dengan hubungan antara kelompok-kelompok tersebut, dengan demikian diharapkan kembali dapat mencitakan kembali keseimbangan dan menciptakan
kerja sama di masyarakat. Pertentangan-pertentangan atau konflik yang terjadi menyebabkan setiap kelompok untuk melakukan introspeksi dan dilanjutkan
dengan memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dalam kelompok tersebut, dan untuk menutupi kelemahan tersebut dimungkinkan masing-masing kelompok
untuk melakukan kerja sama saling melengkapi kekuarangannya dengan demikian kelemahan-kelemahan dari masing-masing kelompok tersebut dapat tertutupi,
selain itu pertentangan atau konflik ini memberikan batas-batas yang jelas terhadap peran dan tanggung jawab kelompok akan fungsi dan kedudukannya di
masyarakat. Dalam masyarakat biasanya kita menemukan saluran-saluran konflik
untuk meminimalisir kemungkinan konflik yang merusak sistem sosial , dalam sosiologi alat ini disebut sebagai safety-valve katup penyelamat yang memiliki
makna suatu mekanisme khusus yang dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial.
8
Katup penyelamat memberikan sarana-sarana tertentu yang dapat mengalihkan kelompok-kelompok yang bertikai untuk
menyalurkan luapan permusuhan kearah lain tanpa menghancurkan seluruh struktur. Dengan kata lain katup penyalamat berfungsi sebagai jalan keluar untuk
meredakan permusuhan yang bertujuan untuk menetralisir ketegangan-ketegangan yang timbul dari situasi pertentangan tersebut. Sebagaimana yang dinyatakan
Lewis Coser lewat savty-valve katup penyelamat itu permusuhan dihambat agar
8
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, penerjemah oleh tim Yasogama, h. 109.
tidak berpaling pada melawan objek aslinya. Tetapi penggantian yang demikian mencakup juga biaya bagi sistem sosial maupun bagi individu: mengurangi
tekanan untuk menyempurnakan sistem untuk memenuhi kondisi-kondisi yang sedang berubah maupun membendung ketegangan dalam diri individu,
menciptakan kemungkinan tumbuhnya ledakan-ledakan destruktif.
C. Pemahaman Keagamaan.
Berkaitan dengan konflik mengenai hubungan antar kelompok keagamaan di Indonesia sudah terjadi pada masa awal Negara ini terbentuk. Perdebatan antara
kaum tradisionalis dengan modernis mewaarnai hubungan antar kelompok keagamaan di Indonesia mengenai interpretasiekspresi dari pada keyakinan.
Maka akan sedikit diulas mengenai pemahaman keagamaan kelompok modernis dan tradisonalis.
1. Modernis. Gerakan modernis Islam di Indonesia masuk pada awal abad ke duapuluh,
di ilhami dari gerakan intelektual yang terjadi di Timur Tengah dipelopori oleh tokoh-tokohnya seperti, Jamal ad-Din al-Afghani 1883-1897, Muhammad
Abduh 1849-1905, dan Rasyid Ridla 1865-1935.
9
Pemikiran modernis ini dibawa oleh para guru yang tinggal di Mekkah dan mengajarkan siswa-siswa
9
Greag Fealy, Ijtihad Politik Ulama Sejarah NU 1952-1967. Penerjemah Farid Wajidi dan Mulni Adelina. LKiS: Yogyakarta, 2007, h.26.
disana, mereka memberikan penekanan khusus pada pentingnya prinsif-prinsif fiqh dalam mempelajari al-quran dan sunnah.
Inti dari pada modernisme Islam itu sendiri adalah berkeyakinan bahwa saat itu awal gerakan ini terbentuk peradaban Islam sedang mengalami
kemerosotan yang serius. Kejayaan intelektual dan ilmiah yang dialami Islam beberapa abad dahulu telah punah dan sebagian besar masyarakat Islam sedang
mengalami kemunduran ekonomi, ini disebabkan banyak dunia Islam pada saat itu dalam keadaan terjajah oleh bangsa Eropa yang identik dengan umat Kristen.
Kemerosotan itu dirasa tidak selaras dengan keyakinan mereka bahwa Islam adalah kepercayaan yang benar, didasarkan atas firman Allah yang paling lengkap
dan final. Menurut para modernis kemunduran Islam disebabkan sikap taklid kepada pemikiran mazhab abad pertengahan serta tercemarnya praktek Islam oleh
amalan dan kepercayaan yang tidak bersumber pada al-Quran dan Sunnah Nabi saw. Menurut kaum modernis, Islam dapat kembali jaya dengan cara
membebaskan diri dari cengkraman tradisi dan mengikis penyimpangan, serta kontaminasi nilai-nilai non-Islam, dengan kata lain kelompok modernis ini
berusaha untuk melakukan pemurnian kembali pada ajaran agama dari pengaruh- pengaruh diluar tadisi Islam itu sendiri. Prinsif dari gerakan modernsime ini
adalah kembali pada al-qura’an dan sunnah Nabi.
10
Dengan misi begitu kelompok modernis menyerang aspek-aspek mistis yang kerap dilakukan oleh kaum tradisionalis, yang mereka anggap sebagai
sesuatu yang tidak Islami, juga kaum modernis menyerang praktek-praktek dalam
10
Ibid., h. 27.
ibadah yang mereka yakini sebagai sesuatu yang bid’ah. Sudah barang tentu aktivitas kaum modernis ini mendapatkan tentangan yang keras dari ulama-ulama
kelompok tradisionalis. Salah satu metode yang kerap dilakukan oleh kelompok modernis adalah
melakukan ijtihad, ini dimaksudkan untuk mereformasi Islam yang dianggap tidak lagi murni. Sebuah tradisi yang mungkin tabu dilakukan oleh kelompok
tradisionalis, karena mereka beranggapan ijtihad dalam hal hukum Islam dirasa tidak perlu dan tidak mungkin dilakukan.
Menurut kelompok modernis dengan cara ijtihad inilah dapat menetapkan mana yang otentik dan mana yang dianggap sebagai sesuatu yang bid’ah atau
amalan baru yang tidak bersumber dari Islam. Atas pertimbangan itulah meninjau kembali hukum-hukum Islam kelompok modernis dengan tegas menolak dan
mengkritik praktek-praktek keagamaan kelompok tradisionalis seperti, talkin membisikan syahadat pada jenazah sebelum dikuburkan, membaca Do’a qunut
pada shalat shubuh, mengucap niat sebelum shalat, palaksanaan shalat tarawih sebanyak duapuluh tiga raka’at, serta ziarah kubur, tawassul menyebut nama
mereka sebelum berdo’a dan lain sebagainya menurut kelompok modernis praktek-praktek semacam ini dianggap bid’ah dan syirik atau menyekutukan
Allah. Secara singkat kelompok modernis berupaya menghapusmenghilangkan
praktek-praktek agama yang dianggap tidak sesuai seperti telah disebut diatas, tujuan utama kelompok modernis ini mengembalikan agama Islam kepada dua