hal ini berimbas langsung pada masyaraakat di kelurahan Mekarsari. Beberapa pengurus Nahdlatul Ulama NU tersebut tinggal di kelurahan
Mekarsari dan mengajar dan memiliki jadwal tetap dalam mengisi pengajian pada masjid atau majlis taklim dimasyarakat sehingga dimungkinkan
masyarakat mengikuti prinsif-prinsif beragama dengan dasar kelompok Nahdlatul Ulama NU.
Para ustadz, guru, atau anggota masyarakat yang pernah mengeyam pendidikan pesantren ini memberikan sumbangsih terhadap
pemantapan prilaku ke Nahdliyian, terlebih salah seorang dari anggota masyarakat berposisi sebagai ketua Nahdlatul Ulama dan menjabat di Majlis
Ulama Indonesia MUI Depok. Gagasan dengan prilaku Nahdlatul Ulama NU dominan dibawa
dan disebarkan oleh keluarga ustadz Junaidi Alm yang pernah mengenyam pendidikan pesantren didaera Bogor serta adik-adik beliau yang juga
merupakn guru atau ustadz bagi warga nahdliyin yang di Mekarsari yang juga memiliki dasar pendidikan di pesantren dan juga pernah mengeyam
pendidikan sekolah tinggi di IAIN Jakarta. Setelah meninggalnya ustadz Junaidi dakwah dan pengajian atau
majlis taklim yang memperkuat keyakinan beragama dengan prinsif-prinsif Nahdlatul Ulama NU dilanjuntkan oleh H. Zahrudin yang merupakan adik
dari beliau, serta oleh K.H Makmur yang merupakan teman seperjuangan dari ustad Junaidi Alm.
BAB IV HASIL TEMUAN LAPANGAN
A. Sumber-Sumber Konflik Kelompok Persatuan Islam Persis dan Nahdaltul
Ulama NU
Beberapa faktor yang menyebabkan konflik terjadi di masyarakat Mekarsari adalah bersumber pada interpretasi dan perbedaan masyarakat tentang
pemahaman keagamaan, terutama setelah kelompok Persatuan Islam masuk dan mulai berkembang di lingkungan tersebut karena warga nahdliyin dapat dikatakan
lebih dulu ada dan berkembang di lingkungan masyarakat Mekarsari. Beberapa sumber konflik yang menjadi perdebatan kelompok Persatuan Islam Persis dan
warga nahdliyin yang bersumberkan pada pemahaman keagamaan diantaranya adalah:
1. Pengurusan Jenazah. Bagi
orang-orang nahdliyin
pengurusan jenazah
selain memandikan dan mensholati mayit, mereka juga mengenal adab
memuliakan jenazah dengan mendoakan mayit dengan cara mengajikan membacakan al-quran di hadapan mayit, mengadzani mayit saat di
liang lahad sebelum dikuburkan, tidak demikian dengan keyakinan dengan orang-orang Persatuan Islam Persis,
mereka tidak menjalankan selain dari pada memandikan, menyolatkan, dan
mengantarkan mayit hingga sampai makam. Bagi orang-orang Persatuan Islam diluar pada pelaksanaan yang di yakininya dalam
urusan pengurusan jenazah ini dianggap sebagai sesuatu yang bid’ah. Seperti dituturkan oleh seorang informan 47 tahun warga nahdliyin:
“Satu contoh misalnya seperti pada saat ustadz junaidi Alm meninggal mereka hanya mensholati, mengantarkan, dan
selebihnya tidak melakukan apa-apa, sementara kita melakukan doa bersama untuk almarhum”.
1
2. Selametan atau tahlilan mendo’a kan mayit setelah dimakamkan Bila seseorang meninggal, maka anggota keluarga terdekatnya
mengadakan sebuah ritual yang disebut dengan selametan. Ritual ini biasanya dilakukan pada malam hari, ritual selametan atau tahlilan ini
dilakukan hingga tujuh hari kedepan, empat puluh hari, seratus hari, dan haul kematian memperingati kematian mayit yang sudah setahun
meninggalkan keluarga. Biasanya pada ritual selametan ini disugukan makanan cemilan, rokok, dan lain-lain, dan setelah acara tahlilan selesai
para peserta selametan atau tahlilan ini mendapatkan bingkisan yang mereka sebut sebagai “besek”.
Konflik kembali terjadi bagi orang-orang Persatuan Islam ini tidak dapat dibenarkan karena tidak bersumberkan pada hadits, karena
semasa hidupnya Nabi tidak melaksanakan ritual selametan ini. Terlebih memberikan makan kepada peserta tahlilan yang dianggap
terbalik dengan keyakinan orang Persatuan Islam Persis yang seharusnya ikut berduka dan membantu secara materi justru berbalik
dengan mengeluarkan uang untuk kepentingan selametan atau tahlilan
1
Wawancara Pribadi dengan AH, Depok, 6 Juni 2011.
tersebut. Seperti yang di jelaskan seorang informan 43 tahun yang merupakan salah seorang ustadz dari warga nahdliyin:
“Orang-orang Persis itu tidak tahu, sebenarnya dibalik itu semua keluarga mayit sangat senang apabila di kirimi doa, berupa tahlil.
Argument mereka tidak berdasar dan mengakar, mereka tidak akan pernah datang saat diundang pada acara tahlilan, dikirimi
makanannya pun menolak. Mereka tidak pernah tahu bahwa makanan yang paling nikmat adalah makanan yang telah di
doakan, bagi keluarga yang ditinggal tidak ada sejarahnya sampai menjual rumah atau tanahnya untuk keperluan tahlilan ini, seperti
anggapan yang sering di lontarkan orang-orang Persis”.
2
Hal serupa juga terjadi pada salah satu keluarga warga nahdliyin seperti yang di tuturkan oleh seorang informan 24 tahun yang
kebetulan salah seorang dari kakaknya menjadi anggota jam’ah Persatuan Islam dikarenakan menikah dengan salah seorang anggota
jama’ah tersebut “Dulu saat orang tua kami meninggal abang gak datang waktu
diadakan acara tahlilan, keesokan harinya baru datang dan dia berkata dari pada buat masak dan dikasihin ke orang-orang itu
mubazir, lebih baik kumpulin duit dan dikasihin ke anak-anak yatim piatu, jelas-jelas lebih bermanfaat”.
3
3. Maulid Nabi Muhammad S.A.W. Bagi orang-orang nahdliyin masyarakat Mekarsari perayaan
kelahiran Nabi Muhammad S.A.W adalah sesuatu yang sakral dan pasti dilaksanakan setiap satu tahun sekali pada tanggal 12 Dzulhijah, atau
tanggal lain pada bulan tersebut. Seperti di tuturkan informan 47 tahun
2
Wawancara Pribadi dengan UZ, Depok, 7 Juni 2011.
3
Wawancara Pribadi dengan SRF, Depok, 8 Juni 2011.