a. Besar sampel
Besar sampel diperoleh dengan menggunakan rumus perhitungan besar sampel cochran di bawah ini yaitu :
n =
�
2
. . �
2
1+
1 �
�
2
. . �
2
−1
Keterangan :
n = besar sampel t = tingkat kepercayaan 95
p = proporsi penderita q = 1-proporsi
d = kesalahan pengambilan sampel N = jumlah populasi
Berdasarkan rumus tersebut maka besar sampel dalam penelitian ini adalah :
n =
1,96
2
.0,85.0,15 0,05
2
1+
1 356
1,96
2
.0,85.0,15 0,05
2
−1
n = 126 Jadi besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 126 anak usia 0-59
bulan.
Universitas Sumatera Utara
b. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi dengan metode
pengambilan sampel secara random, yaitu simple random sampling. 3.4. Metode Pengambilan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh dari responden yaitu ibu yang memiliki anak usia 0-59 bulan dan hasil pengamatan melalui observasi. Data ini diperoleh dengan
menggunakan metode : a. Wawancara
Dilakukan dengan menanyakan secara langsung kepada ibu berapa umur anak ,jenis kelamin, status ASI eksklusif, status imunisasi, kejadian diare dalam waktu 1
bulan terakhir, pendidikan ibu, pekerjaaan ibu, pengelolaan sampah, saluran pembuangan air limbah, penyediaan air bersih, ketersediaan jamban, dan higiene
perorangan.
b. Observasi
Observasi dilakukan dengan cara melihat atau mengamati langsung saluran pembuangan air limbah dan ketersediaan jamban.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari : 1.
Puskesmas Simarmata tentang jumlah anak usia 0-59 bulan bulan tahun 2013
2.
Data umum, sebagai data demografi lokasi penelitian
Universitas Sumatera Utara
3.5. Teknik Analisa Data
Data yang sudah didapat diolah dengan program SPSS Statistical Product and Service Solution.
Jenis analisis yang digunakan adalah :
3.5.1. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi atau besarnya proporsi berdasarkan variabel yang diteliti.
3.5.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan menghitung rasio prevalens. Analisis dilakukan
dengan menggunakan uji Chi- Square dengan tingkat kepercayaan 95 α=0,05,
sehingga apabila ditemukan hasil analisi statistic p0,05 maka variabel tersebut dinyatakan berhubungan secara signifikan.
Pengukuran Rasio Prevalens dilakukan dengan menggunakan rumus :
RP = AA+B : CC+D
Keterangan : AA+B = proporsi prevalens subyek yang mempunyai faktor risiko yang
mengalami diare. CC+D = proporsi prevalens subyek tanpa faktro risiko yang mengalami diare.
3.6. Definsisi Operasional
Universitas Sumatera Utara
1. Kejadian Diare adalah buang air besar defekasi dengan jumlah frekuensi lebih
dari 3 kali sehari, dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair setengah padat. Terjadi pada anak balita dalam 1 bulan terakhir, dikategorikan atas :
1. Diare
2. Tidak diare
2. Umur Anak adalah umur anak yang pada tahun penelitian masih berusia 0 bulan
sampai 59 bulan, dikategorikan atas : 1. 0-36 bulan
2. 37-59 bulan
3. Jenis kelamin adalah jenis kelamin anak yang merupakan objek penelitian,
dikategorikan atas : 1.
Laki-laki 2.
Perempuan 4.
ASI Eksklusif adalah adatidaknya anak mendapat ASI sejak lahir sampai usia 6 bulan tanpa mendapatkan makanan tambahan dan minuman lain selain ASI,
diaktegorikan atas : 1. ASI Eksklusif
2. Tidak ASI Eksklusif
5. Status imunisasi adalah jenis imunisasi yang sudah didapatkan oleh anak. Jenis
imunisasi yang dilihat adalah jenis imunisasi sesuai dengan umur anak. Dilihat berdasarkan KMS. Dikategorikan atas :
1. Ya, bila anak mendapatkan imunisasi lengkap
2. Tidak, bila anak tidak mendapatkan lengkap
6. Status gizi adalah keadaan gizi anak yang ditentukan dengan pengukuran
antropometri berat badan menurut umur BBU
Universitas Sumatera Utara
1. Gizi lebih, bila nilai Z-Score +2SD
2. Gizi normal, bila nilai Z-Score terletak antara -2 SD≤ Z ≤ +2 SD
3. Gizi kurang, bila nilai Z-Score terletak antara -3 SD ≤ Z -2 SD
4. Gizi buruk, bila nilai Z-Score -3 SD
Selanjutnya untuk analisa statistik, status gizi anak balita dikategorikan atas :
1. Status Gizi Tidak Baik, jika anak mempunyai status gizi kurang, gizi buruk,
dan gizi lebih 2.
Status Gizi Baik, jika anak mempunyai status gizi normal 7.
Pendidikan Ibu adalah pendidikan formal terakhir yang diselesaikan oleh ibu pada saat penelitian berlangsung, yang terbagi atas tingkatan :
1. Tidak sekolahtidak tamat SD
2. Tamat SD sederajat
3. Tamat SLTPsederajat
4. Tamat SLTAsederajat
5. Tamat DiplomaSarjana
Untuk analisa statistik, pendidikan ibu dikategorikan menjadi : 1.
Pendidikan rendah : jika pendidikan responden tidak sekolah, tamat SD, dan SLTP
2. Pendidikan tinggi : jika pendidikan responden tamat SLTA, Diploma, dan
Sarjana 8.
Pekerjaan Ibu adalah aktivitas sehari-hari oleh iburesponden apada saat dilakukan survei, yang dibedakan atas :
1. PNS
2. Wiraswasta
3. Petani
4. Tidak bekerjaIbu Rumah Tangga
Untuk analisa statistik diaktegorikan menjadi :
1. Bekerja
: PNS, wirswasta, petani 2.
Tidak bekerja : Tidak bekerjaibu rumah tangga
Universitas Sumatera Utara
9. Pengelolaan Sampah adalah bagaimana cara keluarga mengelola sampah dilihat
dari tempat pembuangan sampah yang digunakan, frekuensi membersihkan pekarangan sekitar rumah, kondisi pekarangan, dan jarak dengan kandang ternak.
Pengukuran dilakukan dengan sistem skoring dan pembobotan. Pertanyaan yang akan diajukan terdiri dari 4 buah. Jawaban A diberi nilai 2 dan jawaban B diberi
nilai 1. Maka skor tertinggi adalah 8dan skor terendah adalah 4. Bila keluarga responden tidak memiliki pengelolaan sampah yang baik maka responden
mendapat skor terendah yaitu 4. Berdasarkan skoring maka sanitasi lingkungan dikategorikan menjadi :
1. Buruk : jika responden mendapat nilai 7
2. Baik : jika responden mendapat nilai ≥7
10. Saluran Pembuangan Air Limbah adalah kondsisi saluran pembuangan air limbah
keluarga responden dalam hal ini yang dilihat yaitu apakah tertutup dan apakah berjalan lancar atau tidak. Pengukuran dilakukan dengan sistem skoring dan
pembobotan. Pertanyaan yang akan diajukan terdiri dari 3 buah. Jawaban A diberi nilai 2 dan jawaban B diberi nilai 1. Maka skor tertinggi adalah 6 dan skor
terendah adalah 3. Bila keluarga responden tidak memiliki saluran pembuangan air limbah yang baik maka responden mendapat skor terendah yaitu 3.
Berdasarkan skoring maka sanitasi lingkungan dikategorikan menjadi : 1.
Buruk : jika responden mendapat nilai5 2.
Baik : jika responden mendapat nilai ≥5
11. Penyediaan Air Bersih adalah keadaan penggunaan dan pengolahan air bersih
untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari. Pengukuran dilakuakan dengan sistem
Universitas Sumatera Utara
skroring dan pembobotan. Pertanyaan yang akan diajukan terdiri dari 4 buah. Namun yang dimasukkan dalam skoring hanya 3 pertanyaan. Jawaban A diberi
nilai 2 dan jawaban B diberi nilai 1. Berdasarkan jumlah pertanyaan maka skor tertinggi adalah 6 dan skor terendah adalah 3 Bila keluarga responden tidak
memiliki penyediaan air bersih yang baik maka responden mendapat skor terendah yaitu 3.. Berdasarkan skoring maka penyediaan air bersih dikategorikan
menjadi : 1. Buruk : jika responden mendapat nilai 6
2. Baik : jika responden mendapat nilai 6 12.
Ketersediaan jamban adalah ada tidaknya sarana pembuangan air besar bagi keluarga yang memenuhi syarat kesehatan. Pengukuran dilakuakan dengan sistem
skoring dan pembobotan. Pertanyaan yang akan diajukan terdiri dari 7 buah. Jawaban A diberi nilai 2 dan jawaban B diberi nilai 1. Berdasarkan jumlah
pertanyaan maka skor tertinggi adalah 14 dan skor terendah adalah 7. Bila keluarga responden tidak memiliki jamban maka responden mendapat skor
terendah yaitu 7. Berdasarkan skoring maka ketersediaaan jamban dikategorikan menjadi :
1. Buruk : jika responden mendapat nilai 13
2. Baik : jika responden mendapat nilai ≥13
13. Higiene Perorangan adalah tingkat kebersihan individu dalam hal ini responden
dalam menjalankan aktivitis sehari-hari. Pengukuran dilakukan dengan sistem skoring dan pembobotan. Pertanyaan yang akan diajukan terdiri dari 7 buah.
Jawaban A diberi nilai 2, jawaban B diberi nilai 1. Berdasarkan jumlah
Universitas Sumatera Utara
pertanyaan maka skor tertinggi adalah 14 dan skor terendah adalah 7. Berdasarkan skoring maka higiene perorangan dikategorikan menjadi :
1. Buruk : jika responden mendapat nilai 13 2. Baik : jika responden mendapat nilai ≥13
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1.Gambaran Umum Wilayah Penelitian 4.1.1. Geogarafi
Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir. Luas wilayah kerja Puskesmas Simarmata adalah
33.18 km
2.
Berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Ambarita dan Puskesmas Buhit. Wilayah kerja Puskesmas Simarmata terdiri dari 4 desa yaitu Simarmata, Cinta
Dame, Dosroha, Sihusapi.
4.1.2. Sosio Demografi
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Simarmata sebanyak 3.708 jiwa yang terdiri dari 1.059 KK.
4.1.3. Tenaga Kesehatan di Puskesmas Simarmata Tabel 4.1. Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Simarmata
No Tenaga Kesehatan
f orang
1. Dokter Umum
1 2.
Bidan 7
3. Perawat
7 4.
Farmasi 1
5. Sarjana Kesehatan Masyarakat
2 6.
SPK 2
7. Sekolah Pengatur Rawat Gigi SPRG
1
Jumlah 21
39
Universitas Sumatera Utara
4.2. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari variabel-varibael yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan.
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka variabelyang dianalisis secara univariat adalah sebagai berikut:
4.2.1. Kejadian Diare Tabel 4.2. Distribusi Proporsi Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Simarmata Berdasarkan Kejadian Diare No
f
1. 2.
Diare Tidak Diare
46 80
36,5 63,5
Jumlah 126
100 Berdasarkan tabel 4.2. di atas dapat dilihat bahwa proporsi kejadian diare pada
anak usia 0-59 bulan berdasarkan hasil penelitian dalam satu bulan terakhir adalah 36,5.
