5.2.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Obesitas
Proporsi tertinggi kejadian obesitas terjadi pada anak berjenis kelamin perempuan yaitu 50,6, dan terendah pada anak berjenis kelamin laki-laki yaitu 49,4. Hasil analisis statistik
dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p = 0,003. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas di SD Harapan 3
Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014. Ratio Prevalence RP kejadian obesitas pada anak berjenis kelamin perempuan dibanding dengan anak berjenis kelamin laik-
laki adalah 2,846 dengan 95 CI 1,428-5,670 artinya anak berjenis kelamin perempuan 2,846 kali perkiraan resikonya mengalami obesitas bila dibandingkan dengan anak berjenis kelamin
laik-laki. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Malik Bakir di United Arab Emirates
pada tahun 2006 yang menyatakan proporsi kelebihan berat badan pada anak perempuan 5-17 tahun lebih tinggi dibanding anak laki-laki. Wang 2001 juga menyatakan prevalensi obesitas
di Amerika Serikat, China, dan Rusia juga lebih tinggi terjadi pada anak perempuan dibandingkan pada anak laki-laki.
Menurut WHO 2011, perempuan cenderung mengalami peningkatan penyimpanan lemak. Perempuan memiliki kecenderungan mengonsumsi sumber karbohidrat yang lebih sering
sebelum masa pubertas,sementara laki-laki lebih cenderung mengonsumsi makanan yang kaya protein. Selain itu, perempuan mengontrol kelebihan energi sebagai lemak simpanan, sedangkan
laki-laki menggunakan kelebihan energinya untuk mensintesis protein Sugianti, 2009
Jenis kelamin memengaruhi respon terhadap aktivitas fisik yang dilakukan Eipstein, 2001. Pada studi yang dilakukan di New York tahun 2001 tersebut, anak laki-laki obesitas
dengan latihan aktivitas fisik yang rutin selama dua belas bulan dapat menurunkan berat badan
yang signifikan, sedangkan pada anak perempuan dengan latihan aktivitas yang sama tidak terjadi penurunan berat badan yang signifikan.
Namun beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian Sartika pada anak usia 5-15 tahun di Indonesia tahun 2011 menyatakan anak laki-laki lebih beresiko 1,390
kali lebih besar menderita obesitas dibanding anak perempuan. Ariani 2007 menyatakan proporsi kejadian obesitas pada anak usia sekolah dasar di Kota Medan lebih besar pada anak
laki-laki, yaitu sebesar 10,75 dan pada anak perempuan hanya sebesar 7,5. Penelitian Prihartini 2007 juga menyatakan proporsi kejadian obesitas pada anak laki-laki lebih besar,
yaitu 7,4 sedangkan anak perempuan hanya 4,4. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kejadian obesitas pada
anak. Namun, seberapa jauh hubungan antara jenis kelamin berhubungan dengan obesitas masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
5.2.3. Hubungan Riwayat Keturunan dengan Obesitas Dari hasil olah data yang dilakukan, obesitas lebih banyak terjadi pada anak dengan ibu
yang tidak memiliki riwayat obesitas, yaitu 46,9, dan terendah pada anak dengan ibu obesitas, yaitu 34,5. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p =
0,124. Ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat ibu dengan kejadian obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014.
Hal ini disebabkan karena tidak terdapat perbedaan proporsi obesitas yang signifikan baik pada anak dengan riwayat ibu obesitas maupun dengan ibu tanpa riwayat obesitas. Dari enam
puluh anak yang mengalami obesitas, hanya 30 anak yang memiliki ibu dengan riwayat obesitas.
Juga sebaliknya tidak terdapat proporsi perbedaan yang signifikan pada anak IMT normal dengan riwayat ibu obesitas, yaitu 65,5 dan ibu tanpa riwayat obesitas 53,1.
Penelitian Anggrainy 2008 pada siswa TK di Bogor juga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara riwayat obesitas pada ibu terhadap kejadian obesitas pada anak dengan nilai p =
0,123. Dari 41 anak yang mengalami obesitas, hanya 7 orang yang memiliki ibu dengan riwayat obesitas sedangkan sisanya 34 anak dengan ibu tanpa riwayat obesitas.
Sedangkan bila dilihat dari riwayat ayah, proporsi tertinggi kejadian obesitas terjadi pada anak dengan ayah yang tidak obesitas, yaitu 51,3. Dan terendah pada anak dengan ayah
obesitas, yaitu 26,8 Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p = 0,002. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat ayah dengan
kejadian obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014. Meski terdapat hubungan, RP kejadian obesitas pada anak dengan ayah yang memiliki riwayat
obesitas dibandingkan dengan anak dengan ayah tanpa riwayat obesitas sangat kecil, yaitu 0,348 dengan 95 CI 0,175-0,689. Artinya anak dengan ayah yang memiliki riwayat obesitas 0,348
kali perkiraan resikonya mengalami obesitas dibandingkan dengan siswi dengan status gizi normal.
Jika dilihat dari kedua orang tua yang sama sama memiliki riwayat obesitas, maka ditemukan terdapat 23 orang anak obesitas yang memiliki ayah dan ibu yang juga obesitas. Hasil
analisis menunjukkan nilai p= 0,004 yang artinya terdapat hubungan antara riwayat keturunan dari kedua orang tua terhadap kejadian obesitas. RP anak yang kedua orangtua memiliki riwayat
obesitas jika dibandingkan dengan anak yang kedua orang tua tidak memiliki riwayat obesitas adalah 2,914 dengan 95 CI 1,317-6,167. Artinya, anak dengan riwayat obesitas pada kedua
orang tua memiliki perkiraan resiko 2,914 kali lebih besar mengalami obesitas dibandingkan anak yang kedua orang tua tidak memiliki riwayat obesitas.
Penelitian Sartika 2011 menemukan anak yang memiliki ayah dengan riwayat obesitas berpeluang 1,2 kali lebih besar menderita obesitas dibandingkan dengan anak yang memiliki
ayah tidak obesitas. Sedangkan Haines et al menyatakan kelebihan berat badan pada orangtua memiliki hubungan positif dengan kelebihan berat badan anak. Jika ayah danatau ibu menderita
overweight kelebihan berat badan maka kemungkinan anaknya memiliki kelebihan berat badan sebesar 40-50 Maffeis, 2007.
Obesitas merupakan penyakit yang kompleks karena diantaranya terkait faktor hereditas, pilihan makanan, aktivitas fisik, dan pengaruh media Haines et al, 2007. Faktor
genetik meskipun diduga juga berperan tetapi tidak dapat menjelaskan terjadinya peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas Kemenkes, 2012.
5.2.4. Hubungan Uang Saku dengan Obesitas