Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini mengemukakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini pelaksanaan pendidikan di Indonesia diarahkan pada tercapainya tujuan pendidikan nasional serta pengembangan potensi anak didik secara optimal. Pengembangan potensi belajar siswa dapat dilihat pada sistem nilai yang ditekankan dalam dunia pendidikan yaitu pencapaian prestasi belajar. Dengan menetapkan prestasi belajar sebagai patokan perilaku, guru selalu berusaha agar siswa mencapai patokan perilaku tersebut. Menurut Djamarah 1990, prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang diajarkan pada mereka Rusyan, 1994. Nashar 2004, mengatakan prestasi belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Sependapat dengan Nashar, Abdurrahman 1999, mengatakan bahwa prestasi belajar adalah kemampuan yang diperoleh setelah melalui kegiatan belajar. Jadi, prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari apa yang sudah dikerjakan atau apa yang sudah diusahakan sesudah belajar. Perubahan-perubahan positif pada diri anak menunjukkan adanya hasil belajar. Hasil belajar pada setiap anak berbeda-beda, dan hasil belajar biasanya disebut dengan prestasi belajar. Dengan demikian, prestasi belajar merupakan taraf hasil belajar yang ditunjukkan seseorang setelah mendapat pendidikan atau latihan. Setiap siswa diharapkan dapat mencapai prestasi belajar yang memuaskan. Namun, pada kenyataannya tidak semua siswa dapat berhasil mencapai prestasi belajar yang ditetapkan. Keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi belajar dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor. Menurut Medinus 1969, Winkel 1996, Wahyuni Gunarsa, 1983 dan Slameto 1995, mengatakan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern yaitu intelegensi kemampuan intelektual, minat, bakat, kepribadian, sikap terhadap sekolah, keberhasilan dan kegagalan dimasa lalu. Dan faktor ekstern yaitu hubungan orang tua dan anak, status sosial ekonomi keluarga dan guru. Dalam kehidupan sehari-sehari atau lingkungan di sekolah seorang siswa mempunyai standar yang harus dicapai yaitu prestasi belajar. Tetapi terkadang harapan atau standar sekolah tidak selamanya dapat dicapai oleh semua anak didik. Banyak di antara anak didik menghadapi kegagalan dalam belajar. Pada umumya, sistem nilai yang ditekankan dalam dunia pendidikan adalah pencapaian prestasi belajar. Prestasi belajar ini selanjutnya dijadikan patokan perilaku, guru selalu berusaha agar mencapai patokan tersebut. Sudah barang tentu tidak semua siswa mencapai prestasi belajar yang ditetapkan. Siswa yang berhasil mencapai prestasi belajar yang ditetapkan, akan dipandang sebagai siswa yang mempunyai kemampuan dan usaha yang tinggi oleh guru atau siswa- siswa lain. Sebaliknya, siswa yang tidak berhasil mencapai prestasi belajar yang ditetapkan, dipandang sebagai siswa yang tidak atau kurang mempunyai kemampuan dan usaha. Pandangan yang diberikan oleh guru maupun siswa lain merupakan tanggapan-tanggapan yang sangat mempengaruhi pembentukan konsep diri siswa. Tanggapan positif, yaitu memandang siswa sebagai siswa yang mempunyai kemampuan dan usaha tinggi akan membantu siswa bersikap positif terhadap dirinya sendiri. Sikap ini akan mempengaruhi pendekatan siswa dalam menghadapi tugasnya, dan lebih jauh lagi mempengaruhi prestasi belajar Pudjijogyanti, 1985. Studi dari Bachman dan O’Malley, telah membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan keberhasilan pendidikan yaitu prestasi belajar siswa dalam Burns, 1993. Nylor mengemukakan bahwa konsep diri memiliki hubungan positif dan signifikan dengan prestasi belajar dalam Desmita, 2009. Di dalam penelitian terhadap riset yang diadakan di Amerika, Purkey, menyimpulkan bukti-bukti riset keseluruhan dengan jelas memperlihatkan sebuah hubungan yang tetap antara konsep diri dan pencapaian prestasi belajar dalam Burns, 1993. Desmita 2009 mengatakan bahwa siswa yang memiliki konsep diri positif, memperlihatkan prestasi yang baik di sekolah, atau siswa yang berprestasi tinggi di sekolah memiliki penilaian diri yang tinggi. Stenner dan Katzenmeyer, menyelidiki hubungan antara konsep diri dengan pencapaian prestasi ditemukan skor yang besar dalam Burns, 1993. Jadi, konsep diri penting dalam memperkirakan pencapaian prestasi akademis. Berdasarkan data-data di atas, terlihat bahwa konsep diri berhubungan dengan prestasi belajar dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Namun hasil penelitian seorang mahasiswi Universitas Indonesia yaitu Sintha Hapsari 2001, dengan judul skripsi “Hubungan konsep diri dengan prestasi belajar remaja akhir” bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan prestasi belajar remaja akhir. Oleh karena itu, penelitian terhadap hubungan konsep diri self concept dan prestasi belajar perlu dilakukan untuk membuktikan apakah ada atau tidak ada hubungan antara self concept dengan prestasi belajar remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja keberhasilan prestasi belajar sangat penting untuk memasuki tahap perkembangan selanjutnya yaitu masa dewasa karena untuk dapat memasuki tahap perkembangan selanjutnya, remaja diharapkan mempunyai potensi-potensi akademis untuk dapat memasuki masa dewasa yang mempunyai konsep diri yang baik sehingga dapat menerima dirinya sebagaimana adanya dan akhirnya mempengaruhi tingkah laku penyesuaian dirinya dalam belajar. Apabila individu tidak memiliki konsep diri yang baik konsep dirinya negatif cenderung memiliki prestasi belajar yang rendah, karena konsep diri mempengaruhi perilaku yang akan diambil oleh setiap individu. Sebaliknya, individu yang mempunyai konsep diri positif akan memandang baik bagi dirinya sehingga dapat mempengaruhi perilaku individu dalam menyesuaikan diri agar dapat berprestasi dengan baik. Konsep diri yang dimiliki seseorang mengarah pada hubungan tingkah laku sehari-hari dan keyakinan yang dianut mengenai diri individu itu sendiri. Berdasarkan penelitian Mussen, Conger dan Kagan 1974, diungkapkan bahwa konsep diri negatif dapat menghambat prestasi belajar anak. Fink mendapatkan hubungan yang signifikan antara konsep diri yang rendah dengan pencapaian akademis yang rendah Burns, 1993. Selain konsep diri, faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah penyesuaian diri adjustment. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Tallent 1978, yang menyatakan bahwa penyesuaian diri akan meningkatkan prestasi belajar. Hal ini didukung juga dengan hasil penelitian Achyar 2001, yang menyatakan bahwa penyesuaian diri berkorelasi dengan prestasi belajar, di mana penyesuaian diri dapat meningkatkan efek positif terhadap prestasi belajar siswa. Selain itu, hasil penelitian Sapto Legowo 2005, menunjukkan bahwa ada pengaruh penyesuaian diri terhadap prestasi belajar siswa. Begitupun hasil penelitian Laily Safura Sri Supriyantini 2006, memperlihatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penyesuaian diri dengan prestasi belajar siswa Jurnal Psikologia, 2006. Menurut Schneiders 1964, Penyesuaian diri adalah proses kecakapan mental dan tingkah laku seseorang dalam menghadapi tuntutan-tuntutan baik dari diri sendiri maupun dari lingkungan. Sedangkan menurut Haber dan Ruyon 1984, penyesuaian diri merupakan suatu proses yang berlangsung terus menerus dalam kehidupan di mana individu melakukan suatu reaksi untuk melakukan dan mengatasi setiap perubahan dalam lingkungannya. Penyesuaian diri berlangsung secara terus-menerus antara memuaskan kebutuhan diri sendiri dengan tuntutan lingkungan, termasuk tuntutan orang lain secara kelompok maupun masyarakat. Menyesuaikan diri berarti mengubah dengan cara yang tepat untuk memenuhi syarat tertentu Sukadji, 2000. Seorang individu tidak dilahirkan dalam keadaan sudah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri Hartono Sunarto, 2002. Banyak individu yang menderita dan merasa tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidakmampuannya menyesuaikan diri baik dalam kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. Sehingga menghambat ia untuk mencapai prestasi yang tinggi. Eddy Hendrarno 1987, mengemukakan bahwa proses penyesuaian diri tidaklah selalu dapat berlangsung secara efektif. Tidak jarang individu sering mengalami hambatan. Kecanggungan, atau bahkan salah dalam melakukan penyesuaian. Akibat dari keadaan semacam itu adalah timbulnya kelainan tingkah laku siswa. Jika individu tidak mampu menyesuaikan diri terhadap orang lain maka akan timbul kesalahan penilaian baik terhadap dirinya maupun orang lain sehingga tingkah lakunya akan merugikan baik pada dirinya maupun orang lain. Pada sekolah menengah atas SMA siswa berada pada tahap perkembangan remaja, tepatnya masa remaja akhir yaitu yang berusia 15-20 tahun WHO dalam Sarwono, 2004. Pada masa ini tugas perkembangan yang tersulit bagi siswa adalah yang berhubungan dengan penyesuaian diri Hurlock, 1980. Selain itu, peralihan dari SMP ke SMA di mana terjadi pergerakan dari posisi teratas di sekolah SMP mereka adalah murid-murid yang paling tua, paling besar, dan siswa yang paling berkuasa di sekolah ke posisi terendah di sekolah SMA, menjadi murid-murid yang paling muda, paling kecil, dan paling lemah di sekolah. Hal tersebut seringkali menimbulkan masalah bagi banyak siswa yang kurang dapat menyesuaikan diri dengan situasi baru. Hartono Sunarto 2002, menambahkan bahwa bagi siswa yang baru memasuki sekolah lanjutan atas mungkin akan mangalami kesulitan dalam membagi waktu belajar, yakni adanya pertentangan antara belajar dan keinginan untuk ikut aktif dalam kegiatan ekstra kurikuler. Mereka juga mungkin akan mengalami permasalahan penyesuaian diri dengan guru-guru, teman-teman, dan mata pelajarannya. Sebagai akibat antara lain adalah prestasi belajar siswa menjadi menurun dibanding dengan prestasi di sekolah sebelumnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri sangat diperlukan bagi siswa yang menjalani seluruh aktivitasnya di sekolah dan penyesuaian diri ini akan berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Dari uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk melihat hubungan self concept dan adjustment dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Tangsel.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah