142
makan siang di ladang. Anak-anak pun kan juga harus makan siang setelah pulang sekolah. Pulang kerja pun gitu juga. Kalau sampai
rumah sama anak-anak enggak terurus, pulang kerja enggak nyiapkan makan malam ya saya suruh enggak usah kerja lagi ajalah. Tapi
untungnya tetap dikerjakan.” Hesron Pandia, 35 th “Udah kerja pun istri bapak, ya tetap juga nya ada waktu untuk ngurus
rumah tangga. Ya tiap pagi sama tiap pulang kerja ya masak, bersihkan rumah, nyuci, ngurus nenek yang struk pun istri bapak
sendiri. Enggak ada dia nyewa-nyewa atau nyuruh-nyuruh orang lain untuk ngurus nenek. Sebelum pergi kerja disiapkannya dulu semua
kebutuhan nenek di samping tempat tidurnya. Makannya, minumnya, obat-obatnya, sebelum kerja di mandikan dulu nenek, pulang kerja pun
gitu juga. Jadi tetap terurus lah semuanya.” Kokna Sitepu, 44 th
Hal ini juga diungkapkan oleh seluruh informan utama. Dari kutipan hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa informan utama, yaitu suami dari buruh aron
yang perempuan, lebih memilih istri mereka bekerja sesuai dengan ketentuan waktu kerja. Meskipun bekerja lembur akan memberikan penghasilan yang lebih besar,
seluruh informan utama tidak menginginkan dan tidak menyetujui hal tersebut karena akan menyita waktu yang dimiliki istri mereka untuk menjalankan perannya
sebagai istri dan ibu rumah tangga.
5.3.2. Kontribusi Berdasarkan Peningkatan Aset Finansial
Menurut Soeratno 1996, ukuran pendapatan yang digunakan untuk tingkat kesejahteraan keluarga adalah pendapatan rumah tangga yang diperoleh dari bekerja.
Universitas Sumatera Utara
143
Tiap anggota keluarga berusia kerja di rumah tangga akan terdorong bekerja untuk kesejahteraan keluarganya. Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa anggota
keluarga seperti istri dan anak adalah penyumbang dalam berbagai kegiatan baik dalam
pekerjaan rumah
tangga maupun
pencari nafkah
http:ilmuandinformasi.blogspot.co.id201306teori-pendapatan.html. Hal ini lah yang bisa dilihat dari hasil penelitian yang sudah dilakukan. Demi
meningkatkann pendapatan rumah tangga, buruh aron perempuan yang tadinya hanya melakukan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga atau melakukan pekerjaan
dengan penghasilan yang tidak menentu, akhirnya memutuskan untuk bekerja sebagai aron dan menjadikan itu sebagai itu sebagai pekerjaan utama mereka,
disamping alasan rendahnya pendidikan dan terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan. Hal ini didukung oleh pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh
beberapa informan kunci, dimana mereka mengungkapkan bahwa pendapatan yang diperoleh suami mereka tidak cukup untuk digunakan memenuhi kebutuhan hidup
keluarga mereka. Seperti penuturan informan kunci II dalam wawancara:
“Dulunya suami bibik aja yang jadi aron, bibik cuma berladang di ladang kopi punya keluarga bibik. Penghasilan aron kan gak banyak
nak, penghasilan bibik dari ladang kopi pun gak banyak. Kalau cuma ngandalkan itu aja ya pas-pasan kali lah uang kita nak, sementara
kebutuhan kita kan banyak, gak cuma makan aja. Jadi ya bibik ikut juga lah jadi aron. Biar tambah pemasukan. Bibik pun cuma tamat
SMP nya, jadi ya enggak apa-apal ah jadi aron aja.” Dewi, 30 th
Hal senada juga diungkapkan oleh informan kunci VII:
Universitas Sumatera Utara
144
“Dulu bibik merantau ke Jakarta, terus kerja jadi buruh di pabrik sepatu. Ya, biaya hidup di jakarta kan besar, semua-semua mahal,
sedangkan gaji bibik enggak seberapa. Ya kalau mau bertahan terus di Jakarta ya enggak sanggup lah bibik nak. Jadi bibik pulang kampung
lah. Selama di kampung bibik enggak kerja sampai bibik nikah. Karena kan balik lagi jadi tanggungan keluarga. Tapi setelah nikah lah, kan
udah punya rumah tangga sendiri jadi enggak mungkin lah minta-minta lagi sama orang tua. Jadi bibik kerja lah jadi aron. Penghasilan suami
bibik juga enggak besar-besar kali nak, jadi bibik ikut bantu-bantu lah nyari uang.” Wanti, 42 th
Begitu juga halnya dengan yang diungkapkan oleh informan kunci IX: “Bibik ikut kerja ya karena penghasilan suami bibik pas-pasan kali lah
nak untuk kebutuhan keluarga. Lagian kebutuhan kita kan enggak cuma makan aja. Ada aja pasti kebutuhan yang lain-lain yang perlu biaya
kan. Terus bibik pun bosan lah di rumah aja, enggak ada kerjaan lain. Kalau kerjaan-kerjaan rumah sebentar aja bisa siap. Jadi sekalian
ngisi waktu juga lah terus bisa dapat penghasilan, kan lumayan bibik bisa bantu bapak nyari uang.”Nani, 38 th
Pernyataan-pernyataan informan kunci tersebut didukung oleh pernyataan- pernyataan informan utama yang merupakan suami dari para buruh aron perempuan.
Dari hasil wawancara, informan utama mengakui bahwa penghasilan mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, sehingga akhirnya mereka
menyetujui keputusan istri mereka untuk ikut mencari nafkah. Seperti yang diungkapkan oleh informan utama II dalam wawancara:
Universitas Sumatera Utara
145
“Kalau cuma dari penghasilan bapak aja ya enggak bisa kebutuhan- kebutuhan kita terpenuhi. Kalau makan sehari-hari bisa lah, tapi
kebutuhan yang lain bagaimana? Ya saya mengizinkan aja istri saya bekerja. Toh dia bekerja untuk keluarga juga bukan untuk dia sendiri.
Selama pekerjaannya baik, halal, terus juga dia masih punya waktu untuk ngurus keluarga ya saya izi
nkan.” Hesron, 35 th
Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan uatama IX: “Kalau penghasilan bapak setiap bulan ada lah Rp. 1.200.000. Cukup
lah itu untuk ngasih makan keluarga. Tapi untuk yang lain-lain ya enggak bisa jamin bapak bisa terpenuhi. Sekarang semua kan serba
mahal, kebutuhan kita kan juga enggak makan aja. Banyak kebutuhan yang lain-lain juga. Anak-anak pun kan sekolah. Jadi ya pas-pasan lah
bapak bilang penghasilan bapak itu.” Ihwanto, 50 th
Selain untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga, dari penelitian yang suah dilakukan didapati informan kunci, yaitu buruh aron perempuan yang bekerja
justru menggantikan posisi suami mereka sebagai tulang punggung keluarga. Hal ini dialami oleh informan VIII, dimana beliau harus menjadi tulang punggung keluarga
disebabkan oleh suami yang tidak bisa lagi bekerja karena terserang penyakit struk dan sudah lumpuh. Seperti penuturan informan kunci VIII dalam wawancara:
“Dulu bapak juga kerja nak, jadi supir angkot. Tapi sekarang udah kena struk, jalan aja udah susah. Bisa dibilang udah lumpuh lah bapak
ini, jadi yang jadi tulang punggung keluarga ya bibik lah, mau bagaimana lagi. Kalau enggak gitu enggak makan lah keluarga bibik
nak. Untunglah dari sejak awal bibik kerja, terus bapak juga masih
Universitas Sumatera Utara
146
kerja bibik udah nabung, jadi ada pegangan bibik. Kalau dulu enggak nabung sulit kali lah keuangan kami sekarang.” Masrita, 40 th
Hal ini juga didukung oleh pernyataan informan utama VIII yang merupakan suami dari ibu Masrita:
“Dulu waktu masih jadi supir angkot, ya tiap hari lah bapak kerja biar ada uang untuk beli beras, untuk makan. Itu pun kadang kurang juga
penghasilan bapak itu, karena cuma Rp.170.000 lah sehari bisa bapak dapat beda dari setoran. Paling banyak lah itu Rp. 200.000, itu pun
jarang kali. Kalau cuma ngandalkan penghasilan bapak itu, ya cuma bisa dibuat makan aja lah itu nak, buat bayar yang lain-lain enggak
mungkin lah cukup. Terus bibik pun kan kerja. Sebelum nikah pun bibik udah jadi aron, ya jadi ya enggak apa-apalah diteruskan kerjaannya itu.
Karena uang bapak kan enggak banyak. Biar terbantulah keuangan keluarga kita, jadi bapak pun enggak keberatan bibik kerja. Sekarang
malah bibik lah yang jadi tulang punggung. Bapak udah kena struk gini, enggak bisa lagi kerja.” Wardani, 42 th
Hal serupa juga dialami oleh informan kunci X. Meskipun tidak sepenuhnya menggantikan posisi suami sebagai tulang punggung keluarga, kondisi kesehatan
suami yang sudah tidak baik lagi karena mengalami sakit ginjal membuat suami tidak dapat melakukan pekerjaan setiap hari, dan harus memilih-milih dalam
menerima pekerjaan. Dari hal ini dapat dilihat bahwa pendapatan rumah tangga mereka lebih banyak dihasilkan oleh istri. Dalam wawancara yang dilakukan dengan
informan X, beliau mengungkapkan:
Universitas Sumatera Utara
147
“Ya memang kemauan bibik sendiri untuk bekerja nak, karena ya kita bukan orang kaya. Kalau cuma bapak aja yang kerja, ya enggak bisa
lah kita makan, enggak bisa beli kebutuhan-kebutuhan yang lain. Dari mana uang kita. Makanya bibik pun kerja juga lah. Biar bantu-bantu
bapak, bantu-bantu ekonomi kita. Apalagi sekarang bapak itu sudah kena ginjal, jadi sudah jarang lah kerja. Paling kerja yang ringan-
ringan aja, kayak nyusun buah, nyusun sayur, gitu- gitu lah.“ Rohanna,
40 th Pernyataan ini didukung oleh pernyataan informan utama X, yaitu suami dari ibu
Rohanna, dimana beliau mengungkapkan: “Kalau bapak dapat panggilan, entah nyusun jeruk atau nyusun sayur
gitu ya satu hari itu bapak dibayar Rp. 150.000 lah, paling besar ya Rp. 200.000. Cuma kan bapak enggak pula kerja tiap hari. Sudah enggak
sanggup lagi badan bapak, karena bapak kan udah kenak ginjal. Jadi ya paling satu bulan cuma bisa dapat Rp. 500.000 lah. Kalau dihitung-
hitung, gaji bapak itu dengan mahal-mahalnya harga kebutuhan sekarang ya enggak cukup kali lah nak. Anak bapak pun udah enam.
Kalau cuma dari gaji bapak itu nya ya enggak sekolah lah yang enam itu. Untuk makan kami aja pun bapak rasa enggak cukup Rp. 500.000
sebulan.” Cio, 43 th
Tingkat pendapatan rumah tangga merupakan indikator yang penting untuk mengetahui tingkat hidup rumah tangga. Umumnya pendapatan rumah tangga di
pedesaan tidak berasal dari satu sumber saja, tetapi berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan. Tingkat pendapatan tersebut dipengaruhi oleh pemenuhan
Universitas Sumatera Utara
148
kebutuhan dasar rumah tangga. Sumber pendapatan rumah tangga digolongkan kedalam dua sektor, yaitu sektor pertanian dan non pertanian. Sumber pendapatan
dari sektor pertanian dapat dirincikan lagi menjadi pendapatan dari usaha tani, ternak, buruh tani, menyewakan lahan dan bagi hasil. Sumber pendapatan dari sektor non
pertanian dibedakan menjadi pendapatan dari industri rumah tangga, perdagangan, pegawai, jasa, buruh non pertanian serta buruh sub sektor pertanian
http:ilmuandinformasi.blogspot.co.id201306teori-pendapatan.html. Berbicara mengenai upah atau penghasilan yang diterima oleh buruh aron
perempuan ini, bisa dikatakan tidak besar. Setiap harinya, jika jasa mereka dipakai untuk mengelola lahan pertanian atau ladang, mereka hanya dibayar sebesar Rp.
70.000. Hal ini dapat dibuktikan dari pernyataan seluruh informan kunci dalam wawancara. Melihat kebutuhan hidup yang semakin lama semakin meningkat, dan
harga kebutuhan yang semakin melambung membuat penghasilan yang mereka peroleh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan tersebut. Meskipun
sudah digabungkan dengan pendapatan suami, hal itu nyatanya masih belum bisa memperbaiki keadaan ekonomi keluarga mereka. Secara umum mereka terjebak
dalam pola hidup subsisten yang berujung pada kemiskinan akut sebagai konsekuensi dari rendahnya upah yang diterima. Hal ini juga membuat mereka
mengalami kesulitan dalam mengatur pendapatan untuk menutupi dan membayar seluruh biaya hidup yang makin kompleks dan tinggi.
Menurut Freddy Pieloor dari CFP, ada dua cara umum yang dapat dilakukan dalam meningkatkan dan mengelola keuangan pribadi dan keluarga, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
149
a. Mencukupkan pendapatan upah yang diterima, dalam arti pengeluaran harus
lebih kecil daripada pendapatan, dengan menekan atau menurunkan biaya hidup.
b. Memperbesar pendapatan bila pengeluaran tidak bisa ditekan atau diturunkan.
Memperbesar atau meningkatkan pendapatan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu antara lain:
1. Menambah jam kerja lembur, baik pada hari kerja maupun pada hari Sabtu.
2. Mencari pekerjaan tambahan yang dapat dilakukan pada hari kerja danatau
pada hari Sabtu dan Minggu. 3.
Memanfaatkan hobi atau keterampilan yang dimiliki di hari-hari yang dijalani, seperti menjahit, menyulam, merangkai bunga, dll.
4. Membuka usaha sambilan dari rumah yang dapat dikerjakan pada hari kerja
danatau hari Sabtu dan Minggu, seperti membukan usaha warung makanan, membuka
usaha-usaha kecil,
dll http:megapolitan.kompas.comread2010081316080024bagaimana.cara.
meningkatkan.pendapatan. Hal inilah yang juga dilakukan oleh beberapa buruh aron perempuan di desa
Beganding. Kesulitan ekonomi yang dialami keluarga mereka menuntutu mereka untuk memutar otak, mencari strategi untuk mengatasinya.
Memiliki pekerjaan lain selain aron pekerjaan sampingan, hal ini lah yang dilakukan oleh beberapa informan kunci demi meningkatkan penghasilan mereka dan
pendapatan keluarga. Pekerjaan sampingan yang mereka lakukan tersebut ada yang masih berada di sektor pertanian dan ada juga berada di sektor non pertanian.
Melakukan pekerjaan sampingan di sektor pertaanian dilakukan oleh informan kunci
Universitas Sumatera Utara
150
II dan informan kunci V. Pekerjaan sampingan yang mereka lakukan adalah mengelola ladang milik keluarga atau orang tuaa mereka. Seperti yang dituturkan
oleh informan kunci II dalam wawancara: “Dulunya suami bibik aja yang jadi aron, bibik cuma berladang di
ladang kopi punya keluarga bibik. Penghasilan aron kan gak banyak nak, penghasilan bibik dari ladang kopi pun gak banyak. Kalau cuma
ngandalkan itu aja ya pas-pasan kali lah uang kita nak, sementara kebutuhan kita kan banyak, gak cuma makan aja. Jadi ya bibik ikut
juga lah jadi aron Tapi ladang kopi itu juga masih bibik kerjakan. Biar tambah pemasukan. Bibik pun cuma tamat SMP nya, jadi ya
enggak apa- apalah jadi aron aja.” Dewi, 30 th
Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan kunci V: “Selain jadi aron, bibik kerja juga di ladang kopi punya orang tua bibik.
Lumayan lah nak buat nambah-nambah penghasilan. Lagian kan kalau ke ladang kopi cuma sekali seminggu, jadi enggak terganggu kerja
aronnya. Bibik dapat Rp. 200.000 sampai Rp. 300.000 lah kalau lagi panen. Dua minggu sekali itu biasanya panen. Kalau cuma penghasilan
dari aron aja, ya enggak bisa makanlah keluarga bibik nak.” Herita, 38 th
Selain melakukan pekerjaan sampingan di sektor pertanian, juga terdapat informan yang melakukan pekerjaan sampingan di sektor non pertanian. Informan I
dan III melakukan pekerjaan sampingan dengan memanfaatkan keterampilan yang mereka miliki. Seperti informan I, melakukan pekerjaan sampingan sebagai tukang
pijat di desa Beganding. Dengan keterampilan memijat yang beliau miliki, beliau
Universitas Sumatera Utara
151
bisa menghasilkan uang dan menambah penghasilannya. Seperti yang dituturkan informan kunci I dalam wawancara:
“Ya namanya penghasilan bibik enggak seberapa ya, kerja-kerja yang bisa dikerjakan lah nak. Kebetulan bibik bisa ngurut, yaa jadi tukang
urut lah malam-malam. Keliling-keliling ke rumah-rumah, kadang ada juga yang nelefon bibik suruh ke rumahnya ngurut. Tapi ya enggak tiap
hari lah dapat pelanggan gitu. Kalau lagi gak banyak, ya paling satu orang itu pun enggak tiap hari ya nak. Kalau lagi rame mau kadang satu
hari itu 4 orang, 5 orang gitu. Tapi kalau udah rame gitu ya pas gak ke ladang lah bibik bisa ngurutnya. Bayarannya ya Rp. 40.000 lah satu
orang. Bibik pun ikut jula-jula juga nakku. Ya hitung-hitung nabung lah biar ada simpanan keluarga bibik.” Suryani, 34 th
Begitu juga halnya yang dilakukan oleh informan kunci III. Beliau memanfaatkan keterampilan menjahitnya untuk menambah penghasilan beliau. Menjahit yang pada
awalnya adalah pekerjaan utama beliau, kini sudah berubah menjadi pekerjaan sampingan karena penghasilan dari menjahit hanya dapat beliau terima apabila
jahitan sudah selesai. Hal itu bisa memakan waktu 2 minggu hingga 1 bulan. Seperti yang beliau ungkapkan dalam wawancara:
“Berapalah pendapatan dari jahit nak.Untuk makan pun bibik rasa enggak cukup, karena kan enggak tiap hari bibik dapat bayaran dari
jahitan. Tunggu siap bajunya ya baru dibayar. Paling enggak 2 minggu dulu, baru siap. Kadang sebulan baru siap. Terus pun kadang ada yang
nyicil. Jadi gak tentu dia. Jadi ya bibik cari kerja yang bisa dapat
Universitas Sumatera Utara
152
pemasukan tiap hari lah, tapi menjahitnya tetap bibik kerjakan.” Piyama, 50 th
Selain itu, terdapat salah satu informan kunci yang membuka usaha kecil- kecilan yang menjadi pekerjaan sampingannya. Informan kunci VI membuka usaha
rental playstation, memanfaatkan situasi dan kondisi dimana di desa Beganding belum ada warung permainan untuk anak-anak. Beliau juga berdagang makanan.
Dengan modal yang beliau pinjam dari orang tua, beliau bisa menambah penghasilan keluarganya dengan membuka usaha kecil-kecilan ini. Seperti yang beliau
ungkapkan dalam wawancara: “Bibik buka rental playstation ini modalnya minjam dari orang tua
bibik. Di Beganding ini kan enggak ada tempat-tempat permainan anak-anak gitu. Itu bibik jadikan peluang lah. Ternyata setelah di buka
lumayan laris juga. Sehari dapat Rp. 80.000 sampai Rp. 100.000 lah dari sini. Terus bibik juga jualan gorengan ini, udah ada lah satu tahun
nak. Lumayan kali lah nak untuk nambah-nambah pemasukan. Sekarang kan apa-apa serba mahal. Kalau penghasilan cuma Rp.
70.000 mau bagaimana kebutuhan kita bisa terpenuhi. Jadi bibik cari- cari cara lah buat nambah-
nambah uang masuk.” Asyanta, 42 th
Seluruh pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh informan-informan kunci tersebut masih mereka lakukan di desa Beganding dan di kawasan sekitar desa
Beganding. Namun berbeda halnya dengan kelima informan tersebut, informan X melakukan pekerjaan sampingan menjadi pegawai di salah satu usaha Cathering di
kota Kabanjahe. Jika kelima informan kunci sebelumnya melakukan pekerjaannya setiap akhir pekan atau sepulangnya mereka dari bekerja aron, informan kunci X
Universitas Sumatera Utara
153
melakukan pekerjaan sampingannya jika usaha cathering tersebut menerima pesanan saja. Hal ini diungkapkan beliau dalam wawancara:
“Kalau kerja aron aja kan sedikit upahnya nak, jadi bibik kerja juga di tempat Cathering di Kabanjahe. Kalau lagi ada pesanan, ya upah bibik
Rp. 170.000, Rp. 200.000 gitu lah. Tergantung berapa piring pesanan. Tapi ya enggak pula tiap hari atau tiap minggu ada. Paling sebulan
sekali lah, atau dua kali gitu. Tapi ya lumayan juga lah nak uangnya buat nambah-nambah beli beras, nambah-nambah uang saku. Kadang
juga bibik simpan.” Rohanna, 40 th.
5.3.3. Kontribusi Berdasarkan Pengelolaan Keuangan Keluarga