2.4. Pengukuran Obesitas
Pengertian kegemukan sering kali disamakan dengan obesitas, padahal kedua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda. Kegemukan adalah kondisi berat tubuh melebihi berat tubuh
normal, sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak. Pengukuran Obesitas dapat dilakukan dengan metode antropometri maupun metode
laboratorik. Metode antropometri menggunakan pengukuran terhadap berat badan, tinggi badan, lingkaran bagian-bagian tubuh dan tebal lapisan kulit. Pengukuran tersebut bervariasi menurut
umur dan derajat gizi. Sedangkan Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya menggunakan densitometri, hidrometri dan sebagainya. Metode laboratorik jarang digunakan pada anak karena
sulit dan tidak praktis. Metode antropometri merupakan pengukuran yang lazim dipakai dalam menentukan
obesitas, yaitu : 1. Pengukuran berat badan BB yang dibandingkan dengan standar, dan disebut obesitas bila BB
120 BB standar. 2. Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan BBTB. Dikatakan obesitas bila BBTB
persentile ke 95 atau 120 6 atau Z- score ≥2 SD
3. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness tebal lipatan kulitTLK. Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps persentil ke 85.6
4. Indeks Massa Tubuh IMT, persentil ke 95 sebagai indikator obesitas. 5. Pengukuran obesitas pada anak-anak dapat menggunakan perbandingan IMT
dengan umur menurut standar WHO , yaitu ≥2 SD
Indeks massa tubuh IMT dihitung dengan cara membagi berat tubuh kg dengan kuadrat tinggi tubuh m. IMT = BB = berat badan; TB = tinggi badan, yaitu:
2.5. Dampak Obesitas Pada Kesehatan Anak
Obesitas membawa berbagai dampak bagi anak, salah satunya adalah prestasi belajar. Dalam studi yang dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Malang, anak yang obesitas
cenderung memiliki nilai yang kurang dibandingkan dengan anak yang tidak obesitas dengan nilai efektivitas 45,7 Ahmadah, 2013. Datar et al 2004 menyatakan prestasi anak obesitas
di pelajaran Matematika dan membaca cenderung lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak obesitas. Penelitian lainnya juga menunujukkan anak obesitas memiliki nilai yang lebih
rendah dalam pelajaran matematika dan bahasa dibandingkan anak yang tidak obesitas Mo- Suwan, et al.,1999.
Obesitas juga dapat memengaruhi kecerdasan intelektual anak Damono, 2004. Tingkat kecerdasan anak obesitas cenderung menurun karena umumnya kreativitas dan aktivitas anak
juga menurun, sebagai akibat dari kondisi badan anak yang besar sehingga tidak leluasa untuk bergerak dan menyebabkan anak tersebut menjadi malas Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional dalam Sutjijoso, 2008. Obesitas juga berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Obesitas memiliki hubungan terhadap perkembangan abnormal pada anak Ariyanti, 2007.
Komplikasi obesitas lainnya pada anak adalah gangguan fungsi saluran napas yang dikenal dengan obstructive sleep apnea syndrome OSAS. Obstruksi saluran nafas intermiten di
malam hari menyebabkan tidur gelisah serta menurunnya oksigenisasi Damayanti, 2002.Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak di daerah dinding dada dan perut yang
mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru sertameningkatkan beban kerja otot pernafasan. Pada saat tidur
terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan
peningkatan kadar CO2, serta penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah dan menyebabkan lidah jatuh kearah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran
nafas intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya anak cenderung mengantuk dan kurangnya suplai oksigen ke otak hipoventilasi. Tidur yang gelisah dan tidak
cukup tersebut mengakibatkan anak lebih mudah mengantuk pada pagi harinya dan memengaruhi kegiatan belajar anak di sekolah Datar et al, 2004.
Menurut Manuaba 2004 dampak obesitas pada anak umumnya mungkin masih terbatas pada gangguan psikososial, yaitu keterbatasan dalam pergaulan, aktivitas fisik, lebih suka
menyendiri, dan memuaskan dirinya dengan bersantai dan makan. Akan tetapi pada obesitas berat, mungkin telah disertai gangguan pernafasan, hipertensi, eksima pada lipatan kulit akibat
timbunan lemak di bawah kulit yang mengakibatkan bau badan yang tidak sedap sehingga tidak disukai teman pergaulannya. Obesitas juga menyebabkan anak merasa kurang percaya diri,
bahkan kalau anak berada pada masa remaja dan mengalami obesitas, biasanya menjadi pasif dan depresi, karena sering tidak dilibatkan pada kegiatan yang dilakukan oleh teman sebayanya.
Kegemukan dan obesitas merupakan masalah yang serius karena akan berlanjut hingga usia dewasa dan merupakan faktor risiko terjadinya berbagai penyakit metabolik dan degeneratif
seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, kanker, osteoartritis, dan sebagainya Kementerian Kesehatan RI, 2012. Penelitian di Jepang menunjukkan satu dari tiga anak yang
mengalami obesitas akan tumbuh menjadi orang dewasa yang juga mengalami obesitas WHO, 2011. Seiring bertambah dewasanya orang yang mengalami obesitas, bertambah pula risiko
untuk terkena penyakit degeneratif yang terkait dengan obesitas, karena obesitas sendiri sebetulnya adalah faktor risiko terbesar terhadap terjadinya penyakit kronis seperti jantung
koroner, diabetes tipe II atau NIDDM, gangguan fungsi paru, peningkatan kadar kolesterol, gangguan ortopedik kaki pengkor serta rentan terhadap kelainan kulit Wahyu, 2010.
Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu resiko gangguan kesehatan anak obesitas Hidayati, et al., 2006. Faktor risiko ini meliputi peningkatan kadar insulin, trigliserida,Low-
density lipoprotein LDL kolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar High- density lipoproteinHDL kolesterol. Risiko penyakit kardiovaskuler di usia dewasa pada anak
obesitas sebesar 1,7 - 2,6. Selain itu, IMT memiliki hubungan yang kuat dengan kadar insulin. Anak dengan IMT persentil ke 99, 40 diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi, 15
mempunyai kadar HDL-kolesterol yang rendah dan 33 dengan kadar trigliserida tinggi. Anak obesitas cenderung mengalami peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, serta 20-30
menderita hipertensi. Anak obesitas juga memiliki kecenderungan mengalami gangguan ortopedik yang
disebabkan kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya epifisis kaput femoris yang menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya gerakan panggul. Selain kelainan ortopedik, anak
obesitas juga beresiko mengalami pseudotumor serebri, yaitu gejala sakit kepala yang diakibatkan oleh peningkatan ringan tekanan intrakranial yang menyebabkan peningkatan kadar
CO
2
. Hidayati et al, 2006.
2.6. Determinan Obesitas