5. Bersistem dan berproses.
1
Selian itu dalam pembahasan kelompok ada beberapa tipologi yang dirumuskan oleh Robert Bierstedt,
2
diantaranya yaitu statistical group, societal group, social group, dan associational group.
Sedangkan mengenai hubungan antar kelompok intergroup relations diartikan sebagai hubungan antara dua kelompok atau lebih yang mempunyai ciri
yang khusus
3
. Beberapa konsep hubungan antarkelompok seperti yang diklasifikasikan oleh Kinloch 1979,
4
diantaranya: Pertama berdasarkan ciri fisiologis, pada kriteria ini ditemukan pengelompokan yang didasarkan pada jenis
kelamin laki-laki dan perumpuan, berdasarkan usia tua-muda dan ras hitam- putih. Kedua ialah berdasarkan kebudayaan, pada kriteria ini ditemukan
pengelompkan yang diikat oleh persamaan kebudayaan, seperti kelompok etnik Aceh, Minagkabau, Ambon, Batak, Sunda, Dayak dan lain-lainya walaupun
agama tidak disebutkan namun agama termasuk dalam kriteria atau katagori ini. Ketiga berdasarkan ekonomi, pada kriteria ini ditemui pengelompokan pada
mereka yang mempunyai kekuasaan ekonomi dan mereka yang tidak mempunyai. Dan kriteria yang keempat ialah prilaku, pada kriteria ini ditemukan
pengelompokan berdasarkan cacad fisik, cacad mental, dan penyimpangan terhadap aturan masyarakat.
1
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Grapindo Persada, 1993, h. 125-126.
2
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004, h. 145.
3
Ibid., h. 145.
4
Ibid., h. 145-146.
Pembahasan mengenai hubungan antarkelompok cenderung dipusatkan pada deskripsi dan penjelasan hubungan sosial antarkelompok dan statusnya yang
berbeda, terutama yang menyangkut status yang diperoleh sejak lahir seperti status sebagai anggota suatu kelompok ras, etnik, atau agama. Kaitannya dengan
konflik yang bersumberkan pada pemahaman agama dapat di analisis dengan menggunakan pendekatan hubungan antarkelompok dengan melihat status agama
atau organisasi keagamaan. Suatu bentuk hubungan yang banyak disoroti dalam kajian antar kelompok
adalah hubungan mayoritas dan minoritas. Beberapa dimensi hubungan antarkelompok sebagaimana telah disebutkan oleh Kinloch,
5
diantaranya adalah pertama dimensi sejarah diarahkan masalah tumbuh dan berkembangnya
hubungan antar kelompok, seperti hubungan pertama antar ras kulit hitam dan putih yang berlanjut pada perbudakan. Kedua dimensi sikap, dimensi sikap ini
mengamati sikap suatu anggota kelompok terhadap anggota kelompok lainnya. Ketiga adalah dimensi institusi, dimana dimensi sikap suatu kelompok terhadap
kelompk lain terkadang ditunjang dan diperkuat oleh institusi dalm masyarakat seperti institusi ekonomi dan politik. Keempat dimensi gerakan sosial, dimensi ini
merupakan dimensi lain dalam hubungan antarkelompok. Kajian atau dimensi ini melihat berbagai gerakan sosial yang sering di lancarkan suatu kelompok untuk
membebaskan diri dari dominasi kelompok lain. Selain dimensi yang telah disebut diatas ada dimensi lain yang dianggap
sangat penting yaitu dimensi perilaku dan dimensi perilaku kolektif, yang
5
Ibid., h. 146-147.
termasuk dimensi prilaku adalah perilaku suatu kelompok terhadap anggota kelompok lain. Hubungan antarkelompok sering diwarnai oleh peristiwa perilaku
kolektif seperti demonstrasi, huru-hara, perusakan, pembunuhan, bentrokan fisik dan lain-lain.
B. Konflik dan Integrasi
Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan, dan konflik merupakan salah satu sebab terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan yang terjadi di
masyarakat. Pertentangan-pertentangan atau konflik mungkin terjadi antara individu dengan kelompok ataupun antara kelompok dengan kelompok.
Konflik dan integrasi merupakan dua konsep yang dalam tradisi sosiologi biasanya digunakan secara bersama-sama dan tidak dapat dipisahkan karena yang
satu merupakan kebalikan dari yang lainnya. Seperti yang di jelaskan oleh Achmad Fedyani Saefudin dalam bukunya:
“Konflik didefinisikan sebagai pertentangan yang bersifat langsung dan disadari antara individu-individu, individu dengan kelompok atau
kelompok dengan kelompok untuk mencapai tujuan yang sama, Sedangkan integrasi didefinisikan sebagai penyatuan kelompok-kelompok
yang tadinya terpisah satu sama lain dengan melenyapkan perbedaaan- perbedaan sosial dan kebudayaan yang ada sebelumnya, Selain itu
integrasi juga diartikan sebagai diterimanya seorang individu oleh anggota-anggota lain dari suatu kelompok”.
6
6
Achmad Fedyani Saefuddin, Konflik dan Integrasi Perbedaan Faham dalam Agama Islam, Jakarta: CV Rajawali, 1986, h.7.
Melihat sisi fungsi konflik, Lewis Coser berpendapat bahwa konflik merupakan suatu gejala yang wajar terjadi didalam masyarakat yang mengalami
perubahan sosial dan kebudayaan, dan konflik merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan, dan pemeliharaan struktur sosial,
Konflik dapat memperkuat identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur kedalam dunia sosial sekelilingnya.
7
Tingginya frekuensi konflik antara kelompok memungkinkan untuk menekan konflik terjadi dalam lingkungan kelompok itu sendiri. Sedangkan
kelompok yang tidak terlibat konflik cenderung bersikap toleran terhadap konflik- konflik yang terjadi antara warganya sendiri, sehingga sikap ini menimbulkan
keseimbangan antara kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat. Dengan demikian konflik yang terjadi dalam masyarakat terbuka struktur sosial, berfungsi sebagai
jalan untuk memecahkan dan mengurangi ketegangan-ketegangan, sehingga memberikan dampak pada peningkatan stabilitas dan intergrasi di masyarakat.
Karena dengan sikap toleran terhadap perbedaan dan pertentangan dapat membuka jalan untuk mengetahui sumber-sumber konflik atau ketidak puasan di
dalam masyarakat. Konflik dapat pula menjadi sarana untuk mencapai keseimbangan antara
kekuatan-kekuatan dalam masyarakat, karena timbulnya pertentangan merupakan indikasi telah berjalanya proses akomodasi, maka dengan proses akomadasi
tersebut memungkinkan melakukan perubahan-perubahan dalam kaitannya
7
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer. Penerjemah oleh tim Yasogama Jakarta: Yayasan Solidaritas Gajah Mada, h. 108.
dengan hubungan antara kelompok-kelompok tersebut, dengan demikian diharapkan kembali dapat mencitakan kembali keseimbangan dan menciptakan
kerja sama di masyarakat. Pertentangan-pertentangan atau konflik yang terjadi menyebabkan setiap kelompok untuk melakukan introspeksi dan dilanjutkan
dengan memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dalam kelompok tersebut, dan untuk menutupi kelemahan tersebut dimungkinkan masing-masing kelompok
untuk melakukan kerja sama saling melengkapi kekuarangannya dengan demikian kelemahan-kelemahan dari masing-masing kelompok tersebut dapat tertutupi,
selain itu pertentangan atau konflik ini memberikan batas-batas yang jelas terhadap peran dan tanggung jawab kelompok akan fungsi dan kedudukannya di
masyarakat. Dalam masyarakat biasanya kita menemukan saluran-saluran konflik
untuk meminimalisir kemungkinan konflik yang merusak sistem sosial , dalam sosiologi alat ini disebut sebagai safety-valve katup penyelamat yang memiliki
makna suatu mekanisme khusus yang dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial.
8
Katup penyelamat memberikan sarana-sarana tertentu yang dapat mengalihkan kelompok-kelompok yang bertikai untuk
menyalurkan luapan permusuhan kearah lain tanpa menghancurkan seluruh struktur. Dengan kata lain katup penyalamat berfungsi sebagai jalan keluar untuk
meredakan permusuhan yang bertujuan untuk menetralisir ketegangan-ketegangan yang timbul dari situasi pertentangan tersebut. Sebagaimana yang dinyatakan
Lewis Coser lewat savty-valve katup penyelamat itu permusuhan dihambat agar
8
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, penerjemah oleh tim Yasogama, h. 109.