163
5.4. Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga
Manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan moral maupun material. Kebutuhan pokok atau basic human needs dapat dijelaskan sebagai
kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia. Kehidupan sosial- ekonomi adalah perilaku sosial dari masyarakat yang menyangkut interaksi dan
perilaku ekonomi masyarakat membahas tentang kebutuhan dan bagaimana seseorang berusaha memenuhi kebutuhan tersebut, serta pemanfaatan hasil ekonomi
yang diperoleh. Manusia dikatakan hidup layak jika mampu memenuhi kebutuhan hidup minimalnya, yaitu meliputi sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan,
juga interaksi sosialnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut mendorong manusia untuk bekerja sebagai upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Demikian konsekuensi yang
tidak dapat di tawar lagi. Dari penelitian yang sudah dilakukan pada sepuluh informan kunci, yaitu
buruh aron perempuan di desa Beganding, dapat diketahui bahwa penghasilan yang mereka terima dari pekerjaan mereka tersebut masih rendah. Mereka masih
mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan pokok keluarga meskipun penghasilan mereka sudah digabungkan dengan penghasilan yang diperoleh suami
mereka. Hal ini membuat burh aron-buruh aron perempuan tersebut harus mencari dan melakukan berbagai cara guna membantu meningkatkan penghasilan sehingga
mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka. Mulai dari meningkatkan aset finansial dengan cara melakukan pekerjaan sampingan, membuka usaha kecil-kecilan,
mengelola keuangan rumah tangga dengan cara menabung, memanfaatkan pekrangan rumah untuk ditanami tanaman yang dapat dijual, sampai mencari alternatif sosial,
seperti meminjam uang, semua mereka lakukan sebagai bentuk kontribusi mereka terhadap kebutuhan sosial ekonomi keluarga.
Universitas Sumatera Utara
164
Buruh aron perempuan yang juga merupakan ibu rumah tangga mengatur pola makan keluarganya tetap sebanyak 3 kali dalam sehari. Rata-rata informan
kunci menyebutkan bahwa dalam pola konsumsi keluarga, mereka jarang mengkonsumsi daging. Hal ini disebabkan karena harga daging yang relatif mahal
sementara penghasilan mereka terbatas, sehingga mereka memutuskan biaya untuk membeli daging dipakai untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Namun, pola
konsumsi keluarga mereka masih tergolong baik, yaitu dengan mengkonsumsi nasi, ikan, sayur, tahu, tempe, telur, serta sesekali mengkonsumsi buah. Bahan-bahan
pangan ini juga mereka beli sendiri dengan penghasilan rumah tangga mereka. Buruh aron-buruh aron perempuan ini juga tidak jarang mendapatkan pemberian hasil
panen dari ladang yang mereka kelola, seperti sayur-sayuran yang diberikan oleh pemilik lahan. Selain itu, sebagian dari mereka juga mendapatkan bantuan Raskin
dari pemerintah. Dalam memenuhi kebutuhan sandang pakaian keluarga, seluruh informan
menuturkan bahwa mereka lebih sering membeli pakaian bekas layak pakai atau yang biasa dikenal dengan sebutan monja karena harganya yang jauh lebih murah.
Namun, bukan berarti keluarga informan tidak pernah membeli pakain baru. Hal ini biasanya mereka lakukan pada saat menjelang perayaan hari-hari besar, seperti
perayaan Natal, tahun baru, dan hari raya Idul Fitri. Dengan kata lain, pembelian pakaian baru hanya dilakukan satu kali sampai dua kali saja dalam satu tahun. Dari
hasil penelitiann juga didapatkan informasi bahwa sebagian informan membayar pembelian pakaian baru mereka dengan cara menyicil. Hal ini disebabkan karena
mereka merasa berat jika harus langsung melunasi biaya yang bagi mereka cukup besar dari pembelian pakaian baru tersebut. Selain itu, dari penelitian ini juga
diperoleh informasi bahwa beberapa informan pernah, bahkan cukup sering
Universitas Sumatera Utara
165
mendapatkan pemberian pakaian-pakaian bekas layak pakai dari sanak keluarga atau sanak saudara mereka. Hal ini mereka akui dapat mengurangi pengeluaran rumah
tangga mereka. Berdasarkan status kepemilikan rumah, sebagian besar tempat tinggal
keluarga buruh aron perempuan ini bukan merupakan rumah pribadi mereka, melainkan rumah yang mereka kontrak. Sementara sebagian lagi tinggal dengan
menumpang dengan orang tua dan sisanya sudah tinggal di rumah milik mereka sendiri. Dilihat dari kondisi fisik bangunan rumah mereka, ada yang belum dalam
keadaan permanen atau masih berdinding papan danatau triplek, dan ada yang dalam kondisi semi permanen atau setengah bagian dari batu dan semen dan setengahnya
lagi dari papan danatau triplek. Belum ada rumah-rumah informan yang sudah dalam keadaan permanen seutuhnya. Seluruh rumah innforman sudah diisi dengan
beberapa perabot, seperti kursi plastik, meja, lemari, tempat tidur, peralatan dapur, dan lain-lain. Hanya saja hampir seluruh tempat tinggal informan tidak memiliki
fasilitas MCK atau kamar mandi, bahkan beberapa tempat tinggal informan tidak memiliki dapur sehingga harus memasak di luar rumah. Keluarga mereka
menggunakan kamar mandi umum untuk kebutuhan mandi dan mencuci. Kebutuhan air juga mereka peroleh dari sumber-sumber mata air yang ada di desa Beganding.
Sumber listrik di rumah-rumah informan berasal dari PLN, dimana ada yang dialiri langsung dan ada juga yang menumpang dengan tetangga. Tempat tinggal seluruh
informan ini bisa dikatakan sangat sederhana. Namun, mereka tidak dapat melakukan apa-apa karena keterbatasan biaya untuk membangun rumah pribadi atau menyewa
rumah yang lebih baik dari rumah yang sekarang menjadi tempat tinggal mereka. Dalam hal kesehatan, dari penelitian yang sudah dilakukan didapatkan
informasi bahwa sebagian besar keluarga buruh aron perempuan ini jarang
Universitas Sumatera Utara
166
mengalami sakit atau menderita penyakit yang berat. Hanya terdapat beberapa anggota keluarga informan yang menderita penyakit berat, seperti struk, ginjal, dan
sesak nafas. Selain itu penyakit-penyakit yangpada umumnya mereka alami adalah penyakit-penyakit ringan seperti flu, batuk, sakit kepala, deman, dan penyakit ringan
lainnya. Ketika mengalami sakit, hampir seluruh informan dan keluarganya melakukan pengobatan di balai Puskesmas yang ada di desa Beganding dan juga
melakukan pengobatan tradisional. Hanya sebagian dari mereka yang melakukan pengobatan di rumah sakit, yaitu informan atau anggota keluarga informan yang
sudah mengalami sakit berat saja. Dalam hal melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, juga hampir seluruh informan mengaku jarang bahkan hampir tidak pernah
melakukannya. Mereka menuturkan bahwa memeriksaakan kesehatan hanya mereka lakukan ketika sedang sakit saja. Sebagian dari keluarga buruh aron perempuan ini
juga mendapatkan bantuan kesehatan dari pemerintah, yaitu berupa Kartu Indonesia Sehat KIS. Dengan adanya bantuan ini, biaya pengobatan keluarga mereka jika
sedang sakit bisa cukup diringankan. Dalam hal pendidikan anak, seluruh informan menyatakan bahwa anak-anak
mereka tetap mengenyam pendidikan meskipun keadaan ekonomi keluarga mereka yang pas-pasan bahkan cenderung kekurangan. Informan-informan ini mengaku tetap
harus memberikan perhatian pada pendidikan anak-anak mereka. Seluruh informan mengungkapkan bahwa mereka tidak mempersiapkan biaya khusus untuk pendidikan
anak-anak mereka. Hal ini dikarenakan pendapatan mereka yang rendah sehingga tidak dapat dipilah-pilah untuk biaya tertentu. Tabungan yang mereka miliki di
dalamnya sudah termasuk biaya pendidikan, meskipun tak jarang terpakai untuk kebutuhan lain. Tingkat pendidikan yang paling tinggi yang ditempuh oleh anak-
anak informan adalah Sekolah Menengah Atas SMA. Tidak ada dari mereka yang
Universitas Sumatera Utara
167
melanjutkan pendidikan sampai pada tingkat perguruan tinggi karena lagi-lagi terkendala masalah biaya. Dari penelitian ini juga diperoleh informasi bahwa
terdapat salah satu anak dari informan yang terpaksa putus sekolah karena keadaan ekonomi keluarga yang mengalami kesulitan sehingga tidak mampu membiayai
sekolah anak mereka. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, meskipun waktu yang dimiliki
burh aron-buruh aron prempuan sudah tidak lagi sepenuhnya diberikan untuk keluarga dan untuk mengurus rumah tangga, hubungan interaksi dan komunikasi
yang terjalin dalam keluarga mereka tetap baik. Dengan memanfaatkan sisa waktu yang ada, biasanya dari petang hingga malam hari sebelum istirahat, mereka selalu
menyempatkan diri untuk setidaknya duduk dan berbincang-bincang bersama semua anggota keluarga demi menjaga komunikasi tetap baik. Mereka juga selalu
menyempatkan diri untuk membanntu anak-anak mereka dalam mengerjakan tugas sekolah dan belajar. Namun, terdapat pula informan yang mengatakan bahwa
komunikasi di keluarga mereka kurang baik. Hal ini dikarenakan suami mereka yang memilih untuk menghabiskan waktu yang dimiliki setelah selesai bekerja untuk pergi
ke warung kopi dan meninggalkan istri dan anak-anak mereka hingga larut malam. Hal ini membuat buruh aron-buruh aron perempuan ini juga akhirnya pergi ke rumah
tetangga atau ke rumah teman untuk mencari teman berbincang-bincang. Anak-anak mereka juga menjadi lebih sering belajar dengan teman-temannya karena tidak ada
yang membantu mereka di rumah. Namun meskipun begitu, hubungan antara anggota keluarga diakui mereka masih tetap baik. Selain interaksi dan komunikasi di
dalam keluarga mereka, interaksi dan komunikasi keluarga mereka dengan masyarakat di desa Beganding juga baik. Sebagian besar dari informan tidak ikut
bergabung dengan organisasi sosial yang ada di desa Beganding. Namun meskipun
Universitas Sumatera Utara
168
demikian dalam setiap kegiatan sosial yang dilakukan masyarakat, mereka selalu berusaha untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut, seperti gotong royong, membantu
warga yang mengadakan acara adat, baik pernikahan maupun duka cita, dan kegiatan sosial lainnya. Mereka menyadari betul pentingnya saling membantu sesama
manusia, dan pentingnya menjaga tali persaudaraan antar warga desa tanpa harus memandang status dan kedudukan.
Universitas Sumatera Utara
169
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan