Hubungan Tingkat Stres dengan Strategi Koping yang Digunakan Siswa-Siswi Akselerasi SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan

(1)

AKSELERASI SMAN 2 KOTA TANGERANG

SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH :

FITRIYANI RAHAYU

NIM: 1110104000049

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/ 2014 M


(2)

(3)

iii JAKARTA

Undergraduate Thesis, July 2014

Fitriyani Rahayu, NIM: 1110104000049

Relationship between Level of Stress and Coping Strategies Used by Accelerated Students in SMAN 2 Kota Tangerang Selatan

xviii + 55 pages + 11 tabels + 2 figures + 9 appendixes ABSTRACT

Accelerated class is educational service for high ability students by accelerate the learning materials so they can complete their studies earlier. The acceleration processed become stressors for students. Appropriate coping was expected to cope with stressful conditions experienced. The level of stress experienced by students predicted to affected the coping strategies used. This study aims to determine the relationship between level of stress and coping strategies used by accelerated students.

This research was conducted at SMAN 2 Kota Tangerang Selatan. The samples used in this study were 35 respondents and sampling techniques used accidental sampling . This research was a associative study with quantitative approach and with cross sectional design. Collected data used a questionnaire research instruments. The data analysis technique used chi-square (X2) statistics with an application program to processed.

The results of this study showed that students with low stress level were 48,6% and students with high stress level were 51,4%, while students who used adaptive coping strategies 57,1% and students who used maladaptive coping strategies 42,9%. Statistical test results showed that there was no relationship between level of stress with coping strategies that used by accelerated students (p = 0,241). Researchers suggest that the school counseling program held to assess the level of stress and coping strategies of students and provide right path to students to use appropriate coping strategies so the stress effect can be resolved.

Keywords: Level of Stress, Coping Strategies, Accelerated Class References: 48 (years 2002 - 2013)


(4)

iv JAKARTA

Skripsi, Juli 2014

Fitriyani Rahayu, NIM: 1110104000049

Hubungan Tingkat Stres dengan Strategi Koping yang Digunakan Siswa-Siswi Akselerasi SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan

xviii + 55 halaman + 11 tabel + 2 bagan + 9 lampiran

ABSTRAK

Kelas akselerasi merupakan pelayanan pendidikan bagi siswa berkemampuan tinggi dengan cara mempercepat bahan ajar sehingga mereka dapat menyelesaikan studinya lebih awal. Proses percepatan tersebut menjadi stresor bagi siswa. Koping yang tepat diharapkan dapat mengatasi kondisi stres yang dialami. Tingkat stres yang dialami siswa diprediksi mempengaruhi strategi koping yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat stres dengan strategi koping yang digunakan oleh siswa-siswi akselerasi. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan. Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 35 orang dan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling. Penelitian ini merupakan studi asosiatif dengan pendekatan kuantitatif dan desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah chi-square (X2) dengan bantuan program aplikasi statistik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang mengalami tingkat stres rendah sebanyak 48,6% dan siswa yang mengalami tingkat stres tinggi sebanyak 51,4% sedangkan siswa yang menggunakan strategi koping adaptif sebanyak 57,1% dan siswa yang menggunakan strategi koping maladaptif sebanyak 42,9%. Hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat stres dengan strategi koping yang digunakan siswa-siswi akselerasi (p = 0,241).

Peneliti menyarankan agar pihak sekolah mengadakan program konseling, khususnya untuk mengkaji tingkat stres dan strategi koping siswa serta memberi arahan pada siswa untuk menggunakan strategi koping yang tepat agar dampak stres dapat diatasi.

Kata kunci: Tingkat Stres, Strategi Koping, Kelas Akselerasi Referensi: 48 (tahun 2002 - 2013)


(5)

(6)

(7)

(8)

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : FITRIYANI RAHAYU

Tempat, Tanggal Lahir : Magelang, 6 Maret 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Beringin No. 49 RT. 01 RW.03 Kp. Pakis, Rawakalong, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor

HP : +6285715707707

E-mail : rahayu.fitriyani@yahoo.com

Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/ Program Studi Ilmu Keperawatan

PENDIDIKAN

1. TK Melati II Cengkareng, Jakarta Barat 1997 - 1999 2. SD Negeri 010 Pagi Cengkareng, Jakarta Barat 1999 - 2005

3. SMP Negeri 1 Pamulang 2005 - 2008

4. SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan 2008 - 2010 5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2010-sekarang

ORGANISASI

1. KIR (Karya Ilmiah Remaja) 2. Rohis

3. Mading 4. Paduan Suara


(9)

ix

PERSEMBAHAN

Terima kasih ya Allah atas nikmat yang tiada henti Engkau curahkan kepada hamba....

Skripsi ini adalah salah satu hasil usahaku untuk membanggakan kedua orang tuaku, adik-adikku dan keluargaku...

Gak ngerti lagi mau bilang apa ke Bu Mira dan Pak Karyadi, kalian luarrr biasaa! Semoga kebaikan-kebaikan Ibu dan Bapak dibalas oleh Allah SWT. Pak Waras juga Kaprodi super yang keren deh

pokoknya

Well, thanks a lot buat temen-temen PSIK 2010 yang telah mewarnai hari-hariku, khususnya buat Fika, Indah, Ratna yang selalu jadi temen kemanapun, kapanpun disaat apapun aaaak love youuu :* Buat Pebti, Rosi, Galuh yang bersedia kosannya gue tebeng tiap

pulang malem, hehe basecamp!

Gabyyy, Kikiii! you two best! makasih udah setia nemenin penelitian bolak balik ciputat-muncul sampe pegel, never forget those moments :D

Gak lupa buat temen seperjuangan, seperbimbingan Bu Mira, ayi, septi, mpok lili dan kak eka.. makasih banyak udah nyemangatin dan udah hepi-hepi bareng ke IMC, inget banget waktu pulang dari IMC kita macet-macetan dijalan dan gak sempat tarawih,

awesome girls!

Terima kasih juga buat persatuan anak PP, anak Pelangi, anak Jannah, dan kosan-kosan lain yang gak bisa disebutkan satu persatu tapi gak mengurangi rasa sayang dan terima kasih saya

kepada kalian kok :’)

Oiya hampir lupa! Makasih buanyak buat Bapak/abang-abang potokopian, hehehe :D


(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, hidayah serta inayah-Nya, shalawat dan salam selalu dipanjatkan untuk baginda Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Hubungan Tingkat Stres dengan Strategi Koping yang Digunakan

Siswa-Siswi Akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat agar mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dan kelemahan dari skripsi ini, oleh sebab itu segala kritik dan saran yang berguna untuk mencapai kesempurnaan skripsi ini akan penulis terima dengan hati lapang dan terima kasih.

Bimbingan, dorongan, dan doa dari berbagai pihak telah membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjuddin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, M.KM, selaku Ketua Program Studi dan Ibu Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep, M.Sc, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Ns. Uswatun Khasanah, MNS, selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih telah memberikan bimbingan dan motivasi selama penulis belajar di Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Mira Suminar, S.Kep, M.Kep, Bapak Karyadi, M.Kep, Ph.d, selaku

Dosen Pembimbing dan Penguji Skripsi, terima kasih sebesar-besarnya atas arahan, bimbingan, perhatian dan saran yang diberikan kepada penulis, serta tidak lupa ucapan terima kasih kepada Ibu Maftuhah, Ph.d selaku Dosen


(11)

xi

Penguji I Skripsi, terima kasih sebesar-besarnya atas saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Segenap staf pengajar dan karyawan Program Studi Ilmu Keperawatan maupun Program Studi lain Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

6. Ibu Kepala Sekolah Dr. Neng Nurhemah, M.Pd, Ibu Hj. Dra. Djamilah Sudjana, M.Si dan segenap staf pengajar serta karyawan SMAN 2 Kota Tangerang Selatan yang telah banyak membantu proses penelitian ini.

7. Orang tuaku tersayang, Bapak Kuat Iswanto dan Ibu Rusmiati yang telah mendidik, memberikan kasih sayang dan senantiasa mendoakan penulis dalam keadaan apapun, serta adik-adikku tercinta Indriani Nabila, Fakhrizal Matovani dan M. Alwi Hendrivan yang secara tidak langsung memberikan semangat melalui tawa dan keceriaannya.

8. Kakak-kakak, teman-teman dan adik-adik seperjuangan di Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberi semangat dan perhatian.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca yang mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.

Jakarta, Juli 2013


(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Pernyataan Keaslian Karya ... ii

Abstract ... iii

Abstrak ... iv

Pernyataan Persetujuan ... v

Lembar Pengesahan ... vi

Daftar Riwayat Hidup ... viii

Lembar Persembahan ... ix

Kata Pengantar ... x

Daftar Isi ... xii

Daftar Singkatan ... xv

Daftar Tabel ... xvi

Daftar Bagan ... xvii

Daftar Lampiran ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Pertanyaan Penelitian ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres ... 9

1. Definisi Stres ... 9

2. Jenis Stres ... 10


(13)

xiii

4. Respon Stres ... 12

5. Dampak stres ... 14

B. Koping ... 15

1. Definisi Koping ... 15

2. Strategi Koping ... 15

3. Coping Outcome ... 17

C. Masa Remaja ... 19

D. Anak Berbakat ... 21

E. Program Akselerasi ... 21

1. Definisi Program Akselerasi ... 21

2. Tujuan Program Akselerasi ... 23

F. Kerangka Teori ... 24

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kerangka Konsep ... 25

B. Definisi Operasional ... 25

C. Hipotesis Penelitian ... 26

BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 27

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

C. Populasi dan sampel ... 28

D. Teknik Pengambilan Sampel ... 28

E. Instrumen Penelitian ... 29

F. Teknik Pengujian Instrumen ... 31

G. Teknik Analisis Data ... 33

H. Langkah-langkah Pengumpulan Data ... 34

I. Pengolahan Data ... 35

J. Etika Penelitian ... 35

BAB V HASIL PENELITIAN A. Profil SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan ... 37


(14)

xiv

C. Hasil Analisis Bivariat ... 45

BAB VI PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat ... 46 B. Analisis Bivariat ... 51 C. Keterbatasan Penelitian ... 52 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 53 B. Saran ... 54 Daftar Pustaka


(15)

xv

DAFTAR SINGKATAN

UIN : Universitas Islam Negeri SMA : Sekolah Menengah Negeri WHO : World Health Organization

IQ : Intelligence Quotient

PUSPIPTEK : Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi LAS : Local Adaptation Syndrome

GAS : General Adaptation Syndrome

PR : Pekerjaan Rumah

UU : Undang-undang

SK : Surat Keputusan

IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

ICT : Information Commmunication Technology

TIK : Teknologi Informatika Komputer PTN : Perguruan Tinggi Negeri


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1 Definisi Operasional 25

4.1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian 30

5.1 Distribusi Frekuensi Siswa-Siswi Kelas Akselerasi Berdasarkan 41 Jenis Kelamin di SMAN 2 Kota Tangerang Selatan

5.2 Distribusi Frekuensi Siswa-Siswi Akselerasi Berdasarkan Usia 41 SMAN 2 Kota Tangerang Selatan

5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Siswa-Siswi Akselerasi 42 SMAN 2 Kota Tangerang Selatan

5.4 Distribusi Frekuensi Strategi Koping Siswa-Siswi Akselerasi 42 SMAN 2 Kota Tangerang Selatan

5.5 Gambaran Jenis Kelamin dengan Tingkat Stres Siswa-Siswi 43 Akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan

5.6 Gambaran Usia dengan Tingkat Stres Siswa-Siswi Akselerasi 43 SMAN 2 Kota Tangerang Selatan

5.7 Gambaran Jenis Kelamin dengan Strategi Koping Siswa-Siswi 44 Akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan

5.8 Gambaran Usia dengan Strategi Koping Siswa-Siswi Akselerasi 44 SMAN 2 Kota Tangerang Selatan


(17)

xvii

DAFTAR BAGAN

Halaman

2.1 Model Kerangka Teori Penelitian 24


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumen Perizinan Lampiran 2. Informed Consent

Lampiran 3. Kuesioner

Lampiran 4. Rekapitulasi Jawaban Instrumen Lampiran 5. Hasil Uji Validitas

Lampiran 6. Hasil Uji Reliabilitas Lampiran 7. Hasil Uji Normalitas

Lampiran 8. Hasil Olahan SPSS Univariat Lampiran 9. Hasil Olahan SPSS Bivariat


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang penelitian

Sebanyak 29% penduduk dunia terdiri dari remaja, dan 80% diantaranya tinggal di negara berkembang. Berdasarkan sensus di Indonesia pada tahun 2005, jumlah remaja yang berusia 10–19 tahun sekitar 41 juta orang, yaitu 20% dari jumlah total penduduk Indonesia dalam tahun yang sama, sedangkan pada tahun 2010, jumlah remaja meningkat sekitar 64 juta atau 27,6% dari jumlah total penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa (Wiguna, 2013).

Masa remaja (adolescence) adalah suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam kehidupan seorang individu, dimulai ketika anak berada pada rentang usia 10-19 tahun (World Health Organization, 2004). Masa ini merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial (Pardede N, 2002 dalam Wiguna, 2013). Percepatan perkembangan fisik, mental, emosional yang terjadi pada remaja membuat mereka sering dilanda permasalahan. Pernyataan ini senada dengan pernyataan yang telah dikemukakan oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall pada abad ke-20 bahwa masa remaja merupakan masa storm and stress (Santrock, 2003).

Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan yang dipengaruhi baik oleh lingkungan


(20)

maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut (Sunaryo, 2004). Tuntutan kehidupan merupakan salah satu sumber stres (stressor) pada remaja, dalam hal ini tuntutan kehidupan remaja adalah tuntutan atau tekanan di sekolah (aacap.org). Hal ini didukung oleh Denise E. Larue & Judith W. Herrman dalam penelitian mereka yang berjudul Adolescent Stress through the Eyes of High-Risk Teens (2008) bahwa stresor utama yang sering terjadi pada remaja adalah lingkungan sekolah.

Siswa SMA umumnya berada pada kategori remaja dan aktivitas sehari-hari mereka banyak dihabiskan di sekolah, hal ini menyebabkan mereka rentan mengalami stres di sekolah, terlebih lagi pada siswa akselerasi (Ramadhani, 2010). Colangelo (1991) menyebutkan bahwa istilah akselerasi menunjuk pada pelayanan yang diberikan (service delivery) dan kurikulum yang disampaikan (curriculum delivery). Sebagai model pelayanan, akselerasi dapat diartikan sebagai model layanan pembelajaran dengan cara lompat kelas, misalnya bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi diberi kesempatan untuk mengikuti pelajaran pada kelas yang lebih tinggi dan model kurikulum akselerasi berarti mempercepat bahan ajar dari yang seharusnya dikuasai oleh siswa saat itu sehingga siswa dapat menyelesaikan program studinya lebih awal (Hawadi, 2004).

Siswa yang seharusnya menyelesaikan studi SMP (Sekolah Menengah Pertama) atau SMA (Sekolah Menengah Atas) dalam waktu 3 tahun dapat menyelesaikan materi kurikulum dalam waktu 2 tahun saja (Hawadi, 2004). Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa akselerasi adalah program layanan belajar yang diperuntukkan bagi mereka yang memiliki


(21)

kemampuan tinggi supaya dapat menyelesaikan studi sesuai kecepatan dan kemampuannya (Ardiansyah, 2011).

Siswa yang berkemampuan tinggi dipilih melalui proses seleksi yang ketat. Menurut pengalaman peneliti, proses seleksi dimulai dari tes bidang akademik, tes IQ, wawancara dan tes kesehatan. Serangkaian tes diharapkan mampu menyaring anak-anak berbakat sehingga program akselerasi dapat menjadi wadah untuk mereka yang berkemampuan istimewa, namun, hal itu tidak menjamin akan kelancaran program akselerasi. Menurut beberapa penelitian, siswa akselerasi justru mengalami stres, bahkan ada siswa yang harus pindah ke kelas reguler karena tidak bisa mengikuti proses percepatan belajar (Ramadhani, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nadiva (2013) menyebutkan bahwa 39 siswa akselerasi dari 65 siswa memiliki

subjective well being rendah, atau dengan kata lain mereka merasa stres. Stres tersebut berdampak negatif pada perkembangan sosial, emosional dan fisik siswa (Rena, 2009).

Faktor yang menyebabkan stres pada siswa akselerasi menurut Hardjana (1994) adalah tuntutan pekerjaan melalui beban kerja yang terlalu banyak dan berat, keharusan menyelesaikan banyak pekerjaan dalam waktu terbatas, dan tugas yang menuntut banyak pikiran dan tenaga (Gunarsa, 2004). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada 10 anak akselerasi, mereka menunjukkan tanda dan gejala stres seperti sulit berkonsentrasi ketika pelajaran, kurang tidur, dan mudah lelah karena padatnya aktivitas belajar dan tugas yang diberikan guru, jika hal tersebut dibiarkan terus-menerus, maka akan berdampak pada kesehatan fisik maupun


(22)

psikologis (Tennant, 2013). Untuk mengatasi hal tersebut, tentu siswa diharapkan memiliki strategi koping yang tepat (Naviska, 2012).

Koping adalah respon individu terhadap situasi yang negatif atau menekan (stresor) (Endler & Parker, 1990 dalam Araya dkk, 2007). Pengertian strategi koping menurut Stuart dan Sundeen adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi, dan situasi yang mengancam, baik secara kognitif ataupun perilaku (Nasir & Muhith, 2011). Setiap individu dapat memiliki strategi koping yang berfokus pada masalah (problem focused coping) dan atau berfokus pada emosi (emotion focused coping). Problem focused coping

termasuk dalam strategi perencanaan dan merupakan koping aktif untuk merubah atau menghilangkan stresor. Sebaliknya, emotion focused coping

kurang efektif jika dibandingkan dengan problem focused coping (Kelly et al., 2008)

Problem focused coping dapat mengurangi dampak negatif dari stres dan menghasilkan sesuatu yang positif. Sementara itu, emotion focused coping dipandang maldaptif karena strateginya yang cenderung melepaskan diri dari tugas dan sebagai hasilnya dapat memperburuk efek dari stres (Doron et al., 2009). Strategi koping yang berfokus pada masalah yang mungkin dimiliki oleh siswa akselerasi antara lain bertanya kepada guru ketika ada materi pelajaran yang tidak dimengerti, membuat kelompok belajar dengan teman sekelas, membuat jadwal antara belajar dan bermain. Sedangkan contoh strategi koping yang berfokus pada emosi adalah menangis, tidur seharian, dan marah-marah (Naviska, 2012).


(23)

Setiap individu dapat memiliki strategi koping yang berbeda. Individu cenderung untuk menggunakan problem focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurut mereka dapat dikontrolnya. Sebaliknya, individu cenderung menggunakan emotion focused coping dalam menghadapi masalah yang menurutnya sulit dikontrol (Lazarus dan Folkman, 1984 dalam Nasir & Muhith, 2011). Hasil penelitian Prihatina dkk (2012) mengungkapkan bahwa sebagian besar siswa akselerasi mengalami gejala stres secara fisik maupun psikologis dan mereka yang mengalami stres cenderung menggunakan koping yang berfokus pada emosi. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat stres dengan strategi koping yang digunakan oleh siswa-siswi akeselerasi.

B. Rumusan Masalah

Program percepatan yang mempersingkat masa belajar di SMA menjadi 2 tahun membuat siswa dibebani dengan tugas-tugas dan pemadatan materi pelajaran, hal tersebut membuat siswa menjadi stres (Gunarsa, 2004). Oleh sebab itu, diperlukan strategi koping yang adaptif untuk mengatasi stresor tersebut. Strategi koping yang digunakan berbeda pada masing-masing individu, ada yang berfokus pada masalah dan ada yang berfokus pada emosi (Naviska, 2012). Untuk itu peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat tingkat stres dengan strategi koping yang digunakan oleh siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan.


(24)

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran karakteristik (jenis kelamin dan usia) siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan?

2. Bagaimana gambaran tingkat stres pada siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan ?

3. Bagaimana gambaran strategi koping yang digunakan oleh siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan?

4. Bagaimana gambaran jenis kelamin dengan tingkat stres pada siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan?

5. Bagaimana gambaran usia dengan tingkat stres pada siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan?

6. Bagaimana gambaran jenis kelamin dengan strategi koping yang digunakan siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan? 7. Bagaimana gambaran usia dengan strategi koping yang digunakan siswa

siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan?

8. Apakah ada hubungan antara tingkat stres dengan strategi koping yang digunakan siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara tingkat stres dan strategi koping yang digunakan siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan.


(25)

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran karakteristik (jenis kelamin dan usia) siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan.

b. Mengetahui gambaran tingkat stres pada siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan.

c. Mengetahui gambaran strategi koping yang digunakan oleh siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan.

d. Mengetahui gambaran jenis kelamin dengan tingkat stres pada siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan.

e. Mengetahui gambaran usia dengan tingkat stres pada siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan.

f. Mengetahui gambaran jenis kelamin dengan strategi koping yang digunakan siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan. g. Mengetahui gambaran usia dengan strategi koping yang digunakan

siswa siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan?

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai strategi koping yang adaptif dalam menghadapi stres dan memotivasi siswa-siswi agar menggunakan strategi koping yang tepat.


(26)

2. Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi mengenai hubungan tingkat stres dengan strategi koping siswa-siswi akselerasi sehingga ke depannya pihak sekolah dapat melaksanakan program konseling dalam mengarahkan siswa-siswi pada strategi koping yang tepat agar dapat mengurangi dampak stres.

3. Bagi Institusi Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam pengembangan penelitian selanjutnya serta memberikan informasi mengenai kesehatan mental khususnya usia remaja.

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan dan informasi mengenai tingkat stres, strategi koping yang digunakan dan mengetahui hubungan antara keduanya.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian asosiatif dengan pendekatan kuantitatif, menggunakan desain cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat stres dan strategi koping. Penelitian dilakukan pada siswa-siswi akselerasi di SMAN 2 Kota Tangerang Selatan yang berjumlah 37 orang. Metode pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan teori Taylor (1991) dan Lazarus & Folkman (1984). Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni 2014.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stres

1. Definisi Stres

Modernisasi dan kemajuan teknologi membawa perubahan dalam cara berpikir dan dalam pola hidup masyarakat luas. Perubahan tersebut akan berdampak pada kesehatan jiwa, salah satunya mengakibatkan stres (Suliswati, 2005). Stres merupakan hal bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dihindari. Stres adalah hal alami yang terjadi karena adanya tekanan dari dalam atau luar individu yang berdampak pada diri individu (medicinenet.com).

Contoh tekanan dari luar adalah lingkungan, yaitu masalah pekerjaan, hubungan dengan orang lain, semua situasi yang menantang dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, faktor internal yang dapat menimbulkan stres adalah kondisi kesehatan, status nutrisi, dan kecukupan tidur (medicinenet.com).

Pendapat lainnya mengatakan bahwa stres adalah respon individu terhadap situasi atau peristiwa yang mengancam dan melebihi kemampuan mereka (Santrock, 2007). Pandangan dari Patel (1996) dalam Nasir & Muhith (2011), stres merupakan reaksi tertentu yang muncul pada tubuh yang bisa disebabkan oleh berbagai tuntutan, misalnya ketika manusia menghadapi tantangan-tantangan yang penting,


(28)

ketika dihadapkan pada ancaman, atau ketika harus berusaha mengatasi harapan-harapan yang tidak realistis dari lingkungannya, dengan demikian, bisa diartikan bahwa stres adalah kejadian alami, merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul terhadap situasi atau peristiwa yang menantang, mengancam dan melebihi kemampuan individu.

2. Jenis Stres

Ada dua jenis stres yaitu “baik” dan “buruk”. Stres melibatkan perubahan fisiologis yang kemungkinan dapat dialami sebagai perasaan, baik distres atau eustres. Stres yang baik atau eustres adalah sesuatu yang positif (Nasir & Muhith, 2011). Stres ini menimbulkan tegangan dalam hidup individu, tetapi dampak yang ditimbulkan bermanfaat bagi individu tersebut (Safaria, 2006). Stres dikatakan berdampak baik apabila seseorang mencoba untuk memenuhi tuntutan untuk menjadikan orang lain maupun dirinya sendiri mendapatkan sesuatu yang baik dan berharga (Nasir & Muhith, 2011).

Jenis stres yang kedua adalah distres atau stres yang buruk. Distres adalah stres yang negatif karena dampaknya yang menimbulkan kesedihan, kesengsaraan, ketakutan bagi individu (Safaria, 2006). Distres terjadi apabila suatu stimulus diartikan sebagai suatu yang merugikan dirinya sendiri (Nasir&Muhith, 2011).


(29)

3. Penyebab Stres

Penyebab stres atau stresor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respon stres (Patel, 1996 dalam Nasir & Muhith, 2011). Secara garis besar stresor bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Stresor mayor, yang meliputi peristiwa kematian orang yang disayangi, masuk sekolah untuk pertama kali dan perpisahan.

b. Stresor minor, yang biasanya berawal dari stimulus tentang masalah hidup sehari-hari misalnya ketidaksenangan emosional terhadap hal-hal tertentu sehingga menyebabkan munculnya stres.

Taylor (1991), merinci beberapa karakteristik kejadian yang berpotensi dan dinilai dapat menciptakan stresor, yaitu :

a. Kejadian negatif lebih banyak menimbulkan stres daripada kejadian positif

b. Kejadian yang tidak terkontrol dan tidak terprediksi lebih membuat stres daripada kejadian yang terkontrol dan terprediksi

c. Kejadian lebih mengakibatkan stres daripada kejadian yang jelas d. Seseorang yang tugasnya melebihi kapasitas (overload) lebih mudah

mengalami stres daripada orang yang memiliki tugas lebih sedikit Stresor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari dalam individu, keluarga dan komunitas atau masyarakat (Nasir & Muhith, 2011).


(30)

a. Dalam diri individu

Salah satu sumber stres yang berasal dari dalam diri individu adalah penyakit yang diderita. Hal lain yang dapat menimbulkan stres dari individu adalah ketika terjadi konflik dari dalam diri biasanya pada suatu kondisi dimana seseorang harus menentukan pilihan dan keduanya sama penting.

b. Dalam keluarga

Kejadian yang paling sering terjadi dari sekian banyak stresor dalam keluarga adalah perceraian dan kematian anggota keluarga.

c. Dalam komunitas atau masyarakat

Kontak dengan orang di luar keluarga merupakan banyak sumber stres, misalnya pengalaman di sekolah dan persaingan.

4. Respon Stres

Taylor (1991) menyatakan bahwa stres dapat menghasilkan berbagai respon (Nasir & Muhith, 2011). Stres memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan fisik dan mental remaja dalam jangka panjang (Joneborg, 2005 dalam Kumar, 2011). Berikut ini adalah respon stres jika dilihat dari berbagai aspek :

a. Respon fisiologis, dapat ditandai dengan sakit kepala, masalah pencernaan, nyeri otot.

b. Respon kognitif, dapat terlihat melalui terganggunya proses kognitif individu, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, mudah lupa.


(31)

c. Respon psikologis atau emosional, dapat muncul sangat luas, seperti takut, cemas, malu, marah dan sebagainya.

d. Respon tingkah laku, nafsu makan bertambah atau berkurang, kebiasaan tidur larut malam atau lebih banyak tidur.

Hans Selye (1946) telah melakukan riset terhadap dua respon fisiologis tubuh terhadap stres, yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) dan General Adaptation Syndrome (GAS).

1. Local Adaptation Syndrome (LAS)

Merupakan respon tubuh terhadap stres dan tidak melibatkan semua sistem tubuh, responnya berjangka pendek. Berikut ini adalah karakteristik LAS :

a. Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua sistem.

b. Respon bersifat adaptif dan diperlukan stresor untuk menstimulasikannya.

c. Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus-menerus. d. Respon bersifat restoratif.

2. General Adaptation Syndrome (GAS)

Merupakan reaksi fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres. Respon yang terlibat adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin. GAS terbagi menjadi tiga tahap berikut ini :

a. Fase alarm (waspada)

Melibatkan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk mengahadapi stresor. Respon ini bisa berlangsung dari menit


(32)

sampai jam. Bila stresor masih menetap, maka individu masuk ke dalam fase resistensi.

b. Fase resistance

Pada tahap ini, individu mulai merancang strategi untuk melawan stres dan jika berhasil maka gejala stres akan berkurang atau kondisi tubuh kembali normal, namun jika gagal, maka tubuh akan memasuki tahapan GAS yang selanjutnya, yaitu tahap

exhaustion. c. Fase exhaustion

Tahap ini merupakan tahap ketika tubuh sudah tidak mampu lagi menghadapi stresor atau ancaman yang muncul, tahap ini disebut juga tahap kelelahan (Nasir & Muhith, 2011).

5. Dampak Stres

Stres dapat menimbulkan dampak pada berbagai segi kehidupan, dampak yang dialami antara lain sebagai berikut (Tennant, 2013):

a. Dampak fisiologis, misalnya penyakit jantung, tekanan darah tinggi, perubahan irama jantung, menurunkan sistem kekebalan tubuh, sakit kepala, kanker, asma, diabetes, dan sebagainya.

b. Dampak psikologis, misalnya depresi, ketergantungan obat, fobia, dan sebagainya.

c. Dampak terhadap kehidupan berorganisasi misalnya ketidakpuasan kerja, produktivitas menurun, dan sebagainya.


(33)

B. Koping

1. Definisi Koping

Individu dari semua usia mengalami stres dan mencoba untuk mengatasinya dan emosional yang menyertai stres menimbulkan ketidaknyamanan, hal ini membuat seorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu demi mengurangi stres. Hal-hal yang dilakukan tersebut merupakan bagian dari koping (Nasir & Muhith, 2011).

Koping adalah suatu proses ketika individu berusaha untuk mengatasi ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan dengan sumber-sumber pada situasi yang menekan (Sarafino, 2006). Menurut Lazarus & Folkman (1984) dalam Nasir & Muhith (2011), koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal yang melebihi kemampuan individu.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa koping adalah suatu proses meliputi perubahan kognitif dan perilaku secara konstan untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal yang menekan dan melebihi kemampuan individu.

2. Strategi Koping

Strategi koping adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi, dan situasi yang mengancam, baik secara kognitif maupun perilaku. Dua strategi yang dapat dilakukan dalam koping (Lazarus & Folkman, 1984 dalam Nasir & Muhith, 2011), yaitu koping berfokus pada masalah (problem


(34)

focused coping) dan koping berfokus pada emosi (emotion focused coping). Strategi koping berfokus pada masalah adalah koping yang merujuk pada pemecahan masalah dan menghentikan stresor sedangkan strategi koping yang berfokus emosi adalah koping yang cenderung mengabaikan stresor, dilakukan untuk mengatur, mengurangi dan menghilangkan respon emosional terhadap situasi stres, tetapi tidak dapat menyelesaikan masalah (Endler & Parker, 1990 dalam Xiao, 2013). Berikut ini adalah strategi koping yang sering dipakai ketika individu menghadapi situasi stres :

a. Koping Berfokus Masalah (koping positif)

1) Problem Solving, strategi koping dilakukan untuk menghilangkan sumber stres dengan mengubah situasi stres tersebut dengan cara menghadapi dan menyelesaikan masalah. 2) Utilizing Social Support, tidak semua orang mampu untuk

menyelesaikan masalahnya sendiri. Hal ini terjadi karena rumitnya masalah yang dihadapi. Individu mencari informasi dan saran dari orang lain untuk mnyelesaikan masalah mereka. 3) Looking for Silver Lining, kerumitan masalah terkadang

membawa kebuntuan dalam upaya menyelesaikan masalah. Sesulit apapun masalah yang dihadapi, manusia harus tetap berpikir positif dan tetap melangkah maju.

b. Koping Berfokus Emosi (koping negatif)

1) Avoidance, merupakan internalisasi suatu pemecahan masalah dengan cara lari dari situasi ke hal-hal yang dianggap


(35)

menyenangkan oleh individu atau menghindari masalah yang berujung pada penumpukan masalah di kemudian hari.

2) Self Blame, merupakan bentuk ketidakberdayaan atas masalah yang terjadi dengan menyalahkan diri sendiri, kegagalan orang lain dialihkan dengan menyalahkan dirinya sendiri sehingga dapat menekan kreatifitas dan ide.

3) Wishfull Thinking, strategi yang mencerminkan ketidakmampuan dalam menghadapi perubahan situasi, dalam hal ini individu lebih cenderung larut dalam kesedihan, berharap situasi dapat berubah, berimajinasi tentang hal yang mustahil dapat terjadi.

Koping dapat bersifat adaptif dan maladaptif, koping adaptif membantu individu untuk mengatasi stres secara efektif dan mengurangi distres yang ada. Koping maladaptif merupakan respon yang tidak menunjukkan ke arah penyesuaian diri atau adaptasi (Schafer, 1992 dalam Mutoharoh, 2009). Strategi koping yang berfokus pada masalah bersifat aktif, terbuka, konstruktif dan adaptif, sedangkan koping yang berfokus pada emosi bersifat pasif, tertutup, destruktif dan maladaptif (Wong & Wong, 2006 dalam Xiao, 2013).

3. Coping Outcome

Koping yang efektif adalah koping yang membantu seseorang untuk menoleransi dan menerima situasi menekan, serta tidak merisaukan


(36)

tekananan yang tidak dapat dikuasainya (Lazarus & Folkman, 1984 dalam Nasir & Muhith, 2011). Strategi koping perlu mengacu pada lima fungsi tugas koping yang dikenal dengan istilah coping task, agar koping dapat dilakukan dengan efektif (Cohen & Lazarus, dalam Taylor, 1991 dalam Nasir & Muhith, 2011) yaitu:

a. Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan prospek untuk memperbaikinya.

b. Menoleransi dan menyesuaikan diri dengan kenyataan yang negatif. c. Mempertahankan gambaran diri yang positif.

d. Mempertahankan keseimbangan emosional.

e. Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya dengan orang lain. Efektifitas koping bergantung pada keberhasilan pemenuhan coping task (Taylor, 1991 dalam Nasir dan Muhith, 2011). Setelah koping dapat memenuhi sebagian atau semua fungsi tugas tersebut, maka dapat terlihat bagaimana coping outcome yang dialami tiap individu. Coping outcome

adalah kriteria hasil koping untuk menentukan keberhasilan koping. Beberapa coping outcome (Nasir & Muhith, 2011), adalah sebagai berikut:

a. Ukuran fungsi fisiologis, yaitu koping dinyatakan berhasil bila koping yang dilakukan dapat mengurangi indikator dan membangkitkan (arousal) stres seperti menurunnya tekanan darah, detak jantung, nadi, dan sistem pernapasan.

b. Apakah individu dapat kembali pada keadaan seperti sebelum ia mengalami stres dan seberapa cepat ia dapat kembali. Koping


(37)

dinyatakan berhasil bila koping yang dilakukan dapat membawa individu kembali pada keadaan seperti sebelum individu mengalami stres.

c. Efektifitas dalam mengurangi psychological distress. Koping dinyatakan berhasil jika koping tersebut dapat mengurangi rasa cemas dan depresi pada individu.

C. Masa Remaja

Masih terdapat berbagai pendapat tentang umur kronologis berapa seorang anak dikatakan remaja. Seorang dikatakan remaja (adolescence) bila berusia diantara 10 sampai 19 tahun (WHO, 2004). Menurut UU No.4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah (Andika, 2010). Masa remaja (adolescence) adalah periode peralihan perkembangan dari kanak-kanak ke masa dewasa awal, memasuki masa ini sekitar usia 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 22 tahun (Santrock, 2007).

Masa remaja dibagi menjadi masa remaja awal, pertengahan dan masa remaja akhir (Santrock, 2003). Masa remaja awal (early adolescence) kira-kira usia 11-14 tahun, masa remaja pertengahan usia 15-17 tahun dan masa remaja akhir usia 18-20 tahun (Wong, 2009).Jadi, dapat didefinisikan bahwa remaja adalah masa peralihan dari masa anak menjadi dewasa berkisar usia belasan yaitu antara usia 11 tahunhingga 20 tahun.

Masa remaja merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental,


(38)

emosional, dan sosial (Pardede N, 2002 dalam Wiguna, 2013). Perubahan sosial, biologis atau fisik dan emosional merupakan kunci stresor pada masa remaja (Moore, 1999 dalam Kempf, 2011). Secara umum, gejala perubahan fisik tersebut merupakan tanda-tanda pubertas (Gunarsa, 2008). Pubertas adalah proses kematangan, hormonal dan pertumbuhan yang terjadi ketika organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan karakteristik seks sekunder mulai muncul (Wong, 2009). Diantara perubahan fisik yang terjadi, yang paling tampak nyata semasa pubertas adalah meningkatnya tinggi dan berat badan, serta kematangan seksual (Santrock, 2003).

Masa remaja sejak dulu dianggap sebagai masa yang sulit secara emosional, masa ini merupakan masa penuh stres dan gejolak (Hall, 1904 dalam Santrock 2007). Intensitas emosi yang mereka alami memiliki proporsi yang berlebihan dibandingkan dengan kejadian yang menyebabkannya (Steinberg & Levine, 1997 dalam Santrock, 2007). Keadaan emosi yang berlebihan ini mengakibatkan remaja mengalami ketidakseimbangan dalam dirinya (Semiun, 2006). Ketidakseimbangan ini membuat stres meningkat karena remaja harus berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan emosional dalam dirinya serta mengatasi konflik-konflik yang terjadi dalam hidupnya (Papalia, 2008).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, sekolah menjadi stresor utama dalam kehidupan mereka. Tugas sekolah/PR, ujian, konflik dengan guru, masalah dengan siswa lain adalah stresor yang sering terjadi di sekolah (Larue & Herrman, 2008).


(39)

D. Anak Berbakat

Anak berbakat sering disebut dengan gifted atau talented (Somantri, 2007). Terman menggunakan kriteria tunggal untuk menilai keterbakatan anak, yaitu IQ yang mencapai 140 (Munandar, 2002). Renzulli mengemukakan konsep yang dikenal dengan The Three Rings Conception

untuk mengidentifikasi anak berbakat, konsep tersebut menyatakan bahwa anak berbakat merupakan suatu interaksi antara tiga sifat dasar, yaitu kemampuan di atas rata-rata, task commitment, dan kreativitas (Gunarsa, 2008).

Secara yuridis formal dalam Somantri (2007), layanan pendidikan bagi anak berbakat telah mendapat tempat di dalam sistem pendidikan nasional. Undang-undang No.2/1989 tentang sistem pendidikan nasional pasal 8 ayat (2) menyatakan bahwa warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus. Landasan hukum akan perlunya pemberian perhatian khusus kepada peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa (berbakat) memperkuat asumsi bahwa kelompok peserta didik tersebut memiliki kebutuhan dan karakteristik yang berbeda dari peserta didik yang berkemampuan dan memiliki kecerdasan normal.

E. Program Akselerasi

1. Definisi Program Akselerasi

Getzels dan Dillon mengidentifikasi tidak kurang dari 30 model program alternatif untuk mengajar anak berbakat, namun secara


(40)

konvensional, model-model itu dapat digolongkan menjadi tiga model, yaitu model pengayaan/enrichment, model kelas khusus (pengelompokan kecakapan), dan model percepatan atau akselerasi (Somantri, 2007).

Model akselerasi bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, mulai dari memasuki sekolah formal dalam usia dini, loncat kelas, atau mengikuti bidang studi tertentu di kelas yang lebih tinggi (Somantri, 2007). Model yang dianggap cocok untuk sistem pendidikan anak berbakat di Indonesia adalah model akselerasi karena model akselerasi biasa diselenggarakan di setiap sekolah dan tidak mutlak memerlukan guru khusus (Somantri, 2007).

Secara konseptual, pengertian program akselerasi diberikan oleh Pressey (1949) sebagai suatu kemajuan yang diperoleh dalam program pengajaran pada waktu yang lebih cepat atau usia yang lebih muda dibandingkan pengajaran konvensional. Departemen Pendidikan Nasional (2003) mendefinisikan program akselerasi sebagai salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang diberikan bagi siswa dengan kecerdasan dan kemampuan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal dari waktu yang telah ditentukan (Hawadi, 2004).

Kurikulum yang dipakai adalah telescoping curriculum, artinya proses belajar yang seharusnya diselesaikan dalam waktu tiga tahun, dipersempit menjadi dua tahun dengan mempercepat materi yang diberikan (Hawadi, 2004). Landasan hukum pelaksanaan program akselerasi berdasarkan pada Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 4 yaitu, “Warga negara yang


(41)

memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh

pendidikan khusus”.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa program akselerasi adalah bentuk pelayanan pendidikan yang diberikan dengan pengajaran pada waktu yang lebih cepat bagi siswa yang memiliki kecerdasan dan kemampuan luar biasa sehingga dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal dari waktu yang telah ditentukan.

2. Tujuan Program Akselerasi

Berikut adalah tujuan program akselerasi (Semiun, 2006) : a. Tujuan umum

1) Memberi pelayanan kepada peserta didik yang memiliki kharakteristik khusus.

2) Memenuhi hak asasinya selaku peserta didik sesuai dengan kebutuhan pendidikannya.

3) Memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan peserta didik.

4) Menyiapkan peserta didik sebagai pemimpin masa depan. b. Tujuan khusus

1) Menghargai peserta didik yang memiliki kecerdasan dan kemampuan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih cepat.

2) Memacu kualitas atau mutu peserta didik dalam meningkatkan kecerdasan spiritual, intelektual, emosional secara berimbang.


(42)

3) Meningkatkan efisiensi proses pembelajaran peserta didik.

F. Kerangka Teori

= variabel yang diteliti

Bagan 2.1. Model Kerangka Teori Penelitian (Santrock, 2003; Somantri, 2007; Taylor (1991) dalam Nasir & Muhith, 2011; Lazarus dan Folkmann,

1984 dalam Nasir dan Muhith, 2011)

Respon fisik, emosi,

perilaku, kognitif Percepatan

perkembangan fisik, sosial,

emosional

Masa remaja Stres

Kewajiban menyelesaikan materi dan tugas dalam waktu singkat

Strategi koping Program

akselerasi

Emotion focused coping Problem

focused coping


(43)

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian B. Definisi Operasional

Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel tingkat stres sebagai variabel independen dan variabel strategi koping sebagai variabel dependen.

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi

Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Stres Stres adalah kejadian alami, merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul terhadap situasi atau peristiwa yang menantang, mengancam dan melebihi kemampuan Mengajukan pertanyaan dengan kuesioner Kuesioner dengan 16 item pernyataan menggunakan skala Likert

0-4, nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 64

Penilaian: 1. Rendah,

jika skor < mean ; 35 2. Tinggi,

jika skor

mean ; 35

Ordinal


(44)

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian (Nursalam, 2009). Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis alternatif (Ha) yang berarti ada hubungan antara tingkat stres dengan strategi koping yang digunakan siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan.

Strategi koping individu. Strategi koping adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaika n masalah, mengatasi perubahan yang terjadi, dan situasi yang mengancam, baik secara kognitif maupun perilaku Mengajukan pertanyaan dengan kuisioner Kuesioner dengan 16 item pernyataan menggunakan skala Likert 0-4, nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 64 Penilaian : 1. Adaptif,

jika skor

mean

; 34 2. Maladap

tif, jika skor <

mean ; 34


(45)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Rancangan atau desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2008). Penelitian ini merupakan studi asosiatif dengan pendekatan kuantitatif dan dengan desain cross sectional. Desain cross sectional adalah jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2008).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 Juni 2014 di kelas akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan yang beralamat di Jalan Raya Serpong, PUSPIPTEK, Tangerang Selatan. Peneliti memilih sekolah tersebut karena terdapat program akselerasi, lokasinya terjangkau serta belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan tingkat stres dengan strategi koping yang digunakan siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan.


(46)

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa akselerasi kelas XI SMAN 2 Kota Tangerang Selatan yang berjumlah 37 orang. Kelas XI IPA 7 berjumlah 19 dan kelas XI IPA 8 berjumlah 18 orang.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008). Sampel penelitian ini berjumlah 37 orang. Kriteria inklusi sampel penelitian adalah siswa dan siswi yang terdaftar sebagai peserta didik akselerasi yang masih aktif dalam kegiatan belajar-mengajar di SMAN 2 Kota Tangerang Selatan dan kriteria eksklusi penelitian adalah siswa dan/ siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan yang tidak masuk sekolah pada saat penelitian.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2008). Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan populasi yang ada (Hidayat, 2008). Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik


(47)

adalah teknik pengambilan sampel dengan tidak memberikan peluang yang sama dari setiap anggota populasi (Hidayat, 2008). Sementara itu yang dimaksud dengan accidental sampling adalah cara pengambilan sampel dengan mengambil semua sampel yang peneliti temui saat penelitian dilakukan (Hidayat, 2008).

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, yaitu mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk menjawab pertanyaan secara tertulis (Nursalam, 2008). Penelitian ini menggunakan tiga kuesioner, yaitu :

1. Kuesioner A, untuk mengetahui karakteristik responden yakni, jenis kelamin dan usia.

2. Kuesioner B, untuk mengukur tingkat stres responden yang terdiri dari dari 24 butir pernyataan. Kuesioner ini dibuat peneliti berdasarkan teori Taylor (1991) dalam Nasir & Muhith (2011).

3. Kuesioner C, untuk menilai strategi koping yang digunakan responden. Peneliti membuat pernyataan sebanyak 30 butir dan dikembangkan berdasarkan teori Lazarus & Folkman (1984) dalam Nasir & Muhith (2011).

Kuesioner dikembangkan peneliti melalui beberapa aspek yang terdapat dalam teori. Kemudian tiap aspek dibuat beberapa pernyataan, berikut ini adalah rincian pembuatan kuesioner.


(48)

Tabel 4.1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Kuesioner menggunakan skala Likert dengan skor 0-4 dengan pembagian penilaian tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, dan selalu. Untuk pernyataan positif penilaiannya adalah 0=tidak pernah, 1=jarang, 2=kadang-kadang, 3=sering, 4=selalu. Skor untuk pernyataan negatif adalah sebaliknya, yaitu 0=selalu, 1=sering, 2=kadang-kadang, 3=jarang, 4=selalu. Interpretasi kuesioner stres dibagi menjadi kategori stres tinggi dan rendah dengan batasan skor menggunakan mean yang dihitung melalui program aplikasi statistik. Kuesioner koping juga dibagi menjadi dua kategori, adaptif dan maladaptif dengan batasan skor menggunakan mean yang dihitung melalui program aplikasi statistik.

