Hubungan Frekuensi Makan Sayuran dengan Kejadian Obesitas

memiliki frekuensi makan protein yang tinggi. Kelebihan konsumsi protein disimpan dalam bentuk cadangan lemak apabila aktivitas fisik anak rendah Almatsier,2010. Dari hasil olah data juga ditemukan 34,4 anak yang tingkat frekuensi proteinnya tinggi mengalami obesitas. Sebaliknya, proporsi obesitas lebih besar terjadi pada anak dengan frekuensi protein rendah, yaitu 43,7. Hasil uji statistik menunjukkan p= 0,248 yang artinya tidak terdapat hubungan antara frekuensi makan sumber protein dengan kejadian obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Pramudita 2011 di SD se Kota Bogor pada tahun 2011 yang juga menyatakan tidak terdapat hubungan antara konsumsi protein berlebih dengan kejadian obesitas, yaitu dengan p= 0,761. Pada penelitian tersebut juga ditemukan kecenderungan anak obesitas memiliki konsumsi protein yang berlebih dibandingkan anak dengan status gizi normal.

5.3.3. Hubungan Frekuensi Makan Sayuran dengan Kejadian Obesitas

Sayuran merupakan penghasil zat pengatur yang menjalankan proses metabolisme tubuh Almatsier, 2010. Selain itu, sayuran juga kaya akan serat. Serat dapat mengontrol berat badan tubuh dengan cara membuat kenyang dan menurunkan konsumsi energi Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM UI,2010. Umumnya, tiap individu membutuhkan serat kurang lebih 27 hingga 40 gram serat setiap hari. Dari hasil analisis pada food frequency ditemukan bayam merupakan jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi, yaitu dengan frekuensi lebih dari satu kali per hari, sebanyak 64 orang 42,4. Kemudian untuk kangkung dan sawi, masing-masing sebanyak 52 orang 34,4, dan 49 orang 32,5 mengonsumsi lebih dari satu kali per hari. Untuk sayuran kol, sebanyak 56 orang 37,1 tidak pernah mengonsumsi kol. Dari hasil penjumlahan skor yang kemudian dikategorikan, diketahui bahwa kecenderungan siswa yang konsumsi sayuran tinggi mengalami obesitas, yaitu sebanyak 50,0 Hasil uji statistik menunujukkan tidak terdapat hubungan antara frekuensi makan sayur dengan kejadian obesitas, dengan nilai p=0,534. Meskipun frekuensi makan sayuran tinggi, namun perlu dicermati dengan frekuensi zat makanan yang lain, yaitu protein, dan minuman bergula tinggi yang juga bisa memicu terjadinya obesitas. Sayur bersama buah merupakan sumber serat yang penting bagi anak dalam masa pertumbuhan, khususnya berhubungan dengan obesitas. Berdasarkan PUGS Pedoman Umum Gizi Seimbang, konsumsi sayur dan buah minimal 3 porsihari. Pola konsumsi sayur dan buah pada penduduk Indonesia memang masih rendah daripada jumlah yang dianjurkan Soegondo,2008. Hasil penelitian Sartika 2011 menunjukkan bahwa sekitar 90 anak usia 5-15 tahun di Indonesia mengkonsumsi sayur dan buah dengan ukuran 3 porsihari. 5.3.4. Hubungan Frekuensi Makan Buah-buahan dengan Kejadian Obesitas Selain sayuran, buah juga merupakan penghasil zat pengatur yang menjalankan proses metabolisme tubuh Almatsier, 2010. Kekurangan zat pengatur dalam waktu yang lama dapat menyebabkan masalah defisiensi gizi Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM UI,2010. Dari hasil penelitian Sartika 2011 menunjukkan bahwa sekitar 90 anak usia 5-15 tahun di Indonesia mengkonsumsi sayur dan buah kurang dari porsi yang dianjurkan, yaitu dengan ukuran 3 porsihari. Sebanyak 34 orang 24,3 mengonsumsi pisang lebih dari satu kali per hari. Sedangkan pada frekuensi makan 1-5 kaliminggu, sebagian besar responden,yaitu sebanyak 64 orang 45,6 mengonsumsi buah mangga, sedangkan pepaya 59 orang 39,1, dan pisang 48 orang 31,8. Buah anggur, merupakan buah yang paling jarang dikonsumsi. Sebanyak 114 orang 74,4 tidak pernah mengonsumsi anggur. Sebagian besar siswa, yaitu sebanyak 63,5 memiliki frekuensi makan buah-buahan yang tinggi. Proporsi obesitas pada siswa yang frekuensi makan buah rendah, yaitu 39,3. Pada siswa dengan frekuensi makan buah tinggi sebanyak 40,3 mengalami obesitas. Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat hubungan antara konsumsi buah-buahan dengan kejadian obesitas, dengan nilai p=0,899. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sartika 2011 yang menemukan tidak terdapat hubungan antara konsumsi buah dengan obesitas. Konsumsi buah baik lebih maupun kurang dari tiga porsi per hari tidak berhubungan dengan kejadian obesitas pada anak usia 5-15 tahun di Indonesia. Prihatini 2007 juga menemukan bahwa konsumsi buah yang sering maupun jarang pada anak usia sekolah dasar di DKI Jakarta tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian obesitas, dengan nilai p=0,124.

5.3.5. Hubungan Frekuensi Sumber Minuman dengan Kejadian Obesitas