Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
3
Guna meminimalisir segala bentuk gesekan yang akan terjadi pada masyarakat, dalam hal ini Negara Republik Indonesia mengaturnya yang tertuang
dalam UUD 1945 Pasal 29 yang menegaskan bahwa; 1. Negara berdasarkan atas ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Negara menjamin kemerdekaaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya.
Konflik disebabkan oleh perbedaan interpretasi teks kitab suci, sehingga melahirkan berbagai aliran-aliran dalam Islam, dengan demikian akan
menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat dalam berbagai hal, seperti; pandangan politik, akidah, maupun fiqh. Perbedaan-perbedaan ini secara potensial
menimbulkan konflik-konflik sosial terjadi di masyarakat. Perbedaan pandangan yang paling mencolok adalah dalam hal khilafiyah fiqhiyah mengenai interpretasi
terhadap teks-teks kitab suci sehingga mengakibatkan muncul dan timbulnya kelompok-kelompok sosial keagamaan yang berbeda diantara penganut agama
yang sama tersebut.
4
Kemajemukan, multi etnis, ras, budaya, dan agama atau pandangan berbeda dalam agama yang sama dalam bingkai ke Indonesiaan
merupakan sebuah realitas sosial yang tidak bisa dihindarkan dan hal ini seharusnya dipikirkan atau dirumuskan sebagai modal menciptakan integrasi pada
masyarakat Indonesia.
4
Muhaimin AG, ed., Dalam Damai di Dunia Damai Untuk Semua: Perspektif Berbagai Agama, Jakarta: Puslitbang dan Diklat Keagamaan RI, 2004, h. 3.
4
Keragaman interpretasi mengenai teks-teks kitab suci berpotensi menimbulkan, melahirkan, bahkan kembali membangkitkan konflik di masyarakat.
Dalam konteks ke Indonesiaan ditemukan beberapa faham atau aliran yang dua diantaranya adalah pertama; Mereka yang menamakan dirinya sebagai kelompok
ahlu sunnah waljamaah yang berarti pengikut Rasulullah s.a.w serta mengikuti segala keputusan ijma para sahabat sepeninggal nabi Muhammad s.a.w pada
kepemimpinan masa khulafaurrasyidin, dan di identikan dengan organisasi Nahdlatul Ulama NU. Akan tetapi ahlu sunnah yang berkembang di Indonesia
ini bukanlah ahlu sunnah seperti halnya yang berkembang di Mekkah atau Mesir, ahlu sunnah Indonesia yang di identikan dengan Nahdlatul Ulama NU ini dapat
dikatakan sebagai organisasi Islam yang paling akomodatif, seperti apa yang diutarakan Nurcholis Madjid bahwasannya Sunni atau ahlu sunnah versi NU
adalah khas indonesia yang telah mendapat pengaruh dari tradisi pemikiran keagamaan lokal atau domestik.
5
Sedangkan yang kedua; Adapula organisasi keagamaan yang cenderung tidak tolerir tehadap pencampuran-pencampuaran singkretik dengan tradisi lokal,
dengan sebuah asumsi segala bentuk ajaran yang tidak bersumberkan pada Al- Quran dan Hadits adalah sesuatu yang bid’ah dan ini merupakan representasi dari
pada yang diajarkan oleh ulama-ulama Persatuan Islam Persis. Secara garis besar gerakan pembaharuan yang dibawa oleh ulama-ulama Persis merupakan pengaruh
5
Haris Firdaus, NU, PERSIS atau MUHAMADIYAH: yang Ahli Bid’ah, Bandung: Mujahid Press, 2004, h. 80.
5
besar dari sebuah gerakan pembaharuan yang berkembang di Saudi Arabia yaitu gerakan wahabiah
6
, yang juga berupaya membersihkan Islam dari hal-hal yang tidak bersumberkan pada qur’an dan hadits
Melihat sebuah kenyataan di atas ada sebuah kesan bahwa istilah ahlu sunnah waljama’ah ini milik satu oraganisasi keagamaan tertentu, yang
menganggap bahwa argumennyalah yang paling benar walaupun dalam perkembangannya mereka mendeklarasikan semuanya sebagai organisasi yang
berazaskan pada ahlu sunnah waljama’ah. Perbedaan pandangan atas azas dasar organisasi ini secara langsung
menimbulkan berbagai konflik di masyarakat. Akan tetapi, ada sisi menarik dari sebuah konflik di masyarakat. Apabila ditelusuri lebih jauh konflik-konflik yang
terjadi di masyarakat justru tidak sepenuhnya bermotifkan agama, seperti bersumberkan pada prilaku politik yang memiliki kepentingan tertentu, misalnya
menggunakan kekuasaan untuk merebut dan menguasai sumber-sumber ekonomi dengan mengunakan agama sebagai instrument pembenarannya. Hal ini sesuai
dengan yang disebut oleh Peter L Berger bahwa secara historis agama merupakan salah satu bentuk legitimasi yang paling efektif.
7
Dengan demikian kemajemukan dalam bidang agama selain memberikan corak tersendiri pada masyarakat muslim
di Indonesia juga memberikan sumbangsih terhadap tumbuh dan munculnya
6
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1980, h. 99.
7
Peter L Berger,
Kabar Angin Dari Langit: Makna Teologi Dalam Masyarakat Modern. Penerjemah
J.B Sudarmanto. Jakarta: LP3ES. 1991, h. xvi.
6
benih-benih konflik atas dasar legitimasi agama baik menyangkut doktrin, maupun berebut jumlah penganut, dan sumber daya sebagai alat menunjukan eksistensi
kelompok atau organisasinya. Sebagaimana telah disebut di atas konflik yang dimaksud dalam fenomena
ini adalah yang bemakna sosial, dan bukan yang bersifat individual, maksudnya pertentangan antara kelompok sosial-kelompok sosial yang masing-masing
memantapkan identitas kelompoknya untuk menghadapi kelompok lainnya. Dampak dari konflik sosial dikatakan sangat penting apabila mengancam stabilitas
sistem sosial yang ada. Akan tetapi, tidak selamanya konflik sosial itu menyebabkan rusaknya sistem sosial yang ada, akan tetapi adakalanya justru
dengan konflik sosial membantu terwujudnya sebuah integrasi sosial, seperti yang dipaparakan Lewis Coser bahwasannya konflik merupakan proses yang bersifat
instrumental dalam pembentukan, penyatuan, dan pemeliharaan struktur sosial.
8
Dengan demikian, Konflik memberikan sumbangsih pula terhadap penguatan identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur dalam kelompok-
kelompok lainnya. Sedangkan dalam pendekatan struktural fungsional setiap komponen
masyarakat kelompok sosial berperan secara fungsional dalam suatu struktur sosial, sehingga membentuk kesatuan yang terintegrasi. Struktur sosial sendiri
terdiri atas sejumlah komponen atau unit-unit yang saling berinteraksi sehingga
8
Margaret M Poloma, Sosiologi Kontemporer, Penerjemah oleh tim Yasogama. Jakarta: Yayasan Solidaritas Gadjah Mada, 1984, h. 108.
7
membentuk jalinan yang harmonis dan terpadu, setiap komponen atau unit dalam masyarakat tersebut saling terkait dan saling menguatkan antara komponen atau
unit yang satu dengan komponen atau unit yang lain.
9
Dalam menganalisa fenomena sosial ini, agama ditinjau dari interpretasi sosiologis sebagai sebuah sistem kepercayaan yang merupakan salah satu dari
unsur kebudayaan. Dengan demikian dapat diperoleh sebuah kesimpulan bahwa kebudayaan merupakan sebuah kumpulan pedoman atau pegangan bagi manusia
dalam beradaptasi dengan lingkungan-lingkungannya, sehingga mereka tetap mampu melangsungkan kehidupannya, demikian pula dengan fungsi agama
ditinjau melalui pendekatan kebudayaan. Variasi yang terwujud dalam agama atau adanya keanekaragamaan dalam interpretasi ajaran agama disebabkan oleh
banyaknya hal tergantung pada sejarah kebudayaannya.
10
Dengan sedikit memaparkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk meniliti mengenai fenomena ini, dan memberikan judul pada tulisan atau
skripsi ini yaitu: “Konflik dan Integrasi: Analisis Terhadap Pemahaman Keagamaan Kelompok Persatuan Islam Persis dan Nahdlatul Ulama NU“
. Studi Kasus Masyarakat Kelurahan Mekarsari, Depok. Jawa Barat.
9
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Penerjemah Alimandan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1985, h. 21.
10
Achmad Fedyani Saefudin, Konflik dan Integrasi: Perbedaan Faham dalam Agama Islam, h. 5-6.
8
B.Tinjauan Pustaka
Adapun ada beberapa tinjaun kepustakaan yang penulis dapatkan, Berupa skripsi dan hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini di antaranya
adalah; Pertama: Skripsi yang berjudul Peranan Jam’iyyah Persatuan Islam
Persis Dalam Transformasi Budaya Studi Kasus di Desa Panjalin Kidul Kecamatan Sumber Jaya Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, skripsi ini ditulis
oleh Muhammad Syarifuddin, Mahasiswa Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, 2006. Berkesimpulan pada penelitian ini bahwasannya
organisasi Persatuan Islam menawarkan cita-cita keagamaan yang menetapkan ibadah dan kewajiban-kewajiban lainnya dalam hukum agama sebagai fokus
kehidupan, serta menekan kaum muslimin untuk melenyapkan seluruh kepercayaan dan praktek yang dianggapnya bertentangan dengan ajaran islam
seperti: syirik, bid’ah, churafat, takhayul, dan lain-lain. Mengangap kuatnya kepercayaan agama lokal sebagai faktor penghambat dan adanya kelompok
dominasi nahdliyin. Dalam penelitian ini penulis menganalisis bahwa melihat agama sebagai sesuatu yang mutlak, sesuatu yang datang dari tuhan sehingga pada
kesimpulan terakhir mengarahkan pada benar dan salah dan berupaya menghapuskan salah satu nilai keyakianan yang lainnya. Bukan tidak mungkin
hasil akhir dari pada konflik yang terjadi adalah kemenangan salah satu kelompok. Kedua: Penelitian yang berjudul Konflik dan Integrasi: Potret Keagamaan
Masyarakat Sawangan. Penelitian ini ditulis oleh Ulfah Fajarini yang dimuat
9
dalam jurnal al-Turas, Mimbar Sejarah, Sastra, Budaya, dan Agama, V 11, No 3, September, 2005. Dari penelitiannya dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik dapat
menjadi pendorong bagi terciptanya integrasi pada kehidupan masyarakat. Kelompok-kelompok yang berkonflik sesungguhnya saling berkaitan erat satu
dengan yang lain secara komplementer dan secara bersama-sama berada dalam struktur sosial yang lebih luas, yakni struktur sosial masyarakat yang terikat oleh
kebudayaan yang menjadi pegangangan umum. Terjadinya konflik dan integrasi tergantung pada unsur-unsur struktur sosial yang ada, yaitu identitas sosial,
peranan-peranan sosial pengelompokan sosial, situasi dan arena sosial. Ketiga, Konflik dan Integrasi Perbedaan Faham dalam Islam, Studi kasus
pada masyarakat Alabio Kalimantan Selatan, Penelitian ini ditulis oleh Drs. Achmad Fedyani Saefuddin. Dengan kesimpulan dalam penelitiannya
menggambarkan perbedaan interpretasi mengenai perangkat-perangkat ajaran agama Islam dan penggunaannya oleh para pelakunya untuk memahami dan
menghadapi lingkungannya telah menimbulkan konflik-konflik diantara sesama pemeluk agama Islam. Pengorganisasian dari masing-masing kelompok yang
bertentangan tersebut mempunyai implikasi terhadap adanya segmentasi atau perpecahan dalam masyarakat disatu pihak tapi di pihak lain juga menjadi tenaga
pendorong bagi terciptanya integrasi dalam kehidupan sosial masyarakat tersebut. Konflik tersebut terwujud dan berpusat sebagai kompetensi kepemimpinan dalam
organisasi-organisasi yang ada pemimpin dan pendukung organisasi tersebut menghadapi, menginterpretasi dan mengadaptasi satu sama lain dan menggunakan
10
bagian-bagian dari ajaran agama Islam yang diketahuinya dalam membenarkan tindakan dan dalam menghadapi lingkungannya.
Penelitian yang ditulis oleh Ulfah Fajarini dan Drs. Achmad Fedyani Saefuddin mengenai Konflik dan Integrasi, menganalisis pemaham keagamaan
dalam Islam merupakan inspirasi utama dalam melakukan penelitian serupa pada masyarakat kelurahana Mekarsari, hanya saja berbeda pada objek penelitian yaitu
pada pemahaman keagamaan kelompok keagamaan Persatuan Islam Persis dan Nahdlatul Ulama NU, yang dengan jelas menampilakan dua pemahaman yang
berbeda dalam menginterpretasikan dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam, dalam aplikasinya kerap menimbulkan konflik dan gesekan akan tetapi mereka
terikat pada satu kebudayaan yang lebih luas.