Pengaruh Faktor Situasional dan Personal terhadap Partisipasi Keluarga dalam Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru

(1)

PENGARUH FAKTOR SITUASIONAL DAN PERSONAL TERHADAP PARTISIPASI KELUARGA DALAM PENGENDALIAN

DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN PAYUNG SEKAKI KOTA PEKANBARU

TESIS

OLEH

ZUCHRAH HASAN 097032119/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF SITUATIONAL AND PERSONAL FACTORS ON THE FAMILY PARTICIPATION IN CONTROLING

OF DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER AT PAYUNG SEKAKI SUB DISTRICT

OF PEKANBARU CITY

THESIS

BY

ZUCHRAH HASAN 097032119/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA M E D AN


(3)

PENGARUH FAKTOR SITUASIONAL DAN PERSONAL TERHADAP PARTISIPASI KELUARGA DALAM PENGENDALIAN

DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN PAYUNG SEKAKI KOTA PEKANBARU

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZUCHRAH HASAN 097032119/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR SITUASIONAL DAN PERSONAL TERHADAP PARTISIPASI KELUARGA DALAM PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN PAYUNG SEKAKI KOTA PEKANBARU

Nama Mahasiswa : Zuchrah Hasan Nomor Induk Mahasiswa : 097032119

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(

Ketua

Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (Ir. Evinaria, M.Kes

Anggota

)

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 13 Desember 2011

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi M.K.M Anggota : 1. Ir. Evinaria, M.Kes

2. dr. Surya Dharma , M.P.H 3. Drs. Tukiman, M.K.M


(6)

SURAT PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR SITUASIONAL DAN PERSONAL TERHADAP PARTISIPASI KELUARGA DALAM PENGENDALIAN

DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN PAYUNG SEKAKI KOTA PEKANBARU

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2011

( Zuchrah Hasan ) 097032119


(7)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aides aegypti. Kota Pekanbaru merupakan daerah endemis DBD. Penyakit ini tersebar di semua kecamatan dengan jumlah 202 kasus. Kecamatan Payung Sekaki merupakan salah satu kecamatan yang endemis DBD.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor situasional (ukuran keluarga, jaringan komunikasi, kohesi kelompok, kepemimpinan) dan personal (kebutuhan interpersonal, tindak komunikasi, peranan) terhadap partisipasi keluarga dalam pengendalian DBD di Kecamatan Payung Sekaki, jenis penelitian survei dengan tipe explanatory research. Populasi penelitian adalah seluruh keluarga di Kecamatan Payung Sekaki berjumlah 20.846 orang. Sampel berjumlah 134 orang kepala keluarga, dan pengambilan sampel secara simple random sampling. Analisis statistik menggunakan uji regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor situasional dan personal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi keluarga dalam pengendalian DBD di Kecamatan Payung Sekaki. Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel jaringan komunikasi dan tindak komunikasi memiliki pengaruh secara signifikan terhadap partisipasi keluarga dalam pengendalian DBD dengan variabel jaringan komunikasi sebagai variabel dominan.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan dapat melakukan pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian DBD dimulai dari keluarganya. Diperlukan komunikasi antara masing-masing anggota keluarga dalam pengendalian DBD di Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru.

Kata kunci : Demam Berdarah Dengue, Partisipasi Keluarga


(8)

ABSTRACT

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is communicable disease caused by dengue viruses and spread by Aides aegypti . Pekanbaru is an DHF endemic area. The disease is spread in all subdistricts by with 202 cases. Payung Sekaki subdistrict is one of the DHF endemic subdistricts.

The purpose of this study to analyze the situational (family size, network communication, group cohetion, leadership) and personal (interpersonal needs, act of communication, roles) factors on family participation in the controling of Dengue Haemorrhagic Fever in Payung Sekaki subdistrict with an explanatory survey. The population of this study were all of the 20.846 family members living in Payung Sekaki subdistrict 134 head of Families were selected to be the sample for this study through simple random sampling technique. Data were analyzed by multiple logistic regresion.

The results of this study showed that statistically the situational and personal factors had significant influence on family participation in the controling of Dengue Haemorrhagic Fever in Payung Sekaki subdistrict. The results of multivariate analysis showed that the variables of communication network and communication act had significant influence on family participation in the controling of Dengue Haemorrhagic Fever and the communication network was the dominant variable.

The City Health Office suggested that community empowerment commenced with our family and each family member needs a mutual communication in the

controling of Dengue Haemorrhagic Fever in Payung Sekaki subdistrict of

Pekanbaru City.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas segala karunia dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul Pengaruh Faktor Situasional dan Personal terhadap Partisipasi Keluarga dalam Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru, ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan, dukungan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan penguji I yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.


(10)

5. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M. selaku Sekretaris Program Studi S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Komisi Pembimbing I yang telah memberi perhatian, kesabaran, dukungan dan pengarahan sejak penyusunan proposal hingga tesis ini selesai. 6. Ir. Evinaria, M.Kes selaku komisi pembimbing II yang penuh perhatian dan

kesabaran dalam memberikan bimbingan dan arahan terus menerus sejak penyusunan proposal hingga tesis ini selesai.

7. dr. Surya Dharma, M.P.H selaku penguji I yang telah bersedia untuk memberikan masukan dan saran demi menyempurnakan tesis ini.

8. Drs. Tukiman, M.K.M selaku penguji II yang telah bersedia untuk memberikan masukan dan saran demi menyempurnakan tesis ini.

9. R. Sakhnan, S.K.M, M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kementerian Kesehatan Pekanbaru yang telah memberikan izin untuk mengikuti pendidikan ini.

10.Drg. Stahati selaku Kepala Puskesmas Payung Sekaki dan staf yang telah bersedia memberikan izin tempat untuk melakukan penelitian .

11.H. Edy Rizal, S.Sos selaku Camat Payung Sekaki dan staf yang telah bersedia memberikan izin tempat untuk melakukan penelitian .

12.Suami tercinta Ir. H. Wasi Istihadhi. S yang telah mengizinkan dan memberi dukungan moril dan material serta doa dan penuh kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.


(11)

13.Orang tua yang sangat penulis sayangi H. Abdul Hasan dan Hj. Hasnah Basyah atas pengorbanan dan kasih sayangnya yang tiada pernah berhenti sampai akhir hayatnya.

14.Secara khusus buat anak–anakku tercinta Syadzwana Maulida dan Hadiyan Farid yang selalu mendoakan, sabar, pengertian, pemberi motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

15.Seluruh rekan-rekan mahasiswa di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam proses penulisan tesis ini hingga selesai.

Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Desember 2011


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Zuchrah Hasan yang dilahirkan di Sampit (Kalimantan Tengah) pada tanggal 14 Mei 1965, anak pertama dari lima bersaudara. Penulis telah menikah tanggal 28 Oktober 1990 dengan Ir. H. Wasi Istihadhi. S dan dikarunia satu orang putri dan satu orang putra, bertempat tinggal di Kota Pekanbaru.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 060855 Medan pada Tahun 1979, selanjutnya menamatkan Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Medan Tahun 1982, kemudian melanjutkan SMA Negeri 06 Medan tamat pada tahun 1985. Tahun 1989 menamatkan Akademi Perawat Banda Aceh, Tahun 1991 mengikuti program AKTA III di IKIP Medan. Tahun 1994 menamatkan Program Pendidikan Bidan. B di Akademi Perawat Wijayakusuma Jakarta. Tahun 1996 mengikuti program AKTA IV di IKIP Bandung. Tahun 2007 menyelesaikan Akademi Kebidanan Pekanbaru dan Melanjutkan S1 Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan tamat pada Tahun 2000.

Penulis memulai karir sebagai PNS di Sekolah Perawat Kesehatan Langsa Aceh Timur tahun 1990 – 1998. Dari Tahun 2000 sampai sekarang bekerja di Politeknik Kesehatan Pekanbaru Jurusan Kebidanan. Tahun 2009 penulis mengikuti pendidikan lanjutan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat dengan minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keefektifan Kelompok ... 11

2.1.1. Kelompok ... 11

2.1.2. Kelompok Efektif ... 13

2.1.2.1. Faktor Situasional ... 14

2.1.2.2. Faktor Personal ... 18

2.2. Keluarga ... 19

2.3. Partisipasi ... 21

2.4. Partisipasi Masyarakat di Bidang Kesehatan ... 26

2.5. Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 27

2.5.1. Perilaku Nyamuk Aedes Aegpyti ... 28

2.5.2. Tempat Potensial Bagi Penularan Demam Berdarah Dengue ... 29

2.5.3. Penyebaran Nyamuk Aedes Aegpyti ... 29

2.5.4. Variasi Musiman Nyamuk Aedes Aegpyti ... 30

2.5.5. Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes Aegpyti ... 30

2.5.6. Pengendalian Demam Berdarah Dengue ... 31

2.5.7. Upaya Pengendalian Demam Berdarah Dengue ... 32

2.5.8. Pengendalian Penularan Penyakit Demam Berdarah di dalam Keluarga ... 34

2.6. Landasan Teori ... 35


(14)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ... 39

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 39

3.2.2. Waktu Penelitian ... 39

3.3. Populasi dan Sampel ... 40

3.3.1. Populasi ... 40

3.3.2. Sampel ... 40

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 42

3.4.1. Data Primer ... 42

3.4.2. Data Sekunder ... 42

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 42

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 45

3.5.1. Variabel ... 45

3.5.2. Definisi Operasional ... 45

3.6. Metode Pengukuran ... 47

3.6.1. Variabel Independen ... 47

3.6.2. Variabel Dependen ... 50

3.7. Metode Analisis Data ... 51

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Kecamatan Payung Sekaki ... 53

4.4.1. Letakan Geografis ... 53

4.4.2. Kependudukan ... 53

4.4.3. Sarana Kesehatan ... 53

4.2. Karakteristik Responden... 54

4.3. Analisa Univariat ... 55

4.3.1. Faktor Situasional ... 55

4.3.2. Faktor Personal ... 62

4.3.3. Partisipasi Keluarga ... 66

4.4. Analisa Bivariat ... 68

4.4.1. Hubungan Faktor Situasional dengan Partisipasi Keluarga 68

4.4.1. Hubungan Faktor Personal dengan Partisipasi Keluarga 70

4.5. Analisa Multivariat ... 71

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1. Pengendalian Demam Berdarah Dengue ... 75

5.2. Pengaruh Faktor Situasional terhadap Parrtisipasi Keluarga ... 77

5.2.1. Ukuran Keluarga ... 77

5.2.2. Jaringan Komunikasi ... 79

5.2.3. Kohesi Kelompok ... 80

5.1.4. Kepemimpinan ... 82


(15)

5.3.1. Kebutuhan Interpersonal ... 84

5.3.2. Tindakan Komunikasi ... 85

5.3.3. Peranan ... 87

5.4. Partisipasi Keluarga ... 88

5.5. Keterbatasan Peneltian ... 91

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 92

6.2. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian Kepala Keluarga

di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011 ... 41 4.1. Distribusi Penduduk dan Kepala Keluarga di Kecamatan Payung

Sekaki Tahun 2011 ... 54 4.2. Karakteristik Responde di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011 ... 54 4.3. Distribusi Responden berdasarkan Ukuran Kelompok dalam

Keluarga di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011 ... 55 4.4. Distribusi Responden Kategori Ukuran Kelompok

dalam Keluarga di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011 ... 56 4.5. Distribusi Berdasarkan Jaringan Komunikasi dalam Keluarga

di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011 ... 57 4.6. Distribusi Responden Kategori Jaringan Kelompok di Kecamatan

Payung Sekaki Tahun 2011 ... 58 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kohesi Kelompok dalam

Keluarga di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011 ... 59 4.8. Distribusi Responden Kategori Kohesi Kelompok dalam Keluarga

di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011... 59 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kepemimpinan dalam Keluarga

di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011 ... 61

4.10. Distribusi Responden Kategori Kepemimpinan dalam Keluarga

di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011... 61 4.11. Distribusi berdasarkan Kebutuhan Interpersonal dalam Keluarga

di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011 ... 62 4.12. Distribusi Responden Kategori Kebutuhan Interpersonal dalam


(17)

4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Tindak Komunikasi dalam

Keluarga di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011 ... 64 4.14. Distribusi Responden Kategori Tindak Komunikasi dalam Keluarga

di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011 ... 64 4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Peranan dalam Keluarga

di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011... 65 4.16. Distribusi Responden Kategori Peranan dalam Keluarga

di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011... 66 4.17. Distribusi Responden Berdasarkan Partisipasi Keluarga dalam

Pengendalian DBD di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011 ... 67

4.18. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Partisipasi Keluarga dalam Pengendalian DBD di Kecamatan Payung Sekaki

Tahun 2011 ... 67 4.19. Hubungan Faktor Situasional dengan Partisipasi Keluarga dalam

Pengendalian DBD di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011 ... 68 4.20. Hubungan Faktor Personal dengan Partisipasi Keluarga dalam

Pengendalian DBD di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011 ... 70 4.21. Pengaruh Faktor Situasional dan Personal dengan

Partisipasi Keluarga dalam Pengendalian DBD di Kecamatan


(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 38


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 98

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Data ... 106

3. Master Data Penelitian ... 113

4. Uji Univariat ... 125

5. Analisa Bivariat (Uji Chi Square) ... 133

6. Analisa Regresi Multivariat (Uji Regresi Logistik) ... 138

7. Surat Keterangan telah melaksanakan Penelitian ... 151


(20)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aides aegypti. Kota Pekanbaru merupakan daerah endemis DBD. Penyakit ini tersebar di semua kecamatan dengan jumlah 202 kasus. Kecamatan Payung Sekaki merupakan salah satu kecamatan yang endemis DBD.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor situasional (ukuran keluarga, jaringan komunikasi, kohesi kelompok, kepemimpinan) dan personal (kebutuhan interpersonal, tindak komunikasi, peranan) terhadap partisipasi keluarga dalam pengendalian DBD di Kecamatan Payung Sekaki, jenis penelitian survei dengan tipe explanatory research. Populasi penelitian adalah seluruh keluarga di Kecamatan Payung Sekaki berjumlah 20.846 orang. Sampel berjumlah 134 orang kepala keluarga, dan pengambilan sampel secara simple random sampling. Analisis statistik menggunakan uji regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor situasional dan personal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi keluarga dalam pengendalian DBD di Kecamatan Payung Sekaki. Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel jaringan komunikasi dan tindak komunikasi memiliki pengaruh secara signifikan terhadap partisipasi keluarga dalam pengendalian DBD dengan variabel jaringan komunikasi sebagai variabel dominan.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan dapat melakukan pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian DBD dimulai dari keluarganya. Diperlukan komunikasi antara masing-masing anggota keluarga dalam pengendalian DBD di Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru.

Kata kunci : Demam Berdarah Dengue, Partisipasi Keluarga


(21)

ABSTRACT

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is communicable disease caused by dengue viruses and spread by Aides aegypti . Pekanbaru is an DHF endemic area. The disease is spread in all subdistricts by with 202 cases. Payung Sekaki subdistrict is one of the DHF endemic subdistricts.

The purpose of this study to analyze the situational (family size, network communication, group cohetion, leadership) and personal (interpersonal needs, act of communication, roles) factors on family participation in the controling of Dengue Haemorrhagic Fever in Payung Sekaki subdistrict with an explanatory survey. The population of this study were all of the 20.846 family members living in Payung Sekaki subdistrict 134 head of Families were selected to be the sample for this study through simple random sampling technique. Data were analyzed by multiple logistic regresion.

The results of this study showed that statistically the situational and personal factors had significant influence on family participation in the controling of Dengue Haemorrhagic Fever in Payung Sekaki subdistrict. The results of multivariate analysis showed that the variables of communication network and communication act had significant influence on family participation in the controling of Dengue Haemorrhagic Fever and the communication network was the dominant variable.

The City Health Office suggested that community empowerment commenced with our family and each family member needs a mutual communication in the

controling of Dengue Haemorrhagic Fever in Payung Sekaki subdistrict of

Pekanbaru City.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty dan Aedes Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat di hampir seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan air laut. Menurut World Health Organization (2002), jumlah penduduk dunia yang beresiko terinfeksi lebih dari 2,5 sampai 3 milyar orang terutama penduduk yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis.

Di Indonesia, penyakit DBD masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang belum dapat ditanggulangi (Hindra, 2003). Penyakit DBD bahkan endemis hampir di seluruh propinsi. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir jumlah kasus dan daerah terjangkit terus meningkat dan menyebar luas serta sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Diperkirakan setiap tahunnya ada 300 juta kasus di Indonesia, dan 500.000 kasus DBD yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan minimal 12.000 diantaranya meninggal dunia, terutama anak-anak (Depkes RI, 2007).

Sejak pertama kali ditemukan di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968, tercatat 54 kasus dengan 24 kematian (CFR 41,5%). Selanjutnya pada tahun 1972


(23)

ditemukan DBD di luar Jawa yaitu Sumatera Barat, Lampung, dan Riau. Sejak itu penyakit DBD tersebar di berbagai daerah, dan angka kejadian penyakit DBD terus meningkat (Depkes, 2007).

KLB penyakit DBD terjadi di sebagian besar daerah perkotaan dan beberapa daerah pedesaan, di mana sejak tahun 1975 penyakit ini telah terjangkit di daerah perdesaan. Sampai dengan bulan November 2007, kasus DBD di Indonesia telah mencapai 124,811 (IR: 57,51/100.000 penduduk) dengan 1.277 kematian (CFR: 1,02%) (Depkes, 2007).

Khusus untuk daerah Propinsi Riau, penyakit DBD sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak. Di Propinsi Riau diketahui hampir seluruh Kabupaten dan Kota merupakan daerah endemis DBD dan KLB DBD masih terjadi di setiap tahun (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2009).

Di Provinsi Riau jumlah penderita penyakit DBD sudah melebihi indikator nasional sebesar 5 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus DBD pada tahun 2009 dilaporkan sebanyak 880 kasus dengan angka kesakitan/Incidence Rate (IR = 15,96 per 100.000 penduduk) dan kematian sebanyak 27 orang. Angka CFR 1,21 %, di Propinsi Riau sudah melampau Indikator Nasional yaitu CFR akibat DBD kurang dari 1% (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2010).

Sampai saat ini upaya pemberantasan DBD yang telah dilakukan menitikberatkan pada pemberantasan nyamuk Aedes Aegypti melalui kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan gerakan 3M (Menutup, Menguras dan


(24)

Mengubur) untuk jentik nyamuk serta pengasapan untuk nyamuk dewasa. Selain itu telah diterapkan pula sistem kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB DBD (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2009).

Menilik data rata-rata lima tahunan kasus DBD di Propinsi Riau, diketahui pada bulan Maret dan Oktober akan terjadi peningkatan jumlah kasus DBD meskipun sebagian besar angka kasus tersebut tidak sampai pada angka kumulatif yang ditetapkan sebagai KLB DBD. Melihat fenomena angka kasus DBD tersebut, Dinas Kesehatan Propinsi Riau berupaya untuk meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi atas kemungkinan terjadinya peningkatan kasus DBD sepanjang tahun terutama pada bulan Maret dan Oktober setiap tahunnya. Melalui seruan Gubernur Riau pada bulan Maret dan Oktober dijadikan bulan kewaspadaan terhadap kasus DBD. Di dalam bulan kewaspadaan, Dinas Kesehatan Propinsi Riau melakukan upaya atau kegiatan berupa penggerakan Peran Serta Masyarakat (PSM) dengan 3M Plus yaitu Menguras, Mengubur, Menutup, Plus Memakai Kelambu dan Menyemprot Nyamuk (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2009).

Kota Pekanbaru merupakan daerah dengan angka tertinggi kasus kejadian DBD dengan jumlah penderita 397 kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 4 orang pada tahun 2009. Angka ini menunjukkan terjadinya peningkatan dibandingkan dengan tahun 2008 yang berjumlah 315 kasus (Profil Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, 2009). Berdasarkan laporan data kejadian DBD di Kota Pekanbaru tahun 2010 diketahui terjadi penurunan jumlah kasus menjadi 202 kejadian DBD (Dinas Kesehatan, 2010). Dari laporan data DBD per kelurahan di Kota Pekanbaru tercatat


(25)

Kecamatan Payung Sekaki merupakan daerah endemis yang menempati urutan ketiga setelah Kecamatan Bukit Raya dan Tampan dari 12 kecamatan yang ada dengan jumlah kasus angka kejadian DBD mencapai 26 kasus (Dinas Kesehatan, 2010).

Upaya pengendalian yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru adalah abatesasi dan pengasapan untuk memutuskan rantai penyebaran dan perkembangbiakan vektor. Namun karena tingginya biaya dan keterbatasan anggaran maka upaya tersebut kurang berkesinambungan (Profil Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, 2009).

Bentuk kegiatan lain yang dilakukan Dinas Kesehatan dalam upaya pengendalian DBD adalah dengan pemberantasan sarang nyamuk. Untuk kegiatan ini Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru mengikuti pedoman gerakan 3M (menguras, menutup dan mengubur) berupa kegiatan pengurasan dan penutupan tempat-tempat penampungan air serta menimbun barang-barang tempat perkembangbiakan vektor penular virus dengue. Diakui gerakan 3M ini merupakan kegiatan yang praktis, murah, dan dapat dilakukan oleh siapapun dan di manapun. Namun untuk melaksanakan kegiatan ini maka dibutuhkan partisipasi aktif anggota masyarakat terkait pelaksanaan kegiatan tersebut (Profil Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, 2009).

Penelitian Hidajat (1998) menyebutkan ketidak-berhasilan Program Pencegahan dan Pemberantasan DBD dalam mencegah dan menurunkan tingginya angka kejadian penyakit DBD di daerah Kelurahan Mampang Prapatan, khususnya di RW 04, RT 07, RT 013 dan RT 016 yang berhubungan erat dengan belum adanya peran serta warga masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas-aktivitas


(26)

program. Terkait hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat sangat berperan dalam pengendalian penyakit DBD, namun dalam pelaksanaan program pengendalian DBD masyarakat masih sering dijadikan objek yang akan diintervensi, bukan sebagai subjek yang mampu melakukan intervensi untuk dirinya sendiri.

Secara teoritis, Erickson dalam Suparjan dan Suyatno (2003) menyampaikan konsep partisipasi dalam dua bagian yaitu internal dan eksternal. Partisipasi secara internal berarti adanya rasa memiliki terhadap komunitas atau kelompok (sense of belonging to the lives people). Hal ini menyebabkan komunitas/kelompok terfragmentasi dalam labelling an identity (pelabelan pada identitas diri mereka). Sementara partisipasi dalam arti eksternal terkait dengan bagaimana individu melibatkan diri dengan dengan komunitas/kelompok luar.

Sehubungan dengan teori Erickson tentang partisipasi pada bagian internal, Baron dan Byrne dalam Rakhmat (2005) menyebutkan kelompok sebagai adanya himpunan orang-orang yang memiliki kesadaran akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan dan organisasi (tidak selalu formal) dan melibatkan interaksi di antara anggota-anggotanya. Kelompok memiliki dua ciri khas yaitu anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok (memiliki sense of belonging) dan masing-masing anggota kelompok merasa terikat satu dengan lainnya.

Kelompok sebagai salah satu elemen dalam bagian partisipasi internal, kelompok yang baik tentunya adalah kelompok yang efektif. Barnard dalam Rakhmat


(27)

(2005) menjelaskan kelompok yang efektif adalah kelompok yang anggota-anggotanya bekerja sama untuk mencapai dua tujuan yakni melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moril anggota kelompok. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok dan sering disebut dengan prestasi. Tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfaction) anggota. Barnard merumuskan faktor-faktor yang memengaruhi keefektifan kelompok terdiri dari faktor situasional (kelompok) dan faktor personal (anggota kelompok). Faktor situasional terdiri dari ukuran kelompok, jaringan komunikasi, kohesi kelompok dan kepemimpinan. Faktor personal terdiri dari kebutuhan interpersonal, tindak komunikasi dan peranan.

Dalam upaya pengendalian DBD, keluarga sebagai salah satu manifestasi kelompok merupakan unit kelompok terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga karena pertalian darah dan ikatan keluarga atau adopsi dimana satu dengan lainnya saling bergantungan dan berintraksi. Partisipasi keluarga merupakan faktor yang menentukan dalam keberhasilan pemberantasan DBD. Keberhasilan ini ditentukan oleh kelompok keluarga karena kelompok keluarga merupakan unit kelompok terkecil pada masyarakat. Kelompok keluarga yang efektif dalam partisipasi pengendalian DBD tentunya akan berakibat positif dalam program pencegahan DBD itu sendiri.

Kenyataan di lapangan, program pemberantasan DBD kurang memperoleh partisipasi masyarakat khususnya keluarga, karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat. Di lain pihak juga dirasakan kurangnya informasi yang


(28)

disampaikan kepada masyarakat khususnya keluarga mengenai kapan dan dalam bentuk apa mereka dapat untuk berpartisipasi dalam pemberantasan DBD (Depkes, 2007).

Menurut Hanifah (2011), selama ini partisipasi dalam upaya pencegahan DBD baru dilakukan oleh ibu rumah tangga saja di tingkat keluarga. Pernyataan ini diperkuat oleh sumber yang menyebutkan bahwa subjek penelitian dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk adalah ibu rumah tangga sedangkan anggota eluarga yang lain belum banyak terlibat seperti halnya remaja. Selama ini peran dari remaja dalam kegiatan pencegahan DBD masih kurang. Hal itu terlihat dari masih kurangnya partisipasi atau keikutsertaan dari remaja dalam mengikuti kegiatan-kegiatan di lingkungan baik dalam bentuk kegiatan gotong royong, membersihkan lingkungan, melakukan 3M dan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).

Hasil penelitian Wandra (1999) juga menyimpulkan hal yang serupa bahwa partisipasi keluarga dalam PSN DBD di tiga buah RW di Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas masih rendah, sedangkan anggota keluarga yang paling menentukan perlu tidaknya keluarga melakukan PSN DBD (pengambil keputusan) adalah ibu rumah tangga. Pada umumnya pengetahuan ibu rumah tangga yang menjadi pengambil keputusan ini terhadap pemberantasan vektor DBD masih rendah dan hampir seluruhnya mempunyai tingkat pendidikan menengah ke bawah.

Dari beberapa hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa peranan sebagai faktor personal dan kepemimpinan sebagai faktor situasional dapat memengaruhi partisipasi keluarga dalam pengendalian DBD.


(29)

Kecamatan Payung Sekaki memiliki luas daerah 51,36 Km2

Berdasarkan hasil survei pendahuluan di Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru partisipasi keluarga dalam upaya pencegahan dan pengendalian DBD masih rendah, karena anggota keluarga sibuk beraktivitas di luar rumah (bekerja) dan belum ada pembagian tugas dari masing-masing anggota keluarga dalam upaya pengendalian DBD. Kebanyakan tanggungjawab kebersihan rumah ditangani langsung oleh ibu rumah tangga. Hal lain yang menyebabkan rendahnya partisipasi keluarga dalam upaya pengendalian DBD keluarga kurang dilibatkan dalam pelaksanaan program pencegahan penyakit DBD, keluarga merasa tidak mendapat informasi dari petugas kesehatan tentang cara-cara pengendalian penyakit DBD. Selain itu rendahnya kemauan keluarga untuk berpatisipasi disebabkan kurangnya sosialisasi terhadap keluarga mengenai cara pengendalian penyakit DBD.

yang terdiri dari empat kelurahan yaitu Kelurahan Tampan, Kelurahan Labuh Timur, Kelurahan Labuh Barat dan Kelurahan Air Hitam. Kecamatan ini merupakan daerah rawa-rawa dengan jumlah penduduk sebanyak 73.898 jiwa dan didominasi oleh penduduk pendatang dengan mayoritas tingkat pendidikan tamatan SLTA dan bekerja sebagai karyawan swasta (Kec. Payung Sekaki, 2010).

Beranjak dari kondisi objektif yang telah diuraikan maka dipandang perlu untuk dilakukan penelitian mengenai pengaruh faktor situasional dan pesonal terhadap partisipasi keluarga dalam pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru Tahun 2011.


