BAB 5 PEMBAHASAN
Rancangan penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yang menggunakan kuesioner sebagai pengumpul data.
Penelitian ini disebut penelitian deskriptif analitik karena penelitian diarahkan untuk menjelaskan permasalahan yang terjadi dan mencari hubungan antar variabel.
Penelitian ini juga dikatakan sebagai pendekatan cross sectional karena observasi dan pengumpulan data dilakukan sekaligus pada satu saat yang artinya setiap objek
penelitian hanya diobservasi sekali saja dan diberikan pertanyaan terkait lama pemakaian dan karakteristik pasien untuk dilihat hubungannya dengan kebersihan
GTP.
5.1 Distribusi Lama Pemakaian dan Karakteristik Pasien Pemakai Gigitiruan Penuh yang Dibuat Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Klinik
Prostodonsia RSGMP FKG USU
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa pasien pemakai GTP paling banyak memakai gigitiruannya dalam jangka waktu lebih dari 5 tahun. Hasil penelitian ini
sesuai dengan Dikbas dkk. 2006 yang mengatakan sebagian besar pasien telah memakai gigitiruannya lebih dari 5 tahun. Hal ini mungkin terjadi karena sebagian
pasien merasa tidak perlu, malas, dan terkadang terkendala masalah ekonomi untuk mengganti gigitiruannya dengan yang baru.
5
Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Peracini dkk. 2010 yang menemukan sebagian besar pasien telah
memakai GTP lebih dari 5 tahun.
3
Hal ini mungkin terjadi karena sebagian besar pasien tidak mengetahui kapan harus mengganti gigitiruannya dengan yang baru.
Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh Patel dkk. 2012 yang menemukan sebagian besar pasien tidak mengganti gigitiruannya setelah pemakaian lebih dari 5
tahun.
15
Hal ini mungkin terjadi karena sebagian besar pasien tidak mengetahui
Universitas Sumatera Utara
dampak dari pemakaian GTP jika dipakai lebih dari 5 tahun seperti penurunan kualitas dari basis gigitiruan seiring lama pemakaian.
Pada tabel 6 menunjukkan distribusi karakteristik pasien pemakai GTP yang terdiri dari usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Pada penelitian ini, pasien
usia lebih dari 70 tahun paling banyak memakai GTP. Hal ini sesuai dengan penelitian Gosavi dkk. 2013 bahwa setiap tahunnya jumlah individu yang
membutuhkan perawatan GTP terus meningkat di seluruh dunia, khususnya pada lansia.
1
Hal tersebut juga didukung oleh Apratim dkk. 2013 yang mengatakan pasien lansia umumnya sudah mengalami kehilangan seluruh gigi dan memakai
GTP.
17
Hal ini mungkin disebabkan karena karies, kecelakaan, penyakit sistemik, dan degenerasi struktur periodontal yang terjadi pada lansia. Berdasarkan jenis
kelamin, pada tabel 6 menunjukkan bahwa paling banyak menggunakan GTP pada pasien perempuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan Peracini dkk. 2010 bahwa
perempuan lebih rentan mengalami kehilangan gigi dibandingkan laki-laki.
3
Hal ini mungkin terjadi karena adanya perubahan level hormon pada perempuan yang telah
mengalami menopause. Perempuan menopause akan mengalami xerostomia yang dapat menyebabkan tingkat karies dan penyakit periodontal meningkat dibandingkan
laki-laki. Selain itu, kehilangan massa tulang yang terjadi saat menopause akan menyebabkan perempuan lebih rentan mengalami kehilangan gigi. Hasil penelitian
tersebut sesuai dengan penelitian Apratim dkk. 2013 yang mengatakan pasien paling banyak menggunakan GTP adalah perempuan.
17
Hal tersebut terjadi karena adanya kekhawatiran akan penampilan dan estetik.
Berdasarkan tingkat pendidikan, pada tabel 6 menunjukkan bahwa pasien paling banyak menggunakan GTP adalah
pasien tidak bersekolah dan SD. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Amjad dkk. 2010 yang menemukan paling banyak memakai GTP pada pasien tidak
bersekolah dan SD.
7
Hal ini mungkin terjadi karena pada pasien tingkat pendidikan rendah umumnya memiliki tingkat ekonomi yang kurang baik, sehingga memilih
perawatan GTP yang lebih murah dan mudah dijangkau pada mahasiswa kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan. Selain itu, pada
pasien tingkat pendidikan rendah biasanya bukan termotivasi atas keinginannya
Universitas Sumatera Utara
sendiri untuk melakukan perawatan GTP, melainkan karena desakan dari keluarga dan orang terdekatnya.
5.2 Hubungan Lama Pemakaian Terhadap Kebersihan Gigitiruan Penuh yang Dibuat Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG
USU
Pada tabel 7 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara lama pemakaian terhadap kebersihan GTP dengan nilai p = 0,011 p 0,05. Hasil ini
menunjukkan bahwa semakin lama pemakaian GTP maka kebersihannya semakin sangat kotor. Beberapa alasan yang mungkin memengaruhi menurunnya kebiasaan
membersihkan GTP seiring lama pemakaian karena sebagian besar pasien merasa bosan, malas, dan terkadang lupa karena kesibukan sehari-hari pasien. Selain itu,
semakin lama pemakaian GTP dan bertambahnya usia pasien, khususnya lansia maka pasien akan mengalami kesulitan membersihkan GTP. Hal tersebut terjadi karena
pasien lansia mulai kehilangan kemampuan motorik untuk melakukan pembersihan gigitiruan secara rutin dan teratur setiap hari. Pada tabel 7 terlihat bahwa kondisi
kebersihan GTP yang sangat kotor meningkat drastis pada pemakaian lebih dari 5 tahun dibandingkan dengan pemakaian lebih dari 1 tahun sampai 5 tahun. Hal ini
mungkin terjadi karena intensitas pemakaian GTP secara terus-menerus dalam waktu 24 jam bahkan tidak pernah dilepas selama bertahun-tahun dapat meningkatkan
akumulasi plak pada permukaan basis gigitiruan. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Dikbas dkk. 2006 bahwa pemakaian lebih dari 5 tahun akan
menyebabkan kebersihan gigitiruan semakin sangat kotor.
5
Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh Patel dkk. 2012 bahwa pemakaian GTP dalam jangka waktu
lebih dari 5 tahun akan menyebabkan buruknya kondisi kebersihan gigitiruan dan kemudian memungkinkan terjadinya denture stomatitis.
15
Hal tesebut terjadi karena sifat porositas bahan basis gigitiruan yang dapat menjadi tempat penumpukan plak
serta berkembangnya koloni mikroorganisme seperti Candida albicans. Hal tersebut juga sama dengan penelitian Parizi dkk. 2013 yang menemukan sebagian besar
pasien memakai gigitiruannya lebih dari 5 tahun dengan kondisi kebersihan GTP
Universitas Sumatera Utara
yang kotor.
16
Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan kualitas dari basis gigitiruan seperti meningkatnya kekasaran akibat penggunaan pasta gigi abrasif,
porositas, dan retak yang dapat meningkatkan penumpukan plak dan berkembangnya koloni mikroorganisme.
10,12,13
Meningkatnya koloni mikroorganisme seiring lama pemakaian juga diakibatkan dari pembersihan GTP yang tidak dilakukan secara rutin
dan teratur setiap hari. Hasil tersebut juga sejalan dengan penelitian Rahmayani dkk. 2013 bahwa pemakaian gigitiruan yang terus-menerus dan tidak bersih dapat
menyebabkan mukosa di bawah gigitiruan tertutup, sehingga menghalangi pembersihan permukaan mukosa maupun gigitiruan oleh lidah dan saliva.
28
Akibatnya pada permukaan gigitiruan akan terbentuk plak. Plak tersebut merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
9,11
Pemakaian gigitiruan yang tidak disertai dengan kebersihan rongga mulut yang baik dapat mengakibatkan
terjadinya akumulasi plak. Plak yang terbentuk pada permukaan gigitiruan dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap kesehatan rongga mulut. Akumulasi
plak juga dapat menyebabkan bau mulut bagi pemakai gigitiruan. Pemeriksaan klinis dan pemeliharaan kebersihan rongga mulut sangat penting serta merupakan kunci
keberhasilan perawatan gigitiruan. Kesehatan rongga mulut merupakan hal yang penting bagi semua orang. Diperlukan prosedur efisien dan teratur untuk
membersihkan gigiruan serta menjaga kesehatan rongga mulut yang baik, agar dapat meminimalkan terjadinya denture stomatitis.
5,11,28
5.3 Hubungan Karakteristik Pasien Terhadap Kebersihan Gigitiruan Penuh yang Dibuat Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP
FKG USU
Pada tabel 8 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia pasien terhadap kebersihan GTP dengan nilai p = 0,017 p 0,05. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya usia maka kebersihan GTP akan semakin sangat kotor. Terlihat pada tabel 8 bahwa pasien lansia lebih dari 60 tahun
tidak ditemukan kondisi kebersihan GTP yang bersih. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan pergerakan motorik dari pasien sehingga proses pembersihan GTP tidak
Universitas Sumatera Utara
optimal. Selain itu, demensia pada pasien lansia dapat menurunkan kebiasaan memelihara kebersihan GTP secara rutin dan teratur setiap hari. Hasil penelitian ini
sejalan dengan Rahmayani dkk. 2013 bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia pasien terhadap kebersihan gigitiruan.
28
Hal ini terjadi karena sebagian besar pasien lansia memiliki kesehatan rongga mulut dan kebersihan gigitiruan yang lebih
rumit karena kurangnya kemampuan mereka untuk menjaga kebersihan mulut dan gigitiruannya. Hal tersebut didukung oleh Apratim dkk. 2013 menyatakan bahwa
kebiasaan memelihara kebersihan GTP ditemukan kurang baik pada lansia. Hal ini disebabkan menurunnya kemampuan fisik seiring bertambahnya usia.
6,17
Pengaruh preventif dari memelihara kebersihan rongga mulut dan gigitiruan pada lansia tidak
sebaik yang didapatkan pasien lebih muda. Hal ini disebabkan menurunnya penglihatan, motorik, dan demensia yang dapat memengaruhi kemampuan untuk
mengurus diri sendiri. Selain itu, atrofi papila dan berkurangnya jumlah aliran saliva pada rongga mulut dapat menyebabkan pH antara permukaan gigitiruan yang
berkontak dengan mukosa bersifat lebih asam pH 5,0-5,5, sehingga dapat meningkatkan penumpukan plak serta berkembangnya koloni mikroorganisme seperti
Candida albicans.
16,28
Hasil penelitian tersebut berbeda dengan Amjad dkk. 2010 yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia pasien terhadap
kebersihan GTP.
7
Hal ini kemungkinan terjadi karena pada pasien yang lebih muda maupun lansia telah mendapat instruksi kebersihan gigitiruan secara tepat, baik
berupa lisan nasehat maupun tulisan leaflet, sehingga meningkatkan kesadaran dan kepedulian akan kebersihan gigitiruannya.
Berdasarkan jenis kelamin, pada tabel 8 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin pasien terhadap kebersihan GTP dengan nilai p =
0,005 p 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kebersihan GTP antara pasien laki-laki dan perempuan. Terlihat pada tabel 8 bahwa pasien laki-laki
tidak ditemukan kebersihan GTP dalam kondisi yang bersih. Hal ini terjadi karena laki-laki kurang peduli akan kebersihan gigitiruannya, sedangkan perempuan karena
adanya kekhawatiran akan penampilan dan estetik sehingga lebih termotivasi dalam memelihara kebersihan gigitiruannya secara rutin setiap hari. Hasil penelitian tersebut
Universitas Sumatera Utara
sejalan dengan Baran dkk. 2009 dan Rahmayani dkk. 2013 yang menemukan ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin pasien dengan kebersihan GTP.
27,28
Hal ini dikarenakan pasien perempuan lebih memperhatikan, peduli, teliti, dan rajin dalam menjaga kebersihan gigitiruannya. Hasil penelitian tersebut didukung oleh
Amjad dkk. 2010 yang menyatakan pasien perempuan lebih rajin dan peduli membersihkan GTP daripada laki-laki.
7
Hal ini karena pasien perempuan lebih mementingkan estetik dan cenderung memiliki kesehatan rongga mulut yang lebih
baik.
3,7
Hasil penelitian tersebut berbeda dengan Parizi dkk. 2013 yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin pasien terhadap kebersihan
gigitiruan. Hal ini mungkin terjadi karena pasien laki-laki dan perempuan sama-sama memotivasi diri sendiri dan juga termotivasi oleh orang lain untuk memelihara
kebersihan GTP secara rutin dan teratur setiap hari.
16
Berdasarkan tingkat pendidikan, pada tabel 8 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan pasien terhadap kebersihan GTP
dengan nilai p = 0,001 p 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan pasien maka kebersihan GTP akan semakin sangat kotor,
sebaliknya semakin tinggi tingkat pendidikan pasien maka kebersihan GTP akan lebih bersih. Pada penelitian ini, tingkat pendidikan pasien umumnya masih rendah
sehingga pengetahuan tentang pemeliharaan kebersihan gigitiruan yang mereka gunakan masih kurang. Terlihat pada tabel 8 bahwa pasien yang tidak sekolah dan SD
tidak ditemukan kebersihan GTP dalam kondisi yang bersih, sedangkan pasien dengan tingkat pendidikan SMA dan perguruan tinggi tidak ditemukan kebersihan
GTP dalam kondisi kotor maupun sangat kotor. Kondisi kebersihan GTP yang sangat kotor disebabkan karena sebagian besar pasien tidak melepas gigitiruannya pada
waktu malam hari. Hanya beberapa yang melepas dan merendam gigitiruannya ke dalam air ataupun larutan pembersih. Pada sebagian pasien lebih memilih tetap
memakai gigitiruannya pada malam hari karena merasa nyaman, malu, dan jika membukanya merasa ada yang berubah di dalam rongga mulutnya. Sehingga pasien
tidak pernah melepas dan merendam gigitiruannya di dalam air ataupun larutan pembersih. Hal ini terjadi karena kebanyakan pasien tidak mengetahui pentingnya
Universitas Sumatera Utara
melepas gigitiruan pada malam hari. Diperlukan tindakan tersebut agar kebersihan gigitiruan tetap terjaga, menghilangkan faktor penyebab timbulnya peradangan,
mukosa mendapat oksigen cukup banyak, aliran saliva pada jaringan pendukung gigitiruan lepasan tidak terhambat dan untuk mengistirahatkan jaringan mulut selama
6 sampai 8 jam perhari. Hasil penelitian ini sejalan dengan Amjad dkk. 2010 bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan terhadap kebersihan
gigitiruan.
7
Tingkat pendidikan pasien sangat penting untuk keberhasilan perawatan gigitiruan jangka panjang. Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih
mengerti tentang cara pemeliharaan kebersihan gigitiruan. Penelitian tersebut didukung oleh Mapanawang dkk. 2013 dan Bagaray dkk. 2014 menyatakan bahwa
tingkat pendidikan berpengaruh dalam perawatan dan pemeliharaan kebersihan gigitiruan.
8,30
Pengetahuan seseorang sangat berdampak dalam keputusan menggunakan gigitiruan, termasuk perilaku dalam memelihara kebersihan
gigitiruannya. Hal ini sesuai dengan penelitian Parizi dkk. 2013 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dengan kebersihan
gigitiruan. Hal tersebut terjadi karena pasien dengan tingkat pendidikan lebih tinggi umumnya memiliki tingkat ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan pasien
tingkat pendidikan lebih rendah. Keadaan ekonomi yang tinggi juga menunjang sesesorang untuk mendapat pelayanan kesehatan yang memadai. Selain itu, individu
dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih mementingkan faktor estetik serta kebersihan gigitiruan yang digunakan. Bagi pasien GTP dengan tingkat pendidikan
lebih rendah, terkadang faktor estetik dan kebersihan gigitiruan dianggap tidak begitu penting, sehingga kebersihan gigitiruannya kurang diperhatikan.
16,29
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pasien pemakai gigitiruan penuh paling banyak pada pasien yang memakai GTP lebih dari 5 tahun, usia lebih
dari 70 tahun, perempuan, dan tidak bersekolah. Pada sebagian besar pasien memakai GTP yang kotor dan sangat kotor dalam jangka waktu lebih dari 5 tahun. Hal tersebut
dikarenakan semakin lama pemakaian maka akan terjadi penurunan kualitas dari
Universitas Sumatera Utara
basis gigitiruan seperti meningkatnya kekasaran permukaan, porositas, dan retak yang dapat menyebabkan penumpukan plak serta berkembangnya koloni mikroorganisme.
Kondisi kebersihan GTP yang sangat kotor juga dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Oleh karena itu, dokter gigi perlu memberikan instruksi
kebersihan gigitiruan secara tepat baik berupa lisan nasehat maupun tulisan leaflet pada pasien sehingga meningkatkan kesadaran dan kepedulian akan kebersihan
gigitiruannya.
Pada penelitian ini terdapat beberapa kelemahan, diantaranya jumlah sampel minimal dan tidak meratanya distribusi jumlah sampel antara kelompok lama
pemakaian, usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan yang disebabkan tidak lengkapnya data rekam medik pasien yang melakukan perawatan gigitiruan penuh di
RSGMP FKG USU sehingga hasil penelitian belum menggambarkan data yang representatif dan nilai validitas yang tinggi. Kelemahan lain dari penelitian ini adalah
responden kemungkinan tidak menjawab pertanyaan dengan jujur dan akurat sehingga dapat memengaruhi hasil penelitian.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN