Perlawanan yang Dapat Dilakukan Kurator

cx dibebankan oleh hukum untuk membayar ganti kerugian apabila karena kesalahan atau kelalaiannya menyebabkan kerugian bagi perusahaan debitur dan atas perbuatannya itu dihukum oleh pengadian untuk membayar ganti kerugian kepada pihak-pihak penggugat yang dirugikan .

9. Perlawanan yang Dapat Dilakukan Kurator

Sebelumnya, kita perlu mengetahui kapan debitur Pailit dianggap tidak kooperatif. Menurut UUK dan PKPU, debitur pailit dikategorikan tidak kooperatif apabila debitur pailit tersebut tidak memenuhi kewajiban yang diatur dalam pasal 98, pasal 110, dan pasal 121 ayat 1 dan ayat 2 UUK lihat pasal 95 UUK dan PKPU. Debitur Pailit dianggap tidak kooperatif dalam hal tidak memberikan keterangan yang sebenar-benarnya kepada kurator mengenai harta pailit. Pasalnya, dalam pasal 98 UUK diatur bahwa sejak mulai pengangkatannya, kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit, menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek dan surat berharga lainnya.Sementara, menurut pasal 110 ayat 1 UUK dan PKPU, debitur pailit wajib menghadap hakim pengawas, kurator, atau panitia kreditur apabila dipanggil untuk memberikan keterangan. Dalam hal suami atau istri dinyatakan pailit, istri atau suami yang dinyatakan pailit wajib memberikan keterangan mengenai semua perbuatan yang dilakukan oleh masing-masing terhadap harta bersama lihat pasal 110 ayat 2 UUK dan PKPU. 63 63 http:www.hukumonline.comklinikdetailcl4483pengangkatan-kurator-dan- pengurus diakses pada tanggal 11 Juli 2015 cxi Debitur Pailit juga dikategorikan tidak kooperatif jika tidak hadir dalam rapat pencocokan piutang sehingga tidak dapat memberikan keterangan yang diperlukan tentang sebab musabab terjadinya kepailitan, baik pertanyaan tersebut diajukan oleh Hakim Pengawas maupun oleh para Kreditur lihat pasal 121 ayat 1dan ayat 2 UUK dan PKPU.Dalam hal debitur pailit tidak kooperatif maka hal tersebut menimbulkan kesulitan bagi kurator untuk melakukan pencatatan terhadap harta pailit yang oleh pasal 100 ayat 1 hanya diberikan waktu selama 2 dua hari setelah diterimanya surat putusan pengangkatan sebagai kurator. Dengan demikian, menghadapi debitur Pailit yang tidak kooperatif kurator dapat mengajukan permintaan penahanan terhadap Debitur pailit di bawah pengawasan Jaksa yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas lihat pasal 93 ayat 1 jo pasal 95 UUK dan PKPU. 64 Bila dilihat dari segi pertanggung jawabannya, seorang kurator juga dapat melakukan perlawanan atas tuntutan hukum berdasarkan KUHPerdata dan undang-undang perlindungan konsumen. Dalam undang-undang ini menjelaskan ada beberapa prinsip yang menjelaskan tentang pertangggung jawaban yaitu: 65 1. Prinsip tanggung jawab karena kesalahan liability based on fault. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan liability based on fault adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUHPerdata, khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan, dimana seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum, jika ada unsur kesalahan 64 ibid 65 Ridwan H.R. Hukum Administrasi Negara Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006 hlm. 335-337. cxii yang dilakukannya. Dalam sistem hukum perdata misalnya, ada prinsip perbuatan melawan hukum onrehtmatige daad sebagai mana terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Pasal 1365 KUHPerdata yang dikenal sebagai pasal tentang Perbuatan Melawan Hukum mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu: a. Adanya perbuatan. b. Adanya unsur kesalahan. c. Adanya kerugian yang diderita. d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. Kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Pengertian “hukum”, tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat. 66 Secara common sense, asas tanggung jawab ini dapat diterima karena adalah adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban, dengan kata lain, tidak adil jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita orang lain. 67 2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab presumption of liability principle. Prinsip ini menyatakan tergugat selalu dianggap bertanggung jawab presumption of liability principle, jadi beban pembuktian ada pada si tergugat. 68 66 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 93 Tampak beban pembuktian terbalik omkering van bewijslas 67 Ibid 68 Ibid, hlm. 94 cxiii diterima dalam prinsip tersebut. undang-undang Perlindungan Konsumen mengadopsi pembuktian terbalik ini, yang ditegaskan dalam Pasal 19, 22, dan 23 UUPK. Dasar pemikiran dari Teori Pembalikan Beban Pembuktian adalah seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah presumption of innocence yang lazim dikenal dalam hukum. 69 3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab presumption of nonliability principle. Prinsip ini menyatakan tergugat tidak selamanya bertanggung jawab. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab presumption of nonliability principle hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya common sense dapat dibenarkan. 70 Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabinbagasi tangan yang biasanya dibawa dan diawasi si penumpang konsumen adalah tanggung jawab dari penumpang, sehingga dalam hal ini pengangkut pelaku usaha tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. 71 4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak strict liability Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip pertama, yaitu liability based on fault. Prinsip ini menyatakan, bahwa tergugat harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen tanpa harus membuktikan ada 69 Ibid, hlm. 95 70 Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia,2006 hlm. 62-63 71 Ibid. hlm. 95-96. cxiv atau tidaknya kesalahan pada dirinya. Tanggung jawab mutlak atau strict liability, yakni unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar ganti kerugian, ketentuan ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. 72 Prinsip tanggung jawab mutlak strict liability sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut absolute liability, kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi di atas. 73 Selain itu, ada pandangan yang agak mirip, yang mengaitkan perbedaan keduanya pada ada atau tidak adanya hubungan kausalitas antara subjek yang bertanggung jawab dan kesalahannya. Pada strict liability hubungan itu harus ada, sementara pada absolute liability hubungan itu tidak selalu ada. Maksudnya, pada absolute liability dapat saja tergugat yang dimintai pertanggungjawaban itu bukan pelaku langsung kesalahan tersebut misalnya dalam kasus bencana alam. Ada pendapat yang mengatakan, bahwa strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun, ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya keadaan force majeure. Sebaliknya, absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. 74 5. Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan limitation of liability 72 Abdul Halim Barkatulah. Hukum Perlindungan Konsumen, Kajian Teoritis dan Perkembangan Banjarmasin: FH Unlam Press, 2008 hlm. 65 73 Shidarta, Op.Cit., hlm. 63 74 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., hlm. 96 . cxv Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausul eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Perjanjian cuci cetak film misalnya, ditentukan bila film yang ingin dicucidicetak itu hilang atau rusak termasuk akibat kesalahan petugas maka si konsumen hanya dibatasi ganti kerugian sebesar sepuluh kali harga satu roll film baru. 75 Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausul yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Pembatasan mutlak harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang jelas. 76 75 Shidarta, Op.Cit., hlm. 64. Tanggung jawab adalah satu prinsip pokok bagi kaum profesional, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap hasilnya, bertanggung jawab menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin dan dengan hasil yang memuaskan; dengan kata lain dapat mempertanggungjawabkan tugas pekerjaannya itu berdasarkan tuntutan profesionalitasnya, baik terhadap orang lain yang terkait langsung dengan profesinya maupun terhadap dirinya sendiri. Kedua, bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya. Pada tingkat dimana profesinya itu membawa kerugian tertentu secara disengaja atau tidak disengaja, maka harus bertanggung jawab atas hal tersebut. 76 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit.,hlm. 98. cxvi Bentuknya bisa bermacam-macam, seperti mengganti kerugian, mundur dari jabatannya dan sebagainya. 77 Tanggung jawab kurator dapat dikategorikan sebagai salah satu profesi yang mengandalkan prinsip kehati-hatian. Pada saat menjalankan profesinya, kurator harus mengupayakan semaksimal mungkin atas pengamanan harta pailit dari kerusakan, penyusutan nilai, kecurangan yang mungkin dilakukan oleh debitur danatau kreditur, bahkan melakukan tindakan yang dapat meningkatkan nilai boedel pailit. 78 Sebagaimana diketahui ketentuan pada Pasal 50 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana KUHPBerkaitan dengan tugas kurator berdasarkan ketentuan yang dijelaskan dalam Pasal 50 KUHP sebagaimana disebutkan di atas menjadi dasar terhadap terjaminnya pelaksanaan tugas dari kurator, dimana kurator sebagai pejabat yang diangkat dan ditugaskan oleh pengadilan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, dan sepanjang melakukan tugas dan kewenangan yang Walaupun secara hukum kurator memiliki kewenangan yang diberikan oleh undang-undang untuk melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit, namun dalam pelaksanaan tidak jarang debitur menolak dan memberikan perlawanan apabila kurator meminta debitur untuk menyerahkan pengurusan harta pailit kepada dirinya. Bentuk perlawanan debitur yang tidak kooperatif itu antara lain dapat berupa pengancam, pengusiran atau penganiayaan. 77 http:prinsip-prinsipetikaprofesi.blogspot.com diakses pada tanggal 1 Juli 2014. 78 http:www.hukumpedia.comadvokatyuk-kenalan-dengan-profesi-kurator- hk5256b1666cc03.html diakses pada tanggal 2 Juli 2014. cxvii diperintahkan oleh undang-undang dalam hal ini yaitu UUK dan PKPU, maka tidak ada alasan untuk diklasifikasiakn melakukan tindak pidana. Bila melihat Pasal 69 ayat 1UUK dan PKPU yang isinya tentang pemberian tugas kepada kurator atas pengurusan dan pemberesan harta pailit, maka jelas membuktikan bahwa UUK dan PKPU telah memberikan kewenangan kepada kurator untuk melakukan suatu perbuatan tertentu yang telah diuraikanlebih lanjut dalam isi pasal pada undang-undang kepailitan. 79 79 I Made Darma Adi Putra, Marwanto, Ida Ayu Sukihana, “Perlindungan Hukum Terhadap Kurator dalam Menjalankan Tugas Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit”, Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana, hlm. 4 cxviii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan