berbagai pengalaman dan situasi, merasa dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan memandang keberhasilan yang diperoleh merupakan hasil dari usahanya dan
karena kemampuan yang dimilikinya serta menerima kritikan sebagai hal yang membangun sehingga ia dapat meraih prestasi yang tinggi.
c. Konsep diri negatif
Selain konsep diri positif, individu dapat membentuk konsep diri negatif. Montana 2001, memberikan ciri tingkah laku individu yang mempunyai konsep
diri negatif. Individu yang mempunyai konsep diri negatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menghindari peran-peran kepemimpinan. 2. Menghindari kritikan dan tidak mau mengambil resiko.
3. Tidak mempunyai atau kurang mempunyai kemampuan untuk bertahan terhadap tekanan.
4. Kurang memiliki motivasi belajar, bekerja dan umumnya mereka mempunyai kesehatan emosi dan psikologis kurang baik.
5. Mudah terpengaruh pada penyalahgunaan obat-obatan terlarang, hamil di luar nikah, keluar dari sekolah atau terlibat kejahatan.
6. Lebih merasa perlu untuk dicintai dan diperhatikan sehingga mereka lebih mudah untuk dipengaruhi oleh orang lain.
7. Ia akan berbuat apa saja untuk menyesuaikan diri dan menyenangkan orang lain. Orang dewasa berpikir dia adalah anak-anak yang baik
karena mereka adalah orang-orang yang menyenangkan. Tetapi
keperluan untuk menyenangkan orang lain dapat menimbulkan masalah bagi mereka.
8. Ia mudah frustasi, menyalahkan orang lain atas kekurangannya. 9. Menghindar dari keadaan-keadaan sulit untuk tidak “gagal” dan
bergantung pada orang lain.
Dari ciri-ciri tingkah laku individu yang menggambarkan konsep diri negatif, dapat diambil kesimpulan bahwa anak yang mengembangkan konsep diri
negatif mempunyai kesulitan dalam menerima dirinya sendiri, bahkan sering menolak dirinya, merasa tidak dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, dan
menganggap keberhasilan yang diperoleh bukan karena hasil usahanya dan karena kemampuannya.
2.2.4 Karakteristik konsep diri remaja SMP-SMA Ketika anak-anak memasuki masa remaja, konsep diri mereka mengalami
perkembangan yang sangat kompleks dan melibatkan sejumlah aspek dalam diri mereka. Santrock 1998, menyebutkan sejumlah karakteristik penting
perkembangan konsep diri pada masa remaja, yaitu: a Abstrac and idealistic
Pada masa remaja, anak-anak lebih mungkin membuat gambaran tentang diri mereka dengan kata-kata yang abstrak dan idealistik. Meskipun tidak
semua remaja menggambarkan diri mereka dengan cara yang idealis, namun sebagian besar remaja membedakan antara diri mereka yang
sebenarnya dengan diri yang diidamkannya.
b Differentiated Dibandingkan dengan anak yang lebih muda, remaja lebih mungkin untuk
menggambarkan dirinya sesuai dengan konteks atau situasi yang semakin terdiferensiasi. singkatnya, dibandingkan dengan anak-anak, remaja lebih
mungkin memahami bahwa dirinya memiliki diri-diri yang berbeda-beda differentiated selves, sesuai dengan peran atau konteks tertentu.
c Contradictions within the self Setelah remaja mendeferensiasikan dirinya ke dalam sejumlah peran dan
dalam konteks yang berbeda-beda, maka muncullah kontradiksi antara diri-diri yang terdiferensiasi ini.
d The fluctiating self Seorang peneliti menjelaskan sifat fluktuasi dari diri remaja tersebut
dengan metafora “the barometric self” diri barometrik. Diri remaja akan terus memiliki ciri ketidakstabilan hingga masa di mana remaja berhasil
membentuk teori mengenai dirinya yang lebih utuh, dan biasanya tidak terjadi hingga masa remaja akhir bahkan hingga masa dewasa awal.
e Real and ideal, true and false selves Munculnya kemampuan remaja untuk mengkonstruksikan diri ideal
mereka di samping diri yang sebenarnya, merupakan sesuatu yang membingungkan bagi remaja tersebut. Kemampuan untuk menyadari
adanya perbedaan antara diri yang nyata real self dengan diri yang ideal ideal self menunjukkan adanya peningkatan kemampuan kognitif
mereka.
f Social comparison Sejumlah ahli perkembangan percaya bahwa, dibandingkan dengan anak-
anak, remaja lebih sering menggunakan social comparison perbandingan sosial untuk mengevaluasi diri mereka sendiri
g Self-conscious Karakteristik lain dari konsep diri remaja adalah bahwa remaja lebih sadar
akan dirinya self-conscious dibandingkan dengan anak-anak dan lebih memikirkan tentang pemahaman diri mereka.
h Self-protective Mekanisme untuk mempertahankan diri merupakan salah satu aspek dari
konsep diri remaja. Meskipun remaja sering menunjukkan adanya kebingungan dan konflik yang muncul akibat adanya usaha-usaha
introspeksi untuk memahami dirinya, remaja ternyata juga memiliki mekanisme untuk melindungi dan mengembangkan dirinya.
i Unconcious
Konsep diri remaja melibatkan adanya pengenalan bahwa komponen yang tidak disadari termasuk dalam dirinya, sama seperti komponen yang
disadari. j Self-integration
Terutama pada masa remaja akhir, konsep diri menjadi lebih terintegrasi, di mana bagian yang berbeda-beda dari diri secara sistematik menjadi satu
kesatuan Desmita, 2009.
Dari karakteristik konsep diri remaja SMP-SMA di atas, dapat disimpulkan bahwa pada awal masa remaja, remaja membuat gambaran tentang
dirinya dengan kata-kata yang abstrak dan idealistik, remaja berusaha menggambarkan dirinya menggunakan sejumlah karakteristik dalam hubungan
dengan teman sebaya, bahkan dalam hubungan dengan lawan jenisnya. Konsep diri remaja terus berubah hingga pada saat remaja akhir konsep diri mulai
menetap dan stabil, remaja mulai mampu membedakan diri yang nyata dan diri yang ideal, serta remaja memiliki mekanisme untuk melindungi dan
mengembangkan dirinya. Selain itu, pada masa remaja akhir konsep diri mulai terintegrasi.
2.2.5 Dimensi-dimensi self concept Fitts 1971, melihat bahwa pengamatan seseorang terhadap dirinya dapat
dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal. 1 Dimensi Internal
Pada dimensi internal, individu melihat dirinya sebagai suatu kesatuan unik dan dinamis ketika ia melakukan pengamatan dan penilaian terhadap identitas
dirinya, tingkah lakunya dan kepuasan dirinya. Berdasarkan dimensi internal, Fitts melihat ada 3 bagian dari diri yaitu identitas diri, diri sebagai pelaku dan
diri sebagai penilai. a. Diri identitas The identity self, yaitu label ataupun simbol yang
dikenakan oleh seseorang untuk menjelaskan dirinya dan membentuk identitasnya. Label-label ini akan terus bertambah seiring dengan
bertumbuh dan meluasnya kemampuan seseorang dalam segala bidang. Diri identitas ini adalah aspek yang paling mendasar dari konsep diri.
b. Diri pelaku The behavioral self, yaitu pandangan individu terhadap tingkah lakunya atau caranya bertindak. Dalam melakukan sesuatu
seseorang didorong oleh stimulus eksternal dan internal. Konsekuensi dari tingkah laku dipertahankan atau tidak suatu tingkah laku. Di samping itu
juga menentukan apakah suatu tingkah laku akan diabstraksikan, disimbolisasikan, dan digabungkan dalam diri identitas.
c. Diri penilai The judging self, manusia cenderung menilai sejauh mana hal-hal yang dipersepsikan memuaskan dirinya. Interaksi antara diri
identitas, diri pelaku dan intergrasi dari dalam keseluruhan konsep diri meliputi bagian diri yang ketiga yaitu diri sebagai penilai. Diri penilai
berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, penghayal, pembanding, dan terutama sebagai penilai diri. Di samping fungsinya sebagai mediator yang
menghubungkan kedua diri sebelumnya.
2 Dimensi Eksternal Pengamatan diri dimensi eksternal timbul dalam pertemuan dengan dunia
luar, secara khusus hubungan interpersonal. Ada lima bagian diri yang tercakup dalam dimensi eksternal, yaitu diri fisik, diri personal, diri sosial, diri
etika moral dan diri keluarga. a. Diri fisik, yaitu cara seseorang dalam memandang dirinya dari sudut
pandang fisik, kesehatan, penampilan keluar, dan gerak motoriknya. Konsep diri seseorang dianggap positif apabila ia memiliki pandangan
yang positif terhadap kondisi fisiknya, penampilannya, kondisi kesehatannya, kulitnya, tampan atau cantiknya, serta ukuran tubuh yang
ideal. Dianggap sebagai Konsep diri yang negatif apabila ia memandang rendah atau memandang sebelah mata kondisi yang melekat pada fisiknya,
penampilannya, kondisi kesehatannya, kulitnya, tampan atau cantiknya, serta ukuran tubuh yang ideal.
b. Diri personal, yaitu cara seseorang dalam menilai kemampuan yang ada pada dirinya dan menggambarkan identitas dirinya. Konsep diri seseorang
dapat dianggap positif apabila ia memandang dirinya sebagai pribadi yang penuh kebahagiaan, memiliki optimisme dalam menjalani hidup, mampu
mengontrol diri sendiri, dan sarat akan potensi. Dapat dianggap sebagai konsep diri yang negatif apabila ia memandang dirinya sebagai individu
yang tidak pernah jarang merasakan kebahagiaan, pesimis dalam menjalani kehidupan, kurang memiliki kontrol terhadap dirinya sendiri,
dan potensi diri yang tidak ditumbuhkembangkan secara optimal. c. Diri sosial, yaitu persepsi, pikiran, perasaan, dan evaluasi seseorang
terhadap kecenderungan sosial yang ada pada dirinya sendiri, berkaitan dengan kapasitasnya dalam berhubungan dengan dunia di luar dirinya,
perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosialnya. Konsep diri dapat dianggap positif apabila ia merasa sebagai pribadi yang hangat,
penuh keramahan, memiliki minat terhadap orang lain, memiliki sikap empati, supel, merasa diperhatikan, memiliki sikap tenggang rasa, peduli
akan nasib orang lain, dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial di
lingkungannya. Dapat dianggap sebagai konsep diri yang negatif apabila ia merasa tidak berminat dengan keberadaan orang lain, acuh tak acuh, tidak
memiliki empati pada orang lain, tidak kurang ramah, kurang peduli terhadap perasaan dan nasib orang lain, dan jarang atau bahkan tidak
pernah melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas sosial. d. Diri etika moral, berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, serta
penilaian seseorang terhadap moralitas dirinya terkait dengan relasi personalnya dengan Tuhan, dan segala hal yang bersifat normatif, baik
nilai maupun prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan seseorang. Konsep diri seseorang dapat dianggap positif apabila ia mampu
memandang untuk kemudian mengarahkan dirinya untuk menjadi pribadi yang percaya dan berpegang teguh pada nilai-nilai moral etik, baik yang
dikandung oleh agama yang dianutnya, maupun oleh tatanan atau norma sosial tempat di mana dia tinggal. Sebaliknya, konsep diri individu dapat
dikategorikan sebagai konsep diri yang negatif bila ia menyimpang dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral etika yang berlaku baik nilai-nilai
agama maupun tatanan sosial yang seharusnya dia patuhi. e. Diri keluarga, berkaitan dengan perspesi, perasaan, pikiran, dan penilaian
seseorang terhadap keluarganya sendiri, dan keberadaan dirinya sendiri sebagai bagian integral dari sebuah keluarga. Seseorang dianggap
memiliki konsep diri yang positif apabila ia mencintai sekaligus dicintai oleh keluarganya, merasa bahagia berada di tengah-tengah keluarganya,
merasa bangga dengan keluarga yang dimilikinya, dan mendapat banyak
bantuan serta dukungan dari keluarganya. Dianggap negatif apabila ia merasa tidak mencintai sekaligus tidak dicintai oleh keluarganya, tidak
merasa bahagia berada di tengah-tengah keluarganya, tidak memiliki kebanggaan pada keluarganya, serta tidak banyak memperoleh bantuan
dari keluarganya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam setiap konsep diri individu terdapat dua dimensi yang mempengaruhi konsep diri dan saling
berhubungan dalam membentuk suatu kepribadian yang akhirnya mempengaruhi perilaku dan performa individu dalam kelas atau interaksi siswa terhadap
lingkungannya.
2.2.6 Implikasi perkembangan self concept diri peserta didik terhadap pendidikan
Konsep diri memengaruhi perilaku peserta didik dan mempunyai hubungan yang sangat menentukan proses pendidikan dan prestasi belajar mereka.
Peserta didik yang mengalami permasalahan di sekolah pada umumnya menunjukkan tingkat konsep diri yang rendah. Oleh karena itu, dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, guru perlu melakukan upaya-upaya yang memungkinkan terjadinya peningkatan konsep diri peserta didik. Berikut ini
beberapa strategi yang mungkin dapat dilakukan guru dalam mengembangkan dan meningkatkan konsep diri peserta didik.
1. Membuat siswa merasa mendapat dukungan dari guru.
Dalam mengembangkan konsep diri yang positif, siswa perlu mendapat dukungan dari guru. Dukungan guru ini dapat ditunjukkan
dalam bentuk dukungan emosional emotional support, seperti ungkapan empati, kepedulian, perhatian, dan umpan balik, dan dapat
pula berupa dukungan penghargaan esteem support, seperti melalui ungkapan hormat penghargaan positif terhadap siswa, dorongan
untuk maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan siswa dan perbandingan positif antara satu siswa dengan siswa lain. Bentuk
dukungan ini memungkinkan siswa untuk membangun perasaan memiliki harga diri, memiliki kemampuan atau kompeten dan berarti.
2. Membuat siswa merasa bertanggung jawab. Memberi kesempatan kepada siswa untuk membuat keputusan sendiri
atas perilakunya dapat diartikan sebagai upaya guru untuk memberi tanggung jawab kepada siswa.
3. Membuat siswa merasa mampu. Membuat siswa merasa mampu dapat dilakukan dengan cara
menunjukkan sikap dan pandangan yang positif terhadap kemampuan yang dimiliki siswa. Guru harus berpandangan bahwa semua siswa
pada dasarnya memiliki kemampuan, hanya saja mungkin belum dikembangkan. Dengan sikap dan pandangan positif terhadap
kemampuan siswa ini, maka siswa juga akan berpandangan positif terhadap kemampuan dirinya.
4. Mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan yang realistis.
Dalam upaya meningkatkan konsep diri siswa, guru harus membentuk siswa untuk menetapkan tujuan yang hendak dicapai serealistis
mungkin, yakni tujuan yang realistis ini dapat dilakukan dengan mengacu pada pencapaian prestasi di masa lampau.
5. Membantu siswa menilai diri mereka secara realistis. Pada saat mengalami kegagalan, adakalanya siswa menilainya secara
negatif, dengan memandang dirinya sebagai orang yang tidak mampu. Untuk menghindari penilaian yang negatif dari siswa tersebut, guru
perlu membantu siswa menilai prestasi mereka secara reaslistis, yang membantu rasa percaya akan kemampuan mereka dalam menghadapi
tugas-tugas sekolah dan meningkatkan prestasi belajar dikemudian hari.
6. Mendorong siswa agar bangga dengan diriya secara realistis. Upaya lain yang harus dilakukan guru dalam membantu
mengembangkan konsep diri peserta didik adalah dengan memberikan dorongan kepada siswa agar bangga dengan prestasi yang dicapai
merupakan salah satu kunci untuk menjadi lebih positif dalam memandang kemampuan yang dimiliki.
Dengan demikian, untuk menanamkan dan mengembangkan konsep diri positif siswa hendaknya guru di sekolah memberikan dukungan pada siswa baik
dukungan emosional maupun dukungan penghargaan, memberikan siswa tanggung jawab dalam mengambil keputusan serta tidak memberikan penilaian
secara subjektif terhadap siswa.
2.3 Adjustment Penyesuaian Diri