Adjustment Penyesuaian Diri KAJIAN TEORI

2.3 Adjustment Penyesuaian Diri

2.3.1. Definisi adjustment penyesuaian diri Individu adalah makhluk yang unik dan dinamik, tumbuh dan berkembang, serta memiliki keragaman kebutuhan, baik dalam jenis, tataran level, maupun intensitasnya. Keragamana cara individu dalam memenuhi kebutuhannya menunjukkan adanya keragaman pola penyesuaian diri individu. Bagaimana individu memenuhi kebutuhannya akan menggambarkan pola penyesuaian dirinya. Proses pemenuhan kebutuhan ini pada hakikatnya merupakan proses penyesuaian diri. Dalam hal ini Mustafa Fahmi 1977, menulis: ”Pengertian luas tentang proses penyesuaian terbentuk sesuai dengan hubungan individu dengan lingkungan sosialnya, yang dituntut dari inidividu tidak hanya mengubah kelakuannya dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhan dirinya dari dalam dan keadaan di luar, dalam lingkungan di mana dia hidup, akan tetapi juga dituntut untuk menyesuaikan diri dengan adanya orang lain dan macam-macam kegiatan mereka.... jika mereka ingin penyesuaian, maka hal itu menuntut adanya penyesuaian antara keinginan masing-masingnya dengan suasana lingkungan sosial tempat mereka berada.” Sifat dinamik dari perilaku individu memungkinkannya mampu memperoleh penyesuaian diri yang baik. Penyesuaian diri itu sendiri bersifat dinamik dan bukan statik. Bahkan menurut Hollander 1981, sifat dinamis dynamism ini menjadi kualitas esesnsial dari penyesuaian diri. Penyesuaian diri terjadi kapan saja individu menghadapi kondisi-kondisi lingkungan baru yang membutuhkan suatu respons. Misalnya remaja yang mulai memasuki jenjang pendidikan SMA akan menghadapi situasi dan kondisi lingkungan yang baru. Penyesuaian diri mencakup belajar untuk menghadapi keadaan baru melalui perubahan dalam tindakan atau sikap. Sepanjang hidupnya individu akan mengadakan perubahan perilaku, karena memang dia dihadapakan pada kenyataan dirinya dan lingkungannya yang terus berubah. Ini berarti bahwa ”adjustmnet is a lifelong proccess, and people must continue to meet and deal with the stresses and challenges of life in order to achieve a healthy personality” Derlega Janda, 1978. Menurut Desmita 2009, Adjustment penyesuaian diri merupakan suatu konsturk psikologis yang luas dan kompleks, serta melibatkan semua reaksi individu terhadap tuntutan baik lingkungan dari luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Menurut Grasha dan Kirschenbaum 1980, ”adjustment is concerned with matching our current abilities to the demands of living.” penyesuaian diri merupakan usaha mencocokkan antara kemampuan yang ada dengan tuntutan hidup. Sedangkan menurut Lazarus 1976, ”adjustment consists of the psychological processes by means of which the individual managers or copes with various demands or pressures.” penyesuaian diri terdiri dari proses- proses psikologis individu yang berusaha untuk mengatasi berbagai tuntutan atau tekanan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri: a. Merupakan tingkah laku b. Terdiri dari proses psikologis c. Bertujuan untuk mencocokkan antara kemampuan yang ada dengan tuntutan hidup yang berasal dari dalam maupun dari luar diri seseorang. Schneiders 1964, juga menyebut penyesuaian diri adjustment sebagai: ”A process involving both mental and behavioral responsses, by which an individual strives to cope succesfully with inner needs, tensions, frustations and conflicts, and to effect a degree of harmony between these inner demands and those impossed on him by the objective world in which he lives.” Jadi, penyesuaian diri adjustment pada prinsipnya adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dengan mana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan- ketegangan konflik-konflik dan frustasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan di mana ia tinggal. Menurut Calhoun 1990, adjustment adalah interaksi yang kontinyu dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia anda. Sedangkan menurut Muhammad Ali dan Muhammad Asrori 2004, penyesuaian diri yang baik adalah well adjusted person, individu yang mampu melakukan respon- respon yang matang, efisien, memuaskan, dan sehat. Dikatakan efisien artinya mampu melakukan respon dengan mengeluarkan tenaga dan waktu sehemat mungkin. Dikatakan sehat artinya bahwa respon-respon yang dilakukannya sesuai dengan hakikat individu, lembaga, atau kelompok antarindividu, dan hubungan antarindividu dengan penciptanya. Bahkan, dapat dikatakan bahwa sifat sehat ini adalah gambaran karakteristik yang paling menonjol untuk melihat atau menentukan bahwa suatu penyesuaian diri itu dikatakan baik. Menurut Heber dan Runyon 1984, penyesuaian diri yang baik adalah bila seseorang dapat menerima keterbatasan yang tidak dapat diubah, namun ia tetap berusaha memodifikasi keterbatasan itu semaksimal mungkin. Sedangkan penyesuaian diri yang buruk adalah yang menerima kenyataan secara pasif dan tidak memiliki usaha apapun untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Dengan demikian, orang yang dipandang mempunyai penyesuaian diri yang baik adalah individu yang telah belajar bereaksi terhadap dirinya dan lingkungannya dengan cara-cara yang matang, efisien, memuaskan dan sehat, serta dapat mengatasi konflik mental, frustasi, kesulitan pribadi dan sosial sehingga siswa mampu mewujudkan tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan lingkungan sekolah baik dengan para guru maupun dengan teman-teman di sekolah. Menurut Bernand 1982, terdapat tiga masalah yang berhubungan dengan penyesuaian diri di sekolah, yaitu penyesuaian diri dengan kelompok teman sebaya peer group, penyesuaian diri dengan para guru, dan penyesuaian diri dalam hubungan dengan orangtua, guru dan murid Mappiare, 1982. Pertama, penyesuaian diri dengan kelompok teman sebaya muncul akibat adanya keinginan bergaul dengan teman sebaya. Menurut Hurlock 1980, bahwa penyesuaian diri dengan teman sebaya merupakan hal utama yang dihadapi remaja. Kedua, penyesuaian diri dengan para guru. Kebutuhann ini timbul karena dalam perkembangannya remaja ingin melepaskan diri dari keterikatan dengan orangtua, ingin mendapatkan orang dewasa lain yang dapat dijadikannya sahabat dan sebagai pembimbing. Ketiga, penyesuaian diri dalam hubungan dengan orangtua, guru dan murid. Kebutuhan ini dilatar belakangi antara lain, remaja ingin berkembang tanpa bergantung pada orangtua, ingin diakui sebagai individu yang mempunyai hak- hak sendiri, dan orang yang mampu memecahkan persoalannya sendiri. 2.3.2 Aspek-aspek penyesuaian diri Penyesuaian diri dapat dilihat dari empat aspek kepribadian, yaitu: kematangan emosional, kematangan intelektual, kematangan sosial, dan tanggung jawab Desmita, 2009. 1. Kematangan emosional mencakup aspek-aspek: a. Kemantapan suasana kehidupan emosional b. Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain. c. Kemantapan untuk santai, gembira dan menyatakan kejengkelan d. Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri. 2. Kematangan intelektual mencakup aspek-aspek: a. Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri b. Kemampuan memahami orang lain dan keragamannya c. Kemampuan mengambil keputusan d. Keterbukaan dalam mengenal lingkungan. 3. Kematangan sosial mencakup aspek-aspek: a. Keterlibatan dalam partisipasi sosial b. Kesediaan kerjasama c. Kemampuan kepemimpinan d. Sikap toleransi e. Keakraban dalam pergaulan. 4. Tanggung jawab mencakup aspek-aspek: a. Sikap produktif dalam mengembangkan diri b. Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel c. Sikap altruisme, empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal d. Kesadaran akan etika dan hidup jujur e. Melihat perilaku dari segi konsekuensi atas dasar sistem nilai. f. Kemampuan bertindak independen. 2.3.3 Karakteristik penyesuaian diri remaja Menurut Haber dan Runyon 1984, ada lima karakteristik individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, yaitu: 1. Memiliki persepsi yang akurat terhadap realitas Kemampuan untuk mempersepsi secara akurat sesuai dengan realitas adalah salah satu syarat untuk mencapai penyesuaian diri yang baik. Sehubungan dengan persepsi yang akurat terhadap realitas ini, aspek yang terpenting adalah kemampuan individu untuk mengenali konsekuensi dari tindakannya dan mengarahkan tingkah lakunya. 2. Mampu mengatasi atau menangani stres dan kecemasan Kecemasan, stres, dan rasa tidak bahagia sering mengganggu kehidupan, karena untuk menyesuaikan diri, individu cenderung untuk membandingkan antara tuntutan lingkungan yang dihadapi dengan kemampuan yang dimiliki. Perbandingan-perbandingan ini membuat individu menetapkan suatu target dan sering bersifat muluk. Bila target ini tercapai, maka biasanya individu akan puas, dan bila tidak tercapai maka individu akan kecewa dan cemas. Penyesuaian diri yang efektif tercapai bila siswa mampu mengatasi kecemasan dan stres yang dihadapinya, yaitu dengan cara membuat tujuan hidup yang realistis atau dengan cara membuat tujuan-tujuan jangka pendek yang lebih mudah dicapai, sehingga timbul perasaan puas dan bahagia. 3. Memiliki citra diri self image yang positif Psikolog sepakat bahwa persepsi diri seseorang itu merupakan indikator dan kualitas penyesuaian dirinya. Siswa kelas XI SMA dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan secara efektif bila ia dapat memandang atau menilai dirinya secara positif dan sesuai dengan kenyataan yang ada. 4. Mampu mengekspresikan perasaan Orang yang sehat secara emosional adalah orang yang mampu merasakan dan mengekspresikan seluruh spektrum dari emosi dan perasaannya. Mereka dapat menunjukkan emosinya secara realitas dan pelampiasan emosi yang diekspresikannya harus realistis, yaitu dengan tertawa atau tersenyum. Jika siswa sedang marah, emosi yang diekspresikannya juga harus realistis, namun harus hati-hati dalam mengekspresikannya agar jangan sampai menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Oleh sebab itu, untuk mengekspresikan emosi perlu dipikirkan terlebih dahulu cara yang sebaik-baiknya sebelum bertindak. 5. Memiliki hubungan interpersonal yang baik Selain mampu mengekspresikan emosi dan perasaannya, siswa juga harus memiliki penyesuaian diri yang baik, mampu mencapai tingkat keakraban intimacy dalam hubungan sosialnya. Mereka biasanya kompeten dan disukai oleh orang lain. Begitu juga seabliknya, mereka suka untuk menghormati dan menyukai orang lain. Mereka senang membuat orang lain nyaman akan kehadirannya dan menyadari bahwa dalam hubungan baik, ada saat suka maupun duka. Selain karakteristik penyesuaian diri remaja di atas, Schneiders 1964, juga mengemukakan karakteristik penyesuaian diri adjustment yang baik yaitu: a. Tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan absence of excessive emotionality. Karakteristik pertama menekankan adanya kontrol dan ketenangan emosi individu yang memungkinkannya untuk menghadapi permasalahan secara inteligen dan dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika muncul hambatan. Bukan berarti tidak ada emosi sama sekali, tetapi lebih kepada kontrol emosi ketika menghadapi situasi tertentu. b. Tidak terdapat mekanisme psikologis absence of psychological mechanisms Menjelaskan pendekatan terhadap permasalahan yang lebih mengindikasikan respon yang normal dari pada penyelesaian masalah yang memutar melalui serangkaian mekanisme pertahanan diri yang disertai tindakan nyata untuk mengubah suatu kondisi. Individu dikategorikan memiliki penyesuaian diri yang baik jika bersedia mengakui kegagalan yang dialami dan berusaha kembali untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. c. Tidak terdapat perasaan frustasi pribadi absence of the sense of personal frustration Individu yang mengalami frustrasi ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan tanpa harapan, maka akan sulit bagi individu untuk mengorganisir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian. d. Pertimbangan rasional dan pengarahan diri rational deliberation and self direction Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan untuk memecahkan masalah, dalam kondisi sulit sekalipun menunjukkan penyesuaian yang normal. Individu tidak mampu melakukan penyesuaian diri yang baik apabila individu dikuasai oleh emosi