(30)

1.2.Permasalahan

Saat ini angka kejadian DBD di Kecamatan Payung Sekaki masih tinggi, walaupun sudah dilakukan upaya pengendalian DBD oleh pemerintah, namun partisipasi masyarakat khususnya keluarga masih rendah. Untuk itu perlu diketahui apakah ada pengaruh faktor situasional (ukuran keluarga, jaringan komunikasi, kohesi kelompok, kepemimpinan) dan personal (kebutuhan interpersonal, tindak komunikasi, peranan) terhadap partisipasi keluarga dalam pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru Tahun 2011.

1.3.Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh faktor situasional (ukuran keluarga, jaringan komunikasi, kohesi kelompok, kepemimpinan) dan personal (kebutuhan interpersonal, tindak komunikasi, peranan) terhadap partisipasi keluarga dalam pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru Tahun 2011.

1.4.Hipotesis

Ada pengaruh pengaruh faktor situasional (ukuran keluarga, jaringan komunikasi, kohesi kelompok, kepemimpinan) dan personal (kebutuhan interpersonal, tindak komunikasi, peranan) terhadap partisipasi keluarga dalam pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru Tahun 2011.


(31)

1.5.Manfaat Penelitian

1.5.1. Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru

Sebagai bahan masukan dan informasi kepada Pemerintah Dinas Kota Pekanbaru dalam merumuskan kebijakan program pengendalian DBD.

1.5.2. Puskesmas

Memberi masukan bagi puskesmas kecamatan Payung Sekaki tentang informasi dan pengaruh partisipasi keluarga dalam pengendalian masalah demam berdarah untuk meningkatkan partisipasi keluarga dalam pengendalian demam berdarah di kecamatan Payung Sekaki Pekanbaru.

1.5.3. Kepala Keluarga

Sebagai sumber informasi bagi keluarga tentang pegaruh partisipasi keluarga terhadap pengendalian Demam Berdarah Dengue.

1.5.4. Ilmu Pengetahuan

Penelitan ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah keilmuan promosi kesehatan terutama yang berkaitan dengan pengaruh faktor situasional dan personal terhadap partisipasi keluarga dalam pengendalian DBD.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Keefektifan Kelompok 2.1.1. Kelompok

Baron dan Byrne dalam Rakhmat (2005) mendefenisikan kelompok sebagai himpunan orang-orang yang memiliki kesadaran akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan dan organisasi (tidak selalu formal) dan melibatkan interaksi di antara anggota-anggotanya. Kelompok memiliki dua ciri khas yaitu anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok (memiliki sense of belonging) dan masing-masing anggota kelompok merasa terikat satu dengan lainnya.

Cooley dalam Rakhmat (2005) membagi kelompok menjadi kelompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer adalah keterikatan yang tinggi secara emosional diantara anggota kelompok, terasa lebih akrab, lebih personal, dan lebih menyentuh hati. Termasuk di dalam kelompok primer adalah keluarga, teman sepermainan, atau tetangga dekat. Kelompok sekunder merupakan kebalikan dari kelompok primer. Hubungan yang dibangun dalam kelompok ini tidak terlalu akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati. Termasuk di dalam kelompok sekunder adalah organisasi massa, serikat buruh dan sebagainya.

Sumner dalam Rakhmat (2005) membagi kelompok terdiri dari in group dan


(33)

kelompok mereka. Ingroup dapat berupa kelompok primer maupun sekunder. Keluarga dapat dianggap sebagai in group bagi kelompok primer maupun sekunder. Batasan perbedaan in group dan out group ditentukan melalui klasifikasi orang dalam dan orang luar. Klasifikasi dapat berupa lokasi geografis, suku bangsa, ideologi, pekerjaan, bahasa, status sosial dan kekerabatan. Dengan mereka yang termasuk dalam lingkaran in group maka akan tercipta semangat “kekitaan”. Semangat ini lazim disebut sebagai kohesi kelompok (cohesiveness).

Selanjutnya Newcomb dalam Rakhmat (2005) membagi kelompok terdiri dari kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan. Kelompok rujukan dimaknai sebagai anggota kelompok yang menggunakan nilai-nilai dalam kelompok sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Kelompok keanggotaan dimaknai sebaliknya dimana anggota kelompok tidak menjadikan nilai dalam kelompok sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.

Di sisi yang lain Cragan dan Wright dalam Rakhmat (2005) membagi kelompok terdiri dari kategori yaitu kelompok deskriptif dan kelompok preskiptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Sementara kategori preskiptif mengklasifikasikan kelompok menurut langkah-langkah rasional yang harus dilewati oleh anggota kelompok untuk mencapai tujuannya.


(34)

2.1.2. Kelompok Efektif

Barnard dalam Rakhmat (2005) menjelaskan kelompok yang efektif adalah kelompok yang anggota-anggotanya bekerja sama untuk mencapai dua tujuan yakni melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moril anggota kelompok. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok dan sering disebut dengan prestasi. Tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfaction) anggota. Sebagai contoh, bila dalam kelompok terdapat aktivitas saling berbagi informasi maka keefektifannya dapat dilihat dari berapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota kelompok dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Karena itu, faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok dan pada karakteristik para anggota kelompok.

Secara lebih jelas Barnard merumuskan faktor-faktor yang memengaruhi kefektifan kelompok adalah faktor situasional (kelompok) dan faktor personal (anggota kelompok). Faktor situasional terdiri dari ukuran kelompok, jaringan komunikasi, kohesi kelompok dan kepemimpinan. Faktor personal terdiri dari kebutuhan interpersonal, tindak komunikasi dan peranan.

Salah satu contoh kelompok yang telah terbentuk di masyarakat antara lain dikenal dengan Pokja (kelompok kerja) dan Pokjanal (kelompok kerja fungsional) yang dikatakan sangat efektif untuk memberantas sarang nyamuk di kelurahan dan desa. Ada juga istilah pemantau jentik, jumantik (juru pemantau jentik) yang direkrut dari kepala lingkungan dan kader serta istilah patroli kesehatan. Semuanya


(35)

merupakan upaya untuk mengurangi populasi nyamuk aedes aegypti yang membawa virus dengue penyebab DBD.

Kegiatan yang melibatkan pemerintah daerah, institusi pendidikan dan juga masyarakat pernah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas yang bekerjasama dengan perguruan tinggi dan masyarakat lingkungan kampus dalam upaya pengendalian DBD. Kampus merupakan salah satu tempat perindukan nyamuk aedes untuk daerah perkotaan. Petugas dari Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas setempat melakukan penyelidikan epidemiologi di sekitar kampus serta melakukan fogging di lingkungan kampus dan lingkungan sekitar di luar kampus. Tentunya pemerintah setempat turut berpartsipasi mengerahkan warganya untuk melakukan hal yang sama di lingkungan di luar kampus. Dalam hal ini camat, lurah dan kepala lingkungan turut berperan aktif. Sebelumnya, pihak Dinas Kesehatan Kota Medan memberi penyuluhan untuk para mahasiswa dan karyawan tentang DBD serta cara mencegah penularannya di rumah dan di sekolah-sekolah termasuk di kampus secara singkat dan sederhana.

2.1.2.1. Faktor Situasional a. Ukuran Kelompok

Kelley dan Thibault dalam Rakhmat (2005) menjelaskan bahwa semakin banyak jumlah anggota kelompok maka semakin sedikit tersedia peluang untuk berinteraksi dengan anggota lainnya dalam jarak waktu tertentu. Akibatnya, sejumlah orang tidak mendapat kesempatan berinteraksi. Pada kelompok besar


(36)

ada beberapa orang yang dominan, sebagian besar akan membisu. Pada kelompok kecil, tingkat partisipasi setiap anggota akan relatif sama.

Sehubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater dalam Rakhmat (2005) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok, makin berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok. Hare menemukan bahwa kelompok lima orang memiliki tingkat konsensus yang lebih tinggi dari kelompok 12 orang. b. Jaringan Komunikasi

Rakhmat (2005) membagi model jaringan komunikasi dalam beberapa bentuk. Pertama, jaringan komunikasi berbentuk roda. Jaringan komunikasi berbentuk roda digambarkan sebagai jaringan komunikasi yang memiliki seorang pemimpin yang menjadi fokus perhatian. Sang pemimpin dapat berhubungan dengan semua anggota kelompok, tetapi setiap anggota kelompok hanya bisa berhubungan dengan pemimpinnya.

Kedua, jaringan komunikasi berbentuk rantai. Pada jaringan komunikasi ini digambarkan seorang anggota kelompok misalnya A hanya dapat berkomunikasi dengan B, B hanya dapat berkomunikasi dengan C, C hanya dapat berkomunikasi dengan D, dan begitu seterusnya.

Ketiga, jaringan komunikasi berbentuk Y. Pada jaringan ini tiga orang anggota dapat berhubungan dengan orang-orang disampingnya seperti jaringan


(37)

komunikasi rantai, tetapi ada dua orang yang hanya dapat berkomunikasi dengan seseorang di sampingnya saja.

Keempat, jaringan komunikasi berbentuk lingkaran. Pada jaringan komunikasi ini setiap orang hanya dapat berkomunikasi dengan dua orang di samping kiri dan kanannya. Di dalam jaringan komunikasi lingkaran tidak dikenal adanya pemimpin.

Kelima, jaringan komunikasi bintang. Jaringan komunikasi bintang disebut juga sebagai jaringan komunikasi semua saluran (all chanels) atau semua saluran komunikasi terbuka (comcon). Dalam jaringan komunikasi ini setiap anggota dapat berkomunikasi dengan semua anggota kelompok yang lain.

Menurut Rakhmat (2005), pola komunikasi yang paling efektif adalah jaringan komunikasi bintang. Hal ini disebabkan karena jaringan komunikasi bintang tidak terpusat pada satu orang pemimpin. Jaringan komunikasi ini juga mampu memberikan kepuasan kepada anggota-anggotanya. Jaringan komunikasi bintang diakui paling cepat menyelesaikan tugas bila tugas itu berkenaan dengan masalah yang sukar.

c. Kohesi Kelompok

Collins dan Raven dalam Rakhmat (2005) mendefenisikan kohesi kelompok sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan kelompok.

McDavid dan Harari dalam Rakhmat (2005) menjelaskan kohesi dapat diukur dari (1) ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain, (2)


(38)

ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok, dan (3) sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personalnya.

Selanjutnya menarik untuk melihat hasil kajian Marquis, Guetzkow, dan Heyns dalam Rakhmat (2005) yang menjelaskan semakin kohesif suatu kelompok maka semakin besar tingkat kepuasan anggotanya. Selain itu Likert masih dalam Rakhmat (2005) menemukan bahwa kohesi kelompok berkaitan erat dengan produktivitas, moril, dan efesiensi komunikasi.

d. Kepemimpinan

Cragan dan Wright dalam Rakhmat (2005) menjelaskan kepemimpinan sebagai bentuk komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok.

White dan Lippi dalam Rakhmat (2005) mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan yaitu otoriter, demokratis, dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi pemimpin yang minimal.

Kepemimpinan yang paling baik adalah tipe kepemimpinan demokratis. Gibb dalam Rakhmat (2005) menyebutkan kepemimpinan demokratis akan efektif bila


(39)

(1) tidak ada anggota kelompok yang merasa dirinya lebih mampu mengatasi persoalan daripada kelompok yang lain, (2) bila metode komunikasi yang tepat belum diketahui atau tidak dipahami, dan (3) bila semua anggota kelompok berusaha mempertahankan hak-hak individual mereka.

2.1.2.2. Faktor personal a. Kebutuhan Interpersonal

Menurut teori Schultz yang dimuat dalam Rakhmat (2005), seseorang memasuki kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan interpersonal yaitu inclusion,

control, dan affection. Inclusion digambarkan sebagai seseorang yang ingin

masuk ke dalam suatu kelompok hanya karena ingin menjadi bagian dari kelompok tersebut. Control dijelaskan sebagai seseorang yang memasuki suatu kelompok dengan tujuan ingin mengendalikan orang lain di kelompok tersebut dalam suatu tatanan yang hierarkis. Affection disampaikan dengan penjelasan seperti seseorang yang memasuki suatu kelompok untuk memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain.

b. Tindak Komunikasi

Bales dalam Rakhmat (2005) menjelaskan tindakan komunikasi sebagai satuan komunikasi yang berupa pernyataan, pertanyaan, pendapat atau isyarat. Bales kemudian mengklasifikasikan tindak komunikasi pada dua kelas besar yaitu hubungan tugas dan hubungan sosial emosional.


(40)

c. Peranan

Beal, Bohlen, dan Raudabaugh dalam Rakhmat (2005) menjelaskan konsep peranan dalam kelompok sebagai tugas yang dilakukan oleh anggota kelompok yang berdampak pada pencapaian tujuan kelompok dan pemeliharaan suasana emosional yang baik. Beal, Bohlen, dan Raudabaugh kemudian membagi peranan anggota kelompok menjadi tiga bagian yaitu peranan tugas kelompok, peranan pemeliharaan kelompok, dan peran individual.

2.2. Keluarga

Stanhope dan Lanchaster (2000) mengemukakan bahwa secara tradisional keluarga didefinisikan sebagai konsep legal dari hubungan biologis atau ikatan darah, adopsi, perwalian atau perkawinan. Lalu dikembangkan lebih luas lagi, yaitu keluarga mengacu pada hubungan dua atau lebih individu yang satu sama lain saling tergantung secara emosional, fisik dan atau dukungan finansial.

Internasional Classification for Nursing Practice (Internasional Counsil of Nurse/ICN, 2001) menggunakan definisi keluarga sebagai gabungan dari manusia yang terlihat sebagai unit sosial atau kelompok secara kolektif yang terdiri dari anggota keluarga yang dihubungkan melalui hubungan darah, kebaikan, emosional atau hubungan legal.

Salvicion G Bailon dan Aracelis Maglaya (1989) mendefenisikan keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang bergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah


(41)

tangga, interaksi satu sama lain dan di dalamnya peran masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.

Departemen Kesehatan RI (1988) menyebutkan keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling bergantungan. Kesehatan masyarakat pada tingkat keluarga adalah untuk memberikan gambaran bagaimana kesehatan keluarga sehingga saling berkaitan satu sama lain untuk melakukan perawatan kesehatan.

Dari beragam definisi keluarga, maka Stuart dalam Internasional Counsil of

Nurse/ICN (2001) menyimpulkan ada lima hal penting yang ada pada pengertian

keluarga yaitu : (1) keluarga adalah suatu sistem dari unit; (2) adanya komitmen dan keterikatan antar anggota keluarga yang meliputi kewajiban dimasa mendatang; (3) keluarga berfungsi untuk pemberian perawatan meliputi perlindungan, pemberian nutrisi, sosialisasi untuk seluruh anggota keluarga; (4) anggota keluarga mungkin memiliki hubungan dan tinggal bersama atau mungkin tidak ada hubungan dan tinggal terpisah ; dan (5) keluarga mungkin memiliki anak atau mungkin juga tidak memiliki.

Selanjutnya perlu disampaikan tentang klasifikasi tipe keluarga, yakni:

1. Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.


(42)

2. Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara,misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman bibi dan sebagainya.

3. Keluarga duda/janda adalah keluarga yang terdiri yang terjadi karena perceraian atau kematian

4. Keluarga Berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu kali dan merupakan satu keluarga inti

5. Keluarga berkomposisi (Composite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.

6. Keluarga Kabitas (Cahabitation) adalah dua orang menjadi satu tanpa nikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

Keluarga Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar (extended family) karena masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku hidup dalam suatu komunitas dengan adat istiadat yang sangat kuat.

2.3. Partisipasi

Pendekatan partisipatif sebenarnya muncul sebagai upaya mengatasi kelemahan-kelemahan dari pendekatan sentralistik. Korten dan Syahrir dalam Suparjan dan Suyatno (2003) mengidentifikasi beberapa kelemahan dan konsep pembangunan sentralistik, yaitu (1) ketergantungan pada organisasi birokrasi terpusat yang kurang tanggap terhadap keanekaragaman komunitas, (2) investasi yang kurang


(43)

memadai dalam proses pengembangan komunitas untuk memecahkan masalah, (3) perhatian yang kurang dalam menangani keanekaragaman masyarakat terutama dalam hal struktur sosial yang berlapis-lapis, dan (4) tidak cukup integrasi antara kompoenen-komponen teknis dan sosial dalam pembangunan.

Dalam perjalanannya partisipasi sering dianggap keliru dan salah arah. Hal ini diungkapkan oleh Mubyarto dan Kartodirjo dalam Suparjan dan Suyatno (2003). Partisipasi dianggap seakan-akan rakyat memang harus mendukung atau ikut program pemerintah secara gratis dengan alasan program tersebut nantinya akan digunakan untuk masyarakat.

Partisipasi masyarakat menurut Mikkelsen yang dikutip oleh Soetomo (2006) menginventarisasi adanya enam tafsiran dan makna yang berbeda tentang partisipasi antara lain: (1) partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan; (2) partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menanggapi proyek-proyek pembangunan; (3) partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu; (4) partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek, agar memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial; (5) partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri; (6) partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka.


(44)

Ditinjau dari segi etimologis, kata partisipasi berasal dari kata bahasa latin yaitu “participatio”. Participatio berasal dari kata kerja participate yang berarti ikut serta terhadap adanya suatu kegiatan atau aktivitas (Soekanto, 1983). Pey (1978) menyebutkan partisipasi mengandung arti ikut serta atau berperan serta. Kamus Bahasa Indonesia mengartikan partisipasi sebagai turut berperan serta dalam suatu kegiatan (Purwadarminta, 1982).

Hendrojuwono (1979) menjelaskan partisipasi sebagai tindakan seseorang atau tingkah laku seseorang yang mempunyai dorongan tertentu. Tingkah laku yang bermotivasi merupakan faktor dalam yang mendorong seseorang untuk melihat, berbuat, merasakan dan memikirkan sesuatu dengan cara berinteraksi didalam mengejar suatu tujuan tertentu.

Fairchild (1977) menyebutkan partisipasi merupakan manifestasi dari perilaku seseorang atau sekelompok masyarakat dalam mewujudkan peranannya sesuai dengan harapan masyarakat yang melakukan tindakan sosial untuk tujuan tertentu. Dalam partisipasi diharapkan seseorang ikut merasakan suatu kebersamaan secara bersama-sama dengan orang lain.

Tjokroamidjojo (2000) menjelaskan bahwa partisipasi adalah keterlibatan semua warga negara dalam pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui institusi yang mewakili kepentingannya (Iskandar, 2008).

Conyers dalam Suparjan dan Suyatno (2003) menyebutkan tiga alasan penting dibutuhkannya partisipasi masyarakat yaitu:


(45)

1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program serta proyek-proyek pembangunan akan gagal.

2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya.

3. Partisipasi menjadi urgen karena timbul anggapan bahwa partisipasi merupakan suatu hal demokrasi jika masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat.

Cary dalam Notoatmodjo (2005) mengatakan, bahwa partisipasi dapat tumbuh jika tiga kondisi berikut terpenuhi:

1. Merdeka untuk berpartisipasi, berarti adanya kondisi yang memungkinkan anggota-anggota masyarakat untuk berpartisipasi.

2. Mampu untuk berpartisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi anggota masyarakat sehingga mampu untuk memberikan sumbang saran yang konstruktif untuk program.

3. Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalam program.

Ketiga kondisi itu harus hadir secara bersama. Bila orang mau dan mampu tetapi tidak merdeka untuk berpartisipasi, maka orang tidak akan berpartisipasi (Notoatmodjo, 2005).

Ross dalam Notoatmodjo (2005) berpendapat ada tiga pra kondisi tumbuhnya partisipasi, yaitu:


(46)

1. Mempunyai pengetahuan yang luas dan latar belakang yang memadai sehingga dapat diidentifikasi masalah, prioritas masalah dan melihat secara komprehensif. 2. Mempunyai kemampuan untuk belajar cepat tentang permasalahan, dan belajar

untuk mengambil keputusan.

3. Kemampuan mengambil tindakan dan bertindak efektif.

Secara teoritis, Erickson dalam Suparjan dan Suyatno (2003) menyampaikan konsep partisipasi dalam dua bagian yaitu internal dan eksternal. Partisipasi secara internal berarti adanya rasa memiliki terhadap komunitas atau kelompok (sense of belonging to the lives people). Hal ini menyebabkan komunitas/kelompok terfragmentasi dalam labelling an identity (pelabelan pada identitas diri mereka). Sementara partisipasi dalam arti eksternal terkait dengan bagaimana individu melibatkan diri dengan dengan komunitas/kelompok luar.

Sehubungan dengan teori Erickson tentang partisipasi pada bagian internal, Baron dan Byrne dalam Rakhmat (2005) menyebutkan kelompok sebagai adanya himpunan orang-orang yang memiliki kesadaran akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan dan organisasi (tidak selalu formal) dan melibatkan interaksi di antara anggota-anggotanya. Kelompok memiliki dua ciri khas yaitu anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok (sense of belonging) dan masing-masing anggota kelompok merasa terikat satu dengan lainnya.


(47)

2.4. Partisipasi Masyarakat di Bidang Kesehatan

Menurut Depkes (1991) partisipasi masyarakat adalah di mana individu, keluarga maupun masyarakat umum ikut serta bertanggung jawab terhadap kesehatan diri, keluarga ataupun kesehatan masyarakat di lingkungannya. Pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan bukan semata-mata karena ketidakmampuan pemerintah dalam upaya pembangunan, melainkan memang disadari bahwa masyarakat mempunyai hak dan potensi untuk mengenal dan memecahkan masalah kesehatan yang dihadapinya, mengingat sebagian besar masalah kesehatan disebabkan perilaku masyarakat itu sendiri.

Dengan kata lain partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan, berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memikirkan, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program-program kesehatan masyarakat. Institusi kesehatan hanya sekedar memotivasi dan membimbingnya.

Terkait partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan Sasongko dalam Notoadmodjo (2005) menyebutkan tujuan yang ingin dicapai dalam partisipasi masyarakat adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat. Tujuan ini mengandung konsekuensi bahwa partisipasi merupakan proses yang harus dikembangkan dalam setiap upaya kesehatan dan ini terlihat dalam upaya pengembangan peran serta masyarakat.

Partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan didasarkan kepada beberapa hal:


(48)

1. Community felt need. Apabila pelayanan itu diciptakan oleh masyarakat sendiri, berarti masyarakat itu memerlukan pelayanan tersebut, artinya pelayanan kesehatan bukanlah berdasarkan kebutuhan penguasa tapi benar-benar kebutuhan masyarakat itu.

2. Organisasi pelayanan kesehatan masyarakat yang berdasarkan partisipasi masyarakat adalah salah satu bentuk pengorganisasian masyarakat, ini berarti fasilitas pelayanan kesehatan itu timbul dari masyarakat sendiri.

3. Pelayanan kesehatan akan dikerjakan oleh masyarakat sendiri, artinya tenaga dan penyelenggaranya akan ditangani oleh anggota masyarakat itu sendiri yang didasarkan sukarela (Notoatmodjo, 2007)

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa filosofil partisipasi masyarakat dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat adalah terciptanya suatu pelayanan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.

2.5. Demam Berdarah Dengue (DBD)

DBD atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF), di dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 581 MENKES VII 1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue didefinisikan sebagai berikut: penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes terutama Aedes Aegypti yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda pendarahan di kulit berupa bintik


(49)

pendarahan. Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau Shock (Depkes RI. 2007).

Ada tiga faktor yang memegang peranan penting pada penularan penyakit DBD, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang infeksius dan nyamuk Aedes

Aegypti dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang

mengalami viraemia (Depkes RI. 2005). 2.5.1. Perilaku Nyamuk Aedes Aegypti

Biasanya nyamuk Aedes aegypti mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan dua puncak aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, nyamuk Aedes Aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah sehingga nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit. Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya (Hadinegoro. 2005).

Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina Aedes aegypti akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan pertumbuhan dari jentik ke nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umumnya nyamuk


(50)

betina dapat mencapai 2-3 bulan. Setiap bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2°c sampai -42°C, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya maka telur dapat menetes lebih cepat (Depkes. RI, 2005).

2.5.2. Tempat Potensial Bagi Penularan Demam Berdarah Dengue

Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Antara lain:

1. Wilayah yang banyak kasus (endemis).

2. Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar. Tempat-tempat tersebut antara lain sekolah, rumah sakit, pertokoan dan lainnya.

3. Pemukiman baru di pinggir kota dikarenakan di lokasi ini penduduknya berasal dari berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal (Depkes RI, 2005).

2.5.3. Penyebaran Nyamuk Aedes Aegypti

Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter, namun secara pasif mialnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes Aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum.


(51)

Nyamuk ini dapat hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian kurang lebih 1000 meter dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1000 meter tidak dapat berkembangbiak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah. Sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2005).

2.5.4. Variasi Musiman Nyamuk Aedes Aegypti

Pada musim hujan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi air mulai terisi oleh air, telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas, selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air ilmiah yang berisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk ini. Oleh karena itu, pada musim hujan populasi Aedes Aegypti meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit DBD (Depkes RI, 2005). 2.5.5. Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes Aegypti

Nyamuk Aedes Aegypti ditemukan hampir di semua daerah perkotaan di daerah tropis dan subtropis di Asia Tenggara. Akhir-akhir ini juga ditemukan di daerah pendesaan, akibat penyebaran penduduk/tempat pemukiman baru dan sistem transportasi yang lancar. Aedes Aegypti sangat berperan dalam penularan penyakit DBD karena hidupnya berada di dalam dan di sekitar rumah penduduk.

Nyamuk ini sangat senang berkembangbiak di tempat penampungan air karena tempat itu tidak terkena siar matahari langsung. Nyamuk ini tidak dapat hidup dan berkembangbiak di daerah yang berhubungan langsung dengan tanah. Jenis


(52)

tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Tempat-tempat penampungan (wadah) air di dalam atau di sekitar rumah tangga, rumah ibadah, bangunan pabrik, sekolah, dan tempat-tempat umum lainnya, sperti drum, tangki, tempayang dan lain-lain. Biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari pemukiman penduduk tersebut.

b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti tempat minum burung, vas bunga, dan barang-barang bekas yang dapat menampung air. c. Tempat penampungan air yang alamiah seperti pelepah daun, tempurung kelapa

dan lain-lain (Hindra. 2004).

2.5.6. Pengendalian Demam Berdarah Dengue

Pengendalian demam berdarah dengue adalah usaha pemberantasan DBD dengan memutuskan mata rantai penularan yang terdiri dari nyamuk Aedes Aegypti yang dilakukan oleh masyarakat khususnya keluarga dan pemerintah (Depkes, 2005). Sebagaimana diketahui cara pengendalian dan pemberantasan DBD yang dapat dilakukan saat ini adalah memberantas vektor yaitu nyamuk penular Aedes Aegypti dan pemberantasan terhadap jentik-jentik, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virus belum tersedia. Cara yang dianggap paling tepat adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) yang harus didukung oleh keluarga dan peran serta masyarakat.

Apabila PSN-DBD dilaksanakan oleh seluruh keluarga dan masyarakat maka populasi nyamuk Aedes Aegypti akan dapat ditekan serendah-rendahnya. Sehingga


(53)

penularan DBD tidak terjadi lagi. Upaya penyuluhan dan motivasi kepada keluarga dan masyarakat harus dilakukan secara berkesinambungan dan terus-menerus, karena keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 2005).

2.5.7. Upaya Pengendalian Demam Berdarah Dengue

Menurut Hadinegoro (2005), menyatakan bahwa strategi dalam pengendalian

DBD meliputi :

1. Fogging.

Fogging dilakukan terhadap nyamuk dewasa dengan insektisida, mengingat kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda bergantungan, maka penyemprotan tidak dilakukan pada dinding rumah. Kegiatan fogging hanya dilakukan jika ditemukan penderita/tersangka penderita DBD lain, atau sekurang-kurangnya ada 3 orang penderita tanpa sebab yang jelas dan ditemukannya jentik nyamuk Aedes Aegypti di lokasi.

