buruh dipenuhi untuk menciptakan ketenangan dalam bekerja dan berusaha yang disebut dengan Industrial Peace Robinson, 2007.
Menurut Undan-Undang No 3 tahun 1992 selain pemenuhan akan fasilitas kesejahteraan, buruh juga berhak atas pemenuhan jaminan social. Jaminan social adalah
segala sesuatu bentuk perlindungan bagi pekerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayan sebagai
akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh pekerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, jaminan hari tua dan meninggal dunia. Jaminan social bagi buruh antara
lain mencakup: 1. Tunjangan kecelakaan kerja
2. Tunjangan hari tua 3. Tunjangan kematian, dan
4. Tunjangan pemeliharaan kesehatan berupa Jamsostek
II.3. Upah dan Perselisihan Buruh
Tujuan buruh melakukan pekerjaan adalah untuk mendapatkan penghasilan yang cukup untuk membiayai kehidupannya maupun bersama keluarganya. Selama buruh
melakukan pekerjaan, buruh berhak atas pengupahan yang menjamin kehidupannya bersama dengan keluarganya. Selama buruh melakukan pekerjaan, majikan wajib untuk
membayar upah para buruh tersebut. Upah adalah pembayaran yang diterima buruh selama dia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan.
Dilihat dari sudut nilainya, upah dibedakan antara upah nominal yaitu jumlah yang berupa uang, dan upah rill yaitu banyaknya barang yang dapat dibeli dengan jumlah
uang itu. Bagi buruh yang penting ialah upah riil ini, karena dengan upahnya itu harus mendapatkan cukup barang yang diperlukan untuk kehidupannya bersama dengan
keluarganya. Kenaikan upah nominal tidak mempunyai arti baginya, jika kenaikan upah itu disertai atau disusul oleh kenaikan harga keperluan hidupnya sehari-hari. Turunnya
harga barang keperluan hidup karena misalnya bertambahnya barang produksi barang tersebut, akan merupakan kenaikan upah bagi buruh walaupun jumlah uang ia terima dari
majikan adalah sama seperti sediakala. Sebaliknya harga barang keperluan hidup, selalu berarti turunnya upah bagi buruh Imam Soepomo, 1992: 131.
Dalam perkembangannya, buruh tidak dapat hidup sendiri-sendiri melainkan harus dapat beradaptasi dengan buruh-buruh lainnya, baik itu yang berada dalam satu
perusahaan majikannya maupun dengan perusahaan lainnya. Hal ini diperlukan dalam rangka agar pemenuhan hak-hak mereka seperti penupahan dapat terkoordinasi dengan
yang lainnya, sehingga antara buruh yang satu dengan yang lainnya dapat mengetahui kondisi masing-masing. Hal ini dilakukan untuk memudahkan mereka didalam
memecahkan persoalan yang terjadi antara buruh dengan majikan, seperti adanya perselisihan perburuhan. Apabila terjadi perselisihan perburuhan antara buruh dan
majikan akan menimbulkan berbagai macam tindakan, adapun tindakan tersebut adalah sebagai berikut:
• Dari pihak majikan menolak buruh seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan
pekerjaan sebagai akibat perselisihan perburuhan, dilakukan dengan maksud untuk menekan atau membantu majikan lain menekan supaya buruh menerima
hubungan kerja, syarat-sayarat kerja danatau keadaan perburuhan.
• Dari pihak buruh secara kolektif menghentikan pekerjaan atau memperlambat
jalannya pekerjaan, sebagai akibat perselisihan perburuhan, dilakukan dengan maksud untuk menekan atau membantu golongan buruh lain menekan supaya
majikan menerima hubungan kerja, syarat-syarat kerja danatau keadaan perburuhan Imam Soepomo, 1992: 148.
II.4. Pola Advokasi Serikat Buruh