Hambatan yang Dihadapi Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan

lxxx

C. Hambatan yang Dihadapi Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan

Harta Pailit Sebuah profesi apapun bentuknya akan membuat seseorang semakin berharga, terlebih lagi apabila profesi tersebut bermakna bagi kehidupan orang lain. Akan tetapi untuk menjalankan suatu profesi tersebut bukanlah hal yang mudah dan tentu saja ada hambatan-hambatan yang dihadapi. Dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit, kurator juga memiliki hambatan-hambatan yaitu : 1. Perlindungan hukum terhadap kurator belum jelas diatur dalam UUK dan PKPU Kurator wajib memastikan bahwa semua tindakan yang dilakukan adalah untuk kepentingan harta pailit. Banyak hambatan yang ditemui kurator, antara lain terkait dengan kepastian hukum terhadap profesi ini yaitu belum adanya jaminan hukum yang jelas untuk melindungi tugas kurator yang mempersulit pelaksanaan tugasnya, diantaranya, seorang kurator seringkali menghadapi permasalahan dalam prosespelaksanaan putusan pailit, dimana debitur pailit tersebut tidak tunduk pada putusan pengadilan, dan bahkan terus melakukan transaksi bila kurator datang, kurator tersebutbahkan diusir dan terhadap debitur ini tidak ada akibat atau sanksi apa-apa dari pengadilan. 48 Bila melihat Pasal 69 ayat 1 UUK dan PKPU, yang isinya tentang pemberian tugas kepada kurator atas pengurusan dan pemberesan 48 Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal.11. lxxxi harta pailit, maka jelas membuktikan bahwa undang-undang kepailitan UUK telah memberikan kewenangan kepada kurator untuk melakukan suatu perbuatan tertentu yang telah diuraikan lebih lanjut dalam isi pasal pada undang-undang tersebut. 2. Tindakan debitur yang kurang kooperatif Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan maka kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan atas harta pailit, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.Namun dalam bertugas seringkali banyak hambatan yang ditemui di lapangan, yaitu saat seorang debitur dinyatakan pailit maka hartanya harus berada dalam suatu sita umum. Namun,walaupun telah diputus pailit oleh pengadilan, banyak debitur yang tidak kooperatif dengan keberadaan kurator untuk pengurusan harta perusahaannya. Masalah lain yang dihadapi kurator dalam melaksanakan tugas yaitu, dilaporkannya kurator oleh debitur pailit kepada instansi kepolisian. Kurator dilaporkan oleh debitur pailit ataupun kuasa hukumnya, bahwa kurator telah melakukan tindak pidana penggelapan dengan menjual harta pailit tanpa persetujuan terlebih dahulu dari debitur pailit serta oleh debitur pailit ataupun kuasa hukumnya, bahwa kurator telah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik, dimana kurator telah membuatpengumuman di media massa harian perihal keadaan pailitnya si debitur. Mengingat tugas berat seorang kurator yang dituntut dengan cermat, dimana tugas tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, maka hal yang juga menjadi sangat penting ialah jaminan perlindungan lxxxii hukum bagi seorang kurator dari hal-hal yang dapat menganggu pelaksanaan tugasnya. Melihat hal tersebut perlu suatu bentuk nyata perlindungan hukum bagi para kurator, baik dengan adanya suatu aturan khusus tentang perlindungan terhadap kurator yang sedang menjalankan tugasnya dan juga peran aktif aparat hukum untuk memberikan perlindungan bagi para kurator. 3. Kreditur atau debitur tidak mamahami undang-undang kepailitan Setiap orang harus memahami serta capat dalam hukum dan undang- undang yang berlaku, terutama hukum atau undang-undang tersebut behubungan dengan profesi yang dijalani. Demikian pula dalam proses kepailitan, setiap orang yang terlibat dalam kepailitan harus mengerti dengan baik peraturan-peraturan mengenai kepailitan, terutama debitur dan kreditur. Apabila debitur atau kreditur tidak memahami undang-undang mengenai kepailitan maka kurator akan menyulitkan kurator dalam bekerja, karena akan sering terjadi kesalahan kesalah pahaman antara pihak. Misalnya kreditur yang tidak memahami undang-undang kepailitan menganggap bahwa kurator harus bertindak demi kepentingan kreditur saja. 4. Sulit memperoleh informasi dari pihak lain Setiap harta pailit yang dimiliki debitur setelah diumumkannya keputusan pailit menjadi hak kurator untuk mengurusnya dan mencari harta tersebut. Akan tetapi tidak semua harta debitur pailit mudah untuk didapat, terlebih lagi bila debitur tidak kooperatif. Kurator harus berusaha mencari sendiri harta debitur pailit agar proses kepailitan dapat berjalan lancar dan utang kreditur terbayarkan. Dalam hal debitur pailit adalah perorangan banyak lxxxiii sekali kendala yang dihadapi misalnya apakah bank tetap harus mempertahankan rahasia bank terhadap kurator dalam hal kurator meminta informasi mengenai nasabahnya yang kebetulan adalah debitur pailit. 5. Debitur tidak memiliki harta untuk menutupi utang. Harta pailit yang dimiliki debitur merupakan objek kepailitan untuk melunasi utang-utangnya kepada kreditur. Namun apabila harta debitur tidak cukup untuk menutupi utangnya maka kreditur akan menuntut kurator karena di tuduh tidak bisa mencari utang debitur. 6. Hambatan-hambatan lain Kurator adalah profesional yang diangkat oleh pengadilan niaga untuk melakukan pengurusan dan pemberesan. Maksud dari pengurusan di sini adalah mencatat, menemukan, mempertahankan nilai, mengamankan, dan membereskan harta dengan cara dijual melalui lelang. Namun, meskipun tugas dan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang sudah cukup luas, dalam praktiknya tidak sedikit Kurator dan Pengurus mengalami hambatan-hambatan dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Hambatan-hambatan yang sering dihadapi. Misalnya: 49 a. Tidak diizinkan oleh debitur pailit atau dihalang-halangi untuk memasuki kantor atau tempat kediamannya serta diancam oleh debitur atau kuasa hukumnya untuk dilaporkan secara pidana telah memasuki pekarangan secara melawan hukum Pasal 167 KUHP. 49 Artikel Skripsi: Drs. Frans Kalesaran, SH, M.Si, MH; Veibe V. Sumilat, SH,MH; Dr. Youla O. Agouw, SH, MH lxxxiv b. Dilaporkan oleh debitur ke polisi atas dasar memasukan keterangan palsu karena menolak tagihan kreditur yang menurut debitur merupakan krediturnya Pasal 263 KUHP c. Dilaporkan oleh debitur ke Polisi karena melakukan pencemaran nama baik atas pengumuman kepailitan yang dilakukan oleh kurator. d. Dilaporkan oleh debitur ke polisi atas dasar penggelapan karena telah melakukan penjualan harta pailit tanpa persetujuannya Selain itu, terdapat hambatan-hambatan lain dari BHP sebagai kurator negeri. Hambatan-hambatan tersebut yaitu: 1. Permasalahan dana Hambatan utama yang dihadapi oleh BHP dalam melaksanakan tugasnya sebagai kurator adalah permasalahan dana. Selama kurang lebih 3 tiga tahun terakhir BHP tidak menangani perkara kepailitan. Hal ini dikarenakan BHP tidak memiliki kesiapan dana yang cukup untuk melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Menurutnya, dalam menangani perkara kepailitan dibutuhkan dana yang tidak sedikit, terutama jika kasusnya berada di luar Provinsi Sumatera Utara. Untuk mengatasi hal tersebut selama ini Balai Harta Peningaalan terpaksa melakukan pinjaman dana dari pihak ketiga yang selanjutnya harus segera dibayarkan setelah dilakukan penjualan harta pailit. Akan tetapi penjualan harta tersebut tidak mudah dilakukan, sehingga tidak jarang pada akhirnya perkara kepailitan diberikan kepada kurator swasta yang memang lebih memiliki kesiapan dana dalam melakukan pengurusan danatau pemberesan harta pailit. 2. Permasalahan birokratis lxxxv BHP adalah lembaga yang terikat pada birokrasi sebagai bagian birokrasi pemerintah, BHP ternyata kurang dapat berperan aktif dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Seharusnya BHP bertindak sebagai kurator yang profesional dan memberikan layanan publik yang baik, sehingga baik kreditur maupun debitur merasa memperoleh pelayanan yang baik. Masalah birokratis ini sangat terasa pada pelakasanaan pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh BHP, khususnya pada pengajuan permohonan kepada Pengadilan, hakim pengawas untuk dapat menjual secara lelang ataupun secara dibawah tangan harta kekayaan debitur pailit sesuai dengan Pasal 185 UUK dan PKPU. Menurut Ave Maria Sihombing, dalam penjualan tersebut harus berpedoman kepada harga yang ditentukan oleh tim penaksir yang terdiri dari 4 instansi yaitu: a. BHP; b. pengadilan Niaga setempat; c. badan Pertanahan Nasional sepanjang mengenai tanah; d. direktorat Tata Bangunan PU jika mengenai bangunan. Harga yang ditentukan oleh 4 instansi tersebut sering kali terjadi perbedaan taksiran harga dalam menentukan aset debitur pailit, untuk mengatasi hambatan tersebut, selama ini BHP melakukan koordinasi dengan Hakim Pengawas untuk mendapatkan harga terbaik yang memungkinkan untuk penjualan harta pailit. 3. Permasalahan yuridis dalam menjalankan tugasnya BHP menemui beberapa hambatan yuridis, yakni belum adanya ketentuan atau peraturan khusus yang mengatur lxxxvi tentang BHP. Instruksi BHP di Indonesia Ordonansi tgl 5 Oktober 1872 yang merupakan warisan masa kolonial masih digunakan hingga saat ini, padahal banyak hal-hal yang ada didalamnya yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Pada umumnya, UUK dan PKPU sebagai dasar dan pedoman BHP maupun kurator swasta dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit juga dirasa kurang mendukung pelaksanaan tugas dan kewenangan kurator. Pada Pasal 72 undang-undang tersebut dinyatakan, bahwa kurator harus bertanggung jawab atas kelalaian dan kesalahannya yang menimbulkan kerugian terhadap harta pailit, sementara terkadang kelalaian dari hakim pengawas maupun pengadilan yang dapat meyebabkan terhambatnya tugas-tugas kurator. 4. Permasalahan administratif BHP, dalam praktek jarang menangani perkara kepailitan dibanding dengan kurator swasta. Hal ini dipengaruhi oleh baberapa faktor seperti terbatasnya subyek yang dilayani, ketidaktahuan masyarakat mengenai peranan dan tugas-tugas BHP, luasnya wilayah kerja yang tidak diimbangi dan ditunjang tersedianya dana operasional yang memadai. BHP Medan wilayah kerjanya meliputi 8 delapan wilayah yaitu: Sumatera Utara, Jambi, Nangroe Aceh Darussallam, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Bengkulu dan Bangka Belitung. Gerak lamban kerja BHP tidak hanya disebabkan cara kerja dari kurator kepailitan, akan tetapi banyak ditentukan oleh faktor dari luar kurator. 5. Permasalahan Sumber Daya Manusia SDM lxxxvii Sumber daya manusia yang dimiliki oleh BHP kurang profesional dibandingkan dengan kurator-kurator swasta, sehingga eksistensi BHP kurang dapat berperan aktif. Selain itu, jumlah pegawai yang dimiliki BHP masih sangat kurang dan diperlukan penambahan jumlah pegawai. Akibatnya, selama ini BHP tidak berani dalam melanjutkan usaha debitur pailit, karena SDM yang dimili BHP masih kurang dalam segi jumlah dan kemampuan dalam menangani kepalitan. Selama ini, BHP lebih memilih untuk melakukan pemberesan melalui penjualan harta pailit, daripada melanjutkan usaha debitur pailit, karena BHP tidak ingin bertanggung jawab apabila tindakan yang dilakukan dalam melanjutkan usaha debitur pailit ternyata membuat kerugian terhadap harta pailit. Kurator dituntut untuk memiliki keterampilan khusus dan pengetahuan yang memadai yang berkaitan dengan tugas dan kewenangannya karena kadang-kadang dalam praktek terdapat hal-hal yang belum diatur dalam undang-undang maupun peraturan-peraturan pelaksanannya. Mengingat mutu sumber daya manusia di BHP belum memadai, sedangkan kasus-kasus kepailitan cukup banyak, maka di dalam UUK dan PKPU diatur selain BHP dimungkinkan adanya kurator swasta, jadi munculnya kurator swasta lebih banyak disebabkan karena adanya kekhawatiran bila yang pailit adalah perusahaan besar, BHP tidak mempunyai keahlian yang cukup untuk bertindak sebagai kurator. Selain hal-hal tersebut, permasalahan yang sering terjadi dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit adalah seringnya debitur tidak dengan sukarela menjalankan putusan pengadilan, misalkan debitur tidak memberi lxxxviii akses data dan informasi atas asetnya yang dinyatakan pailit. Debitur sering kali tidak kooperatif, sehingga menghambat dalam penyelesaian perkara kepailitan, baik yang dilakukan oleh BHP maupun kurator swasta. BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KURATOR TERHADAP TUNTUTAN HUKUMKREDITUR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

A. Tuntutan yang Dihadapi Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan