Landreform Dalam Rangka Pembangunan Hukum Agraria Nasional

E. Landreform Dalam Rangka Pembangunan Hukum Agraria Nasional

Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa sebagai acuan hukum pembangunan agraria yang didalamnya termasuk tanah adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Agraria UUPA. Selanjutnya disebutkan bahwa yang menjadi tujuan pokok dari UUPA tersebut adalah : a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang merupakan alat yang akan membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan makmur. b. Meletakan dasar-dasar utuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan. c. Meletakan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Perlunya pengaturan mengenai landreform di Indonesia telah dimulai sejak lama yang kemudian berwujud dalam UUPA tahun 1960. dengan demikian sampai saat ini sudah berlangsung sudah hampir empat puluh tahun lebih. Selama kurun waktu tersebut harus diakui telah banyak perubahan–perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Oleh karena itu kondisi-kondisi pada tahun dimana perlunya pengaturan masalah landreform pada masa itu tentunya sudah mengalami perubahan pada masa sekarang. Berkaitan dengan hal tersebut Boedi Harsono 97 menyatakan Landreform masih tetap diperlukan dalam rangka menyelenggarakan pembangunan, khususnya untuk meningkatkan taraf hidup petani. Hanya saja ketentuan-ketentuannya yang 97 Boedi Harsono, Ibid.. hlm.395. Ira Sumaya : Analisis Hukum Landreform Sebagai Upaya Meningkatkan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Studi Pada Kegiatan Redistribusi Tanah Di Kota Medan Priode 2007-2008, 2009 perlu disesuaikan dengan perkembangan keadaaan. Hal ini terutama terkait dengan jumlah dan kebutuhan penduduk serta perkembangan teknologi, transportasi, ekonomi dan sosial yang sudah berbeda dengan keadaan tahun 1960-an, ketika program ini dicanangkan. Selanjutnya dikatakan bahwa penetapan luas maksimum penguasaan tanah pertanian yang ditentukan dalam Pasal 17 UUPA dan Undang- undang nomor 56 Prp 1960 kiranya sudah waktunya mendapat perhatian dan pengaturan kembali, demikian juga halnya dengan luas maksimum penguasaan tanah non pertanian. Perlu diketahui bahwa pengaturan luas maksimum penguasaan tanah nonpertanian sampai saat ini belum diatur artinya belum ada batasan maksimum penguasaan tanah yang boleh diakuasai oleh seseorang. Dalam ketentuan hanya diatur bahwa luas tersebut penetapannya diserahkan pada pemerintah. Pendapat lain mengenai hal dimasud dikemukakan oleh Eddy Ruchiyat 98 yang antara lain dikatakan : ”Tuntutan rakyat akan perlakuan yang lebih adil mengenai tanah makin bertambah besar. Selama rezim orde baru, berbagai peraturan bukannya diselaraskan dengan asas dan tujuan Undang-undang Pokok Agararia UUPA, tetapi malah dibelokan demi sebuah terget pertumbuhan ekonomi. Disisi lain persoalan hukum dan keadilan terabaikan Diawal orde baru pemerintah ingin menegakan hukum, tetapi ternyata belum bisa dilakukan, karena pemerintah masih menomorsatukan pembangunan ekonomi, karena itu lebih mengutamakan pertumbuhan dan merangsang investasi. Agar semua itu terwujud sering diambil kebijaksanaan yang kadang-kadang bertentangan dengan hukum yang berlaku. Oleh karena itu untuk menghindari kesalahan masa lalu harus dimulai dengan jiwa dan semangat reformasi sesuai dengan UUPA lebih mengutamakan semangat kerakyatan dan lebih mengutamakan keadilan”. 98 Eddy Ruchiyat, Politik Pertanahan Nasional Samapai Orde Reformasi” Alumni : Bandung, 1999, hlm.109. Ira Sumaya : Analisis Hukum Landreform Sebagai Upaya Meningkatkan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Studi Pada Kegiatan Redistribusi Tanah Di Kota Medan Priode 2007-2008, 2009 Berkaitan dengan perlunya pemikiran kembali tentang beberapa ketentuan hukum dibidang agraria, dalam Tap.MPR. Nomor IXMPR2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaaan Sumber Daya Alam diamanatkan bahwa pembaharuan agraria mencakup beberapa proses berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria. Selain itu juga dimanatkan agar Dewan Perwakilan Rakyat DPR bersama Presiden segera mengatur lebih lanjut pelaksanaan pembaharuan agararia dana pengelolaan sumber daya alam, serta mencabut, mengubah danatau mengganti semua undang-undang dan peraturan pelaksanannya yang tidak sejalan dengan ketetapan dimaksud. Dalam ketentuan Pasal 5 ketetapan dimaksud ditentukan arah kebijakan pembaharuan agraria yang meliputi : a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan agararia dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ketetapan ini. b. Melasanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah landreform yang berkeadilan dengan memperhatikan pemilikan tanah untuk rakyat. c. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarsiasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara konfrehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform. d. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber agraria yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantispasi potensi konflik dan penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4 ketatapan ini. e. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaharuan agararia dalam menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang terjadi. Ira Sumaya : Analisis Hukum Landreform Sebagai Upaya Meningkatkan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Studi Pada Kegiatan Redistribusi Tanah Di Kota Medan Priode 2007-2008, 2009 f. Mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembiayaan dalam melaksanakan program pembaharuan agararia dan penyelesaian konflik-konflik sumber daya agararia yang terjadi 99 . Dari ketetapan tersebut sangat jelas bahwa seiring dengan perkembangan masyarakat dan situasi dan kondisi saat ini demikian juga antisipasi dimasa yang akan datang Bangsa Indonesia perlu melakukan pembaharuan agraria. Dalam rangka pembaharuan agraria tersebut prinsip-prinsip landreform yang selama ini cenderung terabaikan terutama dalam implementasinya, ternyata untuk melakukan penataan,, penguasasanpemilikan dan penggunaan tanah masih dianggap suatu pilihan yang tetap relevan untuk diterapkan di Indonesia. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas paling tidak terdapat beberapa hal yang perlu difikirkan dalam pelaksanaan landreform kedepan yaitu yang berhubungan dengan luas maksimum dan minimum penguasaan tanah pertanian, larangan absente serta objek landreform.

1. Luas Maksimum dan Minimum Penguasaan Tanah