yang berlebihan ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan konflik. e. Kemampuan untuk belajar ability to learn Penyesuaian diri yang baik akan ditunjukkan oleh individu di mana proses belajar berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai hasil dari kemampuannya mengatasi situasi konflik dan stres. f. Pemanfaatan pengalaman utilization of past experience Individu dapat menggunakan pengalamannya maupun pengalaman orang lain melalui proses belajar. Individu dapat melakukan analisis mengenai faktor- faktor apa saja yang dapat membantu dan mengganggu penyesuaian dirinya. g. Sikap-sikap yang realistis dan objektif realistic and objective attitude. Sikap yang realistik dan objektif bersumber pada pemikiran yang rasional, kemampuan menilai situasi, masalah dan keterbatasan individu sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Dari uraian karakteristik penyesuaian diri di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki karakteristik penyesuaian diri yang positif adalah siswa yang memiliki pertimbangan rasional dan mengarahkan diri untuk belajar dan bersikap realistis dan objektif terhadap tuntutan dari dalam diri begitupun terhadap tuntutan lingkungan sekitar sehingga mereka mampu berprestasi dengan baik. 2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dapat dilihat dari konsep psikogenik dan sosiopsikogenik. Psikogenik memandang bahwa penyesuaian diri dipengaruhi oleh riwayat kehidupan sosial individu, terutama pengalaman khusus yang membentuk perkembangan psikologis. Pengalaman khusus ini lebih banyak berkaitan dengan latar belakang kehidupan keluarga, terutama menyangkut aspek-aspek: 1. Hubungan orangtua-anak, yang merujuk pada iklim hubungan sosial dalam keluarga, apakah hubungan tersebut bersifat demokratis atau otoriter yang mencakup: a. Penerimaan-penolakan orangtua terhadap anak b. Perlindungan dan kebebasan yang diberikan kepada anak c. Sikap dominatif-integratif permisif atau sharing d. Pengembangan sikap mandiri-ketergantungan. 2. Iklim intelektual keluarga, yang merujuk pada sejauhmana iklim keluarga memberikan kemudahan bagi perkembangan intelektual anak, pengembangan berpikir logis atau irrasional, yang mencakup: a. Kesempatan untuk berdialog logis, tukar pendapat dan gagasan b. Kegemaran membaca dan minat kultural c. Pengembangan kemampuan memecahkan masalah d. Pengembangan hobi e. Perhatian orangtua terhadap kegiatan belajar anak. 3. Iklim emosional keluarga, yang merujuk pada sejauhmana stabilitas hubungan dan komunikasi di dalam keluarga terjadi, yang mencakup: a. Intensitas kehadiran orangtua dalam keluarga b. Hubungan persaudaraan dalam keluarga c. Kehangatan hubungan ayah-ibu. Sementara itu, dilihat dari konsep sosiopsikogenik, penyesuaian diri dipengaruhi oleh faktor iklim lembaga sosial di mana individu terlibat di dalamnya. Bagi peserta didik, faktor sosiopsikogenik yang dominan mempengaruhi penyesuaian dirinya adalah sekolah, yang mencakup: 1. Hubungan guru-siswa, yang merujuk pada iklim hubungan sosial dalam sekolah, apakah hubungan tersebut bersifat demokratis atau otoriter, yang mencakup: a. Penerimaan-penolakan guru terhadap siswa b. Sikap dominatif otoriter, kaku, banyak tuntutan atau integratif permisif, sharing, menghargai dan mengenal perbedaan individu c. Hubungan yang bebas ketegangan atau penuh ketegangan. 2. Iklim intelektual sekolah, yang merujuk pada sejauhmana perlakuan guru terhadap siswa dalam memberikan kemudahan bagi perkembangan intelektual siswa sehingga tumbuh perasaan kompeten, yang mencakup: a. Perhatian terhadap perbedaan individual siswa b. Intensitas tugas-tugas belajar c. Kecenderungan untuk mandiri atau berkonformitas pada siswa d. Sistem penilaian e. Kegiatan ekstrakurikuler f. Pengembangan inisiatif siswa Desmita, 2009. Jadi, dalam penyesuaian diri individu terdapat dua konsep psikogenik dan sosiopsikogenik yang mempengaruhi penyesuaian diri dan saling berhubungan yang akhirnya mempengaruhi interaksi individu terhadap lingkungannya baik di lingkungan ia tinggal maupun di lingkungan baru.

2.4 Remaja