2. Penyuluhan kepada masyarakat

Penyuluhan tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan melalui media massa, tempat ibadah, kader dan kelompok masyarakat lainnya. Kegiatan ini dilakukan setiap saat pada beberapa kesempatan. Selain penyuluhan kepada msyarakat luas, penyuluhan juga dilakukan secara individu melalui kegiatan Pemantauan Jentik Nyamuk.


(54)

3. Pemantauan jentik berkala

Pemantauan jentik berkala dilakukan setiap 3 (tiga) bulan di rumah dan tempat-tempat umum. Diharapkan Angka Bebas Jentik (ABJ) setiap kelurahan/desa dapat mencapai lebih dari 95% akan dapat menekan penyebaran DBD.

4. Penggerakan masyarakat dalam PSN-DBD

Cara yang tepat dalam pencegahan DBD adalah dengan melaksanakan PSN-DBD dapat dilakukan dengan cara lain:

1) Fisik, cara ini dikenal dengan “3M” yaitu: menguras dan menyikat bak mandi secara teratur seminggu sekali, menutup rapat tempat penampungan air rumah (tempayang, drum dan lain-lain), mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas (kaleng, ban dan lain-lain). Berdasarkan fakta ini: Depkes RI telah menetapkan program PSN DBD sebagai program prioritas dalam pencegaan dan pengendalian DBD di Indonesia. Sebagai landasan hukum pelaksanaan PSN DBD adalah Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 581/1002 Tahun 1992 tentang PSN DBD dan Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Demam Berdarah Dengue (POKJANAL), juga ditunjang dengan KEPMENKES 1457 Tahun 2003 tentang Standart Pelayanan Minimal yang menguatkan pentingnya upaya pengendalian DBD di Indonesia hingga ke tingkat kabupaten/kota bahkan sampai ke desa. Kegiatan PSN DBD saat ini dilaksanakan di Indonesia baik secara nasional maupun regional, antara lain gerakan 3M (menguras, menutup, dan mengubur)


(55)

2) Kimia, cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menaburkan bubuk abate atau altosid pada tempat-tempat penampungan air yang sulit dikuras atau di daerah yang air bersih sulit didapat sehingga perlu menampung air hujan.

Takaran :

• Abate : 1 sendok makan peres (± 10 gram) untuk 100 liter air. • Altosid : 1 sendok the peres (± 5 gram) untuk 200 liter air.

3) Biologi, pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan cara biologi adalah dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang dan lain-lain).

2.5.8. Pengendalian Penularan Penyakit DBD di Dalam Keluarga

Terutama dalam keadaan wabah, setiap keluarga diharapkan seyogyanya mampu melakukan pengendalian dan pencegahan penularan penyakit Demam Berdarah. Pengendalian DBD dalam hal ini adalah dengan melakukan upaya-upaya yang mampu menekan atau bahkan mengurangi jumlah kasus DBD di suatu daerah. Jadi, jangan menunggu datangnya penyemprot oleh petugas fogging dari Dinas Kesehatan. Dianjurkan setiap keluarga mengambil langkah-langkah pengamanan internal, antara lain yaitu :

a. Gunakan obat racun serangga, boleh obat nyamuk bakar, oles, atau semprot, atur tidur pakai kelambu. Apalagi sudah tersedia kelambu yang sudah dibaluri obat racun serangga dan yang yang mulai dipopulerkan program PSN plus yaitu Pemberantasan Sarang Nyamuk disertai kegiatan lain seperti menggunakan obat


(56)

nyamuk bakar, semprot, atau kelambu. Atau yang lebih sederhana menggunakan kipas angin agar aliran udara di dalam kamar tidur tetap ada. Bila aliran udara atau angin selalu mengalir, nyamuk Aedes aegyti si penular virus biasanya tidak tahan dan terbang keluar rumah berlindung di dedaunan pekarangan.

b. Pakaian-pakaian yang bergantungan dibalik lemari atau dibalik pintu sebaiknya dilipat dan disimpan dalam lemari. Nyamuk Aedes aegypti senang hinggap dan istirahat ditempat-tempat gelap dan kain tergantung seperti gorden apalagi bila berwarna gelap .

c. Sebaliknya di dalam rumah tidak ada tempat penampungan air bersih, karena nyamuk Aedes aegypti menyukai genangan air bersih untuk meletakkan telurnya. Bak penampungan air dikamar mandi dianjurkan tidak terlalu besar, cukup ukuran 50 x 60 x 90 c agar ar daam bak selalu teranggu dan boleh dikatakan diganti 2 atau 3 kali sehari, sehingga nyamuk Aedes aegypti tidak berkesempatan meletakkan telurnya pada dinding bak penampungan air.

d. Kalau ada taburkan bubuk Abate ke dalam bak penampungan air untuk mematikan jentik nyamuk. Bubuk Abate tidak merusak dinding bak penampungan air meskipun terbuat dari bahan logam. Apalagi terbuat dari semen atau plastik. Abate aman. Meskipun pada bak penampungan air minum aman untuk diminum.

e. Barang-barang bekas sekitar rumah seperti : kaleng bekas oli, kantong plastik, ban bekas dan aki bekas yang bisa menampung air hujan harus disingkirkan agar tidak menjadi tempat nyamuk bertelur (Depkes RI, 2007).


(57)

2.6. Landasan Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka, maka peneliti dapat merumuskan beberapa landasan teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Partisipasi masyarakat adalah dimana individu, kelompok maupun masyarakat umum ikut serta bertanggung jawab terhadap kesehtan diri, keluarga ataupun kesehatan masyarakat dilingkungannya.

Secara teoritis, Erickson dalam Suparjan dan Suyatno (2003) menyampaikan konsep partisipasi dalam dua bagian yaitu internal dan eksternal. Partisipasi secara internal berarti adanya rasa memiliki terhadap komunitas atau kelompok (sense of belonging to the lives people). Hal ini menyebabkan komunitas/kelompok terfragmentasi dalam labelling an identity (pelabelan pada identitas diri mereka). Sementara partisipasi dalam arti eksternal terkait dengan bagaimana individu melibatkan diri dengan dengan komunitas/kelompok luar.

Sehubungan dengan teori Erickson tentang partisipasi pada bagian internal, Baron dan Byrne dalam Rakhmat (2005) menyebutkan kelompok sebagai adanya himpunan orang-orang yang memiliki kesadaran akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan dan organisasi (tidak selalu formal) dan melibatkan interaksi di antara anggota-anggotanya. Kelompok memiliki dua ciri khas yaitu anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok (memiliki sense of belonging) dan masing-masing anggota kelompok merasa terikat satu dengan lainnya.

Selanjutnya Cooley dalam Rakhmat (2005) membagi kelompok menjadi kelompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer adalah keterikatan yang


(58)

tinggi secara emosional diantara anggota kelompok, terasa lebih akrab, lebih personal, dan lebih menyentuh hati. Termasuk di dalam kelompok primer adalah keluarga, teman sepermainan, atau tetangga dekat. Kelompok sekunder merupakan kebalikan dari kelompok primer. Hubungan yang dibangun dalam kelompok ini tidak terlalu akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati. Termasuk di dalam kelompok sekunder adalah organisasi massa, serikat buruh dan sebagainya.

Keluarga sebagai salah satu manifestasi kelompok, Effendi (1998) menyebutkan keluarga merupakan unit kelompok terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga karena pertalian darah dan ikatan keluarga atau adopsi dimana satu dengan lainnya saling bergantungan dan berintraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka berpengaruh terhadap anggota-anggota keluarga lain, dan keluarga-keluarga yang ada sekitarnya.

Kelompok sebagai salah satu elemen dalam bagian partisipasi internal, kelompok yang baik tentunya adalah kelompok yang efektif. Barnard dalam Rakhmat (2005) menjelaskan kelompok yang efektif adalah kelompok yang anggota-anggotanya bekerja sama untuk mencapai dua tujuan yakni melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moril anggota kelompok. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok dan sering disebut dengan prestasi. Tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfaction) anggota.


(59)

Secara lebih jelas Barnard merumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi kefektifan kelompok yaitu faktor situasional (kelompok) dan faktor personal (anggota kelompok). Faktor situasional terdiri dari ukuran kelompok, jaringan komunikasi, kohesi kelompok dan kepemimpinan. Faktor personal terdiri dari kebutuhan interpersonal, tindak komunikasi dan peranan.

2.7. Kerangka Konsep

Konsep pokok dalam penelitian ini adalah pengaruh faktor situasional dan personal terhadap partisipasi keluarga dalam pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru Tahun 2011.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep menggambarkan bahwa variabel independen yaitu faktor situasional: ukuran keluarga, jaringan komunikasi, kohesi keluarga kepemimpinan.

Partisipasi Keluarga dalam Pengendalian

DBD 1.Faktor Situasional

- Ukuran keluarga - Jaringan komunikasi - Kohesi keluarga - Kepemimpinan 2.Faktor Personal - Kebutuhan interpesonal - Tindak komunikasi - Peranan


(60)

faktor personal : kebutuhan, interpersonal , tindakan komunikasi, peranan. sedangkan variabel dependen adalah partisipasi keluarga dalam pengendalian DBD.


(61)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survey explanatory untuk menjelaskan pengaruh faktor situasional dan personal terhadap partisipasi keluarga dalam pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru Tahun 2011.

