Determinan Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2009
DETERMINAN PARTISIPASI KELUARGA DALAM TINDAKAN
PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE
DI KECAMATAN BUKIT RAYA KOTA PEKANBARU
TAHUN 2009
TESIS
Oleh
EMMYLIA MANALU
077033009/IKM
S
E K O L AH
P A
S C
A S A R JA NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
(2)
DETERMINAN PARTISIPASI KELUARGA DALAM TINDAKAN
PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE
DI KECAMATAN BUKIT RAYA KOTA PEKANBARU
TAHUN 2009
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
EMMYLIA MANALU
077033009/IKM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
(3)
Judul Tesis : DETERMINAN PARTISIPASI KELUARGA DALAM TINDAKAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN BUKIT RAYA KOTA PEKANBARU TAHUN 2009
Nama Mahasiswa : Emmylia Manalu Nomor Pokok : 077033009
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing:
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi,MKM) Ketua
(Suhardiono, SKM, M.Kes) Anggota
Ketua Program Studi
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi,MKM)
Direktur
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
(4)
Telah diuji pada Tanggal: 24 Juni 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM Anggota : 1. Suhardiono, SKM, M.Kes
2. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK 3. Ir. Indra Chahaya S, M.Si
(5)
PERNYATAAN
DETERMINAN PARTISIPASI KELUARGA DALAM TINDAKAN
PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE
DI KECAMATAN BUKIT RAYA KOTA PEKANBARU
TAHUN 2009
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juni 2009
(6)
ABSTRAK
Sejak pertama kali ditemukan di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968, jumlah penderita penyakit DBD tercatat 54 kasus dengan 24 kematian (CFR 41,5%). Sejak itu penyakit DBD tersebar di berbagai daerah, dan angka kejadian penyakit DBD meningkat. Pada tahun 1972 di temukan DBD di luar Jawa yaitu Sumatera Barat, Lampung, dan Riau. Kejadian Luar Biasa penyakit DBD terjadi di sebagian besar daerah perkotaan dan beberapa daerah pedesaan, di mana sejak tahun 1975 penyakit ini telah terjangkit di daerah perdesaan. Sampai dengan bulan November 2007, kasus DBD di Indonesia telah mencapai 124,811 (IR: 57,51/100.000 penduduk) dengan 1.277 kematian (CFR : 1,02%) (Depkes, 2007).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis determinan partisipasi keluarga dalam tindakan pencegahan DBD di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru tahun 2009. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional. Sampel adalah kepala keluarga di Kecamatan Bukit Raya 115 kepala keluarga. Pengambilan pada sampel diperoleh dengan cara simple random sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor variabel kesempatan untuk berpartisipasi dan kemampuan untuk melakukan tindakan pencegahan berpengaruh terhadap tindakan pencegahan penyakit DBD (p<0,05), sedangkan variabel kemauan untuk berpartisipasi tidak berpengaruh terhadap tindakan pencegahan DBD (p>0,05).
Perlu memberikan kesempatan untuk berpartisipasi yang lebih banyak kepada masyarakat dalam upaya penanggulangan penyakit DBD. Kesempatan tersebut dapat berupa pelaporan kejadian DBD kepada Dinas Kesehatan maupun upaya pencegahan melalui pemberantasan sarang nyamuk.
(7)
ABSTRACT
Since is found firstly in Surabaya and Jakarta in 1968, the number of the dengue’s are listed 54 cases and 24 death (CFR 41.50%). Since the dengue’s spearheaded in many territory and several. In 1972 Denque Haemorrhagic Fever (DHF) is found out Java it is west Sumatra, Lampung and Riau. The extraordinary the dengue’s in many territory and several in rural, were since 1975 these diseases have contaminated in rural. In Indonesia the dengue’s case reach out 124, 811 (IR: 57,51/100.000 people) with 1.277 of death (CFR: 1,02%) (Public Health Department, 2007).
This research is aimed to analyze the determinant of family participation in prevention Denque Haemorrhagic Fever (DHF) in Pekanbaru City. This research was analyze with design cross sectional. The sample was list the lead family at Bukit Raya district of 115 lead family. The sample get rid of random sampling. The analyze data did with double regress logistic.
The result of research showed that variable factor to participated and enable to prevention dengue’s (P < 0,05) but variable factor willing to participated didn’t influence dengue’s (P > 0,05).
Society must participation to tackling dengue’s diseases. Opportunity could be reported of the dengue’s happen in most of to health official or prevention through to fight dengue’s mosquito nest.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Dia Sang Pencipta, atas semua karunia dan berkatNya yang selalu menyertai saya dalam penulisan tesis ini. Keyakinan dan kepercayaan saya adalah semua ini bisa terjadi atas campur tangan Tuhan, sehingga saya dimampukan untuk mengerjakan tesis yang berjudul: Determinan Partisipasi Keluarga dalam Tindakan Pencegahan Demam Derdarah Dengue di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru pada Tahun 2009.
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui partisipasi keluarga dalam tindakan pencegahan Demam Berdarah Dengue. Seperti kita ketahui upaya-upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam penurunan penyakit DBD tapi sampai sekarang masih meningkat. Mengapa hal-hal tersebut terjadi? Hal inilah yang hendak dijawab dalam penelitian ini.
Penulisan ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kosentrasi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Sekolah Pascasarjana USU.
2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM sebagai Ketua Program Studi dan juga sebagai Dosen Pembimbing 1, ucapan terima kasih ini saya sampaikan atas semua kritik, saran, dukungan moral serta perannya yang tidak hanya membimbing dengan intelektual tetapi juga dengan hati selama penulisan tesis ini, serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan dorongan selama penulis mengikuti pendidikan.
(9)
3. Suhardiono, SKM, M.Kes sebagai Dosen Pembimbing II atas saran yang telah melengkapi penulisan tesis ini. Saya juga sangat berterima kasih atas ketersediaan waktu para pembimbing yang telah diberikan kepada penulis di antara kesibukannya.
4. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku Dosen Pembanding, yang telah banyak membagikan pengalaman dalam bentuk pertanyaan dan saran dalam penulisan tesis ini.
5. Ir. Indra Chahaya S, M.Si selaku Dosen Pembanding, yang telah banyak memberikan kritikan dan masukan demi peningkatan kualitas dan esensi penelitian ini.
6. Dr. Saiful Bahri selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di wilayah kerja instansi tersebut.
7. Kedua orang tuaku Ruspen Manalu/Lenti M. Aritonang, kakak & adik Manalu Cs, yang senantiasa mendukung secara moril dan materil. Dukungan ini juga sekaligus menjadi inspirasi bagi penulis untuk senantiasa berusaha menyelesaikan studi.
8. Kedua mertuaku Hosman Hutabalian/Sondang Nababan & Eda-edaku
Hutabalian Cs yang senantiasa mendukung secara moril dan materil. Dukungan ini juga sekaligus menjadi inspirasi bagi penulis untuk senantiasa berusaha menyelesaikan studi.
9. Kepada suami tercinta Karno Hutabalian, ST dan anakku Christian Gihon Hutabalian, yang selalu memberi dukungan dan perhatian selama proses penulisan tesis ini.
(10)
Kiranya penelitian ini mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya pada berbagai pihak yang berkepentingan. Penulis juga sangat terbuka pada saran dan kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak demi peningkatan kualitas penelitian ini. Terima kasih.
(11)
RIWAYAT HIDUP
Nama : Emmylia Manalu
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/02 Februari 1972
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jalan Permata No. 75 Pekanbaru
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Tahun 1978-1985 : SD Khatolik Setia Budi Medan 2. Tahun 1985-1988 : SMP Khatolik Budi Murni-3 Medan
3. Tahun 1988-1991 : Sekolah Menengah Analis Kesehatan Medan 4. Tahun 1997-2000 : Tugas Belajar pada Akademi Analis Kesehatan
Depkes RI Jakarta
5. Tahun 2002-2004 : STIKES Pekanbaru
6. Tahun 2007-2009 : Tugas Belajar pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT PEKERJAAN
1. Tahun 1993-1997 : Staf Laboratorium Puskesmas Senapelan Pekanbaru 2. Tahun 2000-2004 : Staf Laboratorium Puskesmas Melur Pekanbaru 3. Tahun 2004-Sekarang : Staf Urusan Kepegawaian
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang... 1
1.2Permasalahan ... 6
1.3Tujuan Penelitian... 7
1.4Hipotesis Penelitian... 7
1.5Manfaat Penelitian ... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Pengertian Partisipasi Masyarakat... 8
2.2 Konsep Partisipasi Masyarakat... 8
2.3 Partisipasi Masyarakat dalam Bidang Kesehatan... 9
2.4 Partisipasi Keluarga dalam Bidang Kesehatan... 11
2.5 Faktor-faktor Pembentuk Partisipasi... 11
2.5.1 Kesempatan untuk Berpartisipasi... 14
2.5.2 Kemampuan untuk Berpartisipasi... 15
2.5.3 Kemauan untuk Berpartisipasi... 16
2.6 Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)... 17
2.6.1 Perilaku Nyamuk Aedes aegypti... 18
2.6.2 Tempat Potensial Bagi Penularan DBD... 19
2.6.3 Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti... 19
2.6.4 Upaya Pencegahan dan Pemberantasan DBD... 20
2.6.5 Variasi Musiman Nyamuk Aedes agypti... 23
2.6.6 Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti... 24
2.6.7 Pelaksanaan Kegiatan Pencegahan DBD oleh Masyarakat.. 25
2.7 Landasan Teori... 26
(13)
BAB 3 METODE PENELITIAN... 29
3.1 Jenis Penelitian ... 29
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 29
3.3 Populasi dan Sampel ... 29
3.3.1 Populasi... 29
3.3.2 Sampel ... 30
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 31
3.4.1 Data Primer... 31
3.4.2 Data Sekunder... 31
3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas... 32
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 33
3.5.1 Variabel Independen... 33
3.5.2 Variabel Dependen... 33
3.6 Metode Pengukuran ... 34
3.6.1 Variabel Independen... 34
3.6.2 Variabel Dependen... 35
3.7 Metode Analisa Data ... 35
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 37
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 37
4.2. Analisis Univariat ... 38
4.3. Analisis Bivariat... 46
4.4. Analisis Multivariat... 49
BAB 5 PEMBAHASAN ... 52
5.1. Pengaruh Determinan Keluarga terhadap Tindakan Pencegahan DBD ... 52
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
6.1. Kesimpulan ... 60
6.2. Saran... 60
(14)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru ... 31
3.2 Metode Pengukuran Variabel Independen dan Variabel Dependen ... 35
4.1 Luas Wilayah Kecamatan Bukit Raya Berdasarkan Kelurahan pada Tahun 2007... 37
4.2 Distribusi Penduduk dan Kepala Keluarga di Kecamatan Bukit Raya Berdasarkan Kelurahan pada Tahun 2007 ... 38
4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesempatan Keluarga untuk Berpartisipasi dalam Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009... 38
4.4 Distribusi Frekuensi Kesempatan Keluarga untuk Berpartisipasi dalam Pencegahan Demam Berdarah di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009 ... 40
4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kemauan Keluarga untuk Berpartisipasi dalam Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009 ... 40
4.6 Distribusi Frekuensi Kemauan Keluarga untuk Berpartisipasi dalam Pencegahan Demam Berdarah di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009 ... 42
4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kemampuan
Keluarga untuk Berpartisipasi dalam Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009 ... 43
4.8 Distribusi Frekuensi Kemampuan Keluarga untuk Berpartisipasi dalam Pencegahan Demam Berdarah di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009 ... 44
4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan
(15)
4.10 Distribusi Frekuensi Tindakan Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009 ... 46
4.11 Tabulasi Silang Kesempatan untuk Berpartisipasi dengan Tindakan
Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009... 47
4.12 Tabulasi Silang Kemampuan untuk Berpartisipasi dengan
Tindakan Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009 ... 48
4.13 Tabulasi Silang Kemauan untuk Berpartisipasi dengan Tindakan Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009... 49
4.14 Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Determinan Partisipasi Keluarga terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit
Raya Tahun 2009 ... 50
4.15 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Ganda Determinan Partisipasi Keluarga terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009 ... 50
(16)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Faktor-faktor Pembentuk Partisipasi ... 27
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian... 64
2. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner... 68
3. Hasil Pengolahan Data Penelitian... 70
4. Surat Permohonan Izin Penelitian... 90
(18)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Denque Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menyerang penduduk dunia sampai saat ini. Berbagai serotipe virus Dengue endemis di beberapa daerah
tropis. Di Asia virus Dengue endemis di daerah China Selatan, Hainan, Vietnam,
Laos, Kamboja, Thailand, Myanmar, India, Pakistan, Sri Langka, Indonesia, Filipina,
Malaysia dan Singapura. Negara dengan endemisitas rendah di Papua New Guinea,
Bangladesh, Nepal, Taiwan dan sebagian besar negara pasifik (Depkes, 2007).
Menurut WHO (2002) jumlah penduduk dunia yang beresiko terinfeksi DBD
lebih dari 2,5 sampai 3 milyar orang terutama penduduk yang tinggal di daerah
perkotaan di negara tropis dan subtropis. Diperkirakan setiap tahunnya ada 300 juta
kasus di Indonesia, dan 500.000 kasus DBD yang memerlukan perawatan di rumah
sakit dan minimal 12.000 diantaranya meninggal dunia, terutama anak-anak (Depkes
RI, 2007).
Di Indonesia, penyakit DBD masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang belum dapat ditanggulangi (Hindra, 2003). Penyakit
DBD bahkan endemis hampir di seluruh propinsi. Dalam kurun waktu 5 tahun
terakhir jumlah kasus dan daerah terjangkit terus meningkat dan menyebar luas serta
(19)
Sejak pertama kali ditemukan di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968,
tercatat 54 kasus dengan 24 kematian (CFR 41,5%). Sejak itu penyakit DBD tersebar di berbagai daerah, dan angka kejadian penyakit DBD meningkat. Pada tahun 1972
ditemukan DBD di luar Jawa yaitu Sumatera Barat, Lampung, dan Riau. Kejadian
Luar Biasa penyakit DBD terjadi di sebagian besar daerah perkotaan dan beberapa
daerah pedesaan, di mana sejak tahun 1975 penyakit ini telah terjangkit di daerah
perdesaan. Sampai dengan bulan November 2007, kasus DBD di Indonesia telah
mencapai 124,811 (IR: 57,51/100.000 penduduk) dengan 1.277 kematian (CFR: 1,02%) (Depkes, 2007).
Secara teoritis peningkatan jumlah penderita DBD dipengaruhi oleh adanya
mobilitas penduduk dan arus urbanisasi yang tidak terkendali, kurangnya jumlah dan
kualitas SDM pengelola program DBD di setiap jenjang administrasi, kurangnya
kerjasama serta komitmen lintas program dan lintas sektor dalam pengendalian DBD,
sistim pelaporan dan penanggulangan DBD yang terlambat dan tidak sesuai dengan
standar, perubahan iklim yang cenderung menambah jumlah habitat vektor DBD,
infrastruktur penyediaan air bersih yang tidak memadai, serta letak geografis
Indonesia di daerah tropik mendukung perkembangbiakan vector dan pertumbuhan
virus serta kurangnya partisipasi masyarakat dalam penanggulangan DBD (Depkes RI,
2007).
Berdasarkan kompleksitas faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian DBD,
maka Departemen Kesehatan telah menetapkan 5 kegiatan pokok sebagai kebijakan
(20)
mengobati sesuai prosedur tetap, memutuskan mata rantai penularan dengan
pemberantasan vektor (nyamuk dewasa dan jentik-jentiknya), kemitraan dengan
wadah Kelompok Kerja Operasional DBD (POKJANAL DBD), pemberdayaan
masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan peningkatan
profesionalisme pelaksana program (Depkes 2007).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi terjadinya peningkatan
kasus, salah satu diantaranya adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam
kegiatan PSN melalui gerakan 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur). Kegiatan ini
telah diintensifkan sejak tahun 1992 dan pada tahun 2000 dikembangkan menjadi 3M
plus, yaitu dengan cara menggunakan larvasida, memelihara ikan, abatisasi,
menggunakan kelambu dan menggunakan penolak nyamuk. Sampai saat ini upaya
tersebut belum menampakkan hasil yang diinginkan, karena setiap tahun masih
terjadi peningkatan angka kematian (Depkes, 2007b).
Hal ini disebabkan oleh upaya peningkatan peran serta masyarakat yang
belum optimal. Meskipun telah disadari bahwa peran serta masyarakat sangat
berperan besar dalam penanggulangan penyakit DBD, namun masyarakat masih
sering dijadikan objek yang akan diintervensi, bukan sebagai subjek yang mampu
untuk melakukan intervensi untuk dirinya sendiri. Tingkat partisipasi yang dapat
diterjemahkan sebagai kemauan dan kemampuan belum sepenuhnya dioptimalkan.
Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat,
(21)
Untuk meningkatkan daya dan hasil guna upaya pemberantasan penyakit
DBD di tingkat desa/kelurahan dibentuk Kelompok Kerja Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue (POKJA DBD) melalui Surat Keputusan Lurah/Kepala Desa dan
Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL DBD) pada tingkat yang lebih tinggi. Ini
merupakan forum koordinasi kegiataan pemberantasan DBD dalam wadah LKMD
dan tujuan program adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
masyarakat untuk hidup sehat serta memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata.
Pengumpulan data program P2 DBD untuk memperoleh gambaran tentang
besarnya permasalahan DBD dan besarnya masalah diketahui dari jumlah desa/
endemis dan sporadis, jumlah penderita dan kematian penyakit DBD. Upaya
penanggulangannya diketahui dari jumlah desa/kelurahan yang dilakukan tindakan
pengasapan/fogging, abatisasi serta keberadaan Pokja DBD yang mengorganisasikan penggerakan masyarakat dalam PSN (Depkes RI, 2007).
Di Provinsi Riau jumlah penderita penyakit DBD sudah melebihi indikator
nasional sebesar 5 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus DBD pada tahun 2007
dilaporkan sebanyak 795 kasus dengan angka kesakitan/Incidence Rate (IR = 18,5 per 100.000 penduduk) dan kematian sebanyak 13 orang (CFR = 1,7%) (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2007).
Kota Pekanbaru terdiri dari 12 kecamatan dan 58 kelurahan, salah satu
kecamatan adalah Bukit Raya. Pada tahun 2005 di Kecamatan Bukit Raya terjadi
(22)
jumlah penderita DBD sebesar 52 orang dan pada tahun 2007 di Kecamatan Bukit
Raya jumlah kasus DBD sebanyak 57 orang. CFR di Kecamatan Bukit Raya adalah 2,35% dan IR = 87,66 sedangkan Kecamatan Sukajadi IR = 47,61, Senapelan IR = 24,09, Pekanbaru Kota IR = 31,78, Rumbai Pesisir IR = 29,78, Rumbai IR = 31,03, Sail IR = 73,68, LimapuluhIR = 45,34, Tenayan IR = 40,38, Bukit Raya IR = 87,66, Marpoyan Damai IR = 35,62, Tampan IR = 55,70, Payung Sekaki IR = 50,31 (IR per 100.000 penduduk) (Profil Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, 2007)
Upaya penanggulangan yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota
Pekanbaru berupa abatisasi dan pengasapan untuk memutuskan rantai penyebaran dan
perkembangbiakan vektor. Namun karena tingginya biaya dan keterbatasan anggaran
maka upaya tersebut kurang berkesinambungan. Salah satu bentuk kegiatan yang
dilakukan dalam upaya penanggulangan DBD tanpa biaya mahal adalah dengan PSN
antara lain gerakan 3 M (menguras, menutup dan mengubur) yang berupa pengurasan
dan penutupan tempat-tempat penampungan air, dan menimbun barang-barang
tempat perkembangbiakan vektor di mana kegiatan ini merupakan tindakan yang
praktis, murah, dan dapat dilakukan oleh siapapun dan di manapun (Depkes RI,
2007).
