Banyak cara untuk menentukan prestasi belajar, diantaranya yaitu dengan evaluasi dari guru. Setelah siswa melakukan proses belajar secara rutin, maka
untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dilakukan oleh siswa tersebut berhasil atau tidak maka guru melakukan evaluasi dengan berbagai cara di antarnya:
1. Tes lisan 2. Tulisan
3. Pilihan ganda, dan 4. Esai
Prestasi belajar siswa yang digunakan di SMA Negeri 1 Tangsel diperoleh dari data primer berupa laporan hasil ujian semester Nilai Raport siswai SMAN
1 Tangsel pada semester genap tahun pelajaran 20102011 yang mencerminkan hasil belajar, kepribadian, prakarsa atau inisiatif, bertanya dan disiplin.
2.2. Self Concept Konsep Diri
2.2.1 Definisi self concept konsep diri Self concept adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri; penilaian atau
penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan Chaplin, 2006.
Konsep diri umumnya dipahami sebagai sikap, pandangan dan keyakinan individu terhadap keseluruhan dirinya. Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki
seseorang tentang dirinya, yakni merupakan gambaran dari keyakinan yang dimiliki orang tentang dirinya sendiri. Sikap, pandangan dan keyakinan diri ini
mencakup seluruh dimensi: prestasi, psikologis, aspirasi, dan fisik. Seluruh sikap,
pandangan dan keyakinan individu dalam memandang dirinya akan tampak dalam setiap tingkah lakunya. Menurut Slameto 2010, konsep diri merupakan suatu
kepercayaan mengenai keadaan diri sendiri yang relatif sulit diubah. Konsep diri tumbuh dan interaksi seseorang dengan orang-orang lain yang berpengaruh dalam
kehidupannya. Perkins 1958, menyatakan bahwa konsep diri adalah semua persepsi,
kepercayaan, perilaku dan nilai-nilai yang digunakan diri seseorang untuk mendeskripsikan dirinya sendiri, dan konsep diri seorang anak berubah seiring
dengan cara pandang dirinya pada suatu periode waktu. Sementara itu, Calhoun dan Acocella 1995, mendefinisikan konsep diri sebagai gambaran mental diri
seseorang. Menurut Sarlito 2009, konsep diri self concept merupakan kesadaran
seseorang mengenai siapa dirinya. Sedangkan Menurut Atwater 1983, konsep diri berfungsi sebagai suatu filter yang menyaring segala sesuatu yang dilihat atau
didengar. Dengan demikian, konsep diri mengadakan suatu pengaruh selektif pada pengalaman seseorang, sehingga seseorang cenderung mempersepsikan, menilai
dan bahkan bertindak dengan cara yang konsisten dengan konsep diri yang dimiliki. Bila seseorang menganggap dirinya sebagai kompeten, sikap ini
mengarahkan perilakunya ke arah peningkatan atau sekurang-kurangnya memelihara kompetensi. Demikian pula sebaliknya; seorang anak yang
menganggap dirinya tidak kompeten bersikap negatif terhadap dirinya, pesimis terhadap keberhasilan, ia cenderung mengindari situasi yang menuntut prestasi
dan dengan demikian kehilangan kesempatan yang dapat mengubah gambaran diri negatif. Amaryllia Puspasari, 2004.
Fitts 1971, mengatakan persepsi terhadap diri sendiri merupakan aspek yang sangat penting yaitu diri sebagaimana dilihat, dihayati dan dialami. Inilah
yang disebut sebagai konsep diri seseorang. Jadi konsep diri seseorang merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya secara menyeluruh. Fitts juga mengatakan
bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menilai dirinya sendiri sebagaimana ia lakukan terhadap hal-hal lain. Dengan kemampuan ini ia dapat mengatakan
bahwa dirinya pintar atau tidak, berharga atau tidak, dan sebagainya. Jika manusia mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberi
arti dan penilaian serta membentuk abstraksi pada dirinya sendiri, hal ini menunjukkan suatu kesadaran diri dan kemampuan untuk keluar dari dirinya
untuk melihat dirinya sebagaimana ia lakukan terhadap objek-objek lain. Diri yang dilihat, dihayati, dialami. Ini disebut sebagai konsep diri Fitts, 1971.
Konsep diri adalah struktur mental atau totalitas dari pikiran, perasaan dalam hubungan dengan diri sendiri Rosenberg, 1965.
Konsep diri self concept adalah pandangan keseluruhan yang dimiliki individu tentang dirinya sendiri dan terdiri dari kepercayaan, evaluasi, dan
kecenderungan berperilaku Burns, 1993. Konsep diri juga merupakan pandangan dan sikap individu terhadap kesadaran dirinya Pudjijogyanti, 1988.
Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan konsep diri adalah gambaran seseorang atau pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang terdiri
dari kepercayaan, evaluasi, dan kecenderungan berperilaku.
2.2.2 Perkembangan dan proses pembentukan self concept Tidak dapat disangkal bahwa konsep diri mempunyai peranan penting
dalam menentukan perilaku individu. Tetapi dalam perkembangan dan pembentukannya konsep diri dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu
dalam hubungannya dengan individu lain yang berarti bagi individu tersebut significant others, karena konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa
sejak lahir. Dengan demikian perlu dijelaskan perkembangan dan pembentukan konsep diri individu mulai dari bayi hingga konsep diri menetap pada masa
remaja. Para ahli sependapat bahwa konsep diri bukan bawaan sejak lahir. Seorang
anak ketika lahir belumlah menyadari dirinya dan lingkungannya. Hal ini ditekankan oleh beberapa ahli, salah satunya adalah Allport menyatakan: “....the
infent is not aware of himself as a self” Hall Lindzey, 1985. Menurut Allport, bayi yang baru lahir merupakan ciptaan hereditas dan
bertingkah laku hanya berdasarkan refleks dan dorongan primitif. Bayi belum menyadari dirinya sebagai self. Namun sesudah masa kelahiran tersebut bayi
mulai belajar secara perlahan-lahan melalui pengalaman dengan tubuh dan lingkungannya, dan mulai berkembangan kesadaran tentang dirinya yang timbul
seiring dengan meningkatnya kemampuan persepsi. Pada masa bayi, kedekatan antara bayi dengan orangtua menentukan rasa
aman dan rasa cinta seorang bayi. Perasaan aman dan cinta ini menentukan konsep dirinya terutama berhubungan dengan anggapan orangtua terhadap dirinya
Hurlock, 1986.
Pada masa kanak-kanak 2-6 tahun, keluarga memegang peranan penting dalam mengembangkan konsep diri anak karena keluarga merupakan lingkungan
sosial pertama yang dikenal oleh seorang anak. Melalui keluarga anak mengalami proses sosialisasi primer Hoffman Hall, 1994, dan anak mengembangakan
aspek kesadaran diri self awareness serta berkembangnya self image yang ditandai dengan cita-cita anak Allport dalam Hall Lindzey, 1985.
Pada akhir masa kanak-kanak 6 tahun-pubertas lingkungan sosial anak semakin meluas yang berarti pengaruh sosial di luar keluarga terhadap anak
semakin besar. Dalam hubungnnya dengan lingkungan di luar rumah, anak menemukan tuntutan baru dan membingungkan dari kelompok yang berbeda
dengan orangtuanya Allport dalam Hall Lindzey, 1985. Pengaruh teman sebaya dan reference group mulai memegang peranan penting dalam
pembentukan konsep diri anak. Anak semakin mengidentifikasi diri dengan kelompok usianya dan mengadopsi tingkah laku peer group-nya. Namun
demikian, hubungan keluarga masih sangat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya.
Papalia 1995, mengatakan bahwa konsep diri mulai terbentuk selama masa “middle childhood” 6-12pubertas. Pada masa ini konsep diri berkembang
lebih realistik dan anak mulai tahu apa yang mereka butuhkan untuk hidup dan untuk masa depan mereka. Anak mulai memiliki gambaran diri yang positif atau
negatif mengenai diri mereka sendiri, yang melekat untuk waktu yang lama setelah masa kanak-kanak.
Menignjak usia remaja, dalam memandang lebih detail dari anak-anak. Anak-anak biasanya hanya mempunyai penerimaan atau pandangan yang sempit
tentang diri mereka seperti apakah saya?. Apakah saya baik atau buruk. Sedangkan remaja memiliki kepekaan yang lebih jauh tentang diri mereka
Jersild, 1978, seperti saya baik hampir di setiap waktu, saat ayah saya tidak mengizinkan saya memiliki mobil, dan ketika saya harus belajar untuk ujian
biologi Hart, Maloney dan Demon, 1987.
Pada masa remaja, anak tumbuh menjadi individu yang sadar akan dirinya sendiri dan melakukan introspeksi terhadap dirinya. Dari sinilah mereka kemudian
mulai memandang dirinya dengan lebih realistik dan spesifik. Ini menandakan bahwa pada masa remaja, anak mulai membentuk dan memiliki konsep diri yang
akurat daripada masa-masa sebelumnya Rice, 1990.
Pada perkembangannya, konsep diri akhirnya akan mulai menetap dan stabil pada usia remaja akhir. Pada masa remaja awal 12-14 tahun walaupun
tampaknya stabil, konsep diri masih dapat berubah karena pengaruh dari teman sebayannya. Konsep diri mulai sulit berubah pada masa remaja akhir yaitu usia
sekitar 15-20 tahun. Pada masa ini konsep diri seorang sudah mantap karena konsep mengenai diri yang dibentuknya sudah relatif menetap dan stabil
Gunarsa, 1984. Sependapat dengan Gunarsa, Offer Howard 1972, mengatakan bahwa remaja akhir mempunyai konsep diri yang stabil daripada
remaja awal.
Jadi, walaupun konsep diri mengalami proses perkembangan namun pada masa-masa tertentu yaitu pada masa remaja akhir, konsep diri seseorang relatif
sudah menetap dan stabil.
Pada masa anak-anak konsep diri yang dimiliki seseorang biasanya berlainan dengan konsep diri yang dimiliki ketika memasuki usia remajanya.
Konsep diri seorang anak masih bersifat tidak realistis, hanya didasarkan atas imajinasi-imajinasi tertentu dalam dirinya.
Tetapi apabila perkembangan seorang anak tergolong normal, maka konsep diri yang lama berganti dengan konsep diri yang baru dan sejalan dengan
berbagai penemuan-penemuan ataupun pengalaman-pengalaman yang ia peroleh pada usia-usia selanjutnya. Jadi, konsep diri yang tidak realistis berubah menjadi
konsep diri yang lebih realistis.
Menurut Gunarsa 2006, konsep diri tersusun atas tahapan-tahapan, yaitu: a Konsep diri primer
Konsep diri ini terbentuk atas dasar pengalamannya terhadap lingkungan terdekat, yaitu lingkungan rumahnya sendiri. Setelah anak bertambah
besar, ia mempunyai hubungan yang lebih luas dari pada hanya sekedar hubungan dalam lingkungan keluarganya. Ia mempunyai lebih banyak
teman, dan lebih banyak kenalan serta mempunyai lebih banyak pengalaman. Akhirnya, anak akan memperoleh konsep diri yang baru dan
berbeda dari apa yang sudah terbentuk dalam lingkungan rumahnya. Ini menghasilkan suatu konsep diri sekunder.
b Konsep diri sekunder Konsep diri sekunder terbentuk banyak ditentukan oleh bagaimana konsep
diri primernya. Ketika seseorang memasuki jenjang keremajaannya, maka ia mengalami begitu banyak perubahan dalam dirinya. Sikap-sikap atau
tingkahlaku yang ditampilkannya juga akan mengalami perubahan- perubahan Gunarsa, 2006. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa
konsep diri pada seorang remaja cenderung tidak konsisten. Menurut Gunarsa 2006, melalui cara ini, si remaja mengalami suatu
perkembangan konsep diri sampai akhirnya ia memiliki suatu konsep diri yang konsisten yaitu pada masa remaja akhir.
2.2.3 Konsep diri positif dan konsep diri negatif Berdasarkan perkembangan konsep diri yang telah dijelaskan dapat terlihat