Partisipasi Keluarga dalam Bidang kesehatan Landasan Teori

2.4. Partisipasi Keluarga dalam Bidang kesehatan

Pencapaian derajat kesehatan yang optimal, sesungguhnya tidak terlepas dari peran dan partisipasi keluarga. Setiap keluarga seharusnya mau dan mampu untuk mengatasi masalah kesehatannya sendiri, baik melalui pemanfaatan fasilitas kesehatan, kebersihan lingkungan dan berbagai upaya kesehatan lainnya. Keluarga menjadi satuan kelompok terkecil yang sangat efektif untuk peningkatan derajat kesehatan yang nantinya akan mempengaruhi kesehatan masyarakat.

2.5. Faktor-faktor Pembentuk Partisipasi

Menurut Notoatmodjo 2007, ada beberapa elemen partisipasi, antara lain: 1. Motivasi Persyaratan utama masyarakat untuk berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa motivasi masyarakat sulit untuk berpartisipasi di segala program. Timbulnya motivasi harus dari masyarakat itu sendiri, dan pihak luar hanya merangsangnya saja. 2. Komunikasi Suatu komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide dan informasi masyarakat. Sebagian media masa merupakan alat yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan yang akhirnya dapat menimbulkan partisipasi. Emmylia Manalu : Determinan Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 3. Kooperasi Kerjasama dengan instansi-instansi di luar kesehatan masyarakat dan instansi kesehatan sendiri adalah mutlak diperlukan. Terjelmanya team work antara mereka akan membantu menumbuhkan partisipasi. 4. Mobilisasi Partisipasi bukan hanya terbatas pada tahap pelaksanaan program saja, tetapi partisipasi masyarakat dapat dimulai sejak awal sampai ke akhir, dari identifikasi masalah, menentukan prioritas, perencanaan program, pelaksanaan sampai dengan monitoring program. Cary dalam Notoatmodjo 2005 mengatakan, bahwa partisipasi dapat tumbuh jika tiga kondisi berikut terpenuhi: 1. Merdeka untuk berpartisipasi, berarti adanya kondisi yang memungkinkan anggota-anggota masyarakat untuk berpartisipasi. 2. Mampu untuk berpartisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi anggota masyarakat sehingga mampu untuk memberikan sumbang saran yang konstruktif untuk program. 3. Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalam program. Ketiga kondisi itu harus hadir secara bersama. Bila orang mau dan mampu tetapi tidak merdeka untuk berpartisipasi, maka orang tidak akan berpartisipasi Notoatmodjo, 2005. Emmylia Manalu : Determinan Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 Ross dalam Notoatmodjo 2005 berpendapat ada tiga pra kondisi tumbuhnya partisipasi, yaitu: 1. Mempunyai pengetahuan yang luas dan latar belakang yang memadai sehingga dapat diidentifikasi masalah, prioritas masalah dan melihat secara komprehensif. 2. Mempunyai kemampuan untuk belajar cepat tentang permasalahan, dan belajar untuk mengambil keputusan. 3. Kemampuan mengambil tindakan dan bertindak efektif. Slamet 2003, menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh tiga unsur pokok, yaitu: 1. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi. 2. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi. 3. Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi. Kenyataan di lapangan, program pemberantasan DBD kurang memperoleh partisipasi masyarakat khususnya keluarga karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat. Di lain pihak juga dirasakan kurangnya informasi yang disampaikan kepada masyarakat mengenai kapan, dan dalam bentuk apa mereka dapat untuk berpartisipasi dalam pemberantasan DBD Depkes, 2007.

2.5.1. Kesempatan untuk Berpartisipasi

Banyak program pembangunan yang kurang memperoleh partisipasi masyarakat karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk Emmylia Manalu : Determinan Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 berpartisipasi. Di lain pihak, juga sering dirasakan kurangnya informasi yang disampaikan kepada masyarakat mengenai kapan dan dalam bentuk apa mereka dapat atau dituntut untuk berpartisipasi. Beberapa kesempatan untuk berpartisipasi: 1. Kemauan politik dari penguasa untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan, baik dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, memonitoring dan evaluasi, pemeliharaan dan pemanfaatan pembangunan sejak ditingkat pusat sampai dijajaran birokrasi yang paling bawah. 2. Kesempatan untuk memperoleh informasi pembangunan. 3. Kesempatan memanfaatkan dan memobilisasi sumberdaya alam dan manusia untuk pelaksanaan pembangunan. 4. Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi yang tepat termasuk peralatan perlengkapan penunjangnya. 5. Kesempatan untuk berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan menggunakan peraturan, perijinan dan prosedur kegiatan yang harus dilaksanakan. 6. Kesempatan mengembangkan kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, menggerakkan dan mengembangkan serta memelihara partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat sering tidak nampak karena mereka merasa tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi atau dibenarkan berpartisipasi, khususnya yang menyangkut: pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan, pemantauan dan evaluasi, serta pemanfaatan hasil pembangunan yang akan dicapai. Untuk itu Emmylia Manalu : Determinan Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 harus dijelaskan tentang hak dan kewajiban setiap warga masyarakat pada bagian apa mereka diharapkan berpartisipasi, dan apa bentuk partisipasi yang diharapkan tenaga, uang, pikiran, dan lain-lain dari masyarakat. Pemberian kesempatan berpartisipasi pada masyarakat, bukanlah sekedar pemberian kesempatan untuk terlibat dalam pelaksanaan kegiatan agar mereka tidak melakukan tindakan yang akan menghambat atau menganggu tercapainya tujuan pembangunan. Pemberian kesempatan berpartisipasi harus dilandasi oleh pemahaman bahwa masyarakat setempat layak diberi kesempatan, karena di samping memiliki kemampuan yang diperlukan, sebagai warga negara, mereka juga punya hak untuk berpartisipasi dan memanfaatkan setiap kesempatan membangun bagi perbaikan mutu hidupnya Slamet, 2003.

2.5.2. Kemampuan untuk Berpartisipasi

Menurut Robbin dalam Makmur 2008, kemampuan adalah suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Diharapkan dengan meningkatnya kemampuan masyarakat baik secara intelektual dan fisik, masyarakat akan memberikan kontribusi secara maksimal terhadap penyelenggaraan program pemberantasan DBD. Kesediaan seseorang untuk berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuannya untuk berkembang secara mandiri.

2.5.3. Kemauan untuk Berpartisipasi

Slamet 2003, menyatakan kemauan untuk berpartisipasi merupakan kunci utama untuk tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat. Sebab, kesempatan Emmylia Manalu : Determinan Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 yang cukup belum merupakan jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, jika mereka sendiri tidak memiliki kemauan untuk turut membangun. Kemauan untuk membangun ini, ditentukan oleh sikap mental yang dimiliki masyarakat, yang menyangkut: 1. Sikap untuk meningkatkan nilai-nilai yang menghambat pembangunan. 2. Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada umumnya. 3. Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat puas diri. 4. Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah, dan tercapainya tujuan pembangunan. 5. Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk memperbaiki mutu hidupnya. Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulasi atau objek. Sikap juga menggambarkan suka atau tidak suka, setuju atau tidak setujunya seseorang terhadap semua objek dan sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain. Sikap cenderung memberikan pendapat, penelitian terhadap suatu hal Azwar, 2005. Sikap tersebut mempunyai 3 komponen pokok, yaitu: 1. Kepercayaan keyakinan, ide dan konsep suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak. Emmylia Manalu : Determinan Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 Ketiga komponen tersebut secara bersama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

2.6. Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD

DBD atau Dengue Haemorrhagic Fever DHF di dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 581MENKESSKVII1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue didefinisikan sebagai berikut: penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes terutama Aedes aegypti yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemahlesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda pendarahan di kulit berupa bintik perdarahan. Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau shock Depkes RI, 2007. Ada tiga faktor yang memegang peranan penting pada penularan penyakit DBD, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang infeksius dan nyamuk Aedes aegypti dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viraemia Depkes RI, 2005.

2.6.1. Perilaku Nyamuk Aedes aegypti

Biasanya nyamuk Aedes aegypti mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas mengigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan dua puncak aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Emmylia Manalu : Determinan Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah sehingga nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit. Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap beristirahat di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat- tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya Hadinegoro, 2005. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina Aedes aegypti akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetes menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umumnya nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan. Setiap bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering tanpa air dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2 o C -42 o C, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya maka telur dapat menetes lebih cepat Depkes RI, 2005.

2.6.2. Tempat Potensial Bagi Penularan DBD

Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya, antara lain: 1. Wilayah yang banyak kasus endemis. Emmylia Manalu : Determinan Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 2. Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar. Tempat-tempat tersebut antara lain sekolah, rumah sakit, pertokoan dll. 3. Pemukiman baru di pinggir kota. Karena di lokasi ini penduduknya berasal dari berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal Depkes RI, 2005.

2.6.3. Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti

Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian ± 1000 meter dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1000 meter tidak dapat berkembangbiak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut Depkes RI, 2005. 2.6.4. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan DBD Sebagaimana diketahui cara pencegahan dan pemberantasan DBD yang dapat dilakukan saat ini adalah memberantas vektor yaitu nyamuk penular Aedes aegypti Emmylia Manalu : Determinan Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 dan pemberantasan terhadap jentik-jentiknya, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara yang dianggap paling tepat adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue PSN-DBD yang harus didukung oleh peran serta masyarakat. Apabila PSN-DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat maka populasi nyamuk Aedes aegypti akan dapat ditekan serendah-rendahnya, sehingga penularan DBD tidak terjadi lagi. Upaya penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat harus dilakukan secara berkesinambungan dan terus-menerus, karena keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat Depkes RI, 2005. Hadinegoro 2005, menyatakan bahwa strategi dalam pencegahan DBD, meliputi: 1. Fogging Fogging dilakukan terhadap nyamuk dewasa dengan insektisida, mengingat kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda bergantungan, maka penyemprotan tidak dilakukan pada dinding rumah. Kegiatan fogging hanya dilakukan jika ditemukan penderitatersangka penderita DBD lain, atau sekurang- kurangnya ada 3 orang penderita tanpa sebab yang jelas dan ditemukannya jentik nyamuk Aedes aegypti di lokasi. 2. Penyuluhan kepada masyarakat Penyuluhan tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan melalui media massa, tempat ibadah, kaderPKK dan kelompok masyarakat lainnya. Emmylia Manalu : Determinan Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 Kegiatan ini dilakukan setiap saat pada beberapa kesempatan. Selain penyuluhan kepada masyarakat luas, penyuluhan juga dilakukan secara individu melalui kegiatan Pemantauan Jentik Nyamuk PJB. 3. Pemantuan jentik berkala Pemantauan jentik berkala dilakukan setiap 3 tiga bulan di rumah dan tempat- tempat umum. Diharapkan Angka Bebas Jentik ABJ setiap kelurahandesa dapat mencapai lebih dari 95 akan dapat menekan penyebaran DBD. 4. Penggerakan masyarakat dalam PSN-DBD Cara yang tepat dalam pencegahan DBD adalah dengan melaksanakan PSN-DBD, dapat dilakukan dengan cara antara lain: 1. Fisik, cara ini dikenal dengan ”3M” yaitu: menguras dan menyikat bak mandi secara teratur seminggu sekali, menutup rapat tempat penampungan air rumah tangga tempayan, drum dan lain-lain, mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas kaleng, ban dan lain-lain. Berdasarkan fakta ini, Depkes RI telah menetapkan program PSN DBD sebagai program prioritas dalam pencegahan dan penanggulangan DBD di Indonesia. Sebagai landasan hukum pelaksanaan PSN DBD adalah Surat Keputusan SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5811002 Tahun 1992 tentang PSN DBD dan Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Demam Berdarah Dengue POKJANAL, juga ditunjang dengan KEPMENKES Emmylia Manalu : Determinan Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 1457 Tahun 2003 tentang Standart Pelayanan Minimal yang menguatkan pentingnya upaya pengendalian DBD di Indonesia hingga ke tingkat kabupatenkota bahkan sampai ke desa. Berbagai bentuk kegiataan PSN DBD yang saat ini dilaksanakan di Indonesia baik secara nasional maupun regional, antara lain gerakan 3 M menguras, menutup, dan mengubur. 2. Kimia, cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik yang dikenal dengan istilah larvasida. Larvasida yang biasa digunakan adalah temephos fomulasi yang digunakan adalah dalam bentuk granule sand granules, dengan dosis 1 ppm atau 100 gram ± 1 sendok makan rata untuk setiap 100 liter air. Larvasida dengan temophos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Larvasida yang lain yang dapat digunakan adalah golongan insect growth regulato. 3. Biologi, pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan cara biologi adalah dengan memelihara ikan pemakan jentik ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang dan lain-lain. Selain itu ditambah juga dengan cara lain: 1. Mengganti air dalam vas bunga, tempat minum burung, atau tempat-tempat lain yang sejenis seminggu sekali. 2. Menutup lubang-lubang dan potongan bambu. 3. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar. 4. Memakai obatlotion yang dapat mencegah gigitan nyamuk. Emmylia Manalu : Determinan Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 5. Memasang kawat kasa. 6. Menggunakan kelambu. 7. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai. 8. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancarrusak Depkes RI, 2007.

2.6.5. Variasi Musiman Nyamuk Aedes aegypti

Pada musim hujan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air, telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas, selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk ini. Oleh karena itu pada musim hujan populasi Aedes aegypti meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit DBD Depkes RI, 2005.

2.6.6. Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti ditemukan hampir di semua daerah perkotaan di daerah tropis dan subtropis di Asia Tenggara. Akhir-akhir ini juga ditemukan di daerah pedesaan, akibat penyebaran penduduktempat pemukiman baru dan sistem transportasi yang lancar. Aedes albopictus menyukai tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia sedangkan nyamuk Aedes aegypti sangat berperan dalam penularan penyakit DBD karena hidupnya berada di dalam dan di sekitar rumah penduduk. Nyamuk ini sangat senang berkembangbiak di tempat penampungan air karena tempat itu tidak terkena sinar matahari langsung. Nyamuk ini tidak dapat hidup dan berkembangbiak di daerah yang berhubungan langsung dengan tanah. Jenis Emmylia Manalu : Determinan Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Tempat-tempat penampungan wadah air di dalam atau di sekitar rumah tangga, rumah ibadah, bangunan pabrik, sekolah, dan tempat-tempat umum lainnya, seperti drum, tangki, tempayan dan lain-lain. Biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari pemukiman penduduk tersebut. b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti tempat minum burung, vas bunga, dan barang-barang bekas yang dapat menampung air. c. Tempat penampungan air yang alamiah, seperti pelepah daun, tempurung kelapa dan lain-lain Hindra, 2004.

2.6.7. Pelaksanaan Kegiatan Pencegahan DBD oleh Masyarakat

Kegiataan pencegahan DBD yang melibatkan masyarakat adalah: 1. Pergerakan masyarakat dalam PSN-DBD Pelaksana : masyarakat di lingkungan masing-masing, yang sebelumnya telah diberikan pengarahan langsung oleh Ketua RTRW, tokoh masyarakat Toma, dan kader. Lokasi : meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya dan merupakan satu kesatuan epidemiologis. Sasaran : semua tempat potensial bagi perindukan nyamuk; tempat penampungan air, lubangpohon dll. Emmylia Manalu : Determinan Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 Cara : melakukan kegiatan 3M menguras, menutup, mengubur. 2. Penggerakan masyarakat dalam menaburkan bubuk larvasida. Pelaksana : tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas kesehatan. Lokasi : meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya dan merupakan satu kesatuan epidemiologis. Sasaran : Tempat Penampungan Air TPA di rumah dan di tempat-tempat umum. Cara : larvasida dilakukan di seluruh wilayah terjangkit, dengan menaburkan larvasida sesuai takaran. 3. Penyuluhan Pelaksana : petugas kesehatan, kader masyarakat atau kelompok kerja POKJA DBD desakelurahan Lokasi : meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya dan merupakan satu kesatuan epidemiologis. Sasaran : seluruh masyarakat. Cara : memberikan pengarahan dan informasi tentang cara-cara pencegahan DBD yang dapat dilaksanakan oleh individu, keluarga, dan masyarakat serta situasi DBD di wilayahnya.

2.7. Landasan Teori

Secara umum partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai keikutsertaan, keterlibatan, dan kebersamaan anggota masyarkat dalam suatu kegiatan tertentu baik Emmylia Manalu : Determinan Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 secara langsung maupun tidak langsung. Keterlibatan tersebut mulai dari gagasan, perumusan kebijaksanaan, hingga pelaksanaan program. Partisipasi tidak langsung dapat berupa keuangan, pemikiran dan materi yang dibutuhkan. Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakat tersebut ikut memberikan bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan Depkes RI, 2005. Untuk menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh tiga unsur pokok, yaitu: a. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi. b. Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi. c. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi Slamet, 2003. Berdasarkan teori tersebut, dapat dilihat pada gambar berikut ini: Kesempatan Partisipasi masyarakat dalam pembangunan Kemampuan Kemauan Sumber: Slamet 2003 Gambar 2.1. Faktor-faktor Pembentuk Partisipasi Emmylia Manalu : Determinan Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 Adanya kesempatan-kesempatan yang disediakan untuk menggerakkan partisipasi masyarakat akan tidak banyak berarti jika masyarakatnya tidak memiliki kemampuan untuk berpartisipasi. Adanya kesempatan yang diberikan, sering merupakan faktor pendorong tumbuhnya kemauan, dan kemampuan akan sangat menentukan kemampuannya. Sebaliknya adanya kemauan akan mendorong seseorang untuk meningkatkan kemampuan dan aktif memburu serta memanfaatkan setiap kesempatan yang ada.

2.8. Kerangka Konsep