Upaya meningkatkan peran serta masyarakat agar ikut berpartisipasi
merupakan upaya pemberdayaan masyarakat khususnya keluarga. Partisipasi
masyarakat menjadi faktor yang menentukan dalam pemberantasan DBD.
Keberhasilan ini ditentukan oleh tingkat partisipasi masyarakat, baik dalam
(23)
Kenyataan di lapangan, program pemberantasan DBD kurang memperoleh
partisipasi masyarakat khususnya keluarga karena kurangnya kesempatan yang
diberikan kepada masyarakat. Di lain pihak juga dirasakan kurangnya informasi yang
disampaikan kepada masyarakat mengenai kapan, dan dalam bentuk apa mereka
dapat untuk berpartisipasi dalam pemberantasan DBD (Depkes, 2007).
Dengan demikian diperlukan upaya pencegahan DBD melibatkan partisipasi
keluarga. Keluarga adalah satu kesatuan unit terkecil dari masyarakat sehingga
dengan tingginya kesehatan keluarga maka semakin baik kesehatan keluarga. Selain
itu keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan
atau memperbaiki masalah-masalah dalam kelompoknya. Masalah kesehatan dalam
keluarga saling berkaitan. Dalam kehidupan sosial keluarga merupakan cara hidup
yang didukung oleh masyarakat, jadi pembentukan keluarga tidak terlepas dari
kondisi dan lingkungan yang terdapat di sekitarnya. Keluarga mempunyai fungsi
di mana individu-individu itu pada dasarnya dapat menikmati bantuan utama dari
sesamanya serta keamanan dalam hidupnya (Friedman, 1998).
Dari uraian di atas, maka dipandang perlu dilakukan penelitian mengenai
bagaimana determinan partisipasi keluarga dalam tindakan pencegahan DBD
di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, DBD merupakan
(24)
Kecamatan Bukit Raya di Kota Pekanbaru mengingat daerah ini merupakan daerah
endemis, maka dipandang perlu dilakukan penelitian mengenai determinan partisipasi
keluarga dalam tindakan pencegahan DBD di Kecamatan Bukit Raya.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis determinan partisipasi keluarga dalam tindakan
pencegahan DBD di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.
1.4. Hipotesis Penelitian
Ada determinan partisipasi keluarga (kesempatan, kemampuan dan kemauan
berpartisipasi) dalam tindakan pencegahan DBD di Kecamatan Bukit Raya Kota
Pekanbaru.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan kebijakan dan penyusunan program pengendalian DBD.
2. Bagi Puskesmas dan lintas sektor di Kecamatan Bukit Raya sebagai bahan
(25)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Partisipasi Masyarakat
Sajogyo dalam Langkap (2002), partisipasi adalah adanya proses dari sejumlah pelaku bermitra, yang mempunyai pengaruh dan membagi wewenang
didalam prakarsa pembangunan termasuk dalam mengambil keputusan atas sumber
daya. Artinya pembangunan partisipasi mencapai puncaknya dalam upaya
pemberdayaan. Pembangunan partisipatoris mengidentifikasikan dua perspektif yaitu
pertama melibatkan masyarakat setempat dalam pemilihan, perancangan,
perencanaan dan pelaksanaan program atau proyek yang mewarnai hidup mereka,
pola sikap, pola berpikir serta nilai dan pengetahuannya ikut dipertimbangkan. Kedua
membuat umpan balik yang pada hekekatnya bagian dari kegiatan pembangunan.
2.2. Konsep Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat merupakan sesuatu yang harus ditumbuh kembangkan
dalam proses pembangunan, namun di dalam prakteknya tidak selalu diupayakan
sungguh-sungguh (Slamet, 2003). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan yang
diberikan kepada masyarakat, adanya perbedaan status dan lain-lain (Siswono, 2004).
Conyers dalam Soetomo (2006), mengemukakan bahwa partisipasi
masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh
(26)
Sutton dan Kolaja dalam Notoatmodjo (2005), membagi peran dalam partisipasi program menjadi tiga, yaitu:
1. Pelaku adalah pihak yang mengambil peran dan tindakan yang aktif dalam
program.
2. Penerima adalah pihak yang nantinya akan menerima manfaat dari program yang
dijalankan.
3. Publik adalah pihak yang tidak terlibat secara langsung dalam pelaksanaan
program, tetapi dapat membantu pihak pelaku.
Pemberdayaan merupakan syarat bagi terciptanya suatu partisipasi dalam
masyarakat. Belum adanya partisipasi aktif dalam masyarakat untuk menciptakan
kondisi yang kondusif pada proses pembangunan, ini berarti belum berdayanya
sebagian masyarakat. Keberdayaan menjadi syarat untuk berpartisipasi, karena
sesuatu yang sulit bagi masyarakat ketika mereka berpartisipasi namun tidak
mempunyai pengetahuan yang cukup untuk mendukung proses pembangunan.
2.3. Partisipasi Masyarakat dalam Bidang Kesehatan
Menurut Depkes (1991) partisipasi masyarakat adalah di mana individu,
keluarga maupun masyarakat umum ikut serta bertanggung jawab terhadap kesehatan
diri, keluarga ataupun kesehatan masyarakat di lingkungannya. Pentingnya partisipasi
masyarakat dalam pembangunan kesehatan bukan semata-mata karena
ketidakmampuan pemerintah dalam upaya pembangunan, melainkan memang
(27)
memecahkan masalah kesehatan yang dihadapinya, mengingat sebagian besar
masalah kesehatan disebabkan perilaku masyarakat itu sendiri.
Dengan kata lain partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan, berarti
keikut sertaan seluruh anggota masyarakat dalam memikirkan, merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi program-program kesehatan masyarakat. Institusi
kesehatan hanya sekedar memotivasi dan membimbingnya.
Partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan didasarkan kepada beberapa
hal:
1. Community felt need. Apabila pelayanan itu diciptakan oleh masyarakat sendiri, berarti masyarakat itu memerlukan pelayanan tersebut, artinya pelayanan
kesehatan bukanlah berdasarkan kebutuhan penguasa tapi benar-benar kebutuhan
masyarakat itu.
2. Organisasi pelayanan kesehatan masyarakat yang berdasarkan partisipasi
masyarakat adalah salah satu bentuk pengorganisasian masyarakat, ini berarti
fasilitas pelayanan kesehatan itu timbul dari masyarakat sendiri.
3. Pelayanan kesehatan akan dikerjakan oleh masyarakat sendiri, artinya tenaga dan
penyelenggaranya akan ditangani oleh anggota masyarakat itu sendiri yang
didasarkan sukarela (Notoatmodjo, 2007).
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa filosofil partisipasi masyarakat
dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat adalah terciptanya suatu pelayanan
(28)
2.4. Partisipasi Keluarga dalam Bidang kesehatan
Pencapaian derajat kesehatan yang optimal, sesungguhnya tidak terlepas dari
peran dan partisipasi keluarga. Setiap keluarga seharusnya mau dan mampu untuk
mengatasi masalah kesehatannya sendiri, baik melalui pemanfaatan fasilitas
kesehatan, kebersihan lingkungan dan berbagai upaya kesehatan lainnya. Keluarga
menjadi satuan kelompok terkecil yang sangat efektif untuk peningkatan derajat
kesehatan yang nantinya akan mempengaruhi kesehatan masyarakat.
2.5. Faktor-faktor Pembentuk Partisipasi
Menurut Notoatmodjo (2007), ada beberapa elemen partisipasi, antara lain:
1. Motivasi
Persyaratan utama masyarakat untuk berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa
motivasi masyarakat sulit untuk berpartisipasi di segala program. Timbulnya
motivasi harus dari masyarakat itu sendiri, dan pihak luar hanya merangsangnya
saja.
2. Komunikasi
Suatu komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide dan
informasi masyarakat. Sebagian media masa merupakan alat yang sangat efektif
(29)
3. Kooperasi
Kerjasama dengan instansi-instansi di luar kesehatan masyarakat dan instansi
kesehatan sendiri adalah mutlak diperlukan. Terjelmanya team work antara mereka akan membantu menumbuhkan partisipasi.
4. Mobilisasi
Partisipasi bukan hanya terbatas pada tahap pelaksanaan program saja, tetapi
partisipasi masyarakat dapat dimulai sejak awal sampai ke akhir, dari identifikasi
masalah, menentukan prioritas, perencanaan program, pelaksanaan sampai
dengan monitoring program.
Cary dalam Notoatmodjo (2005) mengatakan, bahwa partisipasi dapat tumbuh jika tiga kondisi berikut terpenuhi:
1. Merdeka untuk berpartisipasi, berarti adanya kondisi yang memungkinkan
anggota-anggota masyarakat untuk berpartisipasi.
2. Mampu untuk berpartisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi anggota
masyarakat sehingga mampu untuk memberikan sumbang saran yang konstruktif
untuk program.
3. Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota masyarakat untuk
berpartisipasi dalam program.
Ketiga kondisi itu harus hadir secara bersama. Bila orang mau dan mampu
tetapi tidak merdeka untuk berpartisipasi, maka orang tidak akan berpartisipasi
(30)
Ross dalam Notoatmodjo (2005) berpendapat ada tiga pra kondisi tumbuhnya partisipasi, yaitu:
1. Mempunyai pengetahuan yang luas dan latar belakang yang memadai sehingga
dapat diidentifikasi masalah, prioritas masalah dan melihat secara komprehensif.
