sehingga walaupun dihadapkan dengan stresor akademik, para siswa dapat mengatasi stresor tersebut dengan baik.
g. Gambaran Jenis Kelamin dengan Tingkat Stres pada Siswa-Siswi
Akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan
Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa siswa dengan jenis kelamin laki-laki lebih cenderung mengalami tingkat stres tinggi
dibandingkan siswa perempuan, yaitu sebesar 55,6. Hasil tersebut tidak sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Tennant 2013 bahwa
perempuan lebih mudah terkena stres dibandingkan laki-laki. Tetapi, temuan penelitian oleh Benenson 1990 dalam Krenke
2009 menyebutkan bahwa remaja perempuan cenderung mengalami stres tingkat tinggi ketika dihadapkan pada permasalahan hubungan
interpersonal mereka dengan teman sebaya. Hasil penelitian ini menjadi berbeda dengan teori karena jenis stresor pada penelitian ini adalah
akademik. Kemungkinan lainnya bahwa jenis kelamin perempuan dalam
penelitian ini mengalami stres lebih rendah daripada laki-laki karena perempuan memilki kecerdasan emosional lebih baik. Individu yang
memiliki kecerdasan emosional yang baik cenderung bersikap tegas, memandang positif setiap peremasalahan dan dapat mengelola stres
dengan baik Respati dkk, 2007.
h. Gambaran Usia dengan Tingkat Stres pada Siswa-Siswi Akselerasi
SMAN 2 Kota Tangerang Selatan
Remaja awal 11-14 tahun dikatakan sebagai periode yang paling penuh stres dibandingkan dengan masa remaja pertengahan dan akhir
Krenke, 2009. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini yang menyatakan rata-rata usia remaja menengah 15-17 tahun cenderung
memiliki tingkat stres yang tinggi. Walaupun demikian, dilaporkan pada penelitian lain bahwa tingkat stres yang relatif tinggi akan terus dialami
pada masa remaja sampai usia 16 tahun, baru setelah melewati usia 16 tahun, stres mulai berkurang sedikit demi sedikit Li dkk, 2006.
i. Gambaran Jenis Kelamin dengan Strategi Koping yang Digunakan
Siswa-Siswi Akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan
Banyak teori yang mengatakan bahwa perempuan cenderung menggunakan strategi koping maladaptif dalam menghadapi stresor dan
laki-laki sebaliknya, lebih menggunakan strategi koping yang adaptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata siswa perempuan
cenderung menggunakan strategi koping yang adaptif, sebesar 82,4 . Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Li dkk 2006 bahwa
perempuan lebih menggunakan strategi koping yang adaptif. Penelitian Krenke 2009 juga mendukung hasil penelitian ini bahwa remaja laki-laki
cenderung menggunakan strategi koping maladaptif jika dihadapkan pada stresor akademik atau di sekolah.