Universitas Sumatera Utara
4.2.2. Karakteristik Anak Usia 0-59 Bulan Tabel 4.3. Distribusi Proporsi Karakteristik Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah
KerjaPuskesmas Simarmata Tahun 2013 No
Karakteristik Anak Usia 0-59 Bulan f
1 Umur
0-36 bulan 37-59 bulan
85 41
67,5 32,5
Jumlah 126
100 2
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan 62
64 49,2
50,8 Jumlah
126 100
3 ASI Eksklusif
Tidak ASI Eksklusif Ya ASI Eksklusif
85 41
67,5 32,5
Jumlah 126
100 4
Status Imunisasi Tidak mendapatkanimunisasi lengkap
Ya mendapatkan imunisasi lengkap 11
115 8,7
91,3 Jumlah
126 100
5 Status Gizi
Status gizi tidak baik Status gizi baik
20 106
15,9 84,1
Jumlah 126
100 Berdasarkan tabel 4.3. di atas dapat dilihat bahwa proporsi anak yang
berumur 0-36 bulan yaitu 67,5 dan 37-59 bulan yaitu 32,5.Proporsi anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif yaitu 67,5, sedangkan yang mendapat ASI Eksklusif
yaitu 32,5. Proporsi anak yang tidak mendapat imunisasi lengkap yaitu 8,7, sedangkan yang mendapat imunisasi lengkap yaitu 91,3. Proporsi anak yang
memiliki status gizi baik yaitu 84,1, sedangkan yang tidak memiliki status gizi baik yaitu 15,9.
Universitas Sumatera Utara
4.2.3. Karakteristik Ibu Anak Usia 0-59 Bulan Tabel. 4.4. Distribusi Proporsi Karakteristik Ibu Anak Usia 0-59 Bulan di
WilayahKerja Puskesma Simarmata Tahun 2013 No
Karakteristik Ibu Anak Usia 0-59 Bulan f
1 Pendidikan
Tidak sekolahtidak tamat SD Tamat SDsederajat
Tamat SMPsederajat Tamat SMAsederajat
Tamat Perguruan Tinggi 9
17 33
54 13
7,1 13,5
26,2 42,9
10,3
Jumlah 126
100 2
Pekerjaan PNS
Wiraswasta Petani
Tidak bekerjaibu rumah tangga 5
16 102
3 4,0
12,7 81,0
2,4
Jumlah
126 100
Berdasarkan tabel 4.4. di atas dapat dilihat bahwa proporsi ibu anak yang tidak sekolahtidak tamat SD yaitu 7,1, yang tamat SDsederajat yaitu 13,5, yang
tamat SMPsederajat yaitu 26,2, yang tamat SMAsederajat yaitu 42,9, dan yang tamat perguruan tinggi yaitu 10,3. Proporsi ibu balita yang bekerja sebagai PNS
yaitu 4,0, sebagai wiraswasta yaitu 12,7, sebagai petani yaitu 81,0, dan yang tidak bekerjaibu rumah tangga yaitu 2,4.
Universitas Sumatera Utara
Tabel. 4.5. Distribusi Proporsi Karakteristik Ibu Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja PuskesmasSimarmata Tahun 2013
No
Karakteristik Ibu Anak Usia 0-59 Bulan f
1 Pendidikan
Pendidikan rendah Pendidikan tinggi
58 68
46,0 54,0
Jumlah 126
100 2
Pekerjaan Bekerja
Tidak bekerja 122
4 96,8
3,2
Jumlah
126 100
Berdasarkan tabel 4.5. di atas dapat dilihat bahwa proporsi ibu anak yang
memiliki pendidikan rendah yaitu 46,0, sedangkan yang memiliki pendidikan tinggi yaitu 54,0. Proporsi ibu balita yang bekerja yaitu 96,8, sedangkan yang tidak
bekerja yaitu 3,2.
4.2.4. Karakteristik Lingkungan Tabel 4.6. Distribusi Proporsi Lingkungan Tempat Tinggal Anak Usia 0-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata Tahun 2013 No
Karakteristik Lingkungan Tempat Tinggal Anak Usia 0-59 Bulan
f
1 Pengelolaan Sampah
Membuang sampah di tempat sampah Membuang sampah di sembarang tempat
Pekarangan rumah tidak sering dikotori ternak
Pekarangan rumah sering dikotori ternak Pekarangan rumah sering dibersihkan
Pekarangan rumah tidak sering dibersihkan Jarak rumah dengan kandang ternak ≥10 m
77 49
43 83
108 18
38 88
61,1 38,9
34,1 65,9
85,7 14,3
30,2 69,8
Universitas Sumatera Utara
Jarak rumah dengan kandang ternak 10m Jumlah
126 100
2 Saluran Pembuangan Air Limbah
Memiliki saluran air limbah Tidak memiliki saluran air limbah
Saluran air limbah tertutup Saluran air limbah tidak tertutup
Aliran air pada saluran air limbah berjalan lancar
Aliran air pada saluran air limbah tidak berjalan lancer
48 78
5 43
47 1
38,1 61,9
10,4 89,6
97,9 2,1
Jumlah 126
100 3
Penyediaan Air Bersih Sumber air untuk keperluan memasak dari
sumur gali Sumber air untuk keperluan memasak dari
air alami Air
yang dikonsumsi
tidak berasa,
berwarna, berbau Air yang dikonsumsi berasa, berwarna,
berbau Jarak sumber pencemar dengan sumber air
minum ≥10m Jarak sumber pencemar dengan sumber air
minum 10m Air yang dikonsumsi selalu dimasak
hingga mendidih Air yang dikonsumsi tidak selalu dimasak
hingga mendidih 42
84
121 5
126
126 33,3
66,7
96,0 4,0
100,0
100,0
Jumlah 126
100 4
Ketersediaan Jamban
Universitas Sumatera Utara
Ada jamban Tidak ada jamban
Jamban jenis leher angsa Jamban jenis cemplung
Ibu dan anak menggunakan jamban jika buang air besar
Ibu dan anak tidak menggunakan jamban jika buang air besar
Jamban yang digunakan memiliki septic tank
Jamban yang digunakan tidak memiliki septic tank
Air tersedia untuk keperluan jamban Air tidak tersedia untuk keperluan jamban
Jamban dalam kondisi bersih Jamban dalam kondisi kotor
Jamban dalam keadaan tertutup Jamban dalam keadaan terbuka
55 71
55
32 23
48 7
53 2
48 7
55 -
43,7 56,3
100,0
58,2 41,8
87,3 12,7
96,4 3,6
87,3 12,7
100,0 -
Jumlah 126
100 5
Higiene Perorangan Ibu selalu mencuci tangan sebelum makan
Ibu tidak selalu mencuci tangan sebelum makan
Ibu selalu mencuci tangan selesai buang air besar
Ibu tidak selalu mencuci tangan selesai buang air besar
Ibu selalu mencuci tangan sebelum menyuapi anak
5 121
126 -
123 3
4,0 96,0
100,0 -
97,6 2,4
Universitas Sumatera Utara
Ibu tidak selalu mencuci tangan sebelum menyuapi anak
Ibu selalu membersihkan tangan anak sebelum makan
Ibu tidak selalu membersihkan tangan anak sebelum makan
Ibu
selalu mencuci
peralatan yang
digunakan anak Ibu tidak selalu mencuci peralatan yang
digunakan anak Ibu selalu menutup makanan yang telah
dimasak sebelum dikonsumsi Ibu tidak selalu menutup makanan yang
telah dimasak sebelum dikonsumsi Ibu dan anak selalu menggunting kuku jika
sudah panjang dan kotor Ibu dan anak tidak selalu menggunting
kuku jika sudah kotor 82
44
126 -
124 2
106 20
65,1 34,9
100,0 -
98,4 1,6
84,1 15,9
Jumlah 126
100
Berdasarkan tabel 4.6. di atas dapat dilihat bahwa proporsi yang membuang sampah di tempat sampah yaitu 61,1, sedangkan yang membuang sampah sembarangan
yaitu 38,9. Proporsi yang pekarangan rumahnya tidak sering dikotori ternak yaitu 34,1, sedangkan yang pekarangan rumahnya sering dikotori ternak yaitu 65,9.
Proporsi yang pekarangan rumahnya sering dibersihkan yaitu 85,7, sedangkan yang pekarangan rumahnya tidak sering dibersihkan yaitu 14,3. Proporsi yang
jarak rumahnya dengan kandang ternak ≥10m yaitu 30,2, sedangkan yang jarak rumahnya dengan kandang ternak 10m yaitu 69,8.
Universitas Sumatera Utara
Proporsi yang memiliki saluran pembuangan air limbah yaitu 38,1, sedangkan yang tidak memiliki saluran pembuangan air limbah yaitu 61,9. Proporsi yang
memiliki saluran air limbah tertutup yaitu 10,4, sedangkan yang tidak memiliki saluran air limbah tertutup yaitu 89,6. Proporsi yang memiliki aliran air pada
saluran air limbah berjalan lancar yaitu 97,9, sedangkan yang tidak memiliki aliran air pada saluran air limbah berjalan lancar yaitu 2,1.
Proporsi dengan sumber air untuk keperluan memasak dari sumur gali yaitu 33,3, sedangkan sumber air untuk keperluan memasak dari air alami yaitu 66,7. Proporsi
air yang dikonsumsi tidak berasa, berwarna, berbau yaitu 96,0, sedangkan air yang dikonsumsi berasa, berwarna, berbau yaitu 4,0. Proporsi jarak sumber pencemar
dengan sumber air minum ≥10m yaitu 100, sedangkan Jarak sumber pencemar dengan sumber air minum 10m yaitu 0. Proporsi air yang dikonsumsi selalu
dimasak hingga mendidih 100, sedangkan air yang dikonsumsi tidak selalu dimasak hingga mendidih yaitu 0.
Proporsi rumah yang memiliki jamban yaitu 43,7, sedangkan yang tidak memiliki jamban yaitu 56,3. Proporsi yang menggunakan jamban leher angsa yaitu 100,
sedangkan yang menggunakan jamban cemplung yaitu 0. Proporsi Ibu dan anak menggunakan jamban jika buang air besar yaitu 58,2, sedangkan Ibu dan anak
tidak menggunakan jamban jika buang air besar yaitu 41,8. Proporsi jamban yang memiliki septic tank yaitu 87,3, sedangkan jamban yang tidak memiliki septic
tank yaitu 12,7. Proporsi air tersedia untuk keperluan jamban yaitu 96,4, sedangkan air tidak tersedia untuk keperluan jamban yaitu 3,6. Proporsi jamban
dalam kondisi bersih yaitu 87,3, sedangkan jamban dalam kondisi kotor yaitu
Universitas Sumatera Utara
12,7. Proporsi jamban dalam keadaan tertutup yaitu 0, sedangkan jamban dalam keadaan terbuka yaitu 100.