2. Mempunyai kemampuan untuk belajar cepat tentang permasalahan, dan belajar
untuk mengambil keputusan.
3. Kemampuan mengambil tindakan dan bertindak efektif.
Slamet (2003), menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi
masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh tiga unsur pokok, yaitu:
1. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi.
2. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi.
3. Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi.
Kenyataan di lapangan, program pemberantasan DBD kurang memperoleh
partisipasi masyarakat khususnya keluarga karena kurangnya kesempatan yang
diberikan kepada masyarakat. Di lain pihak juga dirasakan kurangnya informasi yang
disampaikan kepada masyarakat mengenai kapan, dan dalam bentuk apa mereka
dapat untuk berpartisipasi dalam pemberantasan DBD (Depkes, 2007).
2.5.1. Kesempatan untuk Berpartisipasi
Banyak program pembangunan yang kurang memperoleh partisipasi
(31)
berpartisipasi. Di lain pihak, juga sering dirasakan kurangnya informasi yang
disampaikan kepada masyarakat mengenai kapan dan dalam bentuk apa mereka dapat
atau dituntut untuk berpartisipasi.
Beberapa kesempatan untuk berpartisipasi:
1. Kemauan politik dari penguasa untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan,
baik dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, memonitoring dan
evaluasi, pemeliharaan dan pemanfaatan pembangunan sejak ditingkat pusat
sampai dijajaran birokrasi yang paling bawah.
2. Kesempatan untuk memperoleh informasi pembangunan.
3. Kesempatan memanfaatkan dan memobilisasi sumberdaya alam dan manusia
untuk pelaksanaan pembangunan.
4. Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi yang tepat (termasuk
peralatan perlengkapan penunjangnya).
5. Kesempatan untuk berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan menggunakan
peraturan, perijinan dan prosedur kegiatan yang harus dilaksanakan.
6. Kesempatan mengembangkan kepemimpinan yang mampu menumbuhkan,
menggerakkan dan mengembangkan serta memelihara partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat sering tidak nampak karena mereka merasa tidak diberi
kesempatan untuk berpartisipasi atau dibenarkan berpartisipasi, khususnya yang
menyangkut: pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan, pemantauan
(32)
harus dijelaskan tentang hak dan kewajiban setiap warga masyarakat pada bagian apa
mereka diharapkan berpartisipasi, dan apa bentuk partisipasi yang diharapkan (tenaga,
uang, pikiran, dan lain-lain) dari masyarakat.
Pemberian kesempatan berpartisipasi pada masyarakat, bukanlah sekedar
pemberian kesempatan untuk terlibat dalam pelaksanaan kegiatan agar mereka tidak
melakukan tindakan yang akan menghambat atau menganggu tercapainya tujuan
pembangunan. Pemberian kesempatan berpartisipasi harus dilandasi oleh pemahaman
bahwa masyarakat setempat layak diberi kesempatan, karena di samping memiliki
kemampuan yang diperlukan, sebagai warga negara, mereka juga punya hak untuk
berpartisipasi dan memanfaatkan setiap kesempatan membangun bagi perbaikan mutu
hidupnya (Slamet, 2003).
2.5.2. Kemampuan untuk Berpartisipasi
Menurut Robbin dalam Makmur (2008), kemampuan adalah suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.
Diharapkan dengan meningkatnya kemampuan masyarakat baik secara
intelektual dan fisik, masyarakat akan memberikan kontribusi secara maksimal
terhadap penyelenggaraan program pemberantasan DBD. Kesediaan seseorang untuk
berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuannya untuk berkembang secara
mandiri.
2.5.3. Kemauan untuk Berpartisipasi
Slamet (2003), menyatakan kemauan untuk berpartisipasi merupakan kunci
(33)
yang cukup belum merupakan jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi
masyarakat, jika mereka sendiri tidak memiliki kemauan untuk turut membangun.
Kemauan untuk membangun ini, ditentukan oleh sikap mental yang dimiliki
masyarakat, yang menyangkut:
1. Sikap untuk meningkatkan nilai-nilai yang menghambat pembangunan.
2. Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada umumnya.
3. Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat puas diri.
4. Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah, dan tercapainya tujuan
pembangunan.
5. Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk memperbaiki mutu
hidupnya.
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
stimulasi atau objek. Sikap juga menggambarkan suka atau tidak suka, setuju atau
tidak setujunya seseorang terhadap semua objek dan sering diperoleh dari
pengalaman sendiri atau dari orang lain. Sikap cenderung memberikan pendapat,
penelitian terhadap suatu hal (Azwar, 2005).
Sikap tersebut mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
(34)
Ketiga komponen tersebut secara bersama membentuk sikap yang utuh.
Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi
memegang peranan penting.
2.6. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
DBD atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) di dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah Dengue didefinisikan sebagai berikut: penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes terutama Aedes aegypti yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda pendarahan di kulit berupa
bintik perdarahan. Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran
menurun atau shock (Depkes RI, 2007).
Ada tiga faktor yang memegang peranan penting pada penularan penyakit
DBD, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang infeksius dan nyamuk Aedes aegypti dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viraemia (Depkes RI, 2005).
2.6.1. Perilaku Nyamuk Aedes aegypti
Biasanya nyamuk Aedes aegypti mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas mengigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan dua puncak
(35)
nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah sehingga nyamuk ini sangat efektif sebagai
penular penyakit. Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat)
di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat
perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di
tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya (Hadinegoro, 2005).
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina Aedes aegypti akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetes menjadi jentik dalam waktu
2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan
pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umumnya nyamuk
betina dapat mencapai 2-3 bulan. Setiap bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan
telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan
berbulan-bulan pada suhu -2oC -42oC, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian
tergenang air atau kelembabannya maka telur dapat menetes lebih cepat (Depkes RI,
2005).
2.6.2. Tempat Potensial Bagi Penularan DBD
Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk
penularnya, antara lain:
(36)
2. Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang-orang
yang datang dari berbagai wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya
pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar. Tempat-tempat tersebut
antara lain sekolah, rumah sakit, pertokoan dll.
3. Pemukiman baru di pinggir kota.
Karena di lokasi ini penduduknya berasal dari berbagai wilayah, maka
kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa
virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal (Depkes RI, 2005).
2.6.3. Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti
Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter
namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah
lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum.
Nyamuk ini dapat hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian ± 1000 meter dari
permukaan air laut. Di atas ketinggian 1000 meter tidak dapat berkembangbiak,
karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak
memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2005).
2.6.4. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan DBD
Sebagaimana diketahui cara pencegahan dan pemberantasan DBD yang dapat
(37)
dan pemberantasan terhadap jentik-jentiknya, karena vaksin untuk mencegah dan
obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara yang dianggap paling tepat
adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) yang
harus didukung oleh peran serta masyarakat.
Apabila PSN-DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat maka populasi
nyamuk Aedes aegypti akan dapat ditekan serendah-rendahnya, sehingga penularan DBD tidak terjadi lagi. Upaya penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat harus
dilakukan secara berkesinambungan dan terus-menerus, karena keberadaan jentik
nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI, 2005).
Hadinegoro (2005), menyatakan bahwa strategi dalam pencegahan DBD,
meliputi:
1. Fogging
Fogging dilakukan terhadap nyamuk dewasa dengan insektisida, mengingat kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda bergantungan, maka
penyemprotan tidak dilakukan pada dinding rumah. Kegiatan fogging hanya dilakukan jika ditemukan penderita/tersangka penderita DBD lain, atau
sekurang-kurangnya ada 3 orang penderita tanpa sebab yang jelas dan ditemukannya jentik
nyamuk Aedes aegypti di lokasi.
2. Penyuluhan kepada masyarakat
Penyuluhan tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan melalui
(38)
Kegiatan ini dilakukan setiap saat pada beberapa kesempatan. Selain penyuluhan
kepada masyarakat luas, penyuluhan juga dilakukan secara individu melalui
kegiatan Pemantauan Jentik Nyamuk (PJB).
3. Pemantuan jentik berkala
Pemantauan jentik berkala dilakukan setiap 3 (tiga) bulan di rumah dan
tempat-tempat umum. Diharapkan Angka Bebas Jentik (ABJ) setiap kelurahan/desa dapat
mencapai lebih dari 95% akan dapat menekan penyebaran DBD.
4. Penggerakan masyarakat dalam PSN-DBD
Cara yang tepat dalam pencegahan DBD adalah dengan melaksanakan PSN-DBD,
dapat dilakukan dengan cara antara lain:
(1). Fisik, cara ini dikenal dengan ”3M” yaitu: menguras dan menyikat bak
mandi secara teratur seminggu sekali, menutup rapat tempat penampungan
air rumah tangga (tempayan, drum dan lain-lain), mengubur,
menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas (kaleng, ban dan
lain-lain).
Berdasarkan fakta ini, Depkes RI telah menetapkan program PSN DBD
sebagai program prioritas dalam pencegahan dan penanggulangan DBD
di Indonesia.
Sebagai landasan hukum pelaksanaan PSN DBD adalah Surat Keputusan
(SK) Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 581/1002 Tahun 1992
tentang PSN DBD dan Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Demam
(39)
1457 Tahun 2003 tentang Standart Pelayanan Minimal yang menguatkan
pentingnya upaya pengendalian DBD di Indonesia hingga ke tingkat
kabupaten/kota bahkan sampai ke desa.
Berbagai bentuk kegiataan PSN DBD yang saat ini dilaksanakan
di Indonesia baik secara nasional maupun regional, antara lain gerakan 3 M
(menguras, menutup, dan mengubur).
(2). Kimia, cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik yang dikenal dengan istilah larvasida.
Larvasida yang biasa digunakan adalah temephos fomulasi yang digunakan
adalah dalam bentuk granule (sand granules), dengan dosis 1 ppm atau 100 gram (± 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air. Larvasida dengan
temophos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Larvasida yang lain yang
dapat digunakan adalah golongan insect growth regulato.
(3). Biologi, pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan cara biologi adalah dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan
cupang dan lain-lain).
Selain itu ditambah juga dengan cara lain:
1. Mengganti air dalam vas bunga, tempat minum burung, atau tempat-tempat
lain yang sejenis seminggu sekali.
2. Menutup lubang-lubang dan potongan bambu.
3. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar.
(40)
5. Memasang kawat kasa.
6. Menggunakan kelambu.
7. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai.
8. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak (Depkes RI, 2007).
2.6.5. Variasi Musiman Nyamuk Aedes aegypti
Pada musim hujan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air, telur-telur yang tadinya belum
sempat menetas akan menetas, selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat
penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat
perkembangbiakan nyamuk ini. Oleh karena itu pada musim hujan populasi Aedes
aegypti meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit DBD (Depkes RI, 2005).
2.6.6. Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti ditemukan hampir di semua daerah perkotaan di daerah tropis dan subtropis di Asia Tenggara. Akhir-akhir ini juga ditemukan
di daerah pedesaan, akibat penyebaran penduduk/tempat pemukiman baru dan sistem
transportasi yang lancar. Aedes albopictus menyukai tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia sedangkan nyamuk Aedes aegypti sangat berperan dalam penularan penyakit DBD karena hidupnya berada di dalam dan di sekitar rumah penduduk.
Nyamuk ini sangat senang berkembangbiak di tempat penampungan air
karena tempat itu tidak terkena sinar matahari langsung. Nyamuk ini tidak dapat
(41)
tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Tempat-tempat penampungan (wadah) air di dalam atau di sekitar rumah
tangga, rumah ibadah, bangunan pabrik, sekolah, dan tempat-tempat umum
lainnya, seperti drum, tangki, tempayan dan lain-lain. Biasanya tidak melebihi
jarak 500 meter dari pemukiman penduduk tersebut.
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti tempat
minum burung, vas bunga, dan barang-barang bekas yang dapat menampung
air.
c. Tempat penampungan air yang alamiah, seperti pelepah daun, tempurung
kelapa dan lain-lain (Hindra, 2004).
2.6.7. Pelaksanaan Kegiatan Pencegahan DBD oleh Masyarakat
Kegiataan pencegahan DBD yang melibatkan masyarakat adalah:
1. Pergerakan masyarakat dalam PSN-DBD
Pelaksana : masyarakat di lingkungan masing-masing, yang sebelumnya telah
diberikan pengarahan langsung oleh Ketua RT/RW, tokoh masyarakat
(Toma), dan kader.
Lokasi : meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya dan
merupakan satu kesatuan epidemiologis.
Sasaran : semua tempat potensial bagi perindukan nyamuk; tempat
(42)
Cara : melakukan kegiatan 3M (menguras, menutup, mengubur).
2. Penggerakan masyarakat dalam menaburkan bubuk larvasida.
Pelaksana : tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas kesehatan.
Lokasi : meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya dan
merupakan satu kesatuan epidemiologis.
Sasaran : Tempat Penampungan Air (TPA) di rumah dan di tempat-tempat
umum.
Cara : larvasida dilakukan di seluruh wilayah terjangkit, dengan menaburkan
larvasida sesuai takaran.
3. Penyuluhan
Pelaksana : petugas kesehatan, kader masyarakat atau kelompok kerja (POKJA)
DBD desa/kelurahan
Lokasi : meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya dan
merupakan satu kesatuan epidemiologis.
Sasaran : seluruh masyarakat.
Cara : memberikan pengarahan dan informasi tentang cara-cara pencegahan
DBD yang dapat dilaksanakan oleh individu, keluarga, dan masyarakat
serta situasi DBD di wilayahnya.
2.7. Landasan Teori
Secara umum partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai keikutsertaan,
(43)
secara langsung maupun tidak langsung. Keterlibatan tersebut mulai dari gagasan,
perumusan kebijaksanaan, hingga pelaksanaan program. Partisipasi tidak langsung
dapat berupa keuangan, pemikiran dan materi yang dibutuhkan. Partisipasi secara
langsung berarti anggota masyarakat tersebut ikut memberikan bantuan tenaga dalam
kegiatan yang dilaksanakan (Depkes RI, 2005).
Untuk menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan,
sangat ditentukan oleh tiga unsur pokok, yaitu:
a. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi.
b. Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi.
c. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi (Slamet, 2003).
Berdasarkan teori tersebut, dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Kesempatan
Partisipasi masyarakat
dalam pembangunan
Kemampuan
Kemauan
Sumber: Slamet (2003)
(44)
Adanya kesempatan-kesempatan yang disediakan untuk menggerakkan
partisipasi masyarakat akan tidak banyak berarti jika masyarakatnya tidak memiliki
kemampuan untuk berpartisipasi. Adanya kesempatan yang diberikan, sering
merupakan faktor pendorong tumbuhnya kemauan, dan kemampuan akan sangat
menentukan kemampuannya. Sebaliknya adanya kemauan akan mendorong
seseorang untuk meningkatkan kemampuan dan aktif memburu serta memanfaatkan
setiap kesempatan yang ada.
2.8. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori, maka peneliti merumuskan kerangka konsep
penelitian sebagai berikut:
Partisipasi Keluarga Dalam Pencegahan DBD
1. Kesempatan 2. Kemampuan 3. Kemauan
Karakteristik keluarga
1. Umur 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Sosial Budaya
Rekomendasi Kebijakan
Program Tindakan
Pencegahan DBD
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
= Variabel yang diuji statistik
(45)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional (potong lintang), yaitu melakukan pengukuran terhadap variabel independen (partisipasi keluarga) dan
variabel dependen (pencegahan DBD) secara bersamaan di Kecamatan Bukit Raya
Kota Pekanbaru.
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru, dengan
pertimbangan di wilayah ini merupakan daerah yang endemis DBD. Penelitian
dilakukan pada bulan Januari s.d Maret tahun 2009.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang berada
di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru yang berjumlah 16.701 Kepala Keluarga
(46)
3.3.2. Sampel
Besar sampel yang diambil menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Paul
Leedy (2002):
n =
( )(
P P)
e Z − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝
⎛ 2 1
Di mana:
n = Besar sampel minimal
Z = Nilai standar untuk α 5% = 1,96
e = Sampling error (0,05)
P = Proporsi kejadian DBD (= 0,068)
Dengan menggunakan rumus pencarian besar sampel tersebut diperoleh
sampel sebesar:
n =
(
0.068)(
1 0,068 05 , 0 96 , 1 2 − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛)
= 97~ 115
= 115 KK
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka jumlah sampel minimal dalam
penelitian ini adalah sebanyak 97 KK yang berada di Kecamatan Bukit Raya. Untuk
menghindari kemungkinan drop out, maka sampel ditambah sebesar 20%, sehingga jumlah keseluruhan sampel menjadi 115 KK. Penentuan sampel dalam penelitian ini
(47)
dengan menghitung proporsi jumlah sampel di setiap unit analisis (kelurahan).
Proprosi sampel dalam penelitian ini adalah perbandingan jumlah sampel dengan
jumlah populasi, maka jumlah sampel di setiap kelurahan adalah seperti pada Tabel
3.1 berikut ini:
Tabel 3.1. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru
No Nama Kelurahan Jumlah KK Sampel Proporsi (%)
1 Tangkerang Utara 4.199 29 0,68
2 Tangkerang Selatan 4.116 28 0,68
3 Simpang Tiga 5.029 35 0,68
4 Tangkerang Labuai 3.357 23 0,68
Total 16.701 115 0,68
Untuk mengambil sampel terpilih setiap desa dilakukan dengan metode
Simple random sampling, yaitu mengambil sampel dengan metode acak dengan cara undian sampai memenuhi jumlah sampel yang diinginkan.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari responden (sampel) langsung
melalui wawancara berpedoman pada kuesioner yang telah disusun.
3.4.2. Data Sekunder
Data DBD diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, Kantor Lurah,
(48)
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas a. Uji Validitas
Validitas menunjukkan sejauhmana skor atau nilai atau ukuran yang diperoleh
benar-benar menyatakan hasil pengukuran yaitu dengan mencari korelasi antara
masing-masing pertanyaan dengan skor total variabel dengan nilai Corrected
item-total correlation (r), dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan
valid dan jika nilai r hitung < r tabel, maka dinyatakan tidak valid. Uji validitas
dilakukan kepada responden yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan
responden dalam penelitian, yang berjumlah 10 orang.
Setelah uji validitas kuesioner dilakukan, diperoleh hasil bahwa seluruh
pertanyaan (28 pertanyaan) kuesioner dinyatakan valid. Hal ini diperoleh berdasarkan
perbandingan nilai validitas yang lebih besar dari nilai korelasi (r) yaitu sebesar 0,374
(Lampiran 3).
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini teknis untuk
menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode Cronbach;s Alpha, yaitu menganalisis reliablitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan jika
nilai r Alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel dan jika nilai r Alpha < r tabel, maka
dinyatakan tidak reliabel (Riduwan, 2005). Uji reliabilitas dilakukan kepada
responden yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan responden dalam
(49)
Setelah uji reliabilitas kuesioner dilakukan, diperoleh hasil bahwa seluruh
pertanyaan (28 pertanyaan) kuesioner dinyatakan reliabel. Hal ini diperoleh
berdasarkan perbandingan nilai Cronbach 0,824 dengan nilai r tabel (r) yaitu sebesar
0,374 (Lampiran 3).
3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Independen
1. Kesempatan adalah peluang kepala keluarga atau ibu rumah tangga untuk ikut
serta dalam melakukan kegiatan program pencegahan DBD, meliputi
mendapatkan informasi dan dilibatkan dalam proses kegiatan.
2. Kemampuan adalah yang dimiliki oleh subyek peneliti dalam aplikasi
keterampilan melakukan kegiatan pencegahan DBD, meliputi PSN-DBD (3 M
dan abatisasi).
3. Kemauan adalah keinginan anggota keluarga untuk ikut serta dalam
melakukan kegiatan program pencegahan DBD, meliputi penyuluhan,
penyemprotan, pemeriksaan jentik, abatisasi dan PSN-DBD 3M (Slamet,
2003).
3.5.2. Variabel Dependen
Tindakan dalam pencegahan DBD adalah keikutsertaan/kesediaan keluarga
(50)
3.6. Metode Pengukuran 3.6.1. Variabel Independen
1. Variabel Kesempatan
Variabel ini mencakup 6 (enam) pertanyaan dengan menggunakan skala ukur
ordinal. Setiap jawaban pertanyaan diberikan skor terendah adalah 0 dan tertinggi
adalah 1. Hasil ukur variabel diberi dua kategori yaitu baik dan tidak baik. Hasil ukur
baik apabila reponden mendapatkan skor ≥ 3 dan hasil ukur tidak baik apabila responden mendapatkan skor < 3.
2. Variabel Kemampuan
Variabel ini mencakup 6 (enam) pertanyaan dengan menggunakan skala ukur
ordinal. Setiap jawaban pertanyan diberikan skor terendah adalah 0 dan tertinggi
adalah 1. Hasil ukur variabel diberi dua kategori yaitu baik dan tidak baik. Hasil ukur
baik apabila responden mendapatkan skor ≥ 3 dan hasil ukur tidak baik apabila responden mendapatkan skor < 3.
3. Variabel Kemauan
Variabel ini mencakup 8 (delapan) pertanyaan dengan menggunakan skala
ukur ordinal. Setiap jawaban pertanyaan diberikan skor terendah adalah 0 dan
tertinggi adalah 1. Hasil ukur variabel diberi dua kategori yaitu baik dan tidak baik.
Hasil ukur baik apabila reponden mendapatkan skor ≥ 4 dan hasil ukur tidak baik apabila responden mendapatkan skor < 4.
(51)
3.6.2. Variabel Dependen
Tindakan dalam pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD).
Variabel ini dilakukan pengukuran dengan wawancara terdiri dari 8 (delapan)
pertanyaan. Setiap jawaban pertanyaan diberikan skor terendah adalah 0 dan tertinggi
adalah 1. Hasil ukur variabel diberi dua kategori yaitu baik dan tidak baik. Hasil ukur
baik apabila reponden mendapatkan skor ≥ 4 dan hasil ukur tidak baik apabila responden mendapatkan skor < 4.
Tabel 3.2: Metode Pengukuran Variabel Independen dan Variabel Dependen No Variabel Indikator Bobot
Nilai
Total Nilai
Range Kategori Skala Ukur
1 Kesempatan 6 1
0
6 ≥ 3
< 3 (median)
Baik Tidak baik
Ordinal
2 Kemampuan 6 1
0
6 ≥ 3
< 3 (median)
Baik Tidak baik
Ordinal
3 Kemauan 8 1
0
8 ≥ 4
< 4 (median) Baik Tidak baik Ordinal 4 Tindakan Pencegahan 8 1 0
8 ≥ 4
< 4 (median)
Baik Tidak baik
Ordinal
3.7. Metode Analisa data
Data yang telah dikumpulkan akan dilakukan analisa stastistik dengan
menggunakan uji regresi logistik berganda, yaitu untuk melihat determinan beberapa
variabel independen terhadap variabel dependen. Analisa data akan dilakukan secara
(52)
bivariat dilakukan untuk melihat bagaimana determinan partisipasi keluarga dalam
(53)
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian a. Letak Geografis
Kecamatan Bukit Raya terdiri dari 4 kelurahan, dengan luas wilayah seluas
22,05 Km². Sebagian besar luas wilayah Kecamatan Bukit Raya berada di Kelurahan
Tangkerang Utara, yaitu: 13,65 Km².
Tabel 4.1. Luas Wilayah Kecamatan Bukit Raya Berdasarkan Kelurahan pada Tahun 2007
No Kelurahan Luas Wilayah (Km²)
1 Tangkerang Utara 13,65
2 Tangkerang Selatan 3,09
3 Simpang Tiga 2,64
4 Tangkerang Labuai 2,67
Jumlah 22,05
b. Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga Berdasarkan Kelurahan
Sampai pada tahun 2007, jumlah penduduk secara keseluruhan berjumlah
83.509 jiwa, terdiri dari 16.701 kepala keluarga. Jumlah penduduk terbanyak berada
di Kelurahan Simpang Tiga, yaitu: 25.146 jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang
(54)
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk dan Kepala Keluarga di Kecamatan Bukit Raya Berdasarkan Kelurahan pada Tahun 2007
No Kelurahan Jumlah Penduduk (jiwa) Jumlah KK
1 Tangkerang Utara 20.995 4.199
2 Tangkerang Selatan 20.582 4.116
3 Simpang Tiga 25.146 5.029
4 Tangkerang Labuai 16.786 3.357
Jumlah 83.509 16.701
4.2. Analisis Univariat
a. Kesempatan Keluarga untuk Berpartisipasi
Variabel kesempatan terdiri dari 6 pertanyaan yang menjadi indikator untuk
mengukur partisipasi responden dalam pencegahan penyakit DBD seperti tabel
berikut.
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesempatan Keluarga untuk Berpartisipasi dalam Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009
No Pertanyaan Jumlah Persentase (%)
1 Ikut berperan dalam pencegahan DBD di lingkungan sekitar a. Ya b.Tidak 85 30 73,9 26,1
Total 115 100,0
2 Ikut berperan ketika dilakukan pengasapan di lingkungan a. Ya b.Tidak 69 46 60,0 40,0
Total 115 100,0
3 Pernah menghadiri penyuluhan pencegahan penyakit DBD a. Ya b.Tidak 82 33 71,3 28,7
(55)
LanjutanTabel 4.3
4 Pernah ditawarkan menjadi penyuluh kepada warga ketika ada penyuluhan
a. Ya b.Tidak 57 58 49,6 50,4
Total 115 100,0
5 Mendapatkan informasi dari petugas kesehatan tentang penyakit a.Ya b.Tidak 52 63 45,2 54,8
Total 115 100,0
6 Pernah melaporkan ke petugas ketika ada kasus DBD a.Ya b.Tidak 49 66 40,0 60,0
Total 115 100,0
Berdasarkan indikator kesempatan sebanyak 73,9% responden menyatakan
ikut serta dalam pencegahan penyakit DBD di lingkungan sekitarnya, 60%
menyatakan ikut berperan jika dilakukan pengasapan (fogging), 71,3% menyatakan pernah mengikuti penyuluhan tentang pencegaha penyakit DBD, 50,4% menyatakan
tidak pernah ditawarkan menjadi penyuluh pencegahan penyakit DBD di lingkungan
sekitarnya, 54,8% menyatakan tidak mendapat informasi tentang pencegahan
penyakit DBD dari petugas kesehatan, dan 60% menyatakan tidak pernah melaporkan
kepada petugas kesehatan jika ditemukan ada kasus DBD.
Uraian beberapa indikator kesempatan tersebut, kemudian dikategorikan
sehingga diperoleh distribusi frekuensi kesempatan keluarga untuk berpartisipasi
sebanyak 89 responden (77,4%) kategori baik dan 26 responden (22,6%) kategori
(56)
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kesempatan Keluarga untuk Berpartisipasi dalam Pencegahan Demam Berdarah di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009
No Kesempatan Jumlah Responden Persentase (%)
1 Baik Tidak baik 89 26 77,4 22,6
Jumlah 115 100,0
b. Kemauan Keluarga untuk Berpartisipasi
Variabel kemauan terdiri dari 8 pertanyaan yang menjadi indikator untuk
mengukur partisipasi responden dalam pencegahan penyakit DBD seperti tabel
berikut.
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kemauan Keluarga untuk Berpartisipasi dalam Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009
No Pertanyaan Jumlah Persentase (%)
1 Menghadiri pelaksanaan kegiataan penyuluhan pencegahan DBD
a. Bersedia b. Tidak bersedia
112 3
97,4 2,6
Total 115 100,0
2 Jika petugas kesehatan mengajak melakukan gotong-royong
a. Bersedia b. Tidak bersedia
110 5
95,7 4,3
Total 115 100,0
3 Menggunakan bubuk abate a. Bersedia
b. Tidak bersedia
108 7
93,9 6,1
Total 115 100,0
4 Melaporkan kepada petugas kesehatan, jika di daerah anda terdapat kasus DBD
a. Bersedia b. Tidak bersedia
111 4
96,5 3,5
(57)
Lanjutan Tabel 4.5
5 Menutup tempat penampungan air di rumah untuk mencegah perkembangan nyamuk Aedes aegypti
a. Bersedia b. Tidak bersedia
114 1
99,1 0,9
Total 115 100,0
6 Jika petugas melakukan pemeriksaan jentik di rumah anda
a. Bersedia b. Tidak bersedia
82 33
71,3 28,7
Total 115 100,0
7 Melakukan gotong-royong dengan masyarakat a. Bersedia
b. Tidak bersedia
83 32
72,2 28,8
Total 115 100,0
8 Mengizinkan petugas kesehatan untuk melakukan pemeriksaan jentik nyamuk di lingkungan sekitar
a. Bersedia b. Tidak bersedia
111 4
96,5 3,5
Total 115 100,0
Berdasarkan indikator kemauan sebanyak 97,4% responden menyatakan
bersedia mengikuti penyuluhan pencegahan penyakit DBD. Sebanyak 95,7%
responden menyatakan akan ikut serta gotong royong untuk memberantas sarang
nyamuk jika diajak oleh petugas kesehatan. Sebanyak 93,9% menyatakan akan
menggunakan bubuk abate jika dibagikan oeh petugas kesehatan. Sebanyak 96,5%
menyatakan akan melaporkan kasus DBD jika mereka menemuinya. Sebanyak 99,1%
responden menyatakan bersedia menutup tempat penampungan air yang
memungkinkan menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti. Sebanyak 71,3% menyatakan bersedia jika petugas kesehatan melakukan survei jentik di rumah
(58)
responden. Sebanyak 72,2% responden menyatakan bersedia untuk melakukan
kegiatan gotong royong untuk membersihkan tempat-tempat yang bisa menjadi
tempat perindukan nyamuk aedes aegypti. Sebanyak 96,5% menyatakan bersedia mengijinkan petugas kesehatan untuk melakukan survei jentik di lingkungan sekitar
tempat tinggal responden.
