial. Namun demikian menurut Ibrahim dkk 2000 dalam Suradi dan Djadir 3;2004, bahwa cooperative learning juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja pembelajar dalam tugas - tugas akademik. Para ahli mengemukakan bahwa model ini unggul dalam membantu pembelajar menyelesaikan konsep-konsep yang sulit. Struktur penghargaan pada cooperative learning dapat meningkatkan penilaian pembelajar pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Selain itu, cooperative 16 learning dapat memberiikan keuntungan baik pada pembelajar kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerjasama menyelesaikan tugas - tugas akademik. 2 Penerimaan terhadap perbedaan individu Tujuan lain dari model cooperative learning adalah penerimaan terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, maupun kemampuan. Allport Ibrahim, 2000 mengemukakan bahwa kontak fisik di antara orang-orang yang berbeda ras atau kelompok etnis tidak cukup untuk mengurangi kecurigaan dan perbedaan ide. Cooperative learning memungkinkan pembelajar yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu dengan yang lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu dengan yang lain. 3 Pengembangan keterampilan sosial Keterampilan sosial amat penting untuk dimiliki oleh masyarakat. Banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di dalam masyarakat yang secara budaya beragam. Atas dasar itu, Ibrahim 2000 mengemukakan bahwa tujuan penting yang lain dari cooperative learning adalah untuk mengajarkan kepada pembelajar keterampilan kerjasama dan kolaborasi. 4 Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan Lingkungan belajar untuk cooperative learning dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif pembelajar dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Pembelajar menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun pembelajar diberi kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu di dalam kelompoknya. Jika cooperative learning ingin menjadi sukses, materi pembelajaran yang lengkap harus tersedia di berbagai sumber 17 belajar. Keberhasilan Juga menghendaki syarat dari menjauhkan kesalahan tradisional yaitu secara ketat mengelola tingkah laku pembelajar dalam kerja kelompok. 10 Selain unggul dalam membantu pembelajar dalam menyelesaikan konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna untuk membantu pembelajar menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan kemampuan membantu teman. Dalam buku Slavin digambarkan sebuah diagram faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan cooperative learning, di mana dalam gambar tersebut dijelaskan tujuan kelompok yang didasarkan pada pembelajaran anggota kelompok akan sampai pada hasil pembelajaran maksimal. Gambar 2.1 Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perolehan Pembelajaran dalam Cooperative Learning 10 Samsul, “Jurnal Model Pembelajaran Cooperative Learning”, dari http:webcache.googleusercontent.comsearch?q=cache:O0IwBDgeSlwJ:www.unjabisnis.com20 1004jurnal-model-pembelajaran-kooperatif- learning.html+tujuan+pembelajaran+kooperatifcd=10hl= idct=clnkgl=id , 08 April 2010 Tujuan kelompok yang didasarkan pada pembelajaran anggota kelompok Motivasi untuk mendorong teman satu kelompok untuk belajar Penjelasan terperinci penjelasan oleh teman Menjadikan teman sebagai model Perluasan kognitif Praktik oleh teman Pembenaran dan koreksi oleh teman Pembelajaran 18 c. Karakteristik Cooperative Learning Cooperative learning berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi ada juga unsur hubungan sosial dalam proses pengerjaan tugas. Adapun karakteristik dari cooperative learning, dijelaskan di bawah ini: 1 Pembelajaran secara tim Johnson menyatakan: “cooperative learning is the instructional use of small groups so that students work together to achieve shared goals. In cooperative learning groups, students are given two responsibilities: to learn the assigned material and to make sure that all other group memberis do likewis e.” 11 Cooperative learning adalah penggunaan pembelajaran kelompok kecil sehingga siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam kelompok cooperative learning, siswa diberi dua tanggung jawab: untuk mempelajari materi yang ditugaskan dan untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok lainnya melakukan hal yang sama. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, harus mampu membuat setiap siswa belajar. Seluruh anggota tim anggota kelompok harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim itu sendiri. 11 Fathi Ashtiani, “A Comparison of the Cooperative Learning Model and Traditional Learning Model on Academic Achievement ”, dari: http:webcache.googleusercontent.comsearch?q=cache:P3 Tb0MUJMZ4J:scialert.netfulltext3Fdoi3Djas.2007.137.140+slavin+say+cooperative+learnin g+is+meaningcd=7hl=idct=clnkgl=id. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2010 19 2 Didasarkan pada manajemen kooperatif Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Demikan juga pada cooperative learning. Fungsi perencanaan menunjukkan bahwa cooperative learning memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif. Fungsi pelaksanaan menunjukkan bahwa cooperative learning harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan termasuk ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati bersama. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa dalam cooperative learning adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam cooperative learning perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun nontes. 3 Kemauan untuk bekerja sama Keberhasilan cooperative learning ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses cooperative learning. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing- masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu. 4 Keterampilan bekerja sama Kemauan untuk bekerjasama itu kemudian dipraktikan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain. 12 12 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2007, cet. ke-2, h. 242-244 20 d. Unsur-unsur Cooperative Learning Roger dan Daviv Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok dapat dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model cooperative learning yang harus diterapkan, yakni: 1 Saling Ketergantungan Positif Dalam buku Louis Cohen et.al dijelaskan bahwa: “cooperative learning requires the structuring of positive interdependence, such that the successful outcome is only achievable throught such interdependence and requires face- to-face interaction with individual and group accountability.” 13 Pembelajaran kooperatif memerlukan adanya saling ketergantungan positif, sehingga menghasilkan kesuksesan yang hanya dapat dicapai dengan pikiran saling ketergantungan tersebut dan membutuhkan interaksi tatap muka dengan akuntabilitas individu dan kelompok. Unsur ini merupakan hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas dengan sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka. Kondisi seperti ini memungkinkan setiap siswa merasa adanya ketergantungan secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, yang mendorong setiap anggota untuk bekerja sama. 2 Tanggung Jawab Perseorangan Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model 13 Louis Cohen, et.al, A Guide to Teaching Practice, New York: RoutledgeFalmer, 2004, ed. ke-5, h. 179. 21 Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. 3 Tatap Muka Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Sinergi tidak dapat didapatkan begitu saja dalam sekejap, tetapi merupakan proses kelompok yang cukup panjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi. 4 Komunikasi Antar anggota Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. 5 Evaluasi Proses Kelompok Pengajar perlu menjadwalkan khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya dapat bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, 22 tetapi dapat diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan Cooperative Learning. 14 e. Teknik-teknik Cooperative Learning Dalam pembelajaran ini, terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas, yaitu: 1 Teknik Mencari Pasangan Make a Match, yaitu teknik yang dikembangkan oleh Lorna Curran 1994. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topic dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini dapat digunakan dalam semua pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. 2 Teknik Bertukar Pasangan, teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. 3 Teknik Berpikir-Berpasangan-Berempat, teknik yang dikembangkan oleh Frank Lyman Think-Pair-Share dan Spencer Kagan Think-Pair-Square sebagai struktur kegiatan pembelajaran Cooperative Learning. Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. 4 Teknik Berkirim Salam dan Soal, teknik ini memberi siswa kesempatan untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka. Siswa membuat pertanyaan sendiri sehingga akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh teman-teman sekelasnya. Teknik ini cocok untuk persiapan menjelang ujian. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. 14 Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative…, h. 31-35 23 5 Teknik Kepala Bernomor Numbered Heads, teknik ini dkembangkan oleh Spencer Kagan 1992. Teknik ini memberiikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. 6 Teknik Kepala Bernomor Terstruktur, teknik ini sebagai modifikasi Kepala Bernomor yang dipakai oleh Spencer Kagan. Teknik Kepala Bernomor Terstruktur ini memudahkan pembagian tugas. Dengan teknik ini, siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua untuk semua tingkatan usia anak didik. 7 Teknik Dua Tinggal Dua Tamu Two Stay Two Stray, teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan dapat digunakan bersama dengan Teknik Kepala Bernomor. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Sruktur teknik ini memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. 8 Teknik Keliling Kelompok, dalam kegitan Keliling Kelompok, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberiikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lain. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. 9 Teknik Kancing Gemerincing, dalam kegiatan Kancing Gemerincing, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberiikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lain. Keunggulan dari teknik ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan 24 kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. 10 Teknik Keliling Kelas, Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Namun, jika digunakan untuk anak-anak tingkat dasar, teknik ini perlu disertai dengan manajemen kelas yang baik supaya tidak terjadi kegaduhan. Dalam kegiatan kelas, masing-masing kelompok mendapatkan kesempatan untuk memamerkan hasil kerja mereka dan melihat hasil kerja kelompok lain. 11 Teknik Lingkaran Kecil Lingkaran Besar Inside-Outside Circle, teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan untuk memberiika kesempatan kepada siswa agar saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Pendekatan ini dapat digunakan dalam mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan sosial, agama, matematika, dan bahasa. Bahan pelajaran yang cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan yang membutuhkan pertukaran pikiran dan informasi antarsiswa. 12 Teknik Tari Bambu, teknik ini sebagai modifikasi Kecil Lingkaran Besar Inside-Outside Circle. Salah satu keunggulan teknik ini adalah adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untu berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan sisngkat dan teratur. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. 13 Teknik Jigsaw, teknik ini dikembangkan oleh Aronson et al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Pendekatan ini dapat pula digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, 25 matematika, agama, dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua kelas atau tingkatan. 14 Teknik Bercerita Berpasangan Paired Storytelling, teknik ini dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antara siswa, pengajar, dan bahan pelajaran. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Bahan pelajaran yang paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan yang bersifat naratif dan deskriptif. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan dipakainya bahan-bahan yang lainnya. 15 f. Pengelolaan Kelas Cooperative Learning Pengelolaan kelas model cooperative learning ini bertujuan untuk membina pembelajar dalam mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengan pembelajar yang lainnya. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model cooperative learning, yakni: 1 Pengelompokan Pengelompokan heterogenitas kemacamragaman merupakan cirri-ciri yang menonjol dalam model cooperative learning. Kelompok heterogenitas dapat dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang agama sosio-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran cooperative learning bisaanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang. Secara umum, kelompok heterogen disukai oleh para guru yang telah menggunakan model cooperative learning karena beberapa alasan. Pertama, kelompok heterogen memberiikan kesempatan untuk saling mengajar peer tutoring dan saling 15 Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative…, h. 54-70 26 mendukung. Kedua, kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, agama, etnik, dan gender. Terakhir, kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk setiap tiga orang. 2 Semangat cooperative learning Agar kelompok dapat bekerja secara efektif dalam proses cooperative learning, masing-masing anggota kelompok perlu mempunyai semangat cooperative learning gotong royong. Semangat cooperative learning ini tidak dapat diperoleh dalam sekejap. Semangat ini dapat dirasakan dengan membina niat dan kita siswa dalam bekerja sama dengan siswa-siswa yang lainnya. Menurut Anita Lie dalam bukunya, niat dan kiat siswa dapat dibina dengan beberapa kegiatan yang dapat membuat relasi masing- masing anggota kelompok lebih erat seperti dibawah ini: a Kesamaan kelompok Kelompok akan merasa bersatu jika mereka dapat menyadari kesamaan yang mereka punyai. Kesamaan ini tidak berarti menyeragamkan semua keinginan, minat, dan kemampuan anggota kelompok. Justru kesamaan ini untuk dapat melihat persamaan yang mereka punyai, masing-masing anggota kelompok harus dapat melihat keunikan rekan-rekannya yang lain terlebih dahulu. Beberapa kegiatan dapat dilakukan guru untuk memberiikan kesempatan kepada para siswa agar lebih mengenal satu sama lain dengan lebih baik dan akrab, misalnya kegiatan wawancara kelompok atau dengan mengadakan game perkenalan. b Identitas kelompok Berdasarkan kesamaan mereka, kelompok dapat merundingkan nama yang tepat untuk kelompok mereka. Mengenai identitas kelompok ini sebenarnya hanya sebagai 27 tambahan jika diperlukan agar lebih semangat dan akrab dalam perkelompokan. c Sapaan dan sorak kelompok 16 Untuk lebih tercipta semangat dari tiap kelompok, siswa dapat ditugaskan untuk menciptakan sapaan dan sorak khas kelompok. Siswa dapat didorong mengembangkan kreatifitas mereka dengan menciptakan cara menyapa rekan-rekan dalam satu kelompok yang disesuaikan dengan identitas kelompok mereka sebelumnya. 3 Penataan ruang kelas 17 Dalam model cooperative learning, siswa juga bisa belajar dari sesama teman dan guru hanya berperan sebagai fasilitator, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Maka, dalam penataan ruang kelas juga perlu ditata sedemikian rupa sehingga menunjang pembelajaran cooperative learning. Tentu saja, keputusan guru dalam penataan ruang ini harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah. Tujuan utama penataan lingkungan fisik kelas adalah mengarahkan kegiatan siswa dan mencegah munculnya tingkah laku siswa yang tidak yang tidak diharapkan melalui penataan tempat duduk, perabot, dan barang-barang lainnya yang ada di dalam kelas, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi aktif antara siswa dan guru serta antar siswa, dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu penataan kelas harus memungkinkan guru dapat memantau semua tingkah laku siswa sehingga dapat dicegah munculnya masalah disiplin. Melalui penataan kelas, diharapkan siswa dapat memusatkan perhatiannya dalam proses pembelajaran dan akan 16 Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative…, h. 48-51 17 Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative…, h. 38-39 28 bekerja secara efektif. 18 Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah: a ukuran ruang kelas, b jumlah siswa, c tingkat kedewasaan siswa, d toleransi guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya siswa, e toleransi masing-masing siswa terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya siswa lain, f pengalaman guru dalam melaksanakan model cooperative learning, g Pengalaman siswa dalam melaksanakan model cooperative learning. 19 Dalam model cooperative learning, penataan ruang kelas perlu memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Bangku perlu ditata sedemikian rupa sehingga semua siswa bisa melihat gurupapan tulis dengan jelas, bisa melihat rekan-rekan kelompoknya dengan baik, dan berada dalam jangkauan kelompoknya dengan merata. Kelompok bisa dekat satu sama lain, tetapi tidak mengganggu kelompok yang lain dan guru bisa menyediakan sedikit ruang kosong di salah satu bagian kelas untuk kegiatan lain. Pendekatan yang paling efektif terhadap manajemen kelas bagi pembelajaran kooperatif adalah untuk menciptakan sebuah sistem penghargaan positif yang didasarkan pada kelompok. Guru memberiikan perhatian terhadap perilaku kelompok yang diinginkannya di dalam kelas. Dengan segera kelompok lainnya akan menjadikan kelompok yang menerima perhatian positif dari guru tersebut sebagai model. 18 Abdul Majid, Pengelolaan Kelas, dari: http:santridaruz.blogspot.com200805pengelolaan-kelas.html , diakses pada tanggal 13 Oktober 2010 19 Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative…, h. 52 29 Unsur penting lainnya dalam sebuha sistem manajemen pembelajaran kooperatif yang baik adalah harapan yang jelas. Guru perlu mendefinisikan dengan jelas dan sebelum kegiatan dimulai sikap-sikap yang perlu diterapkan untuk memfungsikan kelas dengan baik, dan sikap-sikap seperti apa yang akan dihargai. Sikap yang dihargai maksudnya seperti memberi perhatian penuh jika guru menerangkan, memberi bantuan ekstra kepada teman, kooperatif dengan teman satu tim, perhatian terhadap kebutuhan opini, dll. 20

2. Sejarah Kebudayaan Islam

a. Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sejarah adalah “Ilmu pengetahuan atau uraian tentang peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi di masa lampau”. 21 Kebudayaan adalah “Hasil kegiatan dan penciptaan batin akal budi manusia, seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat”. 22 Dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam adalah salah satu bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati sejarah kebudayaan Islam, yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya way of life melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan kebisaaan. 23 Sejarah Kebudayaan Islam di MTs merupakan salah satu mata pelajaran yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaanperadaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam 20 Slavin, Cooperative Learning: Teori,…, h. 258-260 21 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta; Balai Pustaka, 2007, ed. ke-3, cet. ke- 4, h. 1011 22 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar …, h. 170 23 Latifah, “Efektifitas Pelaksanaan Quantum Learning untuk meningkatkan Hasil Belajar Sejarah Kebudayaan Islam”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009, h. 13 30 sejarah Islam di masa lampau, mulai dari perkembangan masyarakat Islam pada masa Nabi Muhammad SAW dan Khulafaurrasyidin, Bani ummayah, Abbasiyah, Ayyubiyah sampai perkembangan Islam di Indonesia. Secara substansial, mata pelajaran Sejarah Kebudayan Islam memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati sejarah kebudayaan Islam, yang mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak, dan kepribadian peserta didik. 24 Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Sejarah Kebudayaan Islam merupakan salah satu bagian dari cabang ilmu Pendidikan Agama Islam di madrasah yang di dalamnya membahas tentang peristiwa-peristwa penting, peradaban Islam serta tokoh-tokoh populernya dalam Sejarah Kebudayaan Islam agar tertanamnya nilai- nilai kepahlawanan dan keilmuan dalam diri peserta didik. Pembelajaran sejarah kebudayaan Islam mempunyai tiga fungsi dasar, sebagai berikut: 4 Fungsi edukatif, yaitu melalui sejarah peserta didik ditanamkan untuk mengakkan nilai, prinsip, sikap hidup yang luhur dan Islami dalam menjalankan hidup sehari-hari. 5 Fungsi keilmuan, yaitu melalui sejarah peserta didik akan memperoleh pengetahuan yang memadai tentang masa lalu Islam dan kebudayaan. 6 Fungsi transformasi, yaitu sejarah merupakan salah satu sumber yang sangat penting dalam rancang transformasi masyarakat. 25 b. Tujuan Belajar Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut: 26 24 http:www.scribd.comdoc1171248208Lampiran-3bBab-Vii-Sk-Kd-Pai-Dan-Bhs- Arab-Tk-MTs . diakses pada tanggal 15 Oktober 2010 25 Latifah, “Efektifitas Pelaksanaan Quantum Learning…, h. 14 31 1 Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya mempelajari landasan ajaran, nilai-nilai dan norma-norma Islam yang telah dibangun oleh Rasulullah saw dalam rangka mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam. 2 Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan. 3 Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah. 4 Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau. 5 Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah Islam, meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek dan seni, dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam. c. Ruang Lingkup Sejarah Kebudayaan Islam di MTs

Dokumen yang terkait

Pengaruh Metode Giving Question And Getting Answer Terhadap Hasil Belajar Ski Kelas Viii Di Mts Pembangunan UIN Jakarta

1 9 167

Pengaruh motivasi belajar Terhadap hasil belajar siswa pada bidang Studi Sejarah Keudayaan Islam (SKI) di MTS N 19 Jakarta

5 34 107

Penerapan model pembelajaran cooperative teknik think pair square (Tps) dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih kelas VIII H di Mts pembangunan uin Jakarta

0 15 161

Pengaruh Penerapan Metode Mind Mop Terhadap Hasil Belajar Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Pada Siswa Kelas VIII (Quasi Eksperimen Di Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 Jakarta)

6 46 156

UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DENGAN MENGGUNAKAN Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Dengan Menggunakan Metode Cooperative Learning Tipe Make A Matc

0 0 17

UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Dengan Menggunakan Metode Cooperative Learning Tipe M

0 0 26

SKI (Sejarah Kebudayaan Islam) MA Kelas 10

9 142 88

Aplikasi pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam di MTsN Kutacane - Repository UIN Sumatera Utara

0 0 113

PENGARUH MODEL MENGAJAR GURU SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA MTs NU SALATIGA TAHUN 2010

0 0 89

BAB II Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Learning Type Paired - PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TYPE PAIRED STORYTELLING DAN COOPERATIVE SCRIPT TERHADAP KEAKTIFAN SISWA PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI MA NU RADEN UMA

1 1 33