Variabel Indikator Nomor Item

Favorable Unfavorable

Stres

Respon fisiologis 1,2,8,12,24

Respon kognitif 16 3,4,5,15,22

Respon emosional 9,10,11,13,14,1

7

Respon tingkah laku 6,7,18,19,20,21,

23

Strategi koping

Problem focused

coping

Problem solving 3,6,8,11,19

Seeking social

support 9,20,21,24,27 Looking for silver

lining 4,5,14,23,25 Emotion

focused coping

Self blame 1,2,15,29,30

Avoidance 10,13,22,26,28


(49)

F. Teknik Pengujian Instrumen

Alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai standar adalah alat ukur yang telah melalui uji validitas dan reliabilitas data (Hidayat, 2008). Validitas adalah ketepatan dan kecermatan instrumen dalam menjalankan fungsi ukurnya (Azwar, 2012). Uji validitas kuisioner penelitian menggunakan rumus Pearson Product Moment.

Keterangan:

r = koefisien korelasi N = jumlah responden

X = skor tiap item pertanyaan Y = skor total

Kevalidan pernyataaan instrumen melihat hasil r hitung. Apabila r hitung > r tabel, maka pernyataan tersebut valid, sedangkan jika r hitung < r tabel maka pertanyaan dinyatakan tidak valid. Nilai r tabel penelitian ini untuk jumlah responden uji validitas instrumen ke 23 orang adalah 0,413, hasil tersebut berdasarkan penggunaan nilai taraf signifikansi 0,05 atau 5%.

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atu pengamatan bila fakta tersebut diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2008). Pengujian reliabilitas kuisioner menggunakan Alpha Cronbach dibantu dengan aplikasi uji statistik komputer. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach > 0,60 (Hidayat, 2007).


(50)

Pengujian instrumen dilakukan pada 23 siswa akselerasi di SMAN 3 Kota Tangerang Selatan tanggal 28 Mei 2014 dengan 54 butir pernyataan, 24 pernyataan untuk kuesioner stres dan 30 pernyataan untuk kuesioner koping. Hasilnya kemudian diuji validitas dan reliabilitasnya menggunakan program aplikasi statistik.

1. Hasil Uji Validitas

Uji validitas dilakukan ke 23 siswa akselerasi di SMAN 3 Kota Tangerang Selatan, kemudian hasilnya dari 24 pernyataan kuesioner stres yang diujikan, hasilnya ada 8 item yang tidak valid dan dari 30 pernyataan kuesioner koping, hasilnya ada 14 item yang tidak valid. Item kuesioner stres yang tidak valid adalah nomor 1,4,6,7,12,18,19,21, karena item-item tersebut memiliki nilai r hitung < r tabel. Sementara itu item kuesioner koping yang tidak valid adalah nomor 1,2,6,8,9,10,14,16,18,21,22,2327,30. Setiap kuesioner tersisa 16 pernyataan yang valid dan item-itemnya mewakili setiap aspek dasar pembuatan kuesioner sehingga item-item yang tidak valid tersebut peneliti eliminasi dan kemudian dilakukan pengujian reliabilitas kembali. 2. Hasil Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas instrumen sebelum item-item yang tidak valid dieliminasi didapatkan hasil Alpha Cronbach 0,825 untuk kuesioner stres dan 0,783 untuk kuesioner koping. Kemudian peneliti melakukan pengujian reliabilitas kembali setelah item yang tidak valid dieliminasi, hasilnya untuk kuesioner stres nilai Alpha Cronbach 0,843 dan kuesioner


(51)

koping 0,822. Artinya, kedua kuesioner dikatakan reliabel untuk digunakan.

G. Teknik Analisis Data 1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menjelaskan secara deskriptif mengenai distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variabel yang diteliti, baik variabel bebas maupun variabel terikat (Sumantri, 2011). Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan pada variabel penelitian yang meliputi karakteristik responden (usia dan jenis kelamin), tingkat stres dan strategi koping yang digunakan oleh responden.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan (Sumantri, 2011). Analisa bivariat pada penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan variabel stres dan koping. Analisis bivariat penelitian menggunakan uji Chi Square (X2). Uji Chi Square

untuk menganalisis hubungan variabel kategorik dan kategorik (Hastono, 2007). Pengambilan keputusan dilihat dari p value, jika p value < 0,05 maka dinyatakan ada hubungan antara kedua variabel atau Ha diterima. Sebaliknya, jika p value > 0,05 maka Ha ditolak atau tidak ada hubungan antara kedua variabel.


(52)

H. Langkah-langkah Pengumpulan Data

1. Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji, peneliti mengajukan surat permohonan izin melakukan uji coba kuesioner ke Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Kemudian peneliti menyerahkan surat tersebut ke pihak SMAN 3 Kota Tangerang Selatan.

3. Setelah surat permohonan disetujui oleh pihak SMAN 3 Kota Tangerang Selatan, peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas dengan menyebarkan kuesioner pada 23 siswa akselerasi.

4. Setelah instrumen dinyatakan valid dan reliabel, peneliti membuat surat permohonan izin melakukan penelitian.

5. Surat tersebut peneliti serahkan kepada pihak SMAN 2 Kota Tangerang Selatan serta menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.

6. Kemudian peneliti memperkenalkan identitas, menjelaskan tujuan penelitian dan memberikan lembar informed consent kepada responden. 7. Pada saat penelitian, 2 orang siswa tidak masuk sekolah sehingga sampel

penelitian yang semula berjumlah 37 orang hanya berjumlah 35 orang. 8. Setelah itu peneliti membagikan kuesioner kepada 35 siswa akselerasi

dengan menjelaskan terlebih dahulu cara pengisian kuesioner.

9. Selama pengisian kuesioner, peneliti mengawasi langsung di salah satu kelas, namun tidak mengawasi di kelas lainnya dan setelah dikumpulkan, peneliti memeriksa kembali kelengkapan kuesioner dan isinya.


(53)

I. Pengolahan Data 1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.

3. Entri data

Entri data adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana.

4. Analisis data (Nursalam, 2008)

J. Etika Penelitian

Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data dapat menjadi tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek, dan prinsip keadilan (Nursalam, 2008).

1. Prinsip manfaat

a. Penelitian dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

b. Informasi yang telah diberikan oleh subjek tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek dalam bentuk apapun.


(54)

c. Peneliti mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia

a. Subjek penelitian mempunyai hak untuk memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun tidak, tanpa adanya sangsi.

b. Peneliti memberikan penjelasan secara rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.

c. Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden.

3. Prinsip keadilan

a. Subjek diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi.


(55)

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Profil SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan 1. Sejarah

SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan terletak di Jalan Raya Serpong Muncul Setu Kota Tangerang Selatan berdiri pada tanggal 1 Juli 1986, berdasarkan SK Mendikbud RI Nomor 0887/0/29/1986. Gedung sekolah dibangun di atas lahan seluas 10.676 m². berdampingan dengan kawasan PUSPIPTEK (Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dan Kampus ITI (Institut Teknologi Indonesia) dengan nama SMA Negeri Serpong Kabupaten Tangerang.

Tahun 2004, kecamatan Serpong mengalami pemekaran menjadi dua kecamatan yaitu kecamatan Serpong dan Kecamatan Cisauk. Berdasarkan surat keputusan bupati Kabupaten Tangerang No. 420/Kep.258-HUK/2004 SMA Negeri Serpong berubah nama menjadi SMA Negeri 1 Cisauk dari SMA Negeri 1 Cisauk berdasarkan SK Wali Kota Tangerang Selatan No. 10 tahun 2009 berubah nama menjadi SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan hingga saat ini.

2. Visi

“Mewujudkan insan berkualitas yang berakhlak mulia dan menguasai IPTEK yang berbudaya lingkungan serta mampu bersaing di


(56)

a. Insan berkualitas : insan cerdas, cakap, pandai, kreatif, inovatif dan memiliki pribadi yang baik dalam tingkah laku yang dapat dijadikan teladan dan memilki kemampuan untuk menggali sesuatu yang baru. b. Berakhlak mulia : religious, amanah, berbudi pekerti, memiliki rasa

tanggung jawab terhadap hak dan kewajiban.

c. Penguasaan IPTEK : memiliki self confidence, self realize,

independence, economical creative, prestige yang berlandaskan ilmu pengetahuan.

d. Berbudaya lingkungan : memiliki kesadaran, kepedulian, berpikir dan bersikap kritis, serta menjadi solusi terhadap pelestarian dan pengelolaan alam dan lingkungan sekitar.

e. Bersaing secara global : mampu bersaing dan memperlihatkan keunggulan dalam menghadapi tantangan global serta mampu mengembangkan potensi diri untuk menjawab tantangan masa depan, dan mampu mengharumkan bangsa.

3. Misi

a. Menghasilkan insan yang berakhlak mulia, cerdas, pandai kreatif, inovatif dan memiliki pribadi yang baik dalam tingkah laku yang dapat dijadikan teladan.

b. Memiliki kemampuan untuk menggali sesuatu yang baru untuk bersaing di tingkat nasional dan internasional

c. Membentuk life-skill peserta didik dengan memberdayakan

multiple-inteligence dengan penguasaan IPTEK berwawasan lingkungan.


(57)

d. Memanfaatkan lingkungan dan Information Communication Technology (ICT) sebagai alat komunikasi dan media pembelajaran dengan mengimplementasikan sistem penjaminan mutu internasional menjadikan peserta didik sebagai bagian dari komunitas global yang mampu bekerjasama secara individu maupun kelompok di tingkat nasional dan internasional.

4. Tujuan

a. Menghasilkan insan cerdas, insan kamil dan paripurna dalam bidang akademis dan non akademis serta meningkatkan kuantitas lulusan yang diterima di PTN setiap tahun.

b. Menjadikan sekolah sebagai tempat pembentukan karakter bangsa dan penyadaran berbudaya lingkungan hidup dengan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

c. Memiliki kurikulum diversifikasi yang mengedepankan nilai-nilai budaya karakter dan peduli lingkungan serta berbasis TIK dan membudayakan bahasa inggris sebagai bahasa kedua di lingkungan sekolah.

d. Mewujudkan life skill peserta didik dengan memberdayakan multiple intelligence melalui proses pembelajaran yang bersifat kontekstual. e. Memiliki pemahaman tentang pendidikan sebagai profesi dalam

melaksanakan kerangka moral, legal dan etika bekerja yang berkaitan dengan profesi pendidik.


(58)

f. Warga sekolah memiliki kemampuan TIK, dan berkomunikasi dalam bahasa inggris secara aktif.

g. Memiliki sistem informasi sekolah berbasis TIK.

h. Memiliki struktur organisasi yang dinamis, efektif dan efisien sesuai dengan visi dan misi sekolah dalam mendukung keberhasilan pembelajaran peserta didik.

i. Memiliki sarana dan prasarana pendidikan sesuai standar nasional pendidikan yang mendukung pembelajaran pendidikan lingkungan hidup.

j. Memperoleh prestasi dalam keikutsertaan bidang olahraga, seni dan sains tingkat kota dan provinsi.

5. Nilai – nilai dan Motto

Membentuk insan yang visioner, disiplin, dan tanggung jawab sebagai bekal dalam kehidupan di masyarakat. Sesuai dengan visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan, untuk mendukung terlaksananya visi, misi, dan tujuan tersebut maka perlu adanya nilai luhur sebagai arah bagi sikap dan perilaku aktivitas akademik.

Motto

The Spirit Of Change to be Excellent"

B.Hasil Analisis Univariat

Analisis univariat pada penelitian ini adalah karakteristik siswa akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan yang meliputi jenis kelamin dan usia.


(59)

1. Karakteristik Siswa Akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan a. Jenis Kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Siswa-Siswi Akselerasi Berdasarkan Jenis Kelamin di SMAN 2 Kota Tangerang Selatan (n=35)

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki 18 51,4 %

Perempuan 17 48,6 %

Total 35 100 %

Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa dari 35 responden, sebanyak 18 orang (51,4 %) responden berjenis kelamin laki-laki dan 17 orang (48,6 %) berjenis kelamin perempuan.

b. Usia

Tabel di bawah ini merupakan karakteristik responden berdasarkan usia.

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Siswa-Siswi Akselerasi Berdasarkan Usia di SMAN 2 Kota Tangerang Selatan (n=35)

Usia Frekuensi (n) Persentase (%)

13 1 2,9 %

14 1 2,9 %

15 16 45,7 %

16 17 48,5 %

Total 35 100 %

Usia terendah berdasarkan tabel di atas adalah 13 tahun dan 14 tahun, sementara itu usia tertinggi 16 tahun. Jumlah siswa yang berusia 13 dan 14 tahun sebanyak 1 orang (2,9 %), usia 15 tahun


(60)

berjumlah 16 orang (45,7 %) dan yang berusia 16 tahun berjumlah 17 orang (48,5 %). Jadi usia siswa terbanyak adalah 16 tahun dan terendah 13 dan 14 tahun.

c. Tingkat Stres

Berdasarkan tabel 5.3 di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa mengalami stres yang tinggi, yakni sebesar 51,4 % dari 35 siswa. Sedangkan sisanya hanya 48,6 % mempunyai tingkat stres yang rendah.

d. Strategi Koping

Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar siswa menggunakan koping yang adaptif, yaitu sebesar 57,1 % dari 35 siswa. Sedangkan sisanya menggunakan koping maladaptif sebesar 42,9 %.

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Siswa-Siswi Akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan (n=35) Tingkat Stres Frekuensi (n) Persentase (%)

Rendah 17 48,6 %

Tinggi 18 51,4 %

Total 35 100 %

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Strategi Koping Siswa-Siswi Akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan (n=35)

Koping Frekuensi (n) Persentase (%)

Adaptif 20 57,1 %

Maladaptif 15 42,9 %


(61)

e. Gambaran Jenis Kelamin dengan Tingkat Stres Tabel 5.5

Gambaran Jenis Kelamin dengan Tingkat Stres

Siswa-Siswi Akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan (n=35) Jenis

Kelamin

Tingkat Stres

Total

Rendah Tinggi

n % n % N %

Laki-laki 8 44,4% 10 55,6 % 18 100 % Perempuan 9 52,9% 8 47,1 % 17 100 %

Total 17 48,6% 18 51,4 % 35 100 %

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang berjenis kelamin laki-laki memiliki tingkat stres tinggi, yakni sebesar 55,6% dan siswa yang berjenis kelamin perempuan sebagian besar mengalami tingkat stres yang rendah, yaitu 52,9%.

f. Gambaran Usia dengan Tingkat Stres Tabel 5.6

Gambaran Usia dengan Tingkat Stres

Siswa-Siswi Akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan (n=35) Usia

Tingkat Stres

Total

Rendah Tinggi

n % n % N %

13 1 100% 0 0% 1 100%

14 1 100% 0 0% 1 100%

15 9 56,3% 7 43,8% 16 100%

16 6 35,3% 11 64,7% 17 100%

Total 17 48,6% 18 51,4% 35 100%

Tabel 5.6 di atas menggambarkan bahwa siswa yang berusia 13 dan 14 tahun mengalami tingkat stres yang rendah, sementara itu sebagian besar siswa yang berusia 15 tahun mengalami tingkat stres rendah 56,3 % dan siswa yang berusia 16 tahun sebagian besar mengalami tingkat stres tinggi sebesar 64,7 %.


(62)

g. Gambaran Jenis Kelamin dengan Strategi Koping Tabel 5.7

Proporsi Jenis Kelamin dengan Strategi Koping

Siswa-Siswi Akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan (n=35) Jenis

Kelamin

Strategi Koping

Total

Adaptif Maladaptif

n % n % N %

Laki-laki 6 33,3% 12 66,7% 17 100% Perempuan 14 82,4% 3 17,6% 18 100%

Total 20 57,1% 15 42,9% 35 100%

Berdasarkan tabel 5.7 di atas jenis kelamin laki-laki cenderung menggunakan strategi koping yang maladaptif 66,7% dibandingkan dengan perempuan yang cenderung menggunakan strategi koping adaptif 82,4%.

h. Gambaran Usia dengan Strategi Koping Tabel 5.8

Gambaran Usia dengan Strategi Koping

Siswa-Siswi Akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan (n=35) Usia

Strategi Koping

Total

Adaptif Maladaptif

n % n % N %

13 0 100% 1 0% 1 100%

14 0 100% 1 0% 1 100%

15 9 56,3% 7 43,8% 16 100%

16 11 64,7% 6 35,3% 17 100%

Total 20 57,1% 15 42,9% 35 100%

Tabel di atas menunjukkan usia 13 dan 14 tahun menggunakan strategi koping yang maladaptif, dan usia 15 dan 16 tahun cenderung menggunakan strategi koping yang adaptif, masing-masing sebesar 56,3% dan 64,7%.


(63)

C. Hasil Analisis Bivariat

Tabel 5.9

Hubungan Tingkat Stres Dengan Strategi Koping

Hasil analisis bivariat pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 17 orang (48,6%) yang mengalami tingkat stres rendah, 9 orang menggunakan strategi koping maladaptif (25,7%) dan 8 orang (22,9%) menggunakan strategi koping adaptif. Diantara 18 orang (51,4%) yang mengalami tingkat stres tinggi, 12 orang (34,3%) menggunakan strategi koping adaptif dan 6 orang (17,1%) menggunakan strategi koping maladaptif. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p value = 0,241, artinya p value > 0,05. Dengan demikian tidak ada hubungan antara tingkat stres dengan strategi koping atau Ho diterima.

Tingkat Stres

Strategi Koping

Total p value (X2)

Adaptif Maladaptif

n % N % N % 0,241

Rendah 8 47,1% 9 52,9% 17 100% Tinggi 12 66,7% 6 33,3% 18 100% Total 20 57,1% 15 42,9% 35 100%


(64)

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat

1. Gambaran Karakteristik Siswa Akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan

a. Jenis Kelamin

Menurut Tennant (2013) perbedaan jenis kelamin remaja berpengaruh pada tingkat stres, perempuan cenderung lebih rentan terkena stres daripada laki-laki. Penelitian yang dilakukan oleh Higgins (2009) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan penggunaan strategi koping antara laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu gambaran mengenai jenis kelamin siswa akselerasi perlu dilihat. Hasil perhitungan statistik mengenai gambaran jenis kelamin dari 35 orang siswa adalah 18 siswa (51,4 %) yang berjenis kelamin laki-laki dan 17 siswa (48,6%) yang berjenis kelamin perempuan. Mayoritas siswa kelas akselerasi berjenis kelamin laki-laki, yaitu 18 siswa (51,4%) dari 35 siswa yang menjadi responden.

b. Usia

Karakteristik responden berdasarkan usia dari 35 orang siswa yaitu 1 orang yang berusia 13 tahun (2,9%) dan 14 tahun (2,9%). Sebanyak 16 orang (45,7%) berusia 15 tahun dan mayoritas siswa akselerasi berusia 16 tahun, yakni sebanyak 17 orang siswa (48,6%).