Uraian beberapa indikator kemauan keluarga untuk berpartisipasi tersebut,
kemudian dikategorikan sehingga diperoleh distribusi frekuensi kemauan keluarga
untuk berpartisipasi sebanyak 111 responden (96,5%) kategori baik dan 4 responden
(3,5%) kategori tidak baik, seperti tabel di bawah ini:
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Kemauan Keluarga untuk Berpartisipasi dalam Pencegahan Demam Berdarah di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009
No Kemauan Jumlah Responden Persentase (%)
1 Baik Tidak baik
111 4
96,5 3,5
Jumlah 115 100,0
c. Kemampuan Keluarga untuk Berpartisipasi
Variabel kemampuan terdiri dari 6 pertanyaan yang menjadi indikator untuk
mengukur partisipasi responden dalam pencegahan penyakit DBD seperti tabel
(59)
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kemampuan Keluarga untuk Berpartisipasi dalam Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009
No Pertanyaan Jumlah Persentase (%)
1 Jika ada tempat penampungan air di rumah a. Tidak menutup
b. Menutup dengan rapat
47 68
40,9 59,1
Total 115 100,0
2 Jika ada tempat penampungan air yang sulit dikuras a. Menaburkan bubuk abate tidak sesuai takaran b. Menaburkan bubuk abate sesuai takaran
72 43
62,6 37,4
Total 115 100,0
3 Cara menguras bak mandi
a. Dengan cara membuang airnya
b. Dengan cara membuang airnya, menyikat dinding serta lantai bak dengan menggunakan larutan pembersih
57 58
49,6 50,4
Total 115 100,0
4 Jika menemukan barang-barang bekas tidak terpakai a. Membiarkan saja
b. Mengambil barang-barang bekas tersebut dan segera menguburkannya
74 41
64,3 35,7
Total 115 100,0
5 Pengelolaan sampah padat agar tidak dijadikan tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti
a. Membuang ke Tempat Penampungan Sementara (TPS)
b. Melakukan pengumpulan serta pembakaran
sampah
77 38
67,0 33,0
Total 115 100,0
6 Upaya yang dilakukan untuk pembersihan saluran pembuangan air limbah
a. Menyiram air secukupnya saja
b. Menyiram air sekaligus menyapu dengan sapu lidi sehingga air dapat mengalir dengan lancar
52 63
45,2 54,8
(60)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa 59,1% responden menyatakan
menutup tempat penampungan air dengan rapat. Sebanyak 62,6% menyatakan
menaburkan bubuk abate meskipun tidak sesuai dengan takaran yang telah ditentukan.
Demikian juga dengan cara menguras bak mandi, 50,4% menyatakan menguras bak
mandi dengan cara membuang airnya, menyikat dinding serta lantai bak dengan
menggunakan larutan pembersih. Sebanyak 64,3% responden menyatakan
membiarkan saja jika melihat barang-barang bekas yang tidak terpakai yang dianggap
bisa menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti. Sebanyak 67,0% menyatakan melakukan pengelolaan sampah padat dengan cara membuang ke Tempat
Penampungan Sementara. Sebanyak 54,8% pengelolaan saluran air limbah dengan
cara menyiram air sekaligus menyapu dengan sapu lidi agar air dapat mengalir
dengan lancar.
Uraian beberapa indikator kemampuan keluarga untuk berpartisipasi,
kemudian dikategorikan sehingga diperoleh distribusi frekuensi kemampuan keluarga
untuk berpartispasi sebanyak 65 responden (56,5%) kategori baik dan 50 responden
(43,5%) kategori tidak baik, seperti tabel di bawah ini:
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Kemampuan Keluarga untuk Berpartisipasi dalam Pencegahan Demam Berdarah di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009
No Kemampuan Jumlah Responden Persentase (%)
1 Baik Tidak baik
65 50
56,5 43,5
(61)
d. Tindakan Pencegahan Penyakit DBD
Tindakan pencegahan penyakit DBD merupakan variabel dependen dalam
penelitian ini. Indikator untuk mengukur tindakan pencegahan penyakit DBD
dilakukan dengan memberikan 8 (delapan) buah pertanyaan. Hasil jawaban
responden disajikan seperti tabel di bawah ini:
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009
No Pertanyaan Jumlah Persentase (%)
1 Menguras bak mandi di rumah a. Ya
b. Tidak
103 12
89,6 10,4
Total 115 100,0
2 Menguras bak mandi dalam seminggu a. Ya
b. Tidak
90 25
78,3 21,7
Total 115 100,0
3 Melakukan program 3 M di rumah a. Ya
b. Tidak
97 18
84,3 15,7
Total 115 100,0
4 Melakukan gotong royong di sekitar lingkungan rumah a. Ya
b. Tidak 15
100
15,7 84,3
Total 115 100,0
5 Memisahkan sampah yang busuk dan tidak busuk a. Ya
b. Tidak
24 94
20,9 79,1
Total 115 100,0
6 Menguburkan barang-barang bekas yang tidak terpakai a. Ya
b. Tidak 87
27
76,5 23,5
Total 115 100,0
7 Menggantungkan pakaian di dalam rumah a. Ya
b. Tidak
104 11
90,4 9,6
Total 115 100,0
8 Membersihkan saluran pembuangan air limbah a. Ya
b. Tidak
71 44
61,7 39,3
(62)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa 89,6% responden menyatakan
menguras bak mandi di rumahnya, dan 78,3% menyatakan dalam setiap minggu.
Sebanyak 84,3% menyatakan pernah melakukan 3 M di rumah, namun 84,3%
responden menyatakan tidak ikut melakukan gotong-royong dengan warga lainnya.
Demikian juga dengan tindakan pemisahan sampah, 79,1% menyatakan tidak
melakukan pemisahan terhadap sampah yang membusuk dan tidak membusuk.
Sebanyak 76,5% responden menyatakan menguburkan sampah yang tidak mudah
membusuk. Sebanyak 90,4% responden menyatakan menggantungkan pakaian
di rumah, dan 61,7% responden menyatakan melakukan pembersihan selokan atau
saluran pembuangan air limbah.
Uraian beberapa indikator tindakan pencegahan penyakit DBD, kemudian
dikategorikan sehingga diperoleh distribusi frekuensi tindakan pencegahan penyakit
DBD sebanyak 93 responden (80,9%) kategori baik dan 22 responden (19,1%)
kategori tidak baik, seperti tabel di bawah ini:
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Tindakan Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009
No Tindakan Pencegahan Jumlah Responden Persentase (%)
1 Baik Tidak baik
93 22
80,9 19,1
Jumlah 115 100,0
4.3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel,
(63)
independen adalah variabel: (i) Kesempatan untuk berpartisipasi; (ii) kemampuan
(iii) kemauan. Kategori variabel independen dibagi atas baik dan tidak baik. Variabel
dependen adalah tindakan pencegahan penyakit DBD yang terbagi atas kategori baik
dan tidak baik. Uji bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi-square.
a. Kesempatan untuk Berpartisipasi dengan Tindakan Pencegahan Penyakit DBD
Sebagian besar kepala keluarga yang melakukan tindakan pencegahan
penyakit DBD dengan baik, menyatakan memiliki kesempatan yang baik untuk
berpartisipasi, yaitu sebesar 86 responden (74,8%), sedangkan frekuensi terendah
berada pada kepala keluarga yang tidak melakukan tindakan pencegahan terhadap
penyakit DBD walapun memiliki kesempatan yang baik, yaitu sebesar 3 responden
(2,6%).
Berdasarkan uji bivariat antara variabel kesempatan untuk berpartisipasi
dengan tindakan pencegahan penyakit DBD diperoleh nilai probabilitasnya p (0,000). Nilai ini lebih kecil dari nilai (0,05). Artinya, terdapat hubungan antara variabel
kesempatan untuk berpartisipasi dengan tindakan pencegahan penyakit DBD.
Tabel 4.11. Tabulasi Silang Kesempatan untuk Berpartisipasi dengan Tindakan Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009
Tindakan Pencegahan Jumlah Kesempatan
untuk Berpartisipasi
Baik % Tidak Baik % N %
(p)
Baik 86 74,8 3 2,6 89 77,4
Tidak Baik 7 6,1 19 16,5 26 22,6
Jumlah 93 80,9 22 19,1 115 100,0
(64)
b. Kemampuan untuk Berpartisipasi dengan Tindakan Pencegahan Penyakit DBD
Distribusi frekuensi responden tertinggi terdapat pada kepala keluarga yang
melakukan tindakan pencegahan penyakit DBD dengan baik, menyatakan memiliki
kemampuan untuk berpartisipasi dengan baik, yaitu sebesar 63 responden (54,8%),
sedangkan frekuensi responden terendah berada pada kepala keluarga yang tidak
melakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit DBD walapun memiliki
kemampuan yang baik, yaitu sebesar 2 responden (1,7%).
Berdasarkan uji bivariat antara variabel kemampuan untuk berpartisipasi
dengan tindakan pencegahan penyakit DBD, diperoleh nilai probabilitasnya p
(0,000). Nilai ini lebih kecil dari nilai (0,05). Artinya, terdapat hubungan antara
variabel kemampuan untuk berpartisipasi dengan tindakan pencegahan penyakit
DBD.
Tabel 4.12. Tabulasi Silang Kemampuan untuk Berpartisipasi dengan Tindakan Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009
Tindakan Pencegahan Jumlah Kemampuan untuk
Berpartisipasi Baik % Tidak Baik % N %
(p)
Baik 63 54,8 2 1,7 65 56,5
Tidak Baik 30 26,1 20 17,4 50 43,5
Jumlah 93 80,9 22 19,1 115 100,0
0,000
c. Kemauan untuk Berpartisipasi dengan Tindakan Pencegahan Penyakit DBD
Sebagian besar kepala keluarga yang melakukan tindakan pencegahan
penyakit DBD dengan baik, menyatakan memiliki kemauan untuk berpartisipasi yang
(65)
kepala keluarga yang tidak melakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit DBD
dan tidak memiliki kemauan untuk yang baik untuk berpartisipasi, yaitu sebesar 0
responden (0,0%).
Berdasarkan uji bivariat antara variabel kemuan untuk berpartisipasi dengan
tindakan pencegahan penyakit DBD, diperoleh nilai probabilitasnya p (0,422). Nilai ini lebih besar dari nilai (0,05). Artinya, tidak terdapat hubungan antara variabel
kemauan untuk berpartisipasi dengan tindakan pencegahan penyakit DBD.
Tabel 4.13. Tabulasi Silang Kemauan untuk Berpartisipasi dengan Tindakan Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009
Tindakan Pencegahan Jumlah Kemauan untuk
Berpartisipasi Baik % Tidak Baik % N %
(p)
Baik 89 77,4 22 19,1 111 96,5
Tidak Baik 4 3,5 0 0,0 4 3,5
Jumlah 93 80,9 22 19,1 115 100,0
0,422
4.4. Analisis Multivariat
Untuk mengetahui hubungan antara semua variabel yang bermakna dengan
tindakan pencegahan penyakit DBD, maka dilakukan uji multivariat yaitu dengan
menggunakan uji regresi logistik ganda. Menurut Mickey dan Greenland (1989),
variabel-variabel yang melalui uji bivariat memiliki nilai p<0,05, hendaknya
dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam model multivariat.
Berdasarkan analisis bivariat diperoleh bahwa variabel kesempatan untuk
berpartisipasi dan kemampuan untuk berpartisipasi mempunyai nilai p<0,05 sehingga
perlu dilakukan uji lanjutan yaitu dengan menggunakan uji regresi logistik ganda.
(66)
dengan variabel terikat, analisis multivariat juga bertujuan untuk menentukan faktor
yang paling dominan yang berpengaruh terhadap tindakan pencegahan penyakit
DBD.
Analisis regresi logistik ganda dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.14. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Determinan Partisipasi Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009
Variabel Penelitian B P
Kesempatan Keluarga untuk Berpartisipasi 4,215 0.000
Kemampuan Keluarga untuk Berpartisipasi 2,648 0,006
Kemauan Keluarga untuk Berpartisipasi - 19,034 0,999
Berikut adalah pemilihan model yang dilakukan secara hirarkis dengan cara
semua variabel dimasukkan ke dalam model, kemudian variabel yang tidak
berpengaruh secara signifikan (p<0,05) dikeluarkan dari model secara bertahap
(backward stepwise) dimulai dari nilai signifikansi yang terbesar. Hasil akhir analisis multivariat dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.15. Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Ganda Determinan Partisipasi Keluarga terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2009
Variabel Penelitian B P
Kesempatan Keluarga untuk Berpartisipasi 4,202 0.000
Kemampuan Keluarga untuk Berpartisipasi 2,832 0,001
Hasil tabel di atas merupakan akhir dari analisis multivariat dengan uji regresi
logistik ganda karena variabel kesempatan dan kemampuan keluarga untuk
(67)
dari model dan kedua variabel merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tindakan
pencegahan penyakit DBD. Dari hasil analisis juga terlihat variabel yang paling
dominan mempengaruhi tindakan pencegahan penyakit DBD adalah variabel
kesempatan keluarga untuk berpartisipasi, karena nilai koefisien B = 4,202 adalah
(1)
seseorang, seperti kondisi lingkungan, adanya ganjaran berupa hadiah, bahkan karena merasa takut akibat hukuman merupakan faktor yang mempengaruhi motivasi.
Namun, menurut Green, L (1980), kemauan tidak mutlak menjadi penyebab timbulnya tindakan seseorang. Kadang-kadang, meskipun seseorang tahu, mau dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi sering tidak melakukannya. Seorang bapak/ibu telah memiliki kemauan untuk melakukan pencegahan penyakit DBD melalui PSN namun tidak melakukannya karena tidak menyadari bahaya penyakit, rendahnya tingkat kepedulian dan berbagai alasan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, kemauan dari masyarakat di Kecamatan Bukit Raya secara umum baik, namun tidak ada perbedaan yang nyata antara tindakan pencegahan yang dilaksanakan oleh masyarakat dengan kemauan yang baik dan yang tidak baik. Untuk itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mewujudkan keinginan menjadi tindakan nyata dalam pencegahan penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya, seperti: pemberian penghargaan kepada masyarakat yang melakukan tindakan pencegahan penyakit, atau hukuman terhadap mereka yang tidak melakukan tindakan pencegahan DBD.
d. Faktor yang Paling Dominan terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit DBD
(2)
Berdasarkan analisis terhadap pertanyaan yang ada dalam kuesioner dapat diketahui bahwa responden menyatakan sering dilibatkan dalam setiap upaya penyuluhan pencegahan penyakit DBD, dan menyatakan sering mendapat informasi tentang bagaimana upaya pencegahan penyakit DBD khususnya dengan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
(3)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel kesempatan dan kemampuan keluarga untuk berpartisipasi berpengaruh terhadap tindakan pencegahan penyakit DBD dengan (p<0,05). Variabel kemauan keluarga untuk berpartisipasi tidak berpengaruh terhadap tindakan pencegahan penyakit DBD dengan (p<0,05).
2. Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap tindakan pencegahan penyakit DBD adalah variabel kesempatan keluarga untuk berpartispasi (koefisien B = 4,202).
6.2. Saran
1. Perlu memberikan kesempatan untuk berpartisipasi yang lebih banyak kepada masyarakat dalam upaya penanggulangan penyakit DBD. Kesempatan
(4)
ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan keluarga yang akan berdampak pada peningkatan kemampuan keluarga dalam tindakan pencegahan DBD. 3. Perlu dilakukan pendidikan kesehatan tentang bahaya penyakit DBD agar
meningkatkan kepedulian masyarakat, sehingga memiliki kemauan untuk melakukan tindakan pencegahan penderita DBD, contohnya: kita dapat memberikan masukan bagi keluarga apa kerugian jika salah satu anggota keluarga menderita penyakit DBD.
4. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Pekan Baru agar mengaktifkan Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) DBD dengan mengikut sertakan sektor pendidikan (sekolah, universitas), organisasi kepemudaan (karang taruna), organisasi sosial (PKK, Dharma Wanita), tokoh-tokoh baik masyarakat maupun agama.
5. Meningkatkan peranserta masyarakat melalui pembentukan kader-kader pemberantasan sarang nyamuk yang bersumber dari masyarakat, yang bertugas untuk melakukan survei jentik, pembagian abate, dan berbagai kegiatan pemberantasan lainnya.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Azwar S, 2005. Sikap Manusia teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Beaglehole, R, Bonita, R., and Kjellsmtron, T, 1993. Dasar-dasar Epidemiologi, (Terjemahan Adi Heru Sutomo), Cetakan Pertama, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Chin James, 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular (Terjemahan I. Nyoman Kandun), Edisi 17, Cetakan II tahun 2006.
Dinkes Provinsi Riau, 2007. Profil Kesehatan Provinsi Riau. Dinkes Kota Pekanbaru, 2007. Profil Kesehatan Kota Pekanbaru.
Depkes R.I, 1992. Petunjuk Tehnisi pengamatan Penyakit Demam Berdarah Dengue. _________, 1995. Pokok-pokok Kegiatan dan Pengelolaan Gerakan Pemberantasan
Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD).
_________, 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Ditjen PPM & PL, Jakarta.
_________, 2005. Penyelidikan Epidemiologis, Penanggulangan Fokus dan Penanggulangan Vektor Pada Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Ditjen PPM & PL, Jakarta.
_________, 2006. Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Ditjen PPM & PL, Jakarta.
(6)
Hindra I, Satari, Meiliasari Mila, 2004. Demam Berdarah Perawatan di Rumah dan Rumah Sakit, Cetakan 1, Puspa Swara.
Kandun N, 2004. Peran Masyarakat dalam Pemberantasan DBD http://www.suarapembaruan.com/News/2004/04/04/index.html
Keesing, R,M, 1992. Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer (Terjemahan Samuel Gunawan), Penerbit Airlangga, Jakarta.
Mardikanto, 2003. Redefinisi dan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian, Pusat Pemberdayaan dan Analisis Sosial untuk Pengembangan Masyarakat, Sukoharjo, Solo.
Mikkelsen Britha, 2003. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan. (Terjemahan Matheos Nalle), Edisi ketiga, Februari 2003. Notoatmodjo, Soekidjo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta,
Jakarta.
Riduwan, 2005. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian, Cetakan Ketiga, Januari 2005.
Singarimbun, 1987. Metode Penelitian Survai. LP3ES, Jakarta.
Slamet M, 2003. Membentuk Pola Perilaku Manuasia Pembangunan, IPB Press, Bogor.
Soegijanto, S, 2001. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Edisi 2. Soetomo, 2006. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, Cetakan 1, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
Zein U, 2008. Penyakit-penyakit yang Mempengaruhi Kehamilan dan Persalinan, Cetakan I, USU Press, Medan.