Proporsi Ibu selalu mencuci tangan sebelum makan yaitu 4,0, sedangkan Ibu tidak selalu mencuci tangan sebelum makan yaitu 96,0. Proporsi Ibu selalu mencuci
tangan selesai buang air besar yaitu 100,0, sedangkan Ibu tidak selalu mencuci tangan selesai buang air besar yaitu 0. Proporsi Ibu selalu mencuci tangan sebelum
menyuapi anak yaitu 97,6, sedangkan Ibu tidak selalu mencuci tangan sebelum menyuapi anak yaitu 2,4. Proporsi Ibu selalu membersihkan tangan anak sebelum
makan yaitu 65,1, sedangkan Ibu tidak selalu membersihkan tangan anak sebelum makan yaitu 34,9. Proporsi Ibu selalu mencuci peralatan yang digunakan anak
yaitu 100,0, sedangkan Ibu tidak selalu mencuci peralatan yang digunakan anak yaitu 0. Proporsi Ibu selalu menutup makanan yang telah dimasak sebelum
dikonsumsi yaitu 98,4, sedangkan Ibu tidak selalu menutup makanan yang telah dimasak sebelum dikonsumsi yaitu 1,6. Proporsi Ibu dan anak selalu menggunting
kuku jika sudah panjang dan kotor yaitu 84,1, sedangkan Ibu dan anak tidak selalu menggunting kuku jika sudah panjang dan kotor yaitu 15,9
Tabel 4.7. Distribusi Proporsi Kategori Lingkungan Tempat Tinggal Anak Usia
0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata Tahun 2013
No Karakteristik Lingkungan Tempat Tinggal
Anak Usia 0-59 Bulan f
1 Pengelolaan Sampah
Buruk Baik
80 46
63,5 36,5
Jumlah 126
100 2
Saluran Pembuangan Air Limbah
Universitas Sumatera Utara
Buruk Baik
77 49
61,1 38,9
Jumlah 126
100 3
Penyediaan Air Bersih Buruk
Baik 3
123 2,4
97,6 Jumlah
126 100
4 Ketersediaan Jamban
Buruk Baik
93 33
73,8 26,2
Jumlah 126
100 5
Higiene Perorangan Buruk
Baik 48
78 38,1
61,9 Jumlah
126 100
Berdasarkan tabel 4.7. di atas dapat dilihat bahwa proporsi pengelolaan sampah yang buruk yaitu 63,5, sedangkan pengelolaan sampah yang baik yaitu
36,5. Proporsi saluran pembuangan air limbah yang buruk yaitu 61,1, sedangkan saluran pembuangan air limbah yang baik yaitu 38,9. Proporsi
penyediaan air bersih yang buruk yaitu 2,4, sedangkan penyediaan air bersih yang baik yaitu 97,6. Proporsi ketersediaan jamban yang buruk yaitu 73,8,
sedangkan ketersediaan jamban yang baik yaitu 26,2. Proporsi higiene perorangan yang buruk yaitu 38,1, sedangkan higiene perorangan yang baik
yaitu 61,9.
4.3.Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variable bebas dan variable terikat dengan menghitung rasio prevalens. Analisis dilakukan dengan
menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95 α=0,05, sehingga
Universitas Sumatera Utara
apabila ditemukan hasil analisis statistik p0,05, maka variabel tersebut dinayatakan berhubungan secara signifikan.
4.3.1. Hubungan Umur dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan Tabel 4.8. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Umur Anak Usia
0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata Umur
Diare Tidak
diare Jumlah
�
�
� RP
CI=95
f f
f
0-36 bulan 37-59 bulan
37 9
43,5 22,0
48 32
56,5 78,0
85 41
100 100
5,5560,018 1,983
1,060- 3,708
Berdasarkan tabel 4.8. di atas dapat dilihat bahwa proporsi diare pada anak usia 0-36 bulan adalah 43,5 dan pada anak usia 37-59 bulan adalah 22,0.
Proporsi tidak diare pada anak usia 0-36 bulan adalah 56,5 dan pada anak usia 30-59 bulan adalah 78,0.
Berdasarkan hasil analisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh nilai p0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara umur dengan
kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata. Ratio Prevalence diare pada anak usia 0-36 bulan dan 36-59 bulan adalah 1,983
CI 95. 1,060-3,708.
4.3.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadia Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Tabel 4.9. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Jenis Kelamin Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Jenis kelamin
Diare Tidak
diare Jumlah
�
�
� RP
CI=95
f f
f
Laki-laki Perempuan
29 17
46,8 26,6
33 47
53,2 73,4
62 64
100 100
5,5500,018 1,761
1,083-
Universitas Sumatera Utara
2,864 Berdasarkan tabel 4.9. di atas dapat dilihat bahwa proporsi diare pada anak
usia 0-59 bulan dengan jenis kelamin laki-laki adalah 46,8 dan pada anak usia 0- 59 bulan dengan jenis kelamin perempuan adalah 26,6. Proporsi tidak diare pada
anak usia 0-59 bulan dengan jenis kelamin laki-laki adalah 53,2 dan pada anak usia 0-59 bulan dengan jenis kelamin perempuan adalah 73,4.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin
dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Simarmata. Ratio Prevalence diare pada anak usia 0-59 bulan dengan jenis kelamin laki-laki
dan perempuan adalah 1,761CI 95. 1,083-2,864.
4.3.3. Hubungan ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Tabel 4.10. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Status ASI
Eksklusif Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Status ASI Eksklusif
Diare Tidak diare
Jumlah
�
�
� RP
CI=95 f
f f
Tidak Ya
35 11
41,2 26,8
50 30
58,8 73,2
85 41
100 100
2,456 0,117
0,652 0,370-
1,147 Berdasarkan tabel 4.10. di atas dapat dilihat bahwa proporsi diare pada
anak usia 0-59 bulan yang tidak ASI Eksklusif adalah 41,2 dan padaanak usia 0- 59 bulan yang ASI Eksklusif adalah 26,8. Proporsi tidak diare pada anak usia 0-
Universitas Sumatera Utara
59 bulan yang tidak ASI Eksklusif adalah 58,8 dan pada anak usia 0-59 bulan yang ASI Eksklusif adalah 73,2.
Berdasarkan hasil analisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh nilai p0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara status ASI
Eksklusif dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata. Ratio Prevalence diare pada anak usia 0-59 bulan yang
tidak ASI Eksklusif dengan yang ASI Eksklusif adalah 0,652 CI 95. 0,370- 1,147.
4.3.4. Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Tabel 4.11. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Status Imunisasi Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Status Imunisasi
Diare Tidak
diare Jumlah
�
�
� RP
CI=95 f
f f
Tidak Ya
7 39
63,6 33,9
4 76
36,4 66,1
11 115
100 100
3,827 0,97
0,533 0,319-
0,891
Berdasarkan tabel 4.11. di atas dapat dilihat bahwa proporsi diare pada anak usia 0-59 bulan dengan status imunisasi tidak lengkap adalah 63,6 dan
dengan status imunisasi lengkap adalah 33,9. Proporsi tidak diare pada anak usia 0-59 bulan dengan status imunisasi tidak lengkap adalah 36,4 dan dengan
status imunisasi lengkap adalah 66,1. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai
p0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara status
Universitas Sumatera Utara
imunisasi dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata. Ratio Prevalence diare pada anak dengan status imunisasi
tidak lengkap dan anak dengan status imunisasi lengkap adalah adalah 0,533 CI 95. 0,319-0,891.
4.3.5. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Tabel 4.12. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Status Gizi Anak
Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata Status Gizi
Diare Tidak
diare Jumlah
�
�
� RP
CI=95 F
f f
Tidak baik
Baik 10
36 50,0
34,0 10
70 50,0
66,0 20
106 100
100 1,867
0,172 1,472
0,882- 2,458
Berdasarkan tabel 4.12. di atas dapat dilihat bahwa proporsi diare pada anak usia 0-59 bulan dengan status gizi tidak baik adalah 50,0 dan dengan status
gizi baik adalah 36. Proporsi tidak diare pada anak usia 0-59 bulan denga status gizi tidak baik adalah 50,0 dan dengan status gizi baik adalah 66,0.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi
dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata. Ratio Prevalence diare pada anak dengan status gizi tidak baik dan
anak dengan status gizi baik adalah 1,472CI 95. 0,882-2,458.
Universitas Sumatera Utara
4.3.6. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Tabel 4.13. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Pendidikan Ibu Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Pendidikan Ibu Diare Tidak
diare Jumlah
�
�
� RP
CI=95 f
f f
Rendah
Tinggi 22
24 37,9
35,3 36
44 62,1
64,7 58
68 100
100 0,094
0,759 1,075
0,678- 1,753
Berdasarkan tabel 4.13. di atas dapat dilihat bahwa proporsi anak usia 0-59 bulan dengan tingkat pendidikan ibu dalam kategori rendah adalah 37,9 dan
dengan tingkat pendidikan ibu dalam kategori tinggi adalah 35,3. Proporsi tidak diare pada anak usia 0-59 bulan dengan tingkat pendidikan ibu dalam kategori
rendah adalah 62,1 dan dengan tingkat pendidikan ibu dalam kategori tinggi adalah 64,7.
Berdasarkan hasil analisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh nilai p0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat
pendidikan ibu dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata. Ratio Prevalence diare pada anak dengan tingkat
pendidikan ibu dalam kategori rendah dan tingkat pendidikan ibu dalam kategori tinggi adalah 1,075 CI 95. 0,678-1,753.
Universitas Sumatera Utara
4.3.7. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Tabel 4.14. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Pekerjaan Ibu
Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata Pekerjaaan Ibu
Diare Tidak
diare Jumlah
�
�
� RP
CI=95 f
f f
Bekerja Tidak
bekerja 46
37,7 76
4 62,3
100 122
4 100
100 2,375
0,296 0,623
0,543- 0,715
Berdasarkan tabel 4.14. di atas dapat dilihat bahwa proporsi diare pada anak usia 0-59 bulan pada ibu yang bekerja adalah 37,7 dan pada ibu yang tidak
bekerja 0. Proporsi tidak diare pada anak usia 0-59 bulan pada ibu yang bekerja adalah 62,3 dan pada ibu yang tidak bekerja adalah 100.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan
ibu dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata. Ratio Prevalence tidak diare pada anak dengan ibu bekerja dan anak
dengan ibu tidak bekerja adalah adalah 0,543 CI 95. 0,543-0,715.
Universitas Sumatera Utara
4.3.8. Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Tabel 4.15. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Pengelolaan
Sampah di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata Pengelolaan
Sampah Diare
Tidak diare
Jumlah
�
�
� RP
CI=95 f
f f
Buruk Baik
31 15
38,8 32,6
49 31
61,2 67,4
80 46
100 100
0,475 0,491
1,188 0,722-
1,956
Berdasarkan tabel 4.15. di atas dapat dilihat bahwa proporsi diare pada anak usia 0-59 bulan dengan pengelolaan sampah dalam kategori buruk adalah
38,8 dan dengan pengelolaan sampah dalam kategori baik adalah 32,6. Proporsi tidak diare pada anak usia 0-59 bulan dengn pengelolaan sampah dalam
kategori buruk adalah 61,2 dan dengan pengelolaan sampah dalam kategori baik adalah 67,4.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara
pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Pusekesmas Simarmata. Ratio Prevalence diare pada anak usia 0-59 bulan
dengan pengelolaan sampah dalam kategori buruk dan pengelolaan sampah dalam kategori baik adalah 1,188CI 95. 0,722-1,956.