(65)

Distribusi frekuensi usia siswa akselerasi berkisar antara 13-16 tahun, artinya mereka berada pada masa remaja awal (early adolescence) dan mayoritas berada pada masa remaja pertengahan (middle adolescence) (Wong, 2009). Masa remaja awal ditemukan sebagai periode sangat stres dibandingkan masa remaja pertengahan dan masa remaja akhir (Krenke, 2009). Temuan penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa strategi koping yang digunakan bervariasi tergantung pada usia (Gemmbeck, 2007 dalam Krenke 2009).

e. Gambaran Tingkat Stres Siswa-Siswi Akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan

Distribusi frekuensi tingkat stres siswa-siswi akselerasi mayoritas tinggi (51,4 %) dibandingkan persentase tingkat stres rendah (48,6%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Prihatina dkk (2012) yang mengemukakan bahwa tingkat stres kelas akselerasi mayoritas berada pada kategori tinggi. Namun perbedaan antara tingkat stres tinggi dan rendah pada penelitian ini tidak terlalu signifikan. Hal ini mungkin terjadi karena perbedaan jumlah antara laki-laki dan perempuan juga tidak terlalu jauh, maka perbedaan tingkat stres pun tidak signifikan. Sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Tennant (2013) bahwa perempuan cenderung terkena stres dibandingkan laki-laki, karena jumlah perempuan hanya berbeda satu orang dengan laki-laki, maka perbedaan tingkat stres tidak terlalu jauh pula.


(66)

f. Gambaran Strategi Koping yang Digunakan Siswa-Siswi Akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan

Gambaran strategi koping yang digunakan siswa-siswi akselerasi mayoritas menggunakan strategi koping adaptif (57,1%). Hal ini sesuai dengan penelitian Frydenberg (2000) dalam Krenke (2009) yang menemukan bahwa anak-anak berbakat cenderung lebih menggunakan strategi koping yang adaptif. Siswa akselerasi merupakan anak yang berbakat (Somantri, 2007), oleh karena itu sebagian besar dari mereka lebih cenderung menggunakan strategi koping adaptif.

Menurut penelitian Rifayanti (2006) menyebutkan bahwa jenis strategi koping yang digunakan siswa akselerasi sesuai dengan jenis stres yang dialami, dalam penelitiannya strategi koping adaptif digunakan ketika stresor yang dialami adalah masalah belajar.

Kemungkinan lain siswa-siswi akselerasi memiliki rasa percaya diri tinggi sehingga mereka melihat suatu masalah sebagai sebuah tantangan yang bisa diselesaikan, kalimat ini didukung oleh penelitian hubungan antara optimisme dengan koping yang digunakan, hasilnya terdapat hubungan positif tinggi dan signifikan antara optimisme dan strategi koping yang digunakan. Artinya, semakin tinggi optimisme yang dimilki seseorang maka koping yang digunakan semakin baik atau adaptif (Ningrum, 2011).

Siswa-siswi akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan sudah dibekali penguasaan IPTEK yang oleh karenanya dapat meningkatkan kepercayaan diri mereka. Hal ini terlihat dari visi misi yang dicapai,


(67)

sehingga walaupun dihadapkan dengan stresor akademik, para siswa dapat mengatasi stresor tersebut dengan baik.

g. Gambaran Jenis Kelamin dengan Tingkat Stres pada Siswa-Siswi Akselerasi SMAN 2 Kota Tangerang Selatan

Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa siswa dengan jenis kelamin laki-laki lebih cenderung mengalami tingkat stres tinggi dibandingkan siswa perempuan, yaitu sebesar 55,6%. Hasil tersebut tidak sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Tennant (2013) bahwa perempuan lebih mudah terkena stres dibandingkan laki-laki.

Tetapi, temuan penelitian oleh Benenson (1990) dalam Krenke (2009) menyebutkan bahwa remaja perempuan cenderung mengalami stres tingkat tinggi ketika dihadapkan pada permasalahan hubungan interpersonal mereka dengan teman sebaya. Hasil penelitian ini menjadi berbeda dengan teori karena jenis stresor pada penelitian ini adalah akademik.

Kemungkinan lainnya bahwa jenis kelamin perempuan dalam penelitian ini mengalami stres lebih rendah daripada laki-laki karena perempuan memilki kecerdasan emosional lebih baik. Individu yang memiliki kecerdasan emosional yang baik cenderung bersikap tegas, memandang positif setiap peremasalahan dan dapat mengelola stres dengan baik (Respati dkk, 2007).


(1)

Expected Count 8.3 8.7 17.0 % within Jenis Kelamin 52.9% 47.1% 100.0%

% of Total 25.7% 22.9% 48.6%

Residual .7 -.7

Total Count 17 18 35

Expected Count 17.0 18.0 35.0 % within Jenis Kelamin 48.6% 51.4% 100.0% % of Total 48.6% 51.4% 100.0%

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Usia * Tingkat

Stres

35 100.0% 0 .0% 35 100.0%

Usia * Tingkat Stres Crosstabulation

Tingkat Stres

Total rendah tinggi

Usia 13 Count 1 0 1

Expected Count .5 .5 1.0

% within Usia 100.0% .0% 100.0%

% of Total 2.9% .0% 2.9%

Residual .5 -.5

14 Count 1 0 1

Expected Count .5 .5 1.0

% within Usia 100.0% .0% 100.0%

% of Total 2.9% .0% 2.9%

Residual .5 -.5

15 Count 9 7 16

Expected Count 7.8 8.2 16.0 % within Usia 56.3% 43.8% 100.0%


(2)

% of Total 25.7% 20.0% 45.7%

Residual 1.2 -1.2

16 Count 6 11 17

Expected Count 8.3 8.7 17.0 % within Usia 35.3% 64.7% 100.0% % of Total 17.1% 31.4% 48.6%

Residual -2.3 2.3

Total Count 17 18 35

Expected Count 17.0 18.0 35.0 % within Usia 48.6% 51.4% 100.0% % of Total 48.6% 51.4% 100.0%

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Jenis Kelamin * Koping 35 100.0% 0 .0% 35 100.0%

JenisKelamin * Koping Crosstabulation

Koping

Total adaptif maladaptif

Jenis Kelamin laki-laki Count 6 12 18

Expected Count 10.3 7.7 18.0

% within JenisKelamin 33.3% 66.7% 100.0%

% of Total 17.1% 34.3% 51.4%

Residual -4.3 4.3

perempuan Count 14 3 17

Expected Count 9.7 7.3 17.0

% within JenisKelamin 82.4% 17.6% 100.0%

% of Total 40.0% 8.6% 48.6%

Residual 4.3 -4.3


(3)

Expected Count 20.0 15.0 35.0 % within JenisKelamin 57.1% 42.9% 100.0%

% of Total 57.1% 42.9% 100.0%

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Usia * Koping 35 100.0% 0 .0% 35 100.0%

Usia * katkoping Crosstabulation

Koping

Total adaptif maladaptif

Usia 13 Count 0 1 1

Expected Count .6 .4 1.0

% within Usia .0% 100.0% 100.0%

% of Total .0% 2.9% 2.9%

Residual -.6 .6

14 Count 0 1 1

Expected Count .6 .4 1.0

% within Usia .0% 100.0% 100.0%

% of Total .0% 2.9% 2.9%

Residual -.6 .6

15 Count 9 7 16

Expected Count 9.1 6.9 16.0 % within Usia 56.3% 43.8% 100.0% % of Total 25.7% 20.0% 45.7%

Residual -.1 .1

16 Count 11 6 17

Expected Count 9.7 7.3 17.0 % within Usia 64.7% 35.3% 100.0%


(4)

% of Total 31.4% 17.1% 48.6%

Residual 1.3 -1.3

Total Count 20 15 35

Expected Count 20.0 15.0 35.0 % within Usia 57.1% 42.9% 100.0% % of Total 57.1% 42.9% 100.0%


(5)

Lampiran 9

Hasil Olahan SPSS Bivariat

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

stres * koping 35 100.0% 0 .0% 35 100.0%

Stres * Koping Crosstabulation

koping

Total adaptif maladaptif

stres rendah Count 8 9 17

Expected Count 9.7 7.3 17.0 % within stres 47.1% 52.9% 100.0% % of Total 22.9% 25.7% 48.6%

Residual -1.7 1.7

tinggi Count 12 6 18

Expected Count 10.3 7.7 18.0 % within stres 66.7% 33.3% 100.0% % of Total 34.3% 17.1% 51.4%

Residual 1.7 -1.7

Total Count 20 15 35

Expected Count 20.0 15.0 35.0 % within stres 57.1% 42.9% 100.0% % of Total 57.1% 42.9% 100.0%


(6)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 1.373a 1 .241

Continuity Correctionb .689 1 .407 Likelihood Ratio 1.381 1 .240

Fisher's Exact Test .315 .204

Linear-by-Linear

Association 1.333 1 .248

N of Valid Cases 35

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,29. b. Computed only for a 2x2 table