Larangan Absentee Analisis Hukum Landreform Sebagai Upaya Meningkatkan Pendapatan Ekonomi Masyarakat (Studi Pada Kegiatan Redistribusi Tanah Di Kota Medan Priode 2007-2008)

Oleh karena itu kiranya dalam penentuan batas minimum kepemilikan tanah pertanian bagi suatu keluarga hendaknya ditentukan atas dasar pertimbangan ekonomis dengan memperhatikan kondisi penduduk rumah tangga petani dan kondisi tanah saat ini, serta prediksi dimasa yang akan datang. Dalam penentuan tersebut tentunya sebelum dilakukan pengaturan perlu adanya suatu studi yang sifatnya konprehensif, dengan melibatkan berbagai pihak 103

2. Larangan Absentee

Pemilikan tanah secara absentee dipahami sebagai suatu kepemilikan tanah pertanian yang pemiliknya berada diluar kecamatan yang berbeda dengan lokasi tanah pertanian dimaksud. Adanya ketentuan merupakan implementasi dari ketentuan Pasal 10 UUPA yang mana setiap orang dan badan hukum yang mempunyai suatu hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif , dengan mencegah cara-cara pemerasan. Larangan Absentee ini kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 224 tahun 1961 tentang pembagian tanah dan pemberian ganti kerugian. Dalam Pasal 3 disebutkan : 1 Pemilik tanah pertanian yang berpindah tempat atau meninggalkan tempat kediamannya keluar Kecamatan tempat letak tanah itu selama 2 dua tahun berturut-turut, sedang ia melaporkan kepada pejabat setempat yang berwenang, maka dalam waktu 1 satu tahun terhitung sejak berakhirnya jangka waktu 2 dua tahun tersebut di atas ia diwajibkan untuk memindahkan hak milik atas tanahnya kepada orang lain yang bertempat tinggal di Kecamatan letak tanah itu. 2 Jika pemilik tanah yang dimaksudkan pada ayat 1 pasal ini berpindah tempat atau meninggalkan tempat kediamannya keluar Kecamatan tempat letak tanah itu, 103 Herawan Sauni, Loc.Cit, hlm. 320. Ira Sumaya : Analisis Hukum Landreform Sebagai Upaya Meningkatkan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Studi Pada Kegiatan Redistribusi Tanah Di Kota Medan Priode 2007-2008, 2009 sedang ia tidak melaporkan kepada pejabat setempat yang berwenang, maka dalam waktu 2 dua tahun terhitung sejak ia meninggalkan tempat kediamannya itu diwajibkan untuk memindahkan hak milik atas tanahnya kepada orang lain yang bertempat tinggal di Kecamatan letak tanah itu 104 . Apabila kewajiban-kewajiban sebagaimana yang dimaksudkan dalam di atas tidak dipenuhi maka tanah yang bersangkutan dikuasai oleh pemerintah dan kepada pemilik tanah diberikan ganti kerugian. Untuk selanjutnya tanah tersebut dijadikan sebagai tanah objek landreform yang akan diredistribusikan menurut ketentuan yang berlaku Terhadap larangan absentee ini tidak berlaku terhadap pemilik tanah pertanian yang sedang melakukan tugas negara, seperti pegawai negeri, pejabat-pejabat militer atau yang dipersamakan. Artinya kepada mereka tersebut dimungkinkan adanya pemilikan tanah pertanian meskipun tidak bertempat tinggal di kecamatan tempat letak tanah dimaksud, dengan ketentuan bahwa tanah yang dimiliki tersebut tidak boleh melebihi 25 dari ketentuan luas maksimum pemilikan tanah pertanian di daerah yang bersangkutan. Adanya ketentuan ini merupakan pengecualian dari larangan pemilikan tanah secara absentee. Berkaitan dengan adanyan pengecualian tersebut dalam Penjelasan Umum UUPA II,7 antara lain disebutkan, ketentuan Pasal 10 ayat 1 adalah suatu asas yang pelaksanaanya masih memerlukan pengaturan lebih lanjut. Dalam peraturan 104 Lihat Pasal 3 Peraturan Pemerintah nomor 224 tahun 1961 tentang Pembagian Tanah dan Peberian Ganti Kerugian. Ira Sumaya : Analisis Hukum Landreform Sebagai Upaya Meningkatkan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Studi Pada Kegiatan Redistribusi Tanah Di Kota Medan Priode 2007-2008, 2009 pelaksanaan itu nanti kiranya masih perlu membuka adanya kemungkinan adanya pengecualian 105 . Dengan kondisi Bangsa Indonesia sekarang ini dan juga dimasa yang akan datang adanya ketentuan tentang pengecualian ini, kiranya sudah saatnya untuk difikirkan lagi relevansinya. Sebab bukan saja jumlah pegawai negeri dan keluarganya semakin lama semakin bertambah. Apalagi dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1977 tentang Pemilikan Tanah Guntai bagi para Pensiunan Pegwai Negeri, diartikan juga janda pegawai negeri yang tentunya akan menambah jumlah orang yang dikecualikan memiliki tanah guntai, sementara tanah pertanian dapat dipastikan tidak akan bertambah. Kalau demikian akan bertambah banyak jumlah orang yang mempunyai tanah guntai baik yang dilarang maupun yang dibolehkan. Sementara orang-orang yang pada saat ini menggantungkan hidupnya semata-mata dari pertanian petani saja kondisi tanah pertanian sudah sangat sempit. Di samping itu juga berkaitan dengan larangan pemilikan tanah absentee yang menggunakan ukuran kecamatan sebagai dasar penetapan tanah absentee juga perlu difikirkan ulang. Hal ini berkaitan dengan semakin majunya sarana tranportasi serta adanya pemekaran kecamatan menyebabkan jarak antara kecamatan yang satu dengan yang lainnya semakin pendek dan mudah dijangkau. Sehingga kalau dalam peraturan tersebut adanya perbedaan kecamatan antara pemilik tanah dengan tempat letak tanah 105 Dalam Penjelasan tersebut dicontohkan seorang pegawai negeri yang untuk persediaan hari tuanya mempunyai tanah satu dua hektar dan berhubung dengan pekerjaannya tidak mungkin dapat mengusahakannya sendiri. Kiranya masih dimungkinkan untuk terus memiliki tanah tersebut selama itu tanahnya boleh diserahkan kepada orang lain untuk diusahakan denganperjanjian sewa, bagi hasil dan sebagainya. Tetapi setelah ia tidak bekerja lagi sebagai pegwai negeri misalnya pensiun tanah tersebut harus dikerjakan sendiri secara aktif. Ira Sumaya : Analisis Hukum Landreform Sebagai Upaya Meningkatkan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Studi Pada Kegiatan Redistribusi Tanah Di Kota Medan Priode 2007-2008, 2009 dijadikan dasar sebagai hal yang tidak efisien, pernyataan tersebut saat ini kiranya sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Sebab hakikat larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee sesungguhnya bukan pada perbedaan tempat antara letak tanah dengan tempat tinggal, kalau hanya perbedaan tersebut yang dijadikan ukuran, maka dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, menjadikan larangan tersebut menjadi tidak efektif, tetapi sesungguhnya yang hendak dicapai dengan larangan tersebut adalah untuk menjaga agar penguasaanpemilikan tanah pertanian oleh orang atau petani yang betul-betul memerlukan tanah, selain itu juga larangan ini sekaligus untuk menghindari terjadinya akumulasi pemilikan tanah oleh sekelompok orang, yang tentunya bertentangan dengan asas landreform 106 . Dalam kaitannya dengan larangan pemilikan tanah absentee ini Maria SW Soemardjono 107 antara lain menyatakan, pelanggaran ketentuan tentang larangan kepemilikan tanah secara absentee disebabkan oleh adanya kemudahan memperoleh Kartu Tanda Penduduk KTP dilokasi tanah pertanian yang bersangkutan. Di samping itu mengingat kemajuan komunikasi dan transportasi, alasan jarak antara tempat tinggal dan letak tanah sebagai dasar larangan kepemilikan tanah secara absentee sudah ketinggalan zaman. Karena itu menurutnya perlu difikirkan apakah ketentuan tentang kepemilikan tanah secara absentee akan dihapuskan atau masih dipertahankan, kriteria terletak dalam satu kecamatan dapat diganti dengan misalnya yang bersangkutan untuk sebagian besar waktunya tinggal dilokasi tanah 106 Ibid, hlm.324. 107 Maria SW Soemardjono, Loc.Cit, hlm.53. Ira Sumaya : Analisis Hukum Landreform Sebagai Upaya Meningkatkan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Studi Pada Kegiatan Redistribusi Tanah Di Kota Medan Priode 2007-2008, 2009 pertaniannya, disamping itu juga penghasilan terbesarnya diperoleh dari hasil tanah tersebut, serta tanah tersebut tidak boleh diterlantarkan.

3. Redistribusi Tanah objek Ladreform