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru. Alasan pemilihan lokasi karena dari laporan data DBD per kelurahan di Kota Pekanbaru tahun 2010 tercatat Kecamatan Payung Sekaki merupakan daerah endemis yang menempati urutan ketiga setelah Kecamatan Bukit Raya dan Tampan dari 12 kecamatan yang ada dengan jumlah kasus angka kejadian DBD mencapai 26 kasus dan angka kejadian DBD per kelurahan tertinggi berada di Kelurahan Labuh Baru Barat yang merupakan salah satu kelurahan dari 4 kelurahan di kecamatan Payung Sekaki.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama 4 bulan dimulai dari bulan April sampai Agustus 2011.


(62)

3.3.Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Untuk lebih memfokuskan penelitian serta dengan pertimbangan waktu, tenaga dan biaya maka penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Payung Sekaki. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga di Kecamatan Payung Sekaki yang berjumlah 20.846 KK.

3.3.2. Sampel

Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2002). Besar sample dalam penelitian dihitung dengan menggunakan uji hipotesis satu sample (Lemeshow, 1997) :

n =

{

}

(

)

2

2 1

2 /

1 (1 ) (1 )

Po Pa Pa Pa Z Po Po Z − − + −

−α β

Keterangan :

n : Besar Sampel

2 / 1−α

Z : Nilai deviasi normal pada tingkat kemaknaan α=0.05 => 1,96

β −

1

Z : Kekuatan uji (ditetapkan peneliti) bila β => 10% maka Z1β= 1,282

Po : Proposi keluarga yang berpartisipasi dalam pengendalian DBD tahun 2010 = 54 %

Pa : Proporsi keluarga yang di harapkan berpartisipasi dalam pengendalian DBD = 64%


(63)

Untuk mengetahui jumlah keluarga (KK) yang akan diambil sebagai sampel di masing-masing kelurahan di Kecamatan Payung Sekaki dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian Kepala Keluarga di Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2011

No. Nama Kelurahan Populasi Perhitungan Jumlah

Sampel

1. Tampan 5760 5760/20846 x 134 37

2. Labuh Baru Timur 9079 9079/20846 x 134 58

3. Labuh Baru Barat 4396 4396/20846 x 134 28

4. Air Hitam 1611 1611/20846 x 134 11

Jumlah 20846 134

Pengambilan sampel terpilih dari setiap kelurahan dilakukan dengan metode simple random sampling yaitu mengambil sampel secara acak dengan cara undian sampai memenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan.

Sampel dalam penelitian ini ada yang disebut sebagai responden dalam penelitian ini diambil kriteria inklusi, yaitu:

1. Kepala Keluarga

2. Mampu membaca dan menulis 3. Bersedia dijadikan objek penelitian

{

}

(

)

134 54 , 0 64 , 0 ) 64 , 0 1 ( 64 , 0 282 , 1 ) 54 , 0 1 ( 54 , 0 96 , 1 2 2 = − − + − = n n


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis pembahasan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Partisipasi keluarga dalam pengendalian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Payung Sekaki tergolong kurang baik.

2. Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara faktor situasional (ukuran kelompok, jaringan komunikasi, kohesi kelompok dan kepemimpinan) dan faktor personal (kebutuhan interpersonal, tindak komunikasi dan peranan) terhadap partisipasi keluarga dalam pengendalian demam berdarah dengue di Kecamatang Payung Sekaki Kota Pekanbaru.

3. Hasil analisis multivariat menunjukkan ada pengaruh yang signifikan variabel jaringan komunikasi dan tindak komunikasi terhadap partisipasi keluarga dalam pengendalian DBD di Kecamatan Payung Sekaki.

6.2. Saran

a. Bagi pihak Puskesmas Payung Sekaki dan Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru agar meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian DBD dimulai dari keluarganya dengan melakukan pembinaan tentang pentingnya peran keluarga dan anggota keluarga dalam pengendalian DBD. Pada tindakan


(2)

pemutaran film dan pembentukan tim khusus dalam memberikan informasi khusus DBD kepada keluarga dalam peningkatan partisipasi keluarga dalam pengendalian penyakit DBD. Pada jaringan komunikasi agar melibatkan semua anggota keluarga agar semua dapat bertanggung jawab dalam pengendalian demam berdarah dan dibuat perlombaan rumah warga yang paling bersih dan mendapatkan hadiah sebagai penghargaan agar warga hidup sehat.

b. Bagi pihak Kecamatan dapat melakukan pertemuan kepada keluarga untuk berpatisipasi dalam pengendalian DBD di Kecamatan Payung Sekaki. Dalam pertemuan tersebut dibicarakan bagaimana membangun komunikasi yang baik dalam keluarga guna megatasi masalah DBD di Kecamatan Payung Sekaki. c. Bagi kepala keluarga agar meningkatkan jaringan komunikasi di dalam keluarga

guna tercipta suasana kondusif untuk penyebaran informasi mengenai pengendalian DBD dari anggota keluarga ke anggota keluarga yang lain. Kepala keluarga juga harus mampu menggerakkan anggota keluarganya sehingga ikut serta secara aktif dalam pengendalian DBD.

d. Kepada peneliti lain untuk melakukan lebih lanjut yang berkaitan dengan partisipasi keluarga dalam pengendalian DBD dengan variabel lainnya. Misalnya variabel karakteristik masyararakat dalam pengendalian DBD.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo, 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Arifin, Anwar, 1984, Strategi Komunikasi: Suatu Pengantar Ringkas, Bandung: Armico.

Azwar, 2005. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Bales, Robert F., 1950, Interaction Process Analysis: A Method for the Study of Small Groups, Cambridge: Addison-Wesley

Clark, M.J, 2003. Community Health Nursing Caring for Populations. USA : Pearson Education Inc.

Curtis, Dan B., Floyd, James J., Winsor, Jerry L., 2005, Komunikasi Bisnis dan Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Departemen Kesehatan RI, 2007. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Dep Kes RI.

____________________, 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta : Ditjend PPM & PL Dep Kes RI.

_____________________, 1991. Evaluasi Terhadap Strategi Kesehatan Bagi Semua Tahun 2000 Untuk Indonesia. Jakarta : Dep Kes RI

_____________________, 1992. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 581 MENKES VII. 1992. Jakarta : Dep Kes RI.

_____________________, 2003. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1457 Tahun 2003 tentan Standart Pelayanan Minimal. Jakarta : Dep Kes RI

Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2010. Profil Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2009. Pekanbaru.

Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, 2010. Profil Kesehatan Kota Pekanbaru Tahun 2009. Pekanbaru


(4)

Fairchild, Henry P, 1963. Dictionary of Sociology. Totowa, New Jersey : Littlefield Adams and Co.

Friedmann, M, 1998. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek

Ginanjar, G, 2008. Demam Berdarah A Survival Guide. Yogyakarta : Bintang Pustaka

Hadinegoro, 2005. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI. Hendrojuwono, W, 1979. Pengantar Psikologi. Bandung : Muara Bandung

Hanifah, 2011. Komplikasi dan Pencegahan Demam Berdarah. Diakses tgl 9 Juli

2011.

Hidayat, A.Aziz Alimut, 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika

Hindra, Satari, Mila, 2004, Demam Berdarah Perawatan di Rumah dan Rumah Sakit. Puspa Swara.

Hurlock, E.B, 1999. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta : Erlangga

Iskandar D, 2008. Penguatan Peran Masyarkat Sipil Dalam Mengurangi Distorsi Perencanaan Tahunan Pembangunan Daerah di Kabupaten Sumbawa. Magister Ekonomika Pembangunan, FEB – UGM, Yogyakarta.

Lemeshow. S, Hosmer Jr. D.W, Klar. Janelle, K. Lwangnga. Stephen. 1977. Besar Sampel dalam Peneitian Kesehatan (Terjemahan Dibyo Pramono). Cetak Pertama. Yogyakarta: Gajah Mada University

Littlejohn, 1999, Theories of Human Communication, Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.

Makmur, 2008, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektifitas Organisasi : Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Mardikunto, Totok, 1994. Pembangunan Pertanian. Surakarta : Sebelas Maret Universitas Press


(5)

Mulyana, Deddy, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ndraha, 1990. Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta. ____________, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Penerbit Rineka

Cipta.

____________, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. Poerwadarminta, 1966. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Rahmad Jalaluddin, 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Saryono. 2009. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press. Schutz, W. D., 1966, The Interpersonal Underworld, Palo Alto: Science and

Behavior Books.

Soetomo, 2006. Strategi-strategi Pembangunan Masyarkat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Soekanto, S, 1988. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Press.

Suparjan, Hempri Suyatno, 2003. Pengembangan Masyarakat dari Pembangunan sampai Pemberdayaan. Yogyakarta : Aditya Media

Suryani, 2008. Perilaku Konsumen Implikasi Pada Strategi Pemasaran. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Tjokroamidjojo, B, 1999. Perencanaan Pembangunan. Yogyakarta : Gunung Agung. Wandra, 1999. Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Partisipasi Keluarga Dalam

Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). Jakarta : Tesis Bidang Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia

Willy, F Maramus, 2006. Ilmu Perilaku dalam Pelayanan Kesehatan. Surabaya : Airlangga Universitas Press


(6)

Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Yasril, Subaris kasjono. Heru. 2009. Anallisa Multivariat untuk Penelitian Kesehatan. Cetak Pertama. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press

Yatim, Faizal, 2007. Macam-macam Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya. Pustaka Obor Populer.