Universitas Sumatera Utara
4.3.9. Hubungan Saluran Pembuangan Air Limbah dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Tabel 4.16. Tabulasi
Silang Kejadian
Diare Berdasarkan
Saluran Pembuangan Air Limbah di Wilayah Kerja Puskesmas
Simarmata
Saluran Pembuangan
Air Limbah Diare
Tidak diare
Jumlah
�
�
� RP
CI=95 f
f f
Buruk Baik
33 13
42,9 26,5
44 36
57,1 73,5
77 49
100 100
3,443 0,064
1,615 0,948-
2,751
Berdasarkan tabel 4.16. di atas dapat dilihat bahawa proporsi diare pada anak usia 0-59 bulan dengan saluran pembuangan air limbah dalam kategori buruk
adalah 42,9 dan dengan saluran pembuangan air limbah dalam kategori baik adalah 26,5. Proporsi tidak diare pada anak usia 0-59 bulan dengan saluran
pembuangan air limbah dalam kategori buruk adalah 57,1 dan dengan saluran pembuangan air limbah dalam kategori baik adalah 73,5.
Berdasarkan hasil analisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh nilai p0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara saluran
pembuangan air limbah dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata. Ratio Prevalence diare pada anak usia 0-59
bulan dengan saluran pembuangan air limbah dalam kategori buruk dan saluran
pembuangan air limbah dalam kategori baik adalah 1,615 CI 95. 0,948-2,751.
Universitas Sumatera Utara
4.3.10. Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Tabel 4.17. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Penyediaan Air
Bersih di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata Penyediaan Air
Bersih Diare
Tidak diare
Jumlah
�
�
� RP
CI=95
f f
f Buruk
Baik 46
37,4 3
77 100
62,6 3
123 100
100 1,767
0,299 1,597
1,393- 1,831
Berdasarkan tabel 4.17. di atas dapat dilihat bahawa proporsi diare pada anak usia 0-59 bulan dengan penyediaan air bersih dalam kategori buruk adalah
0 dan dengan penyediaan air bersih dalam kategori baik adalah 37,4. Proporsi tidak diare pada anak usia 0-59 bulan dengan penyediaan air bersih dalam kategori
buruk adalah 100 dan dengan penyediaan air bersih dalam kategori baik adalah 62,2.
Berdasarkan hasil analisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh nilai p0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara
penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata. Ratio Prevalence tidak diare pada anak usia 0-59
bulan dengan penyediaan air bersih dalam kategori buruk dan penyediaan air
bersih dalam kategori baik adalah 1,597 CI 95. 1,393-1,831 .
.
Universitas Sumatera Utara
4.3.11. Hubungan Ketersediaan Jamban dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Tabel 4.18. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Ketersediaan
Jamban di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata Ketersediaan
Jamban Diare
Tidak diare
Jumlah
�
�
� RP
CI=95
f f
f Buruk
Baik 36
10 38,7
30,3 57
23 61,3
69,7 93
33 100
100 0,743
0,389 1,277
0,717- 2,275
Berdasarkan tabel 4.18. di atas dapat dilihat bahwa proporsi diare pada anak usia 0-59 bulan dengan ketersediaan jamban dalam kategori buruk adalah
38,7 dan dengan ketersediaan jamban dalam kategori baik adalah 30,3. Proporsi tidak diare pada anak usia 0-59 bulan dengan ketersediaan jamban dalam
kategori buruk adalah 61,3 dan dengan ketersediaan jamban dalam kategori baik adalah 69,7.
` Berdasarkan hasil analisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh nilai
p0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermkana antara ketersediaan jamban dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah
kerja Puskesmas Simarmata. Ratio Prevalence diare anak usia 0-59 bulan dengan ketersediaan jamban dalam kategori buruk dan ketersediaan jamban dalam
kategori baik
adalah 1,277
CI 95. 0,717-2,275.
Universitas Sumatera Utara
4.3.12. Hubungan Higiene Perorangan dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Tabel 4.19. Tabulasi Silang
Kejadian Diare
Berdasarkan Higiene
Perorangan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata Higiene
Perorangan Diare
Tidak diare
Jumlah
�
�
� RP
CI=95 f
f f
Buruk Baik
23 23
47,9 29,5
25 55
52,1 70,5
48 78
100 100
4,354 0,037
1,625 1,034-
2,555 Berdasarkan tabel 4.19. di atas dapat dilihat bahwa proporsi diare pada
anak usia 0-59 bulan dengan higiene perorangan dalam kategori buruk adalah 47,9 dan dengan higiene perorangan dalam kategori baik adalah 29,5. Proporsi
tidak diare pada anak usia 0-59 bulan dengan higiene perorangan dalam kategori buruk adalah 52,1 dan dengan higiene perorangan dalam kategori baik adalah
70,5. `
Berdasarkan hasil analisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh nilai p0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan yang bermkana antara higiene
perorangan dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata. Ratio Prevalence diare pada anak usia 0-59 bulan dengan
higiene perorangan dalam kategori buruk dan higiene perorangan dalam kategori baik adalah 1,625 CI 95. 1,034-2,555.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1.
Analisis Univariat 5.1.1. Kejadian Diare
Proporsi kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan berdasarkan hasil penelitian dalam satu bulan terakhir di wilayah kerja Puskesmas Simarmata dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
Gambar 5.1. Diagram Pie Distribusi Proporsi Kejadian Diare pada Anak Usia
0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa angka insidens rate diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata tahun 2013 adalah
36,5. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional insidensi diare 16,7 dari hasil Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS di Indonesia tahun
2007.
23
Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata merupakan masalah kesehatan
63,5 36,5
tidak diare diare
61
Universitas Sumatera Utara
masyarakat. Beberapa faktor risiko diduga penyebab terjadinya penyakit diare pada anak usia 0-59 bulan di Indonesia. Faktor risiko itu bisa berasal dari anak itu
sendiri, ibu dari si anak dan juga lingkungan tempat tinggal si anak. Riset Kesehatan Dasar 2007, diare tersebar di semua kelompok umur
dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada balita. Prevalensi yang tinggi pada bayi dan balita tidak selalu diberi oralit, proporsi yang mendapat oralit dari kedua
kelompok umur tersebut berturut-turut adalah 52,8 dan 55,5. Penyakit diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah TB dan pneumonia dari
semua penyakit menular. Juga didapatkan bahwa penyebab kematian bayi terbanyak adalah diare 31,4 dan pneumonia 23,8. Demikian pula penyebab
kematian balita, terbanyak adalah diare 25,2 dan pneumonia 15,5.
23
Hal ini sejalan dengan penelitian Umiati di wilayah kerja Puskesmas Nogosari Kabupaten Boyolali tahun 2009 dengan teknik pengambilan sampel
simple random sampling yang mendapatkan insidens rate pada anak balita yaitu 71,7.
37
Universitas Sumatera Utara
5.1.2. Umur Anak Usia 0-59 Bulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi anak usia 0-36 bulan adalah 67,5 dan anak usia 37-59 bulan adalah 32,5
Gambar 5.2. Diagram Pie Distribusi Proporsi Anak Usia 0-59 Bulan Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Dalam penelitian ini proporsi anak usia 0-36 bulan lebih besar 67,5 dari anak usia 37-59 bulan 32,5.
Perkembangan anak dapat dilihat dengan menggunakan beberapa pendekatan, seperti
pendekatan umur age-stage approach, pendekatan jangka hidup life-span approach, pendekatan ekologi ecological approach.
Pendekatan umur merupakan pendekatan tradisional yang paling sering digunakan. Sigmund Freud, mengidentifikasi perkembangan individu dalam beberapa tahapan,
yaitu:
38
67,5 32,5
0-36 bulan 37-59 bulan
Universitas Sumatera Utara
1. Usia 0-1 tahun dikenal dengan fase oral. Masa yang menunjukkan
munculnya kepuasan baik fisik dan emosional berfokus pada daerah sekitar mulut.
2. Usia 1-3 tahun dikenal denga fase anal. Masa yang menunjukkan
munculnya kepuasan dari daerah anal. Hal ini akan menimbulkan konflik dengan nilai-nilai yang dimiliki orang tua dan lingkungannya.
3. Usia 3-5 tahun dikenal dengan fase falik. Daerah sekitar alat genital
merupakan sumber baru yang tidak diperkenankan tetapi secara insting anak suka menyentuhnya.
4. Usia 5 tahun hingga masa remaja dikenal dengan fase laten. Masa
yang menunjukkan kebutuhan seksual anak sudah tidak terlihat lagi, anak lebih tertarik pada kegiatan-kegiatan yang melibatkan fisik dan
kemampuan intelektual. 5.
Usia dewasa dikenal dengan fase genital. Masa munculnya atau terbentuknya keinginan untuk menjalin hubungan didasari cinta yang
matang. Morisson,
mengorganisir perkembangan individu dalam delapan
kelompok, yaitu prenatal masa dalam kandungan, neonatal bulan pertama kelahiran, infancy tahun pertama kelahiran, toddlerhood usia 2-3 tahun,
preschool and kindergarten usia 4-6 tahun, primary childhood usia 6-8 tahun, middle childhood usia 9-12 tahun, dan adolescence usia 13-18 tahun.
Ada tanda atau ciri-ciri yang menunjukkan anak berada dalam rentang tertentu, meliputi perkembangan fisik, motorik, kognitif, dan sosial. Berikut ciri-
Universitas Sumatera Utara
ciri anak usia 0-59 bulan meliputi perkembangan fisik, motorik, kognitif, dan sosial.
Tabel 4.20. Perkembangan Fisik, Motorik, Kognitif, dan Sosial Anak Usia 0- 59
Bulan Kategori
Perkembangan Fisik
Perkembangan Motorik
Perkembangan Kognitif
Perkembangan Sosial
Infancy dan
toddler hood
0-36 bulan
Pertumbuhan fisik terjadi
sangat cepat. Waktu tidur
lebih banyak. Mulai tumbuh
gigi dan gigi bertambah
banyak. Dapat
mengendalikan keinginan untuk
buang air besar dan buang air
kecil. Mulai
menggerakkan dan mengangkat
kepala. Dapat
berguling. Mulai
duduk sendiri.
Dapat berdiri
sendiri. Berjalan dengan
lancar. Berlari
meskipun kaku. Mengeksplorasi
benda menggunakan panca indra
penglihatan, mulut, menggenggam.
Gerak reflex mengisap,menggen
gga,mengais.
Menirukan perilaku orang.
Lebih banyak bermain fisik.
Menjalin ikatan yang
kuta dengan
orang terdekatnya.
Memiliki respon sosial, misalnya
membalas senyum.
Memlih
untuk bermain sendiri.
Preschool 37-59
bulan Perkembangan
fisik melambat. Selera
makan berkurang.
Tidur 2 atau 4 jam,
lalu terbangun
dan dengan
cepat dapat
tertidur lagi.
Berlari dengan seimbang dan
dapat berhenti secara tiba-tiba.
Dapat mengelompokkan
berdasarkan warna,
ukuran, dan bentuk. Dapat menggunakan
media dan alat-alat untuk bermain drama.
Lebih fleksibel, dapat
melakukan sesuatu seperti
orang dewasa. Memiliki teman
sepermainan.
Universitas Sumatera Utara
5.1.3. Jenis Kelamin Anak Usia 0-59 Bulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi anak usia 0-59 bulan yang berjenis kelamin laki-laki adalah 49,2 dan yang berjenis kelamin
perempuan adalah 50,8.
Gambar 5.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Anak Usia 0-59 Bulan Berdasarkan
Jenis Kelamin
di Wilayah
Kerja Puskesmas
Simarmata
Berdasarkan penelitian ini proporsi anak usia 0-59 bulan dengan jenis kelamin perempuan lebih besar 50,8 daripada anak dengan jenis kelamin laki-
laki 49,2, namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Jenis kelamin akan mempengaruhi aktivitas bermain anak. Anak
perempuan akan lebih sedikit melakukan permainan yang mengahabiskan energi jika dibandingkan dengan laki-laki, misalnya melempar bola, berlari-lari,
melompat dan kegiatan fisik yang lain. Perbedaan ini bukan berarti bahwa anak perempuan kurang sehat dibandingkan dengan anak laki-laki, melainkan
50,8 49,2
perempuan laki-laki
Universitas Sumatera Utara
pandangan masyarakat bahwa perempuan sebaiknya menjadi anak yang lembut dan bertingkah laku yang halus Hurlock, 1997.
5.1.4. Status ASI Eksklusif Anak Usia 0-59 Bulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi anak usia 0-59 bulan yang tidak mendapat ASI Eksklusif adalah 67,5 dan yang mendapat ASI
Eksklusif adalah 32,5.
Gambar 5.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Anak Usia 0-59 Bulan Berdasarkan Status ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
Simarmata
Berdasarkan penelitian ini proporsi anak usia 0-59 bulan yang tidak ASI Eksklusif lebih besar 67, daripada anak yang mendapat ASI Eksklusif 32,5.
Rata-rata pada usia 4 bulan anak sudah diberi makanan tambahan selain ASI. Alasan Ibu memberikan makanan tambahan sebelum anak berusia 6 bulan adalah
karena anak rewel dan diperkirakan bahwa itu disebabkan karena anak kelaparan. Makanan tambahan yang diberikan adalah nasi atau bubur dan susu formula.
67,5 32,5
tidak ASI Eksklusif ASI Eksklusif
Universitas Sumatera Utara
ASI merupakan bahan makanan terbaik untuk anak dalam 6 bulan pertama kehidupan karena ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan anak. Adapun
komponen-komponen yang terdapat di dalam ASI adalah sebagai berikut:
39
1. Protein ; merupakan protein yang berkualitas tinggi karena mengandung
semua asam amino esensial yang penting untuk proses tumbuh kembang anak. 2.
Laktosa ; laktosa di dalam ASI kadarnya lebih tinggi dibandingkan denga kadar laktosa air susu sapi.
3. Lemak ; lemak yang terdapat di dalam ASI merupakan campuran fosfolipid,
kolesterol, vitamin A dan karotinoid. 4.
Elektrolit ; ASI mengandung elektrolit lebih rendah dibandingkan dengan susu formula, hal ini sangat menguntungkan bayi dengan keadaan ginjal yang
belum sempurna. 5.
Vitamin ; beberapa vitamin seperti vitamin A, vitamin C, vitamin D, vitain E di dalam ASI kadarnya lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi atau susu
formula. Selain komponen ASI yang sangat baik untuk tumbuh kembang anak pada 6
bulan pertama kehidupan, ASI juga memiliki keunggulan yang lain yaitu kebersihannya terjamin. ASI merupakan produk alamiah tanpa melalui proses
sebagaimana susu formula. ASI juga memiliki suhu yang sama dengan tubuh sehingga akan memberikan kenyamanan tersendiri bagi bayi.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemberian ASI Eksklusif mengalami penurunan. Ada banyak hal yang menjadi latar belakangnya, seperti pandangan
Universitas Sumatera Utara
bahwa wanita akan lebih cantik dan awet muda bila tidak menyusui, kurangnya pengetahuan tentang manfaat ASI.
5.1.5. Status Imunisasi Anak Usia 0-59 Bulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi anak yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap adalah 8,7 dan yang mendapat imunisasi
lengkap adalah 91,3.
Gambar 5.5. Diagram Pie Distribusi Proporsi Anak Usia 0-59 Bulan Berdasarkan
Status Imunisasi
di Wilayah
Kerja Puskesmas
Simarmata
Berdasarkan penelitian ini proporsi anak yang mendapat imunisasi lengkap
lebih besar 91,3 daripada anak yang tidak mendapat imunisasi lengkap 8,7. Secara umum, Ibu sudah memiliki kesadaran untuk membawa anaknya ke
Posyandu terdekat untuk imunisasi. Hanya ada 8,7 anak yang tidak mendapat imunisasi lengkap. Hal ini bisa disebabkan karena Ibu lupa dengan jadwal
Posyandu atau jarak rumah yang cukup jauh ke Posyandu. 91,3
8,7
imunisasi lengkap tidak imunisasi
lengkap
Universitas Sumatera Utara
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap sesuatu penyakit, sehingga apabila kelak ia terpapar dengan
penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut.
40
5.1.6. Status Gizi Anak Usia 0-59 Bulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi anak usia 0-59 bulan yang memiliki status gizi tidak baik adalah 15,9 dan status gizi baik adalah
84,1.
Gambar 5.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Anak Usia 0-59 Bulan Berdasarkan
Status Gizi
di Wilayah
Kerja Puskesmas
Simarmata
Berdasarkan penelitian ini proporsi anak usia 0-59 bulan yang memiliki status gizi baik lebih besar 84,1 daripada anak yang memiliki status gizi tidak
baik. Status gizi tidak baik termasuk di dalamnya status gizi lebih, kurang, dan buruk. Proporsi status gizi lebih adalah 4,0, status gizi kurang 10,3, status gizi
buruk 2,4. 84,1
15,9 status gizi baik
status gizi tidak baik
Universitas Sumatera Utara
Status gizi memiliki keterkaitan dengan etiologi beberapa jenis penyakit. Kesimpulan ini telah menghasilkan konsep tentang gizi optimal. Gizi optimal
merupakan jumlah asupan yang diperlukan bagi pemeliharaan kondisi kesehatan yang baik, penurunan risiko penyakit kronik, pencegahan defisiensi gizi berat dan
risikonya bagi kesehatan. Mencapai status gizi optimalbaik dapat dilakukan dengan pemberian makanan suplementer, fortifikasi makanan. Namun untuk anak
usia 0-6 bulan tidak dianjurkan untuk diberikan makanan suplementer atau pun fortifikasi makanan, hanya ASI saja. Ibu si anak yang dianjurkan untuk mencapai
status gizi optimal sehingga akan dihasilkan ASI yang berkualitas baik.
41
5.1.7. Pendidikan Ibu Anak Usia 0-59 Bulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi ibu anak usia 0- 59 bulan yang memiliki pendidikan dalam kategori rendah adalah 46,0 dan
dalam kategori tinggi adalah 54,0.
Gambar 5.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Ibu Anak Usia 0-59 Bulan Berdasarkan
Pendidikan di
Wilayah Kerja
Puskesmas Simarmata
54,0 46,0
pendidikan tinggi
pendidikan rendah
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian ini proporsi ibu anak usia 0-59 bulan yang memiliki pendidikan dalam kategori tinggi lebih besar 54,0 daripada pendidikan dalam
kategori rendah 46,0. Proporsi Ibu yang tidak sekolahtidak tamat SD adalah 7,1, tamat SD sederajat 13,5, tamat SMP sederajat 26,2, tamat SMA sederajat
42,9, tamat diplomasarjana 10,3. Dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi adalah pada Ibu dengan pendidikan terakhir SMA sederajat.
Pengetahuan adalah merupakan hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang mengadakan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap objek
terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata
dan telinga, pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan.
42
Pengetahuan yang tercakup dalam kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Adapun faktor-faktor yang
memengaruhi pengetahuan seseorang yaitu pendidikan, media informasi, sosial budaya dan ekonomi, lingkungan, pengalaman, usia. Pendidikan merupakan salah
satu faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang. Tingkat pendidikan ibu berhubungan erat dengan pengetahuan Ibu, dalam hal ini kaitannya dengan penyakit
diare pada anak.
42
Universitas Sumatera Utara
5.1.8. Pekerjaan Ibu Anak Usia 0-59 Bulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi ibu anak usia 0- 59 bulan yang bekerja adalah 96,8 dan yang tidak bekerja adalah 3,2.
Gambar 5.8. Diagram Pie Distribusi Proporsi Ibu Anak Usia 0-59 Bulan Berdasarkan
Pekerjaan di
Wilayah Kerja
Puskesmas Simarmata
Pekerjaan Ibu adalah aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh Ibu pada saat dilakukan penelitian. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa sebagian
besar Ibu bekerja 96,8, hanya sebagian kecil saja yang tidak bekerja 3,2. Proporsi Ibu yang bekerja sebagai PNS adalah 4,0, wiraswasta 12,7, petani
81,0, tidak bekerjaibu rumah tangga 2,4. Dapat dilihat bahwa proporsi terbesar adalah pekerjaan sebagai petani. Hal ini sejalan dengan mata pencaharian
utama penduduk di keempat desa wilayah kerja Puskesmas Simarmata adalah 96,8
3,2
bekerja tidak bekerja
Universitas Sumatera Utara
petani dan Ibu tidak hanya berperan sebagai Ibu rumah tangga namun ikut serta bekerjabertani dengan suami.
5.1.9. Karakteristik Lingkungan Tempat Tinggal Anak Usia 0-59 Bulan Berdasarkan Pengelolaan Sampah
5.1.10.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi lingkungan tempat tinggal anak usia 0-59 bulan berdasarkan pengelolaan sampah dalam
kategori buruk adalah 62,7 dan dalam kategori baik adalah 37,7.
Gambar 5.9. Diagram Pie Distribusi Proporsi Karakteristik Lingkungan Tempat
Tinggal Anak
Usia 0-59
BulanBerdasarkan Pengelolaan Sampah di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat bahwa proporsi karakteristik lingkungan tempat tinggal anak berdasarkan pengelolaan sampah dalam kategori
buruk lebih besar 63,5 daripada kategori baik 36,5. Rumah-rumah penduduk berada pada jarak 10 m dari kandang ternak, ditambah juga dengan
ternak yang terkadang dibiarkan bebas berkeliaran sehingga mengotori pekarangan rumah sementara kesadaran ibu untuk membersihkan pekarangan rumah pun
63,5 36,5
pengelolaan sampah buruk
pengelolaan sampah baik
Universitas Sumatera Utara
masih kurang. Ibu juga masih sering membuang sampah di sembarang tempat karena ada pemikiran bahwa tempat sampah itu haruslah terbuat dari bahan yang
mahal dan Ibu merasa tidak mampu untuk membelinya. Penanganan atau pengelolaan sampah sudah menjadi masalah di berbagai
wilayah di Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Pemerintah telah membuat peraturan terkait pengelolaan sampah. Ada beberapa hal yang disarankan
oleh pemerintah terkait pengelolaan sampah, di antaranya adalah melakukan pemilahan sampah berdasarkan sifat organic dan non organik, pengumpulan
sampah sebelum diangkut, atau pun diolah selanjutnya.
43
Universitas Sumatera Utara
5.1.11. Karakteristik Lingkungan Tempat Tinggal Anak Usia 0-59 Bulan
Berdasarkan Saluran Pembuangan Air Limbah
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi karakteristik lingkungan tempat tinggal anak berdasarkan saluran pembuangan air limbah yang
berada dalam kategori buruk adalah 61,1 dan dalam kategori baik adalah 38,9.
Gambar 5.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Karakteristik Lingkungan Tempat Tinggal Anak Usia 0-59 Bulan Berdasarkan Saluran
Pembuangan
Air Limbah
di Wilayah
Kerja Puskesmas
Simarmata
Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat bahwa proporsi karakteristik lingkungan tempat tinggal anak berdasarkan saluran pembuangan air limbah pada
kategori baik lebih besar 61,1 daripada kategori buruk 38,9. Rata-rata saluran pembuangan air limbah yang dimiliki penduduk tidak tertutup namun
aliran airnya lancar. 61,1
38,9
SPAL buruk SPAL baik
Universitas Sumatera Utara
Limbah rumah tangga adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian, limbah bekas industry rumah tangga, dan kotoran manusia. Limbah
merupakan buangan atau sesuatu yang tidak terpakai berbentuk cair, gas, dan padat. Dalam air limbah terdapat bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan
berbahaya. Bahan kimia tersebut dapat memberi kehidupan bagi kuman-kuman penyebab penyakit seperti disentri, kolera, diare, dan lain-lain. Air limbah harus
diolah untuk mengurangi pencemaran, salah satunya adalah dengan membuat saluran pembuangan air limbah.
44
5.1.12. Karakteristik Lingkungan Tempat Tinggal Anak Usia 0-59 Bulan Berdasarkan Penyediaan Air Bersih
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi karakteristik
lingkungan tempat tinggal anak berdasarkan penyediaan air bersih yang berada dalam kategori buruk adalah 2,4 dan dalam kategori baik adalah 97,6.
97,6 2,4
penyediaan air bersih baik
penyediaan air bersih buruk
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Karakteristik Lingkungan Tempat Tinggal Anak Usia 0-59 Bulan Berdasarkan
Penyediaan Air Bersih di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat bahwa karakteristik tempat tinggal
anak berdasarkan penyediaan air bersih dalam kategori baik lebih besar 97,6
daripada dalam kategori buruk 2,4.
Air adalah kebutuhan dasar untuk kehidupan manusia, terutama untuk digunakan sebagai air minum, memasak, mencuci, mandi, dan kakus. Ketersediaan
sistem penyediaan air bersih merupakan bagian yang selayaknya diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan.
45
Air bersih secara umum diartikan sebagai air yang layak untuk dijadikan air baku bagi air minum. Banyak sumber air yang bisa dimanfaatkan sebagai air
baku untuk air minum, yaitu air hujan, air permukaan, dan air tanah. Sumber air memiliki kualitas yang berbeda tergantung pada sifat fisik, kimiawi, dan
bakteriologis serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan serta kegiatan manusia sekitarnya, misalnya kegiatan pemukiman, pertanian, dan industri.
45
Universitas Sumatera Utara
5.1.13. Karakteristik Lingkungan Tempat Tinggal Anak Usia 0-59 Bulan Berdasarkan Ketersediaan Jamban
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi karakteristik
lingkungan tempat tinggal anak usia 0-59 bulan berdasarkan ketersediaan jamban dalam kategori buruk adalah 73,8 dan dalam kategori baik adalah 26,2.
Gambar 5.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Karakteristik Lingkungan Tempat
Tinggal Anak
Usia 0-59
Bulan Berdasarkan
Ketersediaan Jamban
di Wilayah
Kerja Puskesmas
Simarmata
Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat bahwa karakteristik tempat tinggal anak berdasarkan ketersediaan jamban dalam kategori buruk lebih besar 73,8
daripada dalam kategori baik 26,2. Ketersediaan jamban dalam kategori buruk yang ditemukan dalam penelitian ini disebabkan jamban yang memang tidak
tersedia atau tidak ada. Dengan kata lain, di wilayah penelitian ini masih ditemukan rumah-rumah penduduk yang tidak memiliki jamban. Alasan utama
73,8 26,2
ketersediaan jamban buruk
ketersediaan jamban baik
Universitas Sumatera Utara
yang diungkapkan mengapa tidak memiliki jamban adalah tidak atau belum mempunyai uang yang cukup untuk membuat jamban.
Jamban merupakan sanitasi dasar penting yang harus dimiliki setiap masyarakat. Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan
kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran
dan air untuk membersihkannya. Jamban penting untuk menjaga lingkunga tetap bersih, sehat, dan tidak berbau, tidak mencemari air yang ada di sekitarnya, tidak
mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular penyakit diare, kolera, disentri, dan lain-lain.
46
Universitas Sumatera Utara
5.1.14. Karakteristik Lingkungan Tempat Tinggal Anak Usia 0-59 Bulan Berdasarkan Higiene Perorangan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi karakteristik lingkungan tempat tinggal anak usia 0-59 bulan berdasarkan higiene
perorangandalam kategori buruk adalah 38,1 dan dalam kategori baik adalah 61,9.
Gambar 5.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Karakteristik Lingkungan Tempat
Tinggal Anak
Usia 0-59
Bulan Berdasarkan
Higiene Perorangan
di Wilayah
Kerja Puskesmas
Simarmata Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat bahwa karakteristik tempat tinggal anak
berdasarkan higiene perorangan dalam kategori baik lebih besar 61,9 daripada dalam kategori buruk 38,1.
Higiene perorangan
adalah perawatan
diri sendiri
untuk mempertahankan kesehatan. Higieneperorangan lebih banyak dipengaruhi oleh
faktor nilai adan praktek individu. Faktor lain adalah budaya, sosial, keluarga, 61,9
38,1 higiene
perorangan baik
higiene perorangan
buruk
Universitas Sumatera Utara
budaya, dan faktor-faktor individual seperti pengetahuan tentang kesehatan, dan persepsi tentang kebutuhan dan rasa nyaman perorangan.
47
5.2.Analisis Bivariat 5.2.1. Hubungan Umur dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi diare pada anak usia 0-36 bulan adalah 43,5 dan anak usia 37-59 bulan adalah 22,0.
Gambar 5.12. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Umur Anak dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Simarmata
Hasilanalisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,018
p0,05 yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulab di wilayah kerja Puskesmas
Simarmata.
0-36 bulan 37-59 bulan
diare 43.5
22 tidak diare
56.5 78
10 20
30 40
50 60
70 80
90
P rop
or si K
ejadi an
Diar e
Universitas Sumatera Utara
Ratio Prevalence diare pada anak usia 0-36 bulan dan 37-59 bulan adalah 1,983CI 95. 1,060-3,708. Hal ini menunjukkan bahwa umur merupakan
sebagai faktor risiko kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata. Artinya, anak usia 0-36 bulan kemungkinan beresiko
mengalami diare 1,9 kali lebih besar dibandingkan anak usia 37-59 bulan. Saat usia 0-36 bulan anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk
melakukan kegiatan penting seperti mandi, buang air kecil atau buang air besar, dan makan. Usia 0-36 bulan dikenal sebagai konsumen pasif, artinya mereka
menerima jenis makanan yang diberikan orang tua. Memasuki usia 37-59 bulan anak sudah mulai bisa memilih makanan yang disukai. Anak tidak lagi hanya
menerima jenis makanan yang disajikan orang tua, pada umumnya pada usia ini anak cenderung sudah memiliki makanan kesukaan. Berdasarkan hal tersebut
dapat kita lihat bahwa pola makan anak usia 0-36 bulan masih lebih dapat dikontrol penuh oleh orang tua dibandingkan dengan pola makan anak usia 37-59
bulan. Namun pada usia 0-36 bulan sistem pencernaan anak masih lebih sensitif dibandingkan dengan sistem pencernaan anak usia 37-59 bulan. Hal ini
diasumsikan dapat juga memengaruhi kejadian diare pada anak.
48
Hal lain yang dapat dilihat sebagai faktor penyebab kejadian diare lebih tinggi pada anak usia 0-36 bulan adalah psikiologi perkembangan anak. Pada usia
ini anak memiliki cirri khas yang cenderung melakukan gerakan-gerakan yang tidak disadari seperti menggerak-gerakkan kaki dan tangannya, mengedipkan
mata, dan memasukkan tangan atau benda-benda lain ke dalam mulut.
49
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sejalan dengan penelitian Shintamurniwaty 2006 di Kabupaten Semarang dengan desain penelitian case control menunjukkan ada hubungan
antara umur dengan kejadian diare p = 0,006 p0,05.
24
5.2.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi diare pada anak usia 0-59 bulan yang berjenis kelamin laki-laki adalah 46,8 dan anak perempuan
adalah 26,6.
Gambar 5.13. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin Anak dengan
Kejadian Diare pada Anak Usia Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Hasil analisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,018
p0,05 yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin anak usia 0-59 bulan dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas
Simarmata. laki-laki
perempuan diare
46.8 26.6
tidak diare 53.2
73.4 10
20 30
40 50
60 70
80
P rop
or si K
ejadi an
Diar e
Universitas Sumatera Utara
Ratio Prevalence diare pada anak dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah 1,761 CI 95. ,083-2,864. Hal ini menunjukkan bahwa jenis
kelamin merupakan sebagai faktor risiko kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata. Artinya, anak usia 0-59 bulan dengan jenis
kelamin laki-laki kemungkinan beresiko mengalami diare 1,7 kali lebih besar dibandingkan anak usia 0-59 bulan dengan jenis kelamin perempuan.
Dari berbagai penelitian dan literatur yang ada tidak ditemukan adanya hubungan jenis kelamin dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan. Namun
dalam penelitian ini ditemukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan. Dapat diasumsikan
bahwa hal ini terjadi karena anak laki-laki pada umumnya lebih aktif dibandingkan dengan anak perempuan sehingga anak laki-laki memiliki peluang lebih banyak
untuk terpapar dengan faktor-faktor yang menjadi penyebab diare.
5.2.3. Hubungan ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi diare pada anak usia 0-59 bulan yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif adalah 41,2 dan anak
yang mendapat ASI Eksklusif adalah 26,8.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.14.Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status ASI Eksklusif Anak
dengan Kejadian Diare pada Anak Usia Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil analisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,117 p0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara status ASI Eksklusif anak usia 0-59 bulan dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Simarmata.
Ratio Prevalence diare pada anak usia 0-59 bulan yang tidak ASI Eksklusif dengan yang ASI Eksklusif adalah 0,652 CI 95. 0,370-1,147. Hal ini
menunjukkan bahwa status ASI Eksklusif bukan merupakan sebagai faktor risiko kejadian diare pada anak usia 0-59 bulann di wilayah kerja Puskesmas Simarmata.
Meskipun demikian proporsi kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan yang tidak mendapat ASI Eksklusif lebih besar 41,2 dibandingkan dengan anak yang
mendapat ASI Eksklusif 26,8.
tidak ASI Eksklusif ASI Eksklusif
diare 63.6
26.8 tidak diare
36.4 73.2
10 20
30 40
50 60
70 80
P rop
or si K
ejadi an
Diar e
Universitas Sumatera Utara
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI air susu ibu sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya
air putih sampai anak berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan baru anak diperkenalkan dengan makanan lain. Jumlah komposisi ASI masih cukup untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak apabila ASI diberikan secara tepat dan benar sampai berumur 6 bulan. Pada saat usia 6 bulan sistem pencernaan anak mulai matur. Jaringan pada
usus halus anak pada umumnya seperti saringan pasir, pori-porinya berongga sehingga memungkinkan bentuk protein atau pun kuman langsung masuk dalam
sistem peredaran darah dan dapat menimbulkan alergi. Pori-pori dalam usus anak ini baru akan tertutup rapat setelah anak berusia 6 bulan. Dengan demikian, usus
anak setelah berumur 6 bulan mampu menolak faktor alergi atau pun kuman yang masuk. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang mendapatkan ASI
Eksklusif jauh lebih sehat dari yang mendapat ASI hanya sampai 4 bulan dan frekuensi terkena diare jauh lebih kecil.
27
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Rahmadhani di Puskesmas Kuranji Kota Padang dengan desain case control dimana nilai p = 0,001 p0,05
menunjukkan ada hubungan yang bermkna antara status ASI Eksklusfi dengan kejadian diare.
28
Universitas Sumatera Utara
5.2.4. Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa proporsi diare pada anak usia 0-59
bulan yang tidak mendapat imunisasi lengkap adalah 63,6 dan pada anak yang mendapat imunisasi lengkap adalah 33,9.
Gambar 5.15. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status Imunisasi Anak dengan Kejadian Diare pada Anak Usia Usia 0-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil analisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,97 p0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara status imunisasi anak usia 0-59 bulan dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Simarmata.
Ratio Prevalence diare pada anak usia 0-59 bulan yang tidak imunisasi lengkap dengan yang imunisasi lengkap adalah 0,533 CI 95. 0,319-0,891. Hal
ini menunjukkan bahwa status imunisasi bukan merupakan sebagai faktor risiko status imunisasi
tidak lengkap status imunisasi
lengkap diare
63.6 33.9
tidak diare 36.4
66.1 10
20 30
40 50
60 70
P rop
or si K
ejadi an
Diar e
Universitas Sumatera Utara
kejadian diare pada anak usia 0-59 bulann di wilayah kerja Puskesmas Simarmata. Meskipun demikian proporsi kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan yang tidak
imunisasi lengkap lebih besar 63,6 dibandingkan dengan anak yang mendapat
imunisasi lengkap 33,9.
Salah satu faktor risiko yang berpengaruh pada terjadinya penyakit diare adalah status imunisasi.
2
Dalam penelitian ini sebagian besar anak telah mendapat imunisai lengkap 91,3. Anak yang tidak mendapat imunisasi lengkap 8,7
disebabkan karena ibu lupa jadwal imunisasi, letak posyandu yang terlalu jauh, dan ibu takut karena anak sebelumnya mengalami kejang dan demam tinggi
setelah diimunisasi.
Hasil penelitian Amin Rahman Hardi, dkk 2012 di wilayah kerja Puskesmas Baranglompo Kecamatan Ujung Tanah dengan desain cross sectional
menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadian diare pada anak dimana nilai p = 0,038 p0,05.
50
5.2.5. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa proporsi diare pada anak usia 0-59 bulan yang memiliki status gizi tidak baik adalah 50,0 dan pada anak
yang memiliki status gizi baik adalah 34,0.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.16.Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status Gizi Anak dengan Kejadian Diare pada Anak Usia Usia 0-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,172 p0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara status gizi anak usia 0-59 bulan dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Simarmata.
Ratio Prevalence diare pada anak usia 0-59 bulan yang memiliki gizi tidak baik dengan yang memiliki gizi baik adalah 1,472CI 95. 0,882-2,458. Hal ini
menunjukkan bahwa status gizi bukan merupakan sebagai faktor risiko kejadian diare pada anak usia 0-59 bulann di wilayah kerja Puskesmas Simarmata.
Meskipun demikian proporsi kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan yang memiliki status gizi tidak baik lebih besar 50,0 dibandingkan dengan anak
yang memiliki status gizi baik 34,0. status gizi tidak
baik status gizi baik
diare 50
34 tidak diare
50 66
10 20
30 40
50 60
70
P ropor
si K ej
adi an
D iar
e
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini didapatkan bahwa proporsi anak yang memiliki gizi lebih yaitu 4,0, gizi normal 83,3, gizi kurang 10,3, dan gizi buruk 2,4. Gizi
buruk yang didapatkan pada penelitian ini terjadi pada anak yang memang sejak lahir sudah mengalami kelaianan, misalnya berat badan lahir rendah BBLR dan
mengalami pertumbuhan yang tidak normal. Pengetahuan ibu yang kurang akan pentingnya pemeliharaan atau memperhatika pola konsumsi anak diasumsikan
juga merupakan salah satu penyebab terjadinya gizi kurang pada anak dalam penelitian ini.
Keadaan gizi yang tidak baik muncul sebagai faktor yang penting untuk terjadinya suatu infeksi. Gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan
resistensi tubuh terhadap penyakit-penyakit infeksi tetapi sebaliknya kekurangan gizi berakibat kerentanan seseorang terhadap penyakit infeksi. Semakin buruk
keadaan gizi anak, semakin sering sering dan semakin berat diare yang dideritanya.
12
Hasil penelitian Sintamurniwaty di wilayah kerja Puskesmas Bergas Kabupaten Semarang tahun 2006 dengan desain case control menunjukkan bahwa
ada hubungan yang bermkana antara status gizi dengan kejadian diare pada balita dengan nilai p= 0,001 p0,05.
24
5.2.6. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi diare pada anak usia 0-59 bulan yang pendidikan ibunya rendah adalah 37,9 dan pada anak yang
pendidikan ibunya tinggi adalah 35,3.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.17.Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Pendidikan Terakhir Ibu dengan Kejadian Diare pada Anak Usia Usia 0-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil analisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,759 p0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara pendidikan ibu dengn kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata.
Ratio Prevalence diare pada anak denga kategori ibu pendidikan rendah dengan pendidikan tinggi adalah 1,075 CI 95. 0,678-1,753. Hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan ibu bukan sebagai faktor risiko kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata.
Pendidikan yang tinggi akan berdampak pada pengetahuan seseorang. Demikian halnya dengan tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh pada seberapa
besar tingkat pengetahuan ibu tentang kejadian diare pada anaknya. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi kemungkinan besar juga memiliki tingkat
pendidikan rendah
pendidikan tinggi diare
37.9 35.3
tidak diare 62.1
64.7 10
20 30
40 50
60 70
P rop
or si K
ejadi an
Diar e
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan yang tinggi tentang kejadian diare. Pada penelitian ini didaptkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan
kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan. Seorang ibu bisa saja memiliki tingkat pendidikan atau pengetahuan yang tinggi namun belum tentu ibu tersebut memiliki
pola perilaku yang sama dengan tingkat pendidikan atau pengetahuannya. Dalam penelitian ini dapat diasumsikan walaupun ibu dengan tingkat pendidikan tinggi
akan tetapi memiliki pola perilkau yang sama terhadap kesehatan dan memiliki fasilitas lingkungan hidup dalam keadaan buruk tetap saja anak memiliki resiko
untuk mengalami diare. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Amin Rahman Hardi, dkk
2012 di wilayah kerja Puskesmas Baranglompo Kecamatan Ujung Tanah dengan desain cross sectional menunjukkan ada hubungan yang bermakna pendidikan ibu
dengan kejadian diare pada anak dimana nilai p = 0,04 p0,05.
39
Universitas Sumatera Utara
5.2.7. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi diare pada anak usia 0-59 bulan yang ibunya tidak bekerja adalah 0 dan pada anak yang ibunya
bekerja adalah 37,7.
Gambar 5.18. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Diare pada Anak Usia Usia 0-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil analisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,296 p0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara pekerjaan ibu dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata.
Ratio Prevalence tidak diare pada anak usia 0-59 bulan dengan ibu bekerja dan ibu tidak bekerja adalah 0,623 CI 95. 0,543-0,715. Hal ini menunjukkan
bahwa pekerjaan ibu bukan sebagai faktor risiko kejadian diare pada anak usia 0- 59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata.
bekerja tidak bekerja
diare 37.7
tidak diare 62.3
100 20
40 60
80 100
120
P rop
or si K
ejadi an
Diar e
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini sebagain besar ibu anak bekerja 96,8, hanya sebagian kecil saja yang tidak bekerjaibu rumah tangga 3,2. Ibu yang bekerja
pada umumnya selalu membawa anaknya ke tempat dimana mereka bekerja sehingga anak tetap dalam pengawasan ibu baik dari segi pola makannya atau pun
lingkunga bermainnya. Sementara ibu yang bekerja yang tidak dapat membawa anaknya ke tempat kerja mereka biasanya menitipkan anaknya kepada keluarga
seperti nenek sehingga anak tetap dalam pengawasan. Dari 3,2 ibu yang tidak bekerja, didapati bahwa anaknya tidak
mengalami diare selama satu bulan terakhir. Hal ini dapat diasumsikan bahwa ibu yang tidak bekerja akan memiliki waktu lebih banyak untuk merawat atau
mengasuh anaknya di rumah. Hal ini sejalan dengan penelitian Amin Rahman Hardi, dkk 2012 di
wilayah kerja Puskesmas Baranglompo Kecamatan Ujung Tanah dengan desain cross sectional menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan
dengan kejadian diare pada anak dimana nilai p = 0,47 p0,05.
50
Universitas Sumatera Utara
5.2.8. Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi diare pada anak usia 0-59 bulan dengan pengelolaan sampah dalam kategori buruk adalah 38,8 dan
pada anak dengan pengelolaan sampah dalam kategori baik adalah 32,6.
Gambar 5.19.Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Pegelolaan Sampah dengan Kejadian Diare pada Anak Usia Usia 0-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil analisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,491 p0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata.
Ratio Prevalence diare pada anak usia 0-59 bulan dengan pengelolaan sampah dalam kategori buruk dengan pengelolaan sampah dalam kategori baik
adalah 1,188 CI 95. 0,722-1,956. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan pengelolaan
sampah buruk pengelolaan
sampah baik diare
38.8 32.6
tidak diare 61.2
72.4 10
20 30
40 50
60 70
80
P rop
or si K
ejadi an
Diar e
Universitas Sumatera Utara
sampah bukan sebagai faktor risiko kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata.
Pencapian Visi Indonesia Sehat ditentukan oleh Visi Pembangunan Kesehatan tiap provinsi yaitu Provinsi Sehat. Ada 16 indikator pencapaian
Provinsi Sehat, salah satunya adalah membuang sampah pada tempat yang disediakanmemiliki pengelolaan sampah yang baik. Banyak penyakit yang
ditularkan karena cara-cara atau pengelolaan sampah yang buruk. Rendahnya mutu pengelolaan sampah merupakan keadaan yang potensial untuk menjadi sumber
penularan penyakit diare.
51
Akan tetapi dalam penelitian ini pengelolaan sampah tidak berhubungan dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan. Hal ini
diasumsikan bahwa anak usia 0-59 bulan yang terkena diare bukan karena pengelolaan sampah yang buruk.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Marylin Junias, dkk 2008 di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kota Lima Kota Kupang dengan desain cross
sectional didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada anak dengan nilai p = 0,74 p0,05.
32
Universitas Sumatera Utara
5.2.9. Hubungan Saluran Pembuangan Air Limbah dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi diare pada anak usia 0-59 bulan dengan saluran pembuangan air limbah SPAL dalam kategori buruk
adalah 42,9 dan pada anak dengan SPAL dalam kategori baik adalah 26,5.
Gambar 5.20.Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Saluran Pembuangan Air Limbah dengan Kejadian Diare pada Anak Usia Usia 0-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil analisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh p = 0,064 p0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara SPAL dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata.
Ratio Prevalence diare pada anak usia 0-59 bulan dengan SPAL dalam kategori buruk dengan anak SPAL dalam kondisi baik adalah 1,615
SPAL buruk SPAL baik
diare 42.9
26.5 tidak diare
57.1 73.5
10 20
30 40
50 60
70 80
P rop
or si K
ejadi an
Diar e
Universitas Sumatera Utara
CI 95. 0,948-2,751. Hal ini menunjukkan bahwa SPAL bukan sebagai faktor risiko kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Simarmata. Meskipun demikian dapat dilihat bahwa proporsi kejadian diare pada anak dengan SPAL dalam kategori buruk lebih besar 42,9 dibandingkan
dengan pada anak dengan SPAL dalam kategori baik 26,5. Dalam penelitian ini 61,1 anak memiliki SPAL dalam kategori buruk.
Ketersediaan SPAL berhubungan juga dengan ketersediaan jamban. Jika tidak memiliki jamban maka keluarga tersebut tidak memiliki SPAL dan ada juga
beberapa keluarga yang memiliki jamban namun tidak memiliki SPAL. SPAL yang dimiliki pun belum tentu memenuhi syarat. Pada penelitian ini ada 38,9
anak yang memiliki SPAL dalam kategori baik. Kebanyakan SPAL yang dimiliki oleh warga adalah SPAL yang terbuka.
Hasil penelitian Defin Riski Suryani di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang tahun 2008 dengan desain cross sectional didapatkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara SPAL dengan kejadian diare pada anak dengan nilai p = 0,014 p0,05.
34
Universitas Sumatera Utara
5.2.10.Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi diare pada anak usia 0-59 bulan dengan penyediaan air bersih dalam kategori buruk adalah 0 dan pada
anak dengan penyediaan air bersih dalam kategori baik adalah 37,4.
Gambar 5.21. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Anak Usia Usia 0-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
. Berdasarkan hasil analisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh p = 0,299 p0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata.
Ratio Prevalens tidakdiare pada anak usia 0-59 bulan dengan penyediaan air bersih dalam kategori buruk dengan penyediaan air bersih dalam kategori baik
penyediaan air bersih buruk
penyediaan air bersih baik
diare 37.4
tidak diare 100
62.6 20
40 60
80 100
120
P rop
or si K
ejadi an
Diar e
Universitas Sumatera Utara
adalah1,597 CI 95. 1,393-1,831. Hal ini menunjukkan bahwa penyediaan air bersih bukan sebagai faktor risiko kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Simarmata. Ada 3 faktor yang mempengaruhi kualitas air bersih yaitu faktor fisik,
bakteriologis, dan kimiawi. Dalam penelitian ini hanya dapat dilihat dari faktor fisik saja. Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari
sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit 10m dari sumber air. Dalam
penelitian ini, sumber air bersih bagi masyarakat berasal dari sumur gali dan dari sumber air alami danau, mata air.
Hasil penelitian Septian Bumulo di wilayah kerja Puskesmas Pilodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo tahun 2012 dengan desain cross sectional
didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada anak balita, dengan nilai p = 0,000 p0,05.
52
Universitas Sumatera Utara
5.2.10. Hubungan Ketersediaan Jamban dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi diare pada anak usia 0-59 bulan denga ketersediaan jamban dalam kategori buruk adalah 38,7 dan
pada anak dengan ketersediaan jamban dalam kategori baik adalah 30,3.
Gambar 5.22.Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Ketersediaan Jamban dengan Kejadian Diare pada Anak Usia Usia 0-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil analisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,389 p0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara ketersediaan jamban dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata.
Ratio Prevalence diare pada anak usia 0-59 bulan dengan ketersediaan jamban dalam kategori buruk dan pada anak ketersediaan jamban pada kategori
ketersediaan jamban buruk
ketersediaan jamban baik
diare 38.7
30.3 tidak diare
61.3 69.7
10 20
30 40
50 60
70 80
P rop
or si K
ejadi an
Diar e
Universitas Sumatera Utara
baik adalah 1,277 CI 95. 0,717-2,275. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan jamban bukan sebagai faktor risiko kejadian diare pada anak usia 0-
59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata. Meskipun demikian dapat dilihat bahwa proporsi kejadian diare pada anak dengan ketersediaan jamban dalam
kategori buruk lebih besar 38,7 dibandingkan dengan proporsi pada anak dengan ketersediaan jamban dalam kategori baik 30,3.
Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap penyakit diare. Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik pada jamban memnuhi syarat kesehatan Haryoto, 1983.
Dalam penelitian ini 73,8 anak memiliki katersediaan jamban dalam kategori buruk. Sebagain besar dari kategori buruk ini memang tidak memiliki
jamban sendiri di rumahnya. Anak yang tidak memiliki jamban di rumahnya biasanya buang air besar di sembarang tempat, misalnya di halaman rumah
sehingga diasumsikan bahwa hal ini pun mempercepat penularan beberapa penyakit, salah satunya diare.
Hasil penelitian Septian Bumulo di wilayah kerja Puskesmas Pilodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo tahun 2012 dengan desain cross sectional
didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan jamban dengan kejadian diare pada anak balita, dengan nilai p = 0,000 p0,05.
52
Universitas Sumatera Utara
5.2.11. Hubungan Higiene Perorangan dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi diare pada anak usia 0-59 bulan dengan higiene perorangan dalam kategori buruk adalah 47,9 dan
pada anak dengan higiene perorangan dalam kategori baik adalah 29,5.
Gambar 5.23. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Higiene Perorangan dengan Kejadian Diare pada Anak Usia Usia 0-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Simarmata
Berdasarkan hasil analisis statistic dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,037 p0,05 yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
higiene perorangan dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata.
Ratio Prevalence diare pada anak usia 0-59 bulan dengan higiene perorangan dalam kategori buruk dan pada anak dengan higiene perorangan dalam
kategori baik adalah 1,625 CI 95.1,034-2,555. Hal ini menunjukkan bahwa higiene
perorangan buruk
higiene perorangan
baik diare
47.9 29.5
tidak diare 52.1
70.5 10
20 30
40 50
60 70
80
P rop
or si K
ejadi an
Diar e
Universitas Sumatera Utara
higiene perorangan merupakan faktor risiko kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata. Artinya, anak dengan higiene
perorangan buruk kemungkinan beresiko mengalami diare 1,6 kali lebih besar dibandingkan anak dengan higiene perorangan baik. .
Higiene perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis Tarwoto
Wartonah, 2003. Rendahnya cakupan higiene perorangan sering menjadi faktor risiko terjadinya diare.
4
Higiene perorangan yang dinilai dalam penelitian ini adalah perilaku mencuci tangan sebelum makan, setelah buang air besar, ketika menyuapi anak,
mencuci peralatan makan anak, menutup makanan yang sudah dimasak, dan menggunting kuku secara teratur. Sebagian besar memiliki higiene perorangan
dalam kategori baik 61,9. Proporsi kejadian diare pada anak dengan higiene perorangan dalam kategori buruk lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang
memiliki higiene perorangan dalam kategori baik. Hasil penelitian Amin Rahman Rahdi, dkk di wilayah kerja Puskesmas
Baranglompo Kecamatan Ujung Tanah tahun 2012 dengan desain cross sectional didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara higiene perorangan
dengan kejadian diare pada anak balita, dengan nilai p = 0,0548 p0,05.
50
Universitas Sumatera Utara
106
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
6.1.1.Karakteristik anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir tahun 2013 yang lebih banyak
terdapat pada anak yang berumur 0-36 bulan 67,5, jenis kelamin perempuan 50,8, yang tidak ASI Eksklusif 67,5, yang mendapat imunisasi
lengkap 91,3, dan yang memiliki status gizi baik 84,1. 6.1.2. Karakteristik ibu anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Simarmata Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir tahun 2013 yang lebih banyak
terdapat pada pendidikan dalam kategori tinggi 54,0 dan status pekerjaan dalam kategori bekerja 96,8.
6.1.3. Karakteristik lingkungan anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir tahun 2013 yang lebih
banyak terdapat pada pengelolaan sampah dalam kategori buruk 63,5, SPAL dalam kategori buruk 61,1, penyediaan air bersih dalam kategori baik 97,6,
ketersediaan jamban dalam kategori buruk 73,8, dan higiene perorangan dalam kategori baik 61,9.
6.1.4. Proporsi kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Simarmata Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir tahun 2013 adalah 36,5.
Universitas Sumatera Utara
6.1.5. Ada hubungan umur dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata Kecamatan Simanindo Kabupaten
Samosir tahun 2013 p = 0,018 6.1.6. Ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian diare pada anak usia 0-59
bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata Kecamatan Simanindo Kabupaten
Samosir tahun 2013 p= 0,018 6.1.7. Tidak ada hubungan status ASI Eksklusif dengan kejadian diare pada anak
usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata Kecamatan Simanindo
Kabupaten Samosir tahun 2013 p= 0,117 6.1.8. Tidak ada hubungan status imunisasi dengan kejadian diare pada anak usia
0- 59 bulan di wilayah kerja Puskesmas SimarmataKecamatan Simanindo
Kabupaten Samosir tahun 2013 p = 0,097 6.1.9. Tidak ada hubungan status gizi dengan kejadian diare pada anak usia 0-59
bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir tahun 2013 p = 0,172
6.1.10. Tidak ada hubungan pekerjaan ibu anak usia 0-59 bulan dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata
Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir tahun 2013 p = 0,296
Universitas Sumatera Utara
6.1.11. Tidak ada hubungan pendidikan ibu anak usia 0-59 bulan dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata
Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir tahun 2013 p = 0,759
6.1.12. Tidak ada hubungan pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata Kecamatan Simanindo
Kabupaten Samosir tahun 2013 p= 0,491 6.1.13. Tidak ada hubungan saluran pembuangan air limbah SPAL dengan
kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata
Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir tahun 2013 p= 0,064 6.1.13.Tidak
ada hubungan
penyediaan air
bersih dengan
kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata
Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir tahun 2013 p= 0,299 6.1.14. Tidak ada hubungan ketersediaan jamban dengan kejadian diare pada anak
usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir tahun 2013 p= 0,389
6.1.15 Ada hubungan higiene perorangan dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata Kecamatan
Simanindo Kabupaten Samosir tahun 2013 p= 0,037
Universitas Sumatera Utara
6.2. Saran
6.2.1. Kepada pihak Puskesmas Simarmata Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir diharapkan dapat memberikan penyuluhan tentang pola asuh anak
yang harus disesuaikan dengan umur anak. 6.2.2. Kepada pihak Puskesmas Simarmata Kecamatan Simanindo Kabupaten
Samosir diharapkan untuk memberikan penyuluhan tentang higiene perorangan
Universitas Sumatera Utara
8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Diare
Diare adalah buang air besar defekasi dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya normal 100-200 ml per jam, dengan tinja berbentuk cairan
atau setengah cair setengah padat , dapat pula disertai defekasi yang meningkat.
12
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal lebih dari 3 kalihari serta perubahan dalam isi lebih dari 200 garmhari dan konsistensi
feses cair.
2
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair, bersifat mendadak datangnya dan
berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Diare kronik yaitu buang air besar denganfrekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek
atau cair, berlangsung selama 2 minggu atau lebih.
12
Gastroenteritis adalah peradangan yang teradi pada lambung dan usus. Maka dapat disimpulkan bahwa gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi
pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang
patogen.
12,13
Universitas Sumatera Utara
2.2. Etiologi dan Patogenesis Diare 2.2.1 Etiologi Diare