Advokasi Pengupahan Bagi Buruh Tetap Yang Tergabung Dalam Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara [SBMI-Sumut] [Studi Deskriptif Pada Anggota Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) Di PT. Klambir Jaya]

(1)

ADVOKASI PENGUPAHAN

BAGI BURUH TETAP YANG TERGABUNG

DALAM SERIKAT BURUH MEDAN INDEPENDEN

SUMATERA UTARA [SBMI-Sumut]

[Studi Deskriptif Pada Anggota Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di PT. Klambir Jaya]

D I S U S U N Oleh:

Nama : Eko Evan S.

Nim : 040901036

Departemen Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Medan

2011


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini merupakan karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu

Politik, Universitas Sumatera Utara dengan Judul “Advokasi Pengupahan Bagi Buruh

Tetap Yang Tergabung Dalam Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) [Studi Deskriptif Pada Anggota Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di PT. Klambir Jaya]”

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta (Alm) H. Sihite

dan P.br.Sinaga, atas semua doa, kasih sayang, pengertian, pengorbanan yang tulus serta

dukungan dn semangat yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya tanpa ada campur tangan dari semua pihak.

Penulis tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis

menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang terla memberikan dukungan

kepada penulis yakni: Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, Selaku Dekan Fakultas Ilmu

Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si,

Selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas

Sumatera Utara yang juga menjadi dosen pembimbing penulis yang telah banyak

memberikan pemikiran yang baik tehadap penulis, selalu memberikan ide dan


(3)

membimbing penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini selesai, dan kepada

Bapak Drs. Sismudjito, M.Si, Selaku Dosen Wali penulis dan juga menjadi Penguji II

dalam Ujian meja hijau penulis pada kesempatan ini.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas

dukungan doa, semangat dan bantuannya kepada abang penulis, Balutan Ade Putra

Sihite, kepada Baginda Harap Selaku Sekretaris Jendral (Sekjend) Serikat Buruh Medan

Sumatera Utara (SBMI-Sumut), Ahmad Syach (Bung Eben) selaku Koordinator Divisi

Advokasi Organisasi di Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara

(SBMI-Sumut), Yosapati Waruhu Selaku anggota di Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) dari

Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI ’92).

Hal yang sama juga penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat penulis yang

telah memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini

Wildan A. Lubis, Azhari, Wendi Abidin, Otto Gultom, Robin Tobing, Rudianto, Ihsan,

Eko Rusadi, Heru, serta semua teman-teman Sosiologi Stambuk 2004 yang tidak bisa

penulis sebutkan satu persatu, terima kasih banyak kawan, terimakasih buat kebersamaan,

perjuangan, dukungan dan semangatnya. Tidak lupa juga penulis mengucapkan

terimakasih banyak kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan dan semangat

dari 18 Langlang Buana Sihombing, Kopyt, Amran Silitonga, Amir, Jefri Sibuea, Hardi

Situmeang, Kennedy Simatupang, Jhon, Marganti Tobing, Anto Gultom. Dan juga tidak

lupa mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman saya di

“Mandol-38” Rio Jabat, Reo Bento, Ganda Silalahi, Waruhum, Renold, Eko, Handoy,

dan juga teman-teman yag lainnya tidak bisa saya sebutkan namnya satu persatu. Kepada


(4)

kerjasama dan dukungannya serta semua pihak yang turut membantu dalam penelitian ini

yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan skripsi ini, akan

tetapi penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran

yang membangun sangat penulis harapkan untuk menabah kesempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.

Medan,

Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ...i

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR BAGAN ...x

BAB I: PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah. ...1

I.2. Perumusan Masalah . ...6

I.3. Tujuan Penelitian ...6

I.4. Manfaat Penelitian ...7

BAB II: KAJIAN PUSTAKA II.1. Sejarah Pergerakan Buruh di Indonesia ...8

II.2. Hubungan Industrial dan Kondisi Umum Buruh Di Indonesia ...12

II.3. Upah dan Perselisihan Buruh ...16

II.4. Pola Advokasi Serikat Buruh ...18

II.5. Defenisi Konsep ...20

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN III.1. Jenis Penelitian ...23

II.2. Lokasi Penelitian ...23

II.3. Unit Analisis dan Informan ...24

II.4. Teknik Pengumpulan Data ...25

III.5. Interpretasi Data ...26

III.6. Jadwal Kegiatan ...27

III.7. Keterbatasan Penelitian ...27

BAB IV: DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA IV.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ...29

IV.1.1. Sejarah Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) ...29


(6)

IV.1.2. Lokasi Serikat Buruh Medan Independen (SBMI) ...33

IV.1.3. Bagan Struktur Organisasi Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) ...34

IV.2. Profil Informan ...37

IV.2.1.Aktivis Buruh dari Serikat Buruh Medan Sumatera Utara (SBMI-Sumut) ...37

IV.2.2.Aktivis Buruh dari Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) ...39

IV.2.3.Buruh Yang Tergabung Dalam Serikat Buruh Medan Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di PT. Klambir Jaya ...41

IV.3. Peranan Serikat Buruh Medan Independen (SBMI) di PT. Klambir Jaya ...49

IV.3.1. Sejarah terbentuknya Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) PT. Klambir Jaya ...49

IV.3.2. Organisasi dan Keanggotaan Serikat Buruh Medan Independen (SBMI) di PT. Klambir Jaya ...52

IV.4. Advokasi Pengupahan ...55

IV.4.1 Penetapan Upah Minimum Propinsi (UMP ) Sumatera Utara ...56

IV.4.1.1.Peranan Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) Dalam Penetapan Upah Minimum Propinsi (UMP) Sumatera Utara ...57

IV.4.1.2.Peranan SBMI-Sumut Dalam Penetapan Upah Minimum Propinsi (UMP) Sumatera Utara ...65

IV.4.1.3.Langkah-langkah Perjuangan Yang Dilakukan Oleh Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) Sebagai Bentuk Perlawanan Terhadap Penetapan UMP (Upah Minimum Propinsi) Sumut ...68

IV.4.1.3.1. Konsep ...68

IV.4.1.3.2. Aksi ...74

IV.4.1.3.3. Gugatan ...77


(7)

IV.4.2.1.Ketika Upah Dibayar Lebih Kecil Dari Yang Ditetapkan Oleh Pemerintah ...79 IV.4.2.2.Advokasi Pengupahan Dalam Rangka Penetapan Upah Di

Depeda (Dewan Pengupahan Daerah) ...81 IV.5. Keterbatasan Dalam Menjalankan Advokasi Pengupahan ...83 BAB V: PENUTUP

V.1. Kesimpulan ...87 V.2. Saran ...90 DAFTAR PUSTAKA ...92


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1: Upah Minimum Regional Menurut Lapangan Usaha Minimum……... 5 Tabel 2: Struktur Kepengurusan Serikat Buruh Medan Independen


(9)

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan Struktur Organisasi Serikat Buruh Medan Independen (SBMI)

Bagan Struktur Organisasi Berdasarkan Hasil Kongres I... 35 Bagan Struktur Organisasi Berdasarkan Hasil Kongres II... 36


(10)

ABSTRAKSI

Munculnya kehidupan serikat buruh adalah pada tingkat awal kapitalisme. Bertolak dari kepentingan langsung untuk perbaikan syarat-syarat ekonomi dan sosial bagi kehidupan kaum buruh kaum buruh menyatukan diri dalam wadah organisasi berupa serikat buruh. Di dalam masyarakat kapitalis, pentingnya menyatukan diri adalah karena kaum buruh menghadapi kekuatan-kekuatan yang berpotensi lebih unggul daripada mereka sendiri. Dengan berkembangnya kapitalisme, berkembang pula jumlah kaum buruh sebagai penjual tenaga kerja. Tugas-tugas yang membebani serikat buruh pun semakin bertambah banyak dan semakin bervariasi. Lama kelamaan tuntutan-tuntutan dan aksi- aksi kaum buruh yang diorganisasi oleh serikat buruh semakin melewati jangkauan.

Serikat Buruh merupakan organisasi yang di bentuk dari, oleh dan untuk buruh itu sendiri baik diperusahaan maupun diluar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan buruh dan juga meningkatkan kesejahteraan bagi buruh dan keluarganya. Serikat buruh merupakan sarana dan wahana yang efektif dalam menampung aspirasi buruh agar mereka merasa dilindungi dan tidak mencari penyelesaian sendiri-sendiri apabila dihadapkan dengan pihak perusahaan. Serikat Buruh berperan sebagai sarana perjuangan bagi buruh dan berupaya untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.

Jenis penelitian yag digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitan kualitatif. Penelitian ini berlokasi di SBMI yang terdapat di PT. Klambir Jaya. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut), para buruh tetap yang tergabung dalam Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di PT. Klambir Jaya, dan juga Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) Sumatera Utara. Pengumpulan data


(11)

dilakukan dengan menggunakan tenik wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan catatan hasil lapangan.

Penelitian ini menemukan bahwa peran dari Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di PT. Klambir Jaya telah dapat membuat buruh merasa hak-hak mereka sebagai buruh sudah mulai diberikan pihak perusahaan kepada mereka, yang mana sebelumnya hak-hak tersebut tidak boleh mereka peroleh dari pihak-hak perusahaan. Kehadiran Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut)di PT. Klambir Jaya telah memberikan manfaat bagi para anggotanya. Merealisasikan Upah Minimum Sektoral Kota/Kabupaten (UMSK), mengadakan pelatihan untuk membentuk sumber daya manusia yang unggul, memastikan para buru terbebas dari tindak kekerasan maupun diskriminasi, menjamin terlaksananya Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja, memberikan hak pada para buruh terhadap jaminan kesejahteraan dan memberikan perlindungan serta pembelaan dalam perselisihan merupakan tugas dan tanggung jawab dari Serikat Buruh. Memperjuangkan hak-hak buruh dan senantiasa mengupayakan peningkatan terhadap kesejahteraan buruh merupakan peran utama dari Serikat Buruh khususnya Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di PT. Klambir Jaya.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Dalam sejarah pertumbuhan kota Medan, buruh telah dikenal sejak pemerintahan Hindia Belanda dalam membuka perkebunan-perkebunan besar di Deli (Sumatera Timur) yag memerlukan banyak tenaga buruh (kuli). Setelah Indonesia merdeka, tidak terdengar lagi perbedaan antara buruh halus maupun kasar karena semua orang yang bekerja disektor swasta baik pada orang maupun badan hukum disebut buruh. Hal ini disebutkan dalam Undang-Undang no.22 tahun 1957 pasal 1, ayat 1a dikatakan bahwa buruh adalah barang siapa yang bekerja pada majikan dengan menerima upah.

Dalam perkembangan hukum di Indonesia, istilah buruh diupayakan diganti dengan istilah pekerja, sebagaimana yang diusulkan oleh pemerintah (Departemen Tenaga Kerja) pada saat Kongres Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) II pada tahun 1985. Alasan pemerintah karena istilah buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Buruh cenderung merujuk pada golongan yang selalu tertindas dan berada dibawah kekuasaan pihak majikan. Istilah pekerja secara perundangan baru ditemukan dalam Undang-Undang No.25 tahun 1997, tentang ketenagakerjaan yang membedakannya dari pengertian tenaga kerja. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang pria atau wanita yang sedang, dalam, dan/atau akan melakukan pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi keperluan masyarakat [Undang-Undang no.25 tahun 1997 pasal 1, ayat 1, angka 2] (Nurhamidah, 2009: 2).


(13)

Munculnya kehidupan serikat buruh adalah pada tingkat awal kapitalisme. Bertolak dari kepentingan langsung untuk perbaikan syarat-syarat ekonomi dan sosial bagi kehidupan kaum buruh kaum buruh menyatukan diri dalam wadah organisasi berupa serikat buruh. Di dalam masyarakat kapitalis, pentingnya menyatukan diri adalah karena kaum buruh menghadapi kekuatan-kekuatan yang berpotensi lebih unggul daripada mereka sendiri.

Dengan berkembangnya kapitalisme, berkembang pula jumlah kaum buruh sebagai penjual tenaga kerja. Tugas-tugas yang membebani serikat buruh pun semakin bertambah banyak dan semakin bervariasi. Lama kelamaan tuntutan-tuntutan dan aksi- aksi kaum buruh yang diorganisasi oleh serikat buruh semakin melewati jangkauan lama. Perundingan-perundingan yang berjalan alot maupun yang hanya berupa formalitas semata yang didasari dengan rekayasa, terutama bagi industri-industri maju, banyak yang membuahkan Perjanjian-Perjanjian Kolektif dengan majikan (Di Indonesia sekarang disebut Perjanjan Kerja Bersama). Isinya tidak saja meliputi upah, jam/waktu kerja dan syarat-syarat kerja dalam bentuknya yang lama, tapi juga segi-segi “kemanfaatan” lainnya bagi kaum buruh yang lebih mendetail seperti hak libur setiap tahun, hak libur di waktu hamil bagi buruh wanita, pendidikan, perumahan, asuransi kesehatan, kompensasi pengangguran dan perlindungan di hari tua berupa pensiun. Upah murah, buruh kontrak, cuti hamil dan melahirkan tidak diupah, lembur tidak dibayar, tunjangan makan dicabut, skorsing menuju PHK, berserikat dilaporkan kekepolisian (kriminalisasi), pemutusan hubungan kerja (PHK), perusahaan tutup dan pengusaha lari dari kondisi yang dialami kaum buruh Indonesia saat ini (Suara Independen: Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) 2007).


(14)

Sejak reformasi, banyak bermunculan serika-serikat pekerja. Akan tetapi, terdapat fakta bahwa serikat-serikat pekerja, sebagaimana juga partai politik memiliki agenda-agenda tersembunyi yang tentu saja berujung pada kekuasaan dibalik kampanye untuk memperjuangkan pekerja atau rakyat. Bagaimanapun, angina kebebasan tersebut dimasa depan diharakan lebih memberikan transparansi didalam mengatasnamakan pekerja, buruh, atau rakyat. Buruh adalah pekerja yang umumnya menggunakan tenaga untuk mendapatkan upah atau gaji (Badudu-Zein,1994: 232).

Kewajiban buruh pada umumnya tersimpul dalam hak majikan. Bekerja pada pihak lainnya berarti pada umumnya bekerja dibawah pimpinan pihak lainnya itu dan karena itu kewajiban terpenting bagi buruh ialah melakukan pekerjaan menurut petunjuk dari majikan (Imam Soepomo, 1992: 65).

Sementara itu, kewajiban majikan yang terpenting sebagai akibat langsung dari perjanjian kerja yang sah ialah membayar upah. Kewajiban pokok lainnya menurut peraturan yang ada diletakkan pada majikan ialah mengatur pekerjaan, mengatur tempat kerja, memberi surat keterangan dan lain-lain. Kewajiban majikan untuk mengatur pekerjaan dan untuk mengatur tempat kerja, yang pada hakikatnya merupakan kewajiban agar mengusahakan penjagaan kesehatan, keselamatan dan kesusilaan buruh. Upah biasanya ditetapkan oleh kedua belah pihak dalam perjanjian kerja, dalam peraturan majikan, dalam peraturan upah atau dalam perjanjian perburuhan. Ada kemungkinan bahwa dalam perjanjian atau peraturan tidak terdapat ketentuan mengenai upah itu. Dalam hal demikian, buruh berhak atas upah yang biasa pada waktu perjanjian kerja dibuat untuk pekerjaan yang dijanjikan , ditempat pekerjaan tersebut harus dilakukan. Jika kebiasaan seperti itu tidak ada, upah itu ditetapkan mengingat keadaan menurut


(15)

keadilan. Ketentuan ini tidak berlaku jika telah diperjanjikan bahwa upah itu akan ditetapkan oleh majikan sendiri atau oleh orang ketiga ataupun akan ditetapkan oleh kedua belah pihak di kemudian hari. Dalam hal upah tidak ditetapkan dalam perjanjian kerja, pada umumnya ditarik kesimpulan bahwa kedua belah pihak telah bersepakat bahwa penetapannya akan dilakukan oleh majikan secara sepihak. Dengan sendirinya majikan harus menetapkannya dengan itikad baik. Jika majikan melanggar itikad baik ini, buruh dapat menuntut upah menurut kebiasaan atau upah yang adil itu (Imam Soepomo, 1992: 78).

Taraf industrialisasi dewasa ini juga memperlihatkan makin pentingnya mencermati masalah perburuhan, khususnya masalah upah. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar masalah-masalah perburuhan seperti keresahan, pemogokan, unjuk rasa, atau kasus kekerasan umumnya bersumber pada masalah upah (Bambang Setiadji, 2002: 1-5).

Seiring dengan perkembangan zaman dunia buruh pun secara tidak langsung ikut mengalami perkembangan. Secara umum buruh merupakan tulang punggung bagi sebuah perusahaan. Hal ini disebabkan oleh adanya saling ketergantungan antara buruh dan perusahaan maupun dengan orang-orang yang memiliki perusahaan-perusahaan yang bersangkutan. Dengan kata lain perusahaan tidak akan berjalan apabila tidak ada buruh. Untuk itu diperlukan suatu upaya bagi perusahaan maupun bagi buruh sendiri untuk dapat saling melengkapi antara satu sama lainnya baik itu dalam bentuk pengetahuan mengenai hak-hak buruh maupun kewajiban buruh terhadap perusahaan yang bersangkutan baik itu dalam penentuan upah minimum maupun upah minimum regional.


(16)

Tabel 1: Upah Minimum Regional Menurut Lapangan Usaha Minimum Upah Minimum Regional Menurut Lapangan Usaha Minimum

Minimum Wage by Sectors

2003 – 2006

Sektor / Sektor Tahun / Year

2003 2004 2005 2006

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Pertanian 555 500 563 850 802 500 877 400 2. Pertambangan/Penggalian 0 537 000 0 902 000 3. Industry 540 350 660 000 802 500 861 000 4. Listrik,Gas & Air Minum 540 350 537 000 817 500 861 000 5. Bangunan/Konstruksi 555 500 660 000 825 000 902 000 6. Perdagangan, Hotel , Restoran 535 300 642 000 795 000 861 000 7. Angkutan 505 000 642 000 802 500 877 000 8. Bank & Lembaga Keuangan 555 500 660 000 825 000 902 000 9. Jasa Lainnya 505 000 537 000 825 000 861 000 Upah Minimum Propinsi (UMP) *) *) *) 761 000 *) Data tidak tersedia

Sumber : Kantor Departemen Tenaga Kerja Kota Medan

Sedangkan untuk Upah Minimum Regional (UMR)/Upah Minimum Kota (UMK) Propinsi Sumatera Utara, Non Sektor pada tahun 2010 adalah sebagai berikut:

Jumlah UMR/UMK : Rp 965.000,- Tanggal berlaku : 01 Januari 2010 Tahun berlaku : 2010 Nomor

SK : Keputusan Gubernur Provinsi Sumatera Utara Nomor 5 Tanggal SK : 23 November 2009

(http://www.hrcentro.com/umr/sumatera_utara/non_kab/non_sektor/2010)

Upah yang ditetapkan menurut jangka waktu harus dibayar sejak saat buruh mulai bekerja sampai berakhirnya hubungan kerja. Dengan demikian jika hubungan kerja berakhir sebelum waktunya dan juga jika berakhir dalam suatu jangka waktu pembayaran, majikan wajib membayar upah untuk semua hari buruh telah bekerja (Imam Soepomo, 1992: 86).


(17)

I.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana Peranan Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara

(SBMI-Sumut) Melakukan Advokasi Pengupahan Terhadap Buruh Tetap di

PT. Klambir Jaya.

I.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab para buruh tetap bergabung dengan Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di PT. Klambir Jaya.

2. Untuk mengetahui peran Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di PT. Klambir Jaya didalam melakukan advokasi sistem pengupahan bagi buruh tetap.

3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Advokasi Pengupahan seperti apa saja yang dilakukan oleh Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di PT. Klambir Jaya kepada para buruh tetap.


(18)

I.4. Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat yang diharapkan didalam penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis

Yakni; Hasil penelitian ini diharapkan menjadi suatu sumbangan yang besar bagi khasanah kepustakaan yang bermutu yang dapat dijadikan sebagai masukan-masukan penting bagi institusi pendidikan yang bersangkutan.

2. Manfaat Praktis

Yakni; Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi para buruh kontrak untuk dapat menyelaraskan antara hak-hak dan kewajiban para buruh didalam menjalankan roda kehidupan bagi para buruh khususnya para buruh kontrak, sehingga para buruh kontrak mendapatkan pelajaran yang berharga dari arti penting advokasi pengupahan baik itu bagi diri mereka sendiri maupun bagi buruh tetap yang lainnya.


(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Kebebasan politik yang tersedia di masa reformasi, telah membuka kesempatan bagi kebangkitan gerakan social di Indonesia. Era reformasi menyediakan struktur kesempatan politik yang lebih terbuka. Termasuk didalamnya sebuah ruang politik yang lebih ramah bagi gerakan buruh. Menyusul reformasi 1998, ada begitu banyak organisasi buruh yang tumbuh. Tidak ada lagi pembatasan yang bersifat politik. Siapa saja bisa membentuk organisasi buruh. Ruang kebebasan bagi buruh untuk memperjuangkan kepentingannya terbuka lebar (Rekson Silaban, 2009: 1-2).

II.1. Sejarah Pergerakan Buruh di Indonesia

Gerakan buruh di Indonesia berawal dari gerakan buruh sektor perkebunan dan transportasi pada era kolonialisme Belanda. Bahkan kehadiran organisasi-organisasi buruh atau kaum pekerja mendahului partai politik dan organisasi massa yang lain. Kehadiran serikat buruh pertama kali dapat dilacak pada tahun 1905, ketika para pegawai Kereta Api Negara mendirikan SS Bond (Staatsspoorwegen). Serikat buruh ini kemudian berkembang kuat ketika para pekerja kereta api baik Negara maupun swasta sepakat membentuk VSTP (Vereeniging van Spoor-en Tramveg Personeel in Nedelansch-Indie) pada 14 November 1908. Dibawah kepemimpinan Semaoen serikat pekerja ini berkembang militan. Pada masa kolonialisme Belanda, otoritas Hindia Belanda memperlakukan gerakan buruh sebagai gerakan politik yang berbahaya. Gerakan buruh diberangus dan banyak aktivisnya dikejar-kejar. Dari sisi gerakan buruh sendiri, watak


(20)

politik menjadi tak terelakkan karena satu-satunya pemecahan terhadap masalah kemiskinan, kesengsaraan, dan penindasan kelas pekerja saat itu adalah tumbangnya rezim kolonial Belanda.

Cikal bakal munculnya organisasi pekerja lahir dari kongres IV Serikat Islam (SI) di Surabaya. Dari kongres itu lahir sebuah federasi pkerja (buruh) yang bernama PPKB (Persatuan Pergerakan Kaum Buruh). Alimin, Samaoen dan Soejopratnoto menjadi pengurus federasi ini. Dalam program umumnya, PPKB menetapkan Negara sebagai pelaksana perintah rakyat dan berfungsi untuk mempersatukan kaum buruh untuk mengubah nasibnya. Gerakan oranisasi ini sarat dengan muatan politis, namun tetap dilakuka untuk mendukung aksi-aksi ekonomi pekerja (buruh). Pada kongres V dan VI diadakanlah suatu pertemuan untuk memutuskan pembersihan organisasi dari orang-orang yang tidak sealiran. Pada tahun 1920 Samaoen dan Alimin mendirikan PKI, yaitu anggota SI yang terkena pembersihan. Perpecahan PPKB melahirkan Revoluntionaire Vakcentrale (RV) yang diketuai oleh Samaoen, pengurus VSTP (Serikat Pekerja Kereta Api) Semarang. Organisasi inilah yang kemudian menjadi awal gerakan buruh progresif di Indonesia.

Pada tahun 1921, pemerintah colonial mengalami kelesuan ekonomi yang ditandai dengan rasionalisasi perusahaan. Pada masa ini aksi-aksi pemogokan banyak terjadi. Pemerintah Kolonial juga mengaktifkan kantor pengawasan bperburuhan yang berada dibawah Depatemen Kehakiman yang mana bagian ini secara terpusat mengawasi pergerakan Serikat Pekerja (buruh) dan mengamati kebutuhan dikeluarkannya peraturan hukum baru menyangkut perburuhan. Dari golongan bangsa Indonesia, RV membangun hubungan dengan Profintern (organisasi buruh internasional saat itu) dan menjadi


(21)

anggotanya pada tahun 1923. sejalan dengn itu rganisasi-organisasi buruh tetap bermunculan tapi tidak seprogresif sebelumnya. Organisasi-organisasi tersebut terus aktif hingga Perang Dunia II terjadi pada saat Perang Dunia II emerintah membentuk panitia untuk mengurus soal-soal perburuhan yang terdiri dari wakil pemerintah, majikan dan pekerja (buruh). Panitia ini bertugas menyelesaikan perselisihan perburuhan langkah ini diambil karena pemerintah colonial perlu menjamin beroperasinya perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam perang tersebut.

Pada masa awal kemerdekaan, gerakan buruh juga aktif dalam politik guna memperkuat kemerdekaan Indonesia. Tak lama setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, sejumlah perwakilan buruh berkumpul di Jakarta guna merumuskan platform bersama dalam cara bagaimana gerakan buruh bisa ikut memperkuat republik yang baru berdiri tersebut. Pertemuan itu kemudian berhasil membentuk Barisan Buruh Indonesia (BBI). BBI mengutamakan barisan buruh untuk memudahkan mobilisasi oleh Serikat Pekerja dan Partai Buruh. Dalam kongresnya pada bulan September 1945 yang dihadiri oleh kaum buruh, tercetuslah Partai Buruh Indonesia (PBI). Barisan Buruh Indonesia (BBI) juga sepakat untuk menuntaskan revolusi nasional. Untuk mempertahankan tanah air dari serangan musuh BBI membentuk Laskar Buruh Bersenjata di pabrik-pabrik. Untuk kaum perempuan dibentuk Barisan Buruh Wanita (BBW).

Pada tahun 1946, BBI dilebur menjadi Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GABSI). Serikat Buruh tidak sepakat dengan struktur GABSI keluar dan membentuk Gabungan Serikat Buruh Vertikal (GASBV). Di tahun yang sama kemudian dibentuklah SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia hasil leburan GABSI dan GASBV


(22)

oleh Alimin dan Harjono. Pada tahun 1950-an dan awal 1960-an, SOBSI yang didukung PKI adalah organisasi buruh yang paling aktif dan kuat diantara banyaknya organisasi buruh yang memiliki kaitan dengan partai politik. SOBSI sangat berpengaruh, misalnya dalam nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di akhir 1950-an. Namun, keadaan darurat militer dan kendali manejarial pada perusahaan-perusahaan tersebut menempatkan tentara pada posisi ang kemudian malah berhadapan langsung dengan keompok-kelompok militant gerakan buruh yang biasanya dipimpin oleh kelompok komunis (Hawkins, 1963).

Penghancuran PKI menyusul peristiwa 1965 telah mengakibatkan lenyapnya tradisi politik gerakan serikat buruh dan warisan ini terus meghambat buruh terorganisasi di Indonesia. Sejak 1970-an hingga kejatuhan rezim Orde Baru pimpinan Soeharto, buruh dihambat oleh system korporatis yang sangat otoriter yang hanya memberikan ruang kepada satu federasi serikat buruh yang sah dibentuk dan didukung pemerintah. Pada tahun 1973, didirikanlah Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) sebagai serikat pekerja terbesar yang diakui oleh pemerintah dan hingga saat ini masih eksis dan berskala internasional. Dengan adanya SPSI ini diharapkan masalah perburuhan dapat diselesaikan. SPSI merupakan satu-satunya Federasi Serikat Pekerja yang diakui oleh Departemen Tenaga Kerja dan setiap Serikat Pekerja yang dibentuk harus berafiliasi dengan SPSI.

Reformasi sebagai hasil dari krisis politik dan ekonomi pada tahun 1998 telah membuka kesempatan-kesempatan baru bagi pengorganisasian buruh di Indonesia. Krisis ekonomi Indonesia yang berdampak pada meningkatnya angka pengangguran


(23)

dalam jumlah besar menjadi salah satu faktor penjelas atas kenyataan lemahnya posisi tawar organisasi buruh.

Dari beberapa kurun waktu tersebut, semakin bermunculan berbagai Serikat Pekerja yang diyakini dapat membantu para buruh dalam mengatasi masalahnya. Hingga saat ini pergerakan buruh tetap terjadi sebagai bentuk perjuangan mereka terhadap pemenuhan hak-haknya.

II.2. Hubungan Industrial dan Kondisi Umum Buruh Di Indonesia

Pelaksanaan hubunga industrial pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dari kondisi perekonomian, sebab intensitas suatu produksi tidak hanya karena ada pekerja dan pengusaha, tetapi juga dipengaruhi oleh perekonomian masyarakat. Demikian juga syarat-syarat keja dipengaruhi oleh kondisi pasar kerja dan tingkat pengangguran serta pertumbuhan ekonomi. Dalam melaksanakn hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijaka, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Dalam melaksanakan hubungan industrial, buruh dan serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan dan keahliannya dalam memajukan perusahaan serta memperjuangkan kesejahteraan anggota besar keluarganya.

Pengusaha dan organisasi pengusahanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan buruh secara terbuka, demokratis dan berkeadilan. Adapun hubungan


(24)

indusrial yang diterapkan di Indonesia adalah Hubungan Industrial Pancasila yaitu hubungan industrial yang didasarkan pada kelima sila yang menjadi falsafah bangsa Indonesia yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpim oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyaratan/perwakilan dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Berikut penjabaran Hubungan Industrial berdasarkan Pancasila:

1. Hubungan industrial berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa menyatakan bahwa pengusaha dan pekerja harus sama-sama menerima dan percaya bahwa perusahaan adalah berkat Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kesempatan yang diberikan Tuhan bagi mereka, supaya mereka dapat melayani sesame manusia serta kesempatan untuk berbakti pada nusa dan bansa. Disamping itu pengusaha dan pekerja harus sama-sama menghormati kebebasan beragama dan beribadah, serta sama-sama membangun dan menjaga kerukunan antar umat beragama. Pengusaha dan pekerja tidak boleh bertindak diskriminatif atas perbedaan agama.

2. Hubungan industrial berdasarkan Kemanusiaan yang adil dan beradab menganjurkan bahwa setiap pekerja tidak diperlakukan hanya sebagai factor produksi, akan tetapi terutama sebagai mahluk individu yang memiliki kepribadian, perasaan, kehormatan dan harga diri. Pekerja (buruh) mempunyai keterbatasan fisik dan mental. Oleh sebab itu harus disusun system pembagian kerja yang seimbang sesuai dengan keahlian dan kemampuan kerja masing-masing dengan mempertimbangkan keterbatsan manusia dan nilai-nilai


(25)

kemanusiaan. Pengusaha harus memberikan imbalan yang sesuai dengan nilai kontribusi kerja yang diberikan oleh buruh.

3. Hubungan industrial berdasarkan Persatuan Indonesia menunjukkan bahwa setiap warga Negara berhak bekerja di seluruh pelosok Indonesia tanpa diskriminasi atas suku atau warna kulit, jenis kelamin, tempat lahir, agama, golongan atau aliran politik. Pengusaha dan pekerja(buruh) harus sama-sama membangun kebersamaan di perusahaan, meningkatkan rasa cinta tanah air dan masyarakat serta menempatkan kepentingan Negara dan rakyat diatas kepentingan pribadi dan kelompok.

4. Hubungan Industrial berdasarkan Kerakyatan yang dipimpim oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyaratan/perwakilan berarti bahwa pengusaha membuka kesempatan bagi pekerja secara demokratis memilih wakilnya untuk berhubungan dengan pengusaha dan untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Hak pekerja membentuk Serikat Pekerja merupakan salah satu wujud sila ke-empat ini. Pengusaha perlu menyediakan waktu untuk mendengarkan saran dan keluhan pekerja (buruh). Pengusaha dan pekerja (buruh) harus membuka diri untuk berdialog dan mengutamakan permusyawaratan dalam membuat keputusan bagi kepentingan bersama, dan

5. Hubungan Industrial berdasarkan Keadilan Sosial mempunyai arti bahwa para pekerja harus diperlakukan secara adil. Pengusaha dan pekerja harus sama-sama berusaha meningkatkan hasil perusahaan supaya dapat meningkatkan kesejahteraan pengusaha, pekerja(buruh) dan keluarganya. Setiap orang menerima imbalan sesuai dengan fungsi, kemampuan, dan kontribusinya terhadap


(26)

peningkatan produktifitas perusahaan. Baik dalam pemberian kesempatan dan penugasan maupun dalam pemberian upah atau penghargaan dan tindakan disiplin, pengusaha harus bersifat adil terhadap semua pekerja.

Sesuai dengan prinsip hubungan industrial Pancasila, aka pengusaha dan buruh harus sama-sama mempunyai sikap social yang mencerminkan kesatuan dan kesepakatan nasional, kerjasama, sukarela, toleransi, rasa saling enghormati, keterbukaan, rasa saling tolong menolong dan mawas diri sebagai mana diamanatkan oleh Undan-Undang Dasar (UUD)1945.

Perkembangan industri yang meningkat tajam pada kenyataanya tidak diikuti dengan perbaikan kondisi kehidupan dan kesejahteraan para buruh. Masalah kemiskinan dan kesejahteraan buruh pada tahun-tahun terakhir ini menunjukkan posisinya sebagai masalah utama dalam hubungan industrial. Gejala kesenjangan social di dunia kerja yang terjadi antara buruh maupun antara buruh dengan penguaha dapat memberikan peluang yang besar terhadap munculnya permasalahan industrial. Buruh sebagai factor utama dalam jalannya suatu industri, sudah sepatutnya mendapatkan perhatian yang serius. Kondisi buruh yang rentan terhadap kemiskinan harus segera diatasi karena akan mempengaruhi produksi dan produktifitas kerjanya.

Kesejahteraan buruh adalah suatu tata kehidupan yang mencakup kualitas hidup pekerja dan keluarganya didalam keutuhan satuan keluarga yang aman, selamat dan sejahtera baik secara jasmani maupun rohani kearah perkembangan pribadi untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yan unggul. Kesejahteraan bagi buruh tidak hanya berbentuk materil saja tetapi juga berbentuk moril. Pemenuhan kesejahteraan


(27)

buruh dipenuhi untuk menciptakan ketenangan dalam bekerja dan berusaha yang disebut dengan Industrial Peace (Robinson, 2007).

Menurut Undan-Undang No 3 tahun 1992 selain pemenuhan akan fasilitas kesejahteraan, buruh juga berhak atas pemenuhan jaminan social. Jaminan social adalah segala sesuatu bentuk perlindungan bagi pekerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh pekerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, jaminan hari tua dan meninggal dunia. Jaminan social bagi buruh antara lain mencakup:

1. Tunjangan kecelakaan kerja 2. Tunjangan hari tua

3. Tunjangan kematian, dan

4. Tunjangan pemeliharaan kesehatan berupa Jamsostek

II.3. Upah dan Perselisihan Buruh

Tujuan buruh melakukan pekerjaan adalah untuk mendapatkan penghasilan yang cukup untuk membiayai kehidupannya maupun bersama keluarganya. Selama buruh melakukan pekerjaan, buruh berhak atas pengupahan yang menjamin kehidupannya bersama dengan keluarganya. Selama buruh melakukan pekerjaan, majikan wajib untuk membayar upah para buruh tersebut. Upah adalah pembayaran yang diterima buruh selama dia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan.

Dilihat dari sudut nilainya, upah dibedakan antara upah nominal yaitu jumlah yang berupa uang, dan upah rill yaitu banyaknya barang yang dapat dibeli dengan jumlah


(28)

uang itu. Bagi buruh yang penting ialah upah riil ini, karena dengan upahnya itu harus mendapatkan cukup barang yang diperlukan untuk kehidupannya bersama dengan keluarganya. Kenaikan upah nominal tidak mempunyai arti baginya, jika kenaikan upah itu disertai atau disusul oleh kenaikan harga keperluan hidupnya sehari-hari. Turunnya harga barang keperluan hidup karena misalnya bertambahnya barang produksi barang tersebut, akan merupakan kenaikan upah bagi buruh walaupun jumlah uang ia terima dari majikan adalah sama seperti sediakala. Sebaliknya harga barang keperluan hidup, selalu berarti turunnya upah bagi buruh (Imam Soepomo, 1992: 131).

Dalam perkembangannya, buruh tidak dapat hidup sendiri-sendiri melainkan harus dapat beradaptasi dengan buruh-buruh lainnya, baik itu yang berada dalam satu perusahaan majikannya maupun dengan perusahaan lainnya. Hal ini diperlukan dalam rangka agar pemenuhan hak-hak mereka seperti penupahan dapat terkoordinasi dengan yang lainnya, sehingga antara buruh yang satu dengan yang lainnya dapat mengetahui kondisi masing-masing. Hal ini dilakukan untuk memudahkan mereka didalam memecahkan persoalan yang terjadi antara buruh dengan majikan, seperti adanya perselisihan perburuhan. Apabila terjadi perselisihan perburuhan antara buruh dan majikan akan menimbulkan berbagai macam tindakan, adapun tindakan tersebut adalah sebagai berikut:

• Dari pihak majikan menolak buruh seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerjaan sebagai akibat perselisihan perburuhan, dilakukan dengan maksud untuk menekan atau membantu majikan lain menekan supaya buruh menerima hubungan kerja, syarat-sayarat kerja dan/atau keadaan perburuhan.


(29)

• Dari pihak buruh secara kolektif menghentikan pekerjaan atau memperlambat jalannya pekerjaan, sebagai akibat perselisihan perburuhan, dilakukan dengan maksud untuk menekan atau membantu golongan buruh lain menekan supaya majikan menerima hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan (Imam Soepomo, 1992: 148).

II.4. Pola Advokasi Serikat Buruh

Selama ini pola hubungan serikat buruh dengan buruh sebagai anggotanya lebih mirip hubungan dokter dengan pasiennya. Atau pengacara dengan kliennya. Hubungan ini lebih menyerupai “patron-client”. Model dan sifat hubungan inilah yang banyak dikerjakan serikat buruh selama ini, dimana para aktivis buruh hadir ketika buruh menghadapi persoalan. Pendekatan terhadap persoalan yang dihadapi buruh bersifat kuratif atau reaktif, sama seperti ketika dokter mengobati pasien. Model hubungan seperti ini perlu dibawa ketingkat yang lebih ideal. Kasus-kasus individual seyogyanya dianalisis ketingkat yang lebih besar sehingga akar persoalannya bisa dipecahkan. Advokasi individual perlu dibawa ketingkat yang lebih besar pada tingkat advokasi dalam konteks sosial yang lebih besar (Rekson Silaban, 2009: 112).

Ketika serikat buruh baru bermunculan, pada saat itu tidak ada organisasi buruh tingkat nasional yang atas nama buruh dapat bernegosiasi dengan kepentingan lain. Organisasi buruh tidak dapat sepenuhnya memanfaatkan momen keterbukaan yang diciptakan peristiwa Mei 1998 untuk mengembalikan pengaruh penting gerakan buruh. Dengan demikian, secara historis gerakan serikat buruh memiliki watak politik dan watak politik itu diperlukan guna memperjuangkan tidak hanya kepentingan buruh tetapi juga


(30)

komunitas masyarakat. Hal inilah yang nantinya dapat melahirkan suatu bentuk tatanan maupun struktur sosial yang kompleks. Salah satu wujud dari struktur sosial ialah kelompok social. Kelompok sosial merupakan kumpulan manusia, tetapi bukan sembarang kumpulan. Suatu kumpulan manusia dapat dikatakan sebagai kelompk apabila memenuhi kondisi tertentu. Kondisi itu menurut Soerjono Soekanto adalah:

1. Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan sebahagian dari kelompok yang bersangkutan.

2. Adanya hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan lainnya dalam kelompok itu.

3. Adanya faktor yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota kelompok sehingga hubungan antara mereka bertambah erat. Faktor tadi dapat berupa nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujua yang sama, idiologi politik yang sama dan lan-lain. Tentunya faktor mempunyai musuh bersama misalnya, dapat pula menjadi faktor pengikat/pemersatu.

4. Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku (M.arief Nasution, T.K Brahmana, Padamean Daulay, 2003: 12-13).

Didalam mengelola tatanan masyarakat tersebut diperlukan suatu proses pengendalian sosial. Suatu proses pengendalian sosial dapat dilaksanakan dengan pelbagai cara yang pada pokoknya berkisar pada cara-cara tanpa kekerasan (persuasive) ataupun dengan paksaan (coercive). Didalam suatu masyarakat yang secara relatif berada dalam keadaan yang tenteram, maka cara-cara yang persuasive mungkin efektif apabila dibandingkan dengan paksaan. Hal ini disebabkan oleh karena masyarakat yang tenteram bagian terbesar dari kaidah-kaidah dan nilai-nilai telah melembaga atau bahkan mendarah


(31)

daging didalam diri para warga masyarakat. Paksaan lebih sering diperlukan didalam masyarakat yang sedang bergolak, oleh karena di dalam keadaan seperti itu pengendalian sosial juga berfungsi untuk membentuk kaidah-kaidah yang baru yang menggantikan kaidah-kaidah lama yang telah goyah (Soerjono Soekanto, 2002: 159-160).

II.5. Defenisi Konsep

Didalam memperjelas maksud dan tujuan penelitian, serta untuk menghindari timbulnya kesalahan penafsiran dalam penelitian maka dalam penelitian ini perlu diuraikan batasan konsep yang digunakan. Adapun batasan konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

• Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menrima upah atau imbalan dalam bentuk lain (Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).

• Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak yang mempekerjakan pekerja dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak, milik orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum, baik milik swasta maupun milk negara (Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan).

• Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena sesuatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha (Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).


(32)

• Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara pekrja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak (Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).

• Perjanjian Kerja Bersama adalah perjanjian yang merupakan perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggngjawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpuan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan keajiban kedua belah pihak (Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).

• Upah adalah penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk sesuatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang ditetapkan menurut suatu perjanjian, atau peaturan perundangan dan dibayar atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan teaga kerja, termasuk tunjangan, baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya (Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah).

• Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap (Departemen Tenaga Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999 Tentang Upah Minimum).

• Upah Minimum Regional adalah upah pokok terendah termasuk tunjangan tetap yang diterima oleh buruh di wilayah terentu dalam suatu propinsi


(33)

(Departemen Tenaga Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1996 Tentang Upah Minimum Regional).

• Serikat Buruh merupakan organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk buruh baik diperusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan buruh serta meningkatkan kesejahteraan buruh dan keluarganya (Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Pekerja/Serikat Buruh).


(34)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan didalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ialah penelitian yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku, sehingga dapat diamati dan dianalisis (Faisal, 1995: 22).

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secaa terperinci suatu fenomena sosial, seperti konflik sosial, intraksi sosial, sistem kekerabatan dan lain-lain. Desain ini hanya menggabarkan dan mengumpulkan fakta dan menguraikannya secara menyeluruh dan teliti sesuai dengan persoalan yang akan dipecahkan sekaligus menjawab permasalahan penelitian.

Penelitian deskriptif kualitatif ini juga bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada dimasyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Burhan Bungin, 2007: 68).

II.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada Anggota Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di PT. Klambir Jaya (Jalan Klambir Lima Umum, Desa Tanjung Gusta, Kecamatan Sunggal, Medan Sumatera Utara).


(35)

Adapun yang menjadi alasan peneliti didalam pemilihan lokasi penelitian adalah: 1. Fokus dari peneliti didalam melakukan penelitian tersebut adalah para buruh tetap

yang tergabung dalam Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di PT. Klambir Jaya.

2. Peneliti telah melakukan Investigasi tahap awal terhadap beberapa buruh pada Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di PT. Klambir Jaya yang menyebabkan peneliti merasa yakin untuk melakukan penelitian. 3. Peneliti ingin mengaplikasikan teori yang telah didapat didalam melihat sejauh

mana pengetahuan para buruh tetap yang tergabung dalam Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di PT. Klambir Jaya tentang sistem pengupahan yang berlaku.

II.3. Unit Analisis dan Informan

• Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 1992:132). Adapun yang menjadi unit analisa dalam penelitian in adalah para buruh tetap yang tergabung dalam Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di PT. Klambir Jaya dan juga Lembaga Swadaya Masyarakat Pendamping.

• Informan

Mengingat unit analisis memiliki jumlah yang cukup banyak, maka data yang diambil beberapa diantaranya dijadikan sebagai sumber informan antara lain:


(36)

a. Informan Kunci

Informan kunci yang dimaksudkan disini adalah Pimpinan Serikat Buruh Medan Sumatera Utara (SBMI-Sumut), Bagian advokasi dan juga bagian pendampingan lapangan Serikat Buruh Medan Sumatera Utara (SBMI-Sumut), Pimpinan Buruh tetap yang mewakili para buruh di PT. Klambir Jaya, dan juga Anggota Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) yang mewakili buruh.

b. Informan Biasa

Informan biasa yang dimaksud disini adalah buruh yang bekerja di PT. Klambir Jaya. Saya memilih 5 (lima) orang buruh laki-laki dan 5 (lima) orang buruh perempuan sebagai informan biasa yang mereka telah memiliki masa kerja diatas 2 (dua) tahun.

II.4. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam suatu penelitian dapat digolongkan kedalam dua bagian yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

a. Obsevasi Partisipatif, Yakni; peneliti ikut dalam proses pengambilan data, peneliti mengadakan pengamatan secara langsung. Data yang diperoleh melalui observasi langsung terdiri dari rincian tentang kegiatan, perilaku, tindakan orang, serta keseluruhan kemungkinan interaksi inter-personal, dan


(37)

proses penataan yang merupakan bagian dari pengalaman manusia yang dapat diamati.

b. Wawancara Mendalam, Yakni; peneliti mengadakan tanya jawab secara langsung dengan para informan. Agar wawancara lebih ter-arah maka digunakan pedoman wawancara (interview guide) yakni urutan-urutan daftar pertanyaan sebagai acuan bagi peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam penelitian ini digunakan juga instrumen penunjang yang lainnya dalam wawancara yaitu alat bantu rekam (tape recorder).

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh ari sumber data kedua atau sumber-sumber dari data yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian.

Data sekunder dapat diperoleh dari studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan yang bersal dari buku, juga dari sumber lainnya seperti surat kabar, internet dan lainnya yang dianggap relevan dengan penelitian ini.

III.5. Interpretasi Data

Interpretasi data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan temukan tema dan dapat ditemukan hipotesis kerja yang disarankan oleh data (Maleong, 2005:103).

Interpretasi data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh dari setiap informasi baik dari pengamatan, wawancara, ataupun catatan-catatan


(38)

lapangan, dipelajari dan ditelaah, kemudian mereduksi data tersebut yakni melalui pembuatan abstraksi yang merupakan usaha membuat rangkuman inti.

Langkah selanjutnya adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data, setelah itu dilanjutkan dengan pengolahan atau analisa dan penulisan laporan hasil penelitian dengan dukungan teori dan tinjauan pustaka.

III.6. Jadwal Kegiatan

No. Jenis Kegiatan Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8

01 Pra-Observasi

02 ACC Judul

03 Penyusunan Proposal 04 Seminal Penelitian 05 Revisi Proposal Penelitian 06 Penyerahan Hasil Seminar Proposal 07 Operasional Penelitian

08 Bimbingan

09 Penulisan Laporan Akhir

10 Sidang Meja Hijau

III.7. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup keterbatasan pengetahuan peneliti mengenai metode penelitian, keterbatasan data melaui buku-buku ataupun referensi lainnya yang mendukung penelitian ini, keterbatsan dalam lingkup penelitian dan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para informan. Keterbatasan pengetauan peneliti mengenai metode penelitian menyebabkan lambatnya proses penelitian yang dilakukan.


(39)

Pihak perusahaan yang tidak mengijinkan penulis untuk masuk keperusahaan dalam rangka memperkaya isi dari penelitian ini sendiri juga menjadi tanda tanya besar dari penulis terhadap perusahaan, peneliti telah mencoba sebanyak 3 (tiga) kali untuk bisa bertemu dengan pimpinan perusahaan, namun peneliti selalu dihalang-halangi oleh sekurity perusahaan yang menyebabkan peneliti kurang informasi mengenai sejarah dan sepakterjang perusahaan di Indonesia khususnya di Kota Medan-Sumatera Utara.

Selain itu, para informan terkesan tertutup dalam memberikan jawabannya dikarenakan mereka takut jika keterangan yang mereka berikan nantinya akan disampaikan kepada pihak perusahaan. Akan tetapi peneliti berusaha untuk meyainkan informan bahwa penelitian hanya bermaksud membuat sebuah karya tulis ilmiah sebagi tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana dan bukan bermaksud untuk tujuan lain yang dapat mengacam keamanan mereka.


(40)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA

IV.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

IV.1.1. Sejarah Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut)

Pengorganisasian dimulai dari tahun 1997 di 3 wilayah yang disebut sebagai Zona Wilayah yaitu:

- Zona Tanjung Morawa - Zona Mabar-Belawan - Zona Binjai

Dimana tugas utama dari pengorganisasian ini adalah untuk mengorganisir pabrik-pabrik didalam mendirikan sebuah organisasi buruh.

Dari 3 Zona Wilayah ini terbentuk Kelompok-Kelompok Buruh seperti: Zona Tanjung Morawa terbentuk kelompok buruh STM Petaras (Serikat Tolong Menolong Pekerja Tanjung Morawa dan Sekitarnya). Dari Zona Mabar-Belawan terbentuk kelompok buruh FABMBI (Forum Aspirasi Buruh Mabar-Belawan Independen. Sedangkan dari Zona Binjai terbentuk kelompo buruh FBZB (Forum Buruh Zona Binjai).

Pada tahun 1997 SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) dan SBSI’92 (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992) yang menjadi tulang punggung tonggak perjuangan buruh dirasakan kurang memperjuangkan nasib para buruh, sehingga menyebabkan para aktivis buruh perlu membuat forum-forum perjuangan buruh.


(41)

Hal ini juga diawali pada perjuangan buruh ditahun 1994. Sejarah terbentuknya SBMI (Serikat Buruh Medan Independen) tidak dapat terlepas dari peranan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dalam bidang perburuhan yaitu KPS (Kelompok Pelita Sejahtera) lewat pengorganisasian terhadap buruh diberbagai kawasan industri di Medan. Melalui pengorganisasian inilah KPS (Kelompok Pelita Sejahtera) melahirkan beberapa aktifis buruh dan pada tahun 1994 terjadilah aksi buruh yang paling besar dalam sepanjang sejarah Orde Baru, dimana pada waktu itu sekitar sepuluh ribuan buruh dari berbagai zona melakukan aksi massa yang menuntut pemerintah untuk memenuhi tuntutan akan hak-hak normatif buruh. Aksi tersebut memberikan dampak yang sangat besar, yaitu upah buruh harus naik sekali dalam satu tahun dan THR (Tunjangan Hari Raya) minimal satu bulan upah buruh dan perbaikan jaminan sosial ketenagakerjaan.

Pasca gerakan buruh 1994, KPS (Kelompok Pelita Sejahtera) terus melakukan pendampingan terhadap buruh di berbagai wilayah industri, dan buruh yang didampingi KPS (Kelompok Pelita Sejahtera) disatukan dalam satu wadah yang ketika itu masih berbentuk forum buruh. Forum-forum buruh ini disesuaikan dengan basis-basis industri sehingga pada tahun 1998-2001 forum buruh telah lahir di tiga wilayah industri, yaitu wilayah Tanjung Morawa (STM Petaras), wilayah Mabar Belawan (FABMI), dan wilayah Binjai (FBZB). Hal inilah yang menyebabkan munculnya inisiatif para aktivis buruh untuk membentuk embrio-embrio perjuangan buruh yang nantinya berkembang di 3 Zona Wilayah tersebut (Sumber: Arsip Divisi Advokasi Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara [SBMI-Sumut]).


(42)

Sehingga melalui forum buruh inilah KPS (Kelompok Pelita Sejahtera) melakukan penyadaran terhadap banyak buruh untuk kemudian bergabung dalam suatu wadah forum buruh. Pilihan untuk membentuk forum buruh tersebut dilakukan karena kondisi pada saat itu belum memungkinkan untuk membentuk serikat buruh karena belum adanya aturan hukum tentang perburuhan/ketenagakerjaan yang memperbolehkan adanya serikat buruh diluar SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Walaupun buruh pada saat ini masih disatukan dalam wadah forum buruh tetapi kesadaran buruh mulai bangkit dan banyak aktifis buruh lahir lewat pendidikan dan pendampingan yang dilakukan KPS (Kelompok Pelita Sejahtera) dalam 3 wilayah tersebut. Pola pengorganisasian KPS (Kelompok Pelita Sejahtera) dalam forum-forum buruh tersebut dilakukan lewat pendekatan kasus di masing-masing perusahaan industri. Setiap forum buruh yang ada dalam 3 wilayah tersebut berusaha untuk melakukan penyadaran terhadap buruh, karena pada saat itu buruh masih di dominasi oleh SPSI. Ketika para buruh tergabung dalam forum tersebut, mereka mulai melakukan kritikan terhadap perusahaan tempat mereka bekerja untuk menuntut hak-hak normatif buruh. Yang ada pada saat itu masih sebatas pemberian upah yang layak, dan ketika forum buruh sudah mempunyai kapasitas yang cukup maka pemogokan pun terjadi di seluruh tiga wilayah tersebut yaitu zona Mabar, Binjai, dan Tanjung Morawa.

Adanya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 06 tahun 1998 memberikan kontribusi ataupun sumbangan yang besar bagi para buruh untuk mendirikan sebuah organisasi. Dimana Permenaker No. 06 tahun 1998 tersebut memperbolehkan pembentukan Serikat Pekerja ditingkat pabrik. Dalam kondisi


(43)

tersebut maka ketiga forum buruh tersebut terbuka peluang untuk mendaftarkan forum-forum buruh yang telah terbangun tersebut untuk menjadi serikat buruh tingkat pabrik. Dan hal ini memberi hasil yang berarti bagi forum buruh tersebut yaitu dalam waktu 3 tahun sejak dikeluarkannya Permenaker No. 06 Tahun 1998 tersebut telah terbentuk 12 serikat buruh tingkat pabrik.

Ketika Abdulrahman Wahid (Gusdur) menjadi Presiden, peluang untuk membentuk serikat buruh tingkat regional semakin terbuka yaitu sejak dikeluarkannya UU No. 12 Tahun 2000. Dengan kondisi seperti ini para aktifis buruh semakin tertantang untuk sesegera mungkin melakukan upaya percepatan untuk melahirkan organisasi induk bagi serikat-serikat buruh tingkat pabrik di tiga wilayah tersebut. Karena jika tidak, maka dikhawatirkan para serikat buruh tingkat pabrik tersebut akan kekurangan kekuatan. Sesuai dengan kuatnya peran KPS (Kelompok Pelita Sejahtera) dalam membentuk forum buruh dalam 3 wilayah tersebut, maka perkembangan forum-forum tersebut untuk menjadi serikat buruh juga tidak dapat dilepaskan dari peran aktif KPS (Kelompok Pelita Sejahtera) sebagai LSM yang melakukan pengorganisasian. Maka sejak keluarnya UU No. 21 Tahun 2000, forum buruh yang ada di tiga wilayah menginginkan akan terbentuknya serikat buruh bagi mereka sendiri. Hal itu mereka lakukan dengan mendesak KPS untuk membentuk komite yang tujuannya untuk mempersiapkan terbentuknya serikat buruh bagi mereka sendiri. Komite tersebut di beri nama KP-SBMI (Komite Persiapan Serikat Buruh Medan Independen).

Pada tahun 2000 barulah Komite Persiapan mulai dikerjakan, dimana masa kerja dari komite persiapan ini adalah untuk membentuk suatu rancangan organisasi


(44)

yang meliputi: Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), Struktur Organisasi, dan juga Pendanaan Organisasi.

Pada tanggal 11 Oktober tahun 2001 tepatnya berada di Asrama Haji Medan, diadakan Kongres Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut). Kongres ini menghasilkan struktur organisasi pertamanya menggunakan system Presidium, dan untuk pertama kalinya Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) dipimpin oleh seorang Perempuan dengan posisi:

• Ketua: Lenny Mendrofa

• Sekjend: Erika Rismawati Situmorang

• Bendahara: Edinur Sinaga

Pada kongres II tahun 2003, Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) mengganti sistem kepengurusan organisasinya dari sistem presidium menjadi sistem Badan Pengurus Pusat (BPP) dan periodesasi kepengurusan adalah selama 3 tahun. Pada kongres III tahun 2009 periodesasi kepengurusan Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) diganti menjadi 5 tahun.

IV.1.2. Lokasi Serikat Buruh Medan Independen (SBMI)

Sekretariat Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) terletak di Jalan Kemiri II No. 10, Simpang Limun, Medan-Sumatera Utara. Dan Sekretariat Pengurus Basis Serikat Buruh Medan Indepensden Sumatera Utara (SBMI-Sumut) PT. Klambir Jaya terletak di Jalan Klambir Lima Umum , Desa


(45)

Tanjung Gusta, Gang Palapa No. 15, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara.

IV.1.3. Bagan Struktur Organisasi Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut)

Adanya hubungan antara Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) dengan Kelompok Pelita Sejahtera (KPS) membuat pola maupun struktur Organisasi Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) harus disesuaikan dengan suasana oranisasi yang saling menguntungkan. Hal ini diatur dalam MoU (Memorandum of Understanding) antara Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) dengan Kelompok Pelita Sejahtera (KPS) sebagai sebuah aliansi strategis yang memiliki pola hubungan antara SBMI Sumut-KPS, sehingga dalam struktur organisasi Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) sendiri terdapat tempat dimana KPS (Kelompok Pelita Sejahtera) sendiri dapat berperan. Hal itu dapat dilihat dalam struktur organisasi Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) pasca kongres I dan II. Berdasarkan hasil kongres I, Badan Presidium diisi oleh utusan masing-masing forum buruh yang secara keseluruhan terdapat 5 dari buruh dan satu dari KPS (Kelompok Pelita Sejahtera) yang menjadi Sekretaris Jenderal yaitu Rismawaty Nainggolan. Dan divisi organisasi masih hanya dua, yaitu: divisi pengembangan organisasi dan divisi advokasi. Tetapi setelah kongres II Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut), maka struktur organisasi Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut)


(46)

berubah. Namun tetap memiliki kesamaan dengan hasil kongres I, yaitu KPS (Kelompok Pelita Sejahtera) tetap memiliki tempat dalam struktur organisasi yaitu pada struktur Dewan Pekerja Organisasi (DPO) yang diisi oleh Sahat Lumban Raja.

Adapun struktur organisasi Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) adalah sebagai berikut :

Bagan Struktur Organisasi Berdasarkan Hasil Kongres I

Sumber: Arsip Divisi Pengorganisasian Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut)

Badan Presidium

Sekretaris Jenderal

Sekretaris

Divisi Advokasi Divisi Pengurus

Organisasi

Pengurus Basis


(47)

Bagan Struktur Organisasi Berdasarkan Hasil Kongres II

Sumber: Arsip Divisi Pengorganisasian Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut)

KONGRES

Badan Pengurus Pusat (BPP) Sekretaris Jenderal Dewan Pekerja

Organisasi (DPO)/KPS

Rapat Umum Pengurus Basis

Pengurus Basis

Anggota

Rapat Umum Pengurus Basis

Pengurus Basis


(48)

IV.2. Profil Informan

IV.2.1. Aktivis Buruh dari Serikat Buruh Medan Sumatera Utara (SBMI-Sumut)

Baginda Harahap

Baginda Harap adalah Sekretaris Jendral (Sekjend) Serikat Buruh Medan Sumatera Utara (SBMI-Sumut). Adapun kasus pengupahan yang pernah ditanganinya adalah di tahun 2005 dimana pada saat itu para buruh yang bekerja pada CV. Johan Fashion (yang bergerak dibidang konveksi) pada awalnya status mereka adalah pekerja borongan yang dikeola oleh pihak perusahaan itu sendiri. Para buruh sering mengeluh dan mendapatkan ketidakpastian dari pihak perusahaan seperti: Status Kerja Mereka yang tidak pasti (karena berstatus borongan), upah yang didapatkan hanya sebesar Rp. 400.000,-/bulan dari Rp 800.000,-/bulan yang ditetapkan oleh pemerintah, mereka sering dirumahkan/diliburkan dimana pada saat ada orderan pekerjaan maka mereka akan dapat bekerja jika tidak ada orderan maka mereka akan diliburkan, adanya buruh yang di PHK tanpa pesangon. Setelah mendapat perlakuan yang tidak adil dari pihak perusahaan maka mereka mengadukan permasalahan mereka kepada organisasi serikat buruh yang pada saat itu sangat sulit bagi mereka untuk mendapatkan serikat buruh. Maka pada pertengahan bulan 2005 pengaduan mereka diterima oleh SBMI-Sumut dan mereka diadvokasi SBMI-Sumut Pusat kedinas tenaga kerja kota Medan. Namun Dia juga sering mengadakan pertemuan-pertemuan dengan Serikat Buruh lainnya yang tentunya seiring berjalannya waktu, sampai pada akhir tahun 2007 kasus tidak juga bergulir, maka SBMI-Sumut membuat pengaduan ke dinas tenaga kerja Propinsi.


(49)

Baulah ditahun 2008 tuntutan para buruh tersebut dipenuhi oleh pihak perusahaan. Dan sampai dengan saat ini mereka telah diangkat oleh pihak perusahaan sebagai buruh tetap di CV. Johan Fashion.

Ahmad Syach

Ahmad Syach adalah seorang pria berumur 31 tahun, dia adalah seorang pria keturunan Melayu dan beragama Islam. Ahmad Syach sendiri sudah 6 tahun menjadi pengurus Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) yakni sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2010 ini.

Dia memiliki jabatan di Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) sebagai Koordinator Divisi Advokasi Organisasi. Adapun kasus pengupahan yang pernah dikerjakannya adalah memperjuangkan hak buruh terhadap jaminan kecelakaan kerja di PT. Klambir Jaya. Dimana pada tahun 2005 anggota SBMI-Sumut di PT. Klambir Jaya mengadukan nasib teman mereka yang mengalami kecelakaan kerja dimana pada saat itu dia sedang menjalankan tugasnya untuk memotong lilin, namun tiba-tiba mesin berhenti karena padamnya listrik. Namun sepuluh menit kemudian mesin dihidupkan dan buruh tersebut tidak mengetahui jika mesin telah dihidupkan sementara dia masih harus mengeluarkan lilin dari tempat pemotongan karena lilin mengalami gagal potong yang diakibatkan oleh berhentinya mesin. Dengan dihidupkannya mesin secara tiba-tiba maka siburuh lansung berteriak kesakitan karena tiga jari tangan kirinya telah terpotong oleh mesin. Setelah buruh menyampaikan kecelakaan tersebut kepada pihak perusahaan, mereka malah menyalahkan si buruh tersebut dengan alas an lalai


(50)

dalam bekerja. Mendengar tidak adanya perhatian dari pihak perusahaan, maka teman-teman yang tergabung dalam SBMI-Sumut di PT. Klambir Jaya langsung mengadukan kejadian tersebut kepada pengurus SBMI-Sumut di Pusat. Maka SBMI-Sumut pun langsung turun tangan dengan didampingi oleh Ahman Syach. Ahmad Syach pun mengorganisir buruh untuk melakukan demonstrasi terhadap pihak perusahaan yang pada akhirnya pihak perusahaan mengalah dan memilih berdamai dan mengganti semua kerugian dari si buruh yang mengalami kecelakaan kerja tersebut.

Sebagai Koordinator Divisi Advokasi Organisasi Dimana tugas utamanya adalah memberikan advokasi kepada setiap buruh yang membutuhkan, mengembangkan organisasi dan juga membuat setiap anggota organisasi yang menjadi wilayah kerjanya makin solid (kuat) didalam menyikapi setiap permasalahan yang terjadi kepada para anggotanya yang tergabung dalam Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di wilayah kerjanya.

IV.2.2. Aktivis Buruh dari Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) Yosapati Waruhu

Yosapati Waruhu adalah merupakan anggota di Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) sejak tahun 2008 dari Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI ’92). Adapun kasus pengupahan yang pernah ditanganinya adalah kasus tentang penetapan Upah Minimum Propinsi. Mekanisme dalam proses penetapan UMP (Upah Minimum Propinsi) Sumut merujuk kepada hasil survey Depeda terhadap KHL. Pada penghujung tahun 2006, pemerintah juga menetapkan UMP (Upah


(51)

Minimum Propinsi) Sumut yang baru yang akan dijalankan sejak januari 2007. UMP (Upah Minimum Propinsi) Sumut tahun 2007 adalah sebesar Rp. 761.000 yang hanya naik sekitar 3,3 persen dari tahun 2006. Dan sama seperti tahun sebelumnya, yaitu penetapan UMP (Upah Minimum Propinsi) Sumut tahun 2007 adalah hanya berlaku bagi kaum buruh yang memiliki masa kerja dibawah satu tahun, sedangkan yang sudah bekerja diatas satu tahun maka besarnya upah yang diterima akan ditentukan oleh Bipartit. Hal tersebut ditegaskan oleh Pemerintah dan juga menyatakan bahwa besarnya UMP (Upah Minimum Propinsi) untuk tahun 2007 adalah sudah mempertimbangkan usulan/rekomendasi dari Depeda. Gambaran umum dalam penetapan UMP Sumut pada tahun 2005 sampai tahun 2007 sekilas adalah tampak sudah memenuhi tuntutan buruh akan kenaikan upah. Tetapi setiap UMP yang ditetapkan selalu menimbulkan perlawanan dari pihak buruh, karena besarnya UMP tidak pernah sesuai dengan yang dituntut oleh pihak buruh. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi polemik dalam proses penetapan UMP walaupun pada realitasnya seperti sudah memenuhi mekanisme pengupahan yang telah ditetapkan peraturan perundang-undangan lainnya, sambungnya. Polemik tersebut selalu menilmbulkan ketidaksetujuan dari pihak buruh akan UMP yang ditetapkan tidak sesuai dengan tuntutan mereka. Yaitu terletak kepada mekanisme pengupahan yang masih memberi peluang kepada pihak pengusaha untuk menekan upah buruh.

UMP (Upah Minimum Propinsi) Sumut ditahun 2007 tersebut ditetapkan oleh Gubernur Sumatera Utara pada tanggal 22 Desember 2006 melalui surat keputusan Gubsu No. 561/3244.K/Tahun 2006 tentang penetapan upah minimum Propinsi Sumatera Utara. Sejak ditetapkannya surat Keputusan tersebut maka Surat


(52)

Keputusan Gubsu No. 561/3244.K/Tahun 2005 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi, Sehingga UMP (Upah Minimum Propinsi) Sumut yang sebelumnya hanya sebesar Rp. 737.794 tidak berlaku lagi dan berlaku UMP (Upah Minimum Propinsi) yang baru yaitu sebesar Rp. 761.000,-

Dia juga memegang peranan dan tanggung jawab yang besar terhadap perkembangan dan kesejahteraan para buruh. Dia sangat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa fungsi dari Serikat Buruh di Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) terlaksana dengan baik.

IV.2.3. Buruh Yang Tergabung Dalam Serikat Buruh Medan Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di PT. Klambir Jaya

Erningsih

Erningsih adalah seorang perempuan yang berusia 33 tahun, orangnya ramah, kulitya sawo matang, tidak terlalu tinggi, memiliki rambut yang bergelombang. Ia adalah seorang perempuan yang telah berkeluarga dan memiliki 1 (satu) orang tanggungan keluarga. Erningsih sendiri adalah seorang perantau dari asahan. Disini ia telah membina sebuah rumah tangga dan telah memiliki seorang anak. Anaknya sekarang berusia 9 tahun dan masih duduk dibangku kelas 3 Sekolah Dasar (SD) dekat rumahnya.

Alamat rumahnya terletak di Jl. Klambir Lima Umum, Pasar II, Gang Sedayu No.10, Desa Klambir Lima Kebun, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deliserdang. Erningsih adalah seorang buruh tetap yang bekerja pada bagian bahan jadi dan sudah bekerja selama 6 tahun di PT. Klambir Jaya. Dia


(53)

merupakan anggota dari Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) PT. Klambir Jaya.

Nur’asiah

Nur’asiah adalah seorang perempuan berumur 34 tahun dan bekerja di PT. Klambir Jaya pada bagian Packing. Ia merupakan ibu dari kedua (2) putera dan puterinya. Anak pertamanya adalah seorang anak laki-laki berumur 9 tahun dan saat ini masih bersekolah pada tingkat Sekolah Dasar (SD) sedangkan anak keduanya seorang perempuan yang berumur 4 tahun.

Nur’asiah bertempat tinggal di Jl. Banten No.17, Desa Tanjung Gusta, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang. Nur’asiah sendiri hanyalah tamatan Sekolah Dasar (SD) saja, oleh sebab itu dia sangat mensyukuri bisa bekerja di PT. Klambir Jaya dengan menempatkannya pada bagian Packing yaitu bagian pengepakan barang-barang yang sudah jadi yang nantinya akan didistribusikan kepada para konsumen/pembeli. Nur’asiah adalah seorang buruh tetap dan sudah bekerja selama 4 tahun pada bagian packing di PT. Klambir Jaya. Dia merupakan anggota dari Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) PT. Klambir Jaya.

Zulfadi

Zulfadli adalah seorang laki-laki yang berumur 41 tahun. Ia memiliki postur tubuh yang tinggi, rambut ikal dan pendek, kulitnya agak putih, dan badannya agak


(54)

kurus. Ia tinggal di Jl. Klambir Lima Umum, Desa Klambir Kebun No. 35, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deliserdang.

Zulfadli memiiki 2 (dua) orang anak dimana anak pertamanya adalah anak perempuan dan telah berumur 15 tahun, sekarang masih duduk di bangku kelas 3 Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan anak keduanya adalah seorang anak laki-laki dan masih berumur 9 tahun dan saat ini masih duduk dibangku kelas 3 Sekolah Dasar (SD).

Zulfadli adalah tamatan STM (Sekolah Teknik Mesin), dia bekerja di PT. Klambir Jaya Pada bagian Pemotongan. Zulfadli sendiri merupakan buruh tetap di PT. Kambir Jaya dan dia telah 8 tahun bekerja disana pada bagian potong. Dia merupakan anggota dari Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) PT. Klambir Jaya.

Delima

Delima adalah seorang perempuan, beragama Kristen dan telah berumur 35 tahun. Tubuhnya agak gemuk, rambut ikal, sikapnya selalu periang (sering menghibur untuk membuat suasana jadi hidup, apabila ada pertemuan-pertemuan organisasi), tinggi tubuhnya kira-kira 1,55cm. Hidung pesek, dan juga bentuk tubuhnya agak gemuk. Ia telah memiliki kendaran roda dua sendiri dengan cara melakukan kredit sepeda motor. Setiap hari dia selalu naik sepeda motornya ke tempat dia bekerja di PT. Klambir Jaya.

Delima sendiri bekerja pada bagian Packing, dan tingkat pendidikannya hanya sampai pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ia memiliki 3 orang


(55)

anak, yang mana anak pertama adalah laki-laki telah berusia 12 tahun dan masih bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas dua (2), anak keduanya adalah laki-laki, masih berumur 9 tahun dan masih duduk di Sekolah Dasar (SD), sedangkan anak ketiganya adalah anak perempuan dan masih berumur 7 tahun dan masih duduk di bangku kelas 1 SD (Sekolah Dasar).

Delima tinggal di Jl. Gaperta, Gang Beringin V, Kelurahan Cinta Damai No.30, Kecamatan Helvetia, Kabupaten Deliserdang. Delima sendiri adalah seorang buruh tetap dan sudah bekerja selama 6 tahun di PT. Klambir Jaya, dia bekerja pada bagian packing. Dia merupakan anggota dari Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) PT. Klambir Jaya.

Susilaswati

Susilaswati adalah buruh tetap di PT. Klambir Jaya yang bertugas pada bagian pemotongan lilin. Dia telah berumur 34 tahun dan juga telah bekerja di PT. Klambir Jaya selama 5 tahun pada bagian packing. Dia adalah anggota dari Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) PT. Klambir Jaya. Dia adalah seorang muslim, kulitnya sawo matang, rambutnya berelombang, hidungnya agak mancung dan tubuhnya agak gemuk. Dia sendiri adalah keturunan Jawa. Ia beralamat di Jl. Klambir Lima Umum, Gang Palapa No. 15, Desa Tanjung Gusta, Kecamatan Sunggal, Kabupen Deliserdang.

Susilaswati adalah seorang ibu dari 2 (dua) orang anaknya yang masih kecil. Anak pertamanya adalah laki-laki berumur 9 tahun yang sedang duduk di kelas 3 pada SD Inpres di dekat rumahnya. Anak keduanya adalah perempuan dan berumur


(56)

5 tahun. Suaminya sendiri merupakan seorang wiraswasta yang bergerak di bidang transportasi antara medan-belawan. Setiap pagi jika ingin berangkat bekerja, dia selalu diantar oleh suaminya, dan jika pulang bekerja selalu menggunakan angkutan umum yang lalu lalang di depan pabrik.

Edi Sutoyo

Edi Sutoyo adalah seorang pria berumur 32 tahun. Ia memiliki postur tubuh yang pendek, kulitnya hitam, badannya agak gempal dan rambutnya ikal. Ia adalah keturunan Jawa dan telah berkeluarga dimana Edi Sutoyo telah memiliki seorang anak laki-laki yang masih berumur 5 tahun.

Edi Sutoyo sendiri tinggal bersama keluarganya di Jl. Klambir Lima Umum, Desa Klambir Kebun No. 41, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deliserdang. Edi Sutoyo adalah tamatan Sekolah Teknik Mesin (STM). Dia adalah buruh tetap di PT. Klambir Jaya dan telah bekerja disana selama 4 tahun sejak tahun 2006, dia bekerja pada bagian potong. Dia merupakan anggota dari Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) PT. Klambir Jaya.

Idawati

Idawati adalah seorang perempuan yang berusia 35 tahun dan muslim. Kulitnya sawo matang, rambutnya panjang dan diikat, dan juga memiliki tubh yang langsing. Dia telah berkeluarga dan memiliki 2 (dua) orang anak dimana anak pertamanya adalah seorang laki-laki dan telah duduk di kelas 3 Sekolah Menengah


(57)

Pertama, sedangka anak keduanya juga seorang laki-laki dan masih duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar.

Idawati adalah tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Di PT. Klambir Jaya dia sudah bekerja selama 6 tahun dan saat ini dia bekerja pada Pengolahan Bahan Jadi. Idawati sendiri merupakan buruh tetap di PT. Klambir Jaya dan merupakan anggota dari Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) PT. Klambir Jaya. Suaminya adalah seorang wiraswasta dan mereka memiliki usaha dagang kecil-kecilan di rumahnya. Pendapatan dari dagangan itu juga turut membantu perekonomian mereka. Ketika dia sedang bekerja maka yang mengurus dan menjaga anaknya adalah suaminya. Setiap harinya menuju tempat kerja dia selalu menggunakan angkutan umum. Angkutan umum adalah transportasi sehari-hari dari Idawati. Idawati tinggal di Jl. Klambir Lima Umum, Desa Klambir Kebun No. 82, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deliserdang.

Irwansyah Putra

Irwansyah Putra adalah seorang laki-laki berusia 30 tahun. Dia memiliki postur tubuh yang tinggi, kuitnya sawo matang dan badannya agak kurus. Dia adalah keturunan Jawa, agama islam dan telah berkeluarga. Dia hanya memiliki seorang anak laki-laki dan masih berumur 5 tahun.

Irwansyah Putra sendiri tinggal di Jl. Klambir Lima Umum, Pasar III, Gang Kapas No.37, Desa Klambir Lima Umum, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupate Deliserdang. Disana ia tinggal bersama orang tua istrinya (mertuanya). Ketika dia dan istrinya bekerja, maka mertuanyalah yang mengurus anak semata wayang


(58)

mereka. Setiap pagi sebelum berangkat ke tempat bekerja, dia terlebih dahulu mengantar istrinya ke pajak pagi yang jaraknya kurang lebih 2 kilometer dari rumah mereka dengan menggunakan sepeda motor hasil kreditan mereka. Disana istrinya berjualan sayur-sayuran.

Irwansyah Putra sendiri merupakan tamatan Sekolah Teknik Mesin (STM). Di PT. Klambir Jaya, ia bekerja pada bagian cetak huisu, dia merupakan buruh tetap di PT. Klambir Jaya dan telah bekerja disana selama 4 tahun sejak tahun 2006, dia bekerja pada bagian cetak huisu. Dia merupakan anggota dari Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) PT. Klambir Jaya.

Chandra

Chandra adalah seorang laki-laki yang berumur 32 tahun. Ia memiliki tubuh yang tinggi, kulit sedikit agak gelap, badannya juga sedikit agak gemuk, memiliki alis mata yang tebal dan juga rambutnya yang lurus. Ia adalah keturunan batak dan saat ini telah berkeluarga dan telah memiliki 3 orang anak.

Anak pertama mereka adalah seorang laki-laki yang berumur 10 tahun dan saat ini masih duduk dibangku kelas 4 Sekolah Dasar (SD) Inpres dekat rumahnya, anak kedua mereka adalah seorang anak perempuan yang berumur 8 tahun dan masih duduk dibangku kelas 2 SD, sedangkan anak ketiga mereka adalah seorang anak perempuan yang masih berumur 5 tahun dan belum bersekolah. Dia tinggal di Jl. Titi Baru, Desa Klumpang No.17, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deliserdang.


(59)

Chandra sendiri adalah tamatan Sekolah Menengah Ekonomi Akuntansi (SMEA). Dia telah 5 tahun bekerja di PT. Klambir Jaya dan dia merupakan buruh tetap di sana dia bekerja pada bagian potong dan merupakan anggota dari Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) PT. Klambir Jaya.

Jhonson Samosir

Jhonson Samosir adalah seorang laki-laki berumur 35 tahun. Ia adalah seorang keturunan Batak. Ia memiliki postur tubuh yang tinggi, badannya tegak, kulitnya sawo matang dan telah berkeluarga. Ia memiliki 2 (dua) orang anak, anak pertamanya adalah seorang anak laki-laki berumur 16 tahun dan telah duduk dibangku kelas 1 Sekolah Menengah Atas (SMA). Sedangkan anak keduanya adalah seorang anak perempuan berumur 14 tahun dan sekarang masih duduk di bangku kelas 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Jhonson Samosir tinggal Jl. Gaperta Ujung, Gang Beringin III No. 18, Kelurahan Cinta Damai, Kecamatan Helvetia, Kabupaten Deliserdang. Setiap harinya menuju tempat bekerja, ia menggunakan kendaraan pribadinya berupa sepeda motor “supra fit” yang telah dimilikinya sendiri seteah tahun yang lewat kredit sepeda motornya telah dilunasinya. Kendaraan ini sendiri telah dimilikinya selama 5 tahun belakangan ini, sebelumnya dia menggunakan jasa angkutan umum ketempat bekerjanya.

Jhonson Samosir sendiri merupakan buruh tetap di PT. Klambir Jaya dan telah bekerja selama 8 tahun disana pada bagian motor. Dia merupakan anggota dari


(60)

Serikat Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) PT. Klambir Jaya.

IV.3. Peranan Serikat Buruh Medan Independen (SBMI) di PT. Klambir Jaya Berdasarkan pasal (2) ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep. 16/Men/2001 tentang cara pencatatan serikat buruh, maka Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) PT. Klambir Jaya tercatat di-Dinas Kependudukan Tenaga Kerja dan Sosial dengan nomor: 560/1955/DTKS/2006.

IV.3.1. Sejarah terbentuknya Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) PT. Klambir Jaya

Pada awalnya sekitar tahun 2000-2006 sebagian besar mereka (buruh) tergabung dalam PUK.F.KEP.KSPSI (Pimpinan Unit Kerja Federasi Kimia, Energi, Pertambangan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia. Namun Pada tahun 2006 sampai dengan sekarang mereka ada yang berpindah menjadi Pengurus Basis Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di PT. Klambir Jaya. Penyebab berpindah karena banyaknya masalah yang tidak bisa diatasi oleh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) pada saat itu seperti kasus tentang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Hal ini juga diperkuat oleh Saudara Zulfadly (41) sesuai dengan hasil wawancara berikut ini:

“Pada awal kami bergabung dengan SPSI kami mengharapkan banyak perubahan yang terjadi, namun semua terasa kurang enak pada saat adanya orang-orang SPSI yang menjadi penjilat kepada pengusaha. Hasilnya dapat ditebak, SPSI yang selama ini menjadi harapan kami untuk menyelesaikan permasalahan kami dengan pihak perusahaan eh malah tambah ruwet. Puncaknya adalah adanya PHK secara sepihak oleh perusahaan terhadap beberapa teman kami yang telah lama bekerja


(1)

BAB V PENUTUP

V.1. Kesimpulan

Buruh merupakan komponen terpenting dalam perusahaan, hal ini juga harus dapat ditunjang oleh kondisi Sumber Daya Manusai dari para buruh itu sendiri. Tdak hanya pendidikan, keterampilan dan keahlian yang mereka miliki, akan tetapi juga tingka kesejahteraan yang mereka dapatkan dari perusahaan. Tenaga kerja didalam suatu perusahaan merupakan suat komunitas nyata ang memerlukan suatu wadah ataupun tempat bagi mereka didalam mendapatkan perlindungan, tempat berbagi rasa dan juga sebagai tempat perjuangan bagi mereka. Melihat pentingnya posisi buruh dalam proses produksi disuatu perusahaan sudah seharusnya keberadaan buruh tersebut mendapatkan apreasiasi yang tinggi dalam pemenuhan kesejahteraanya.

Kehadiran serikat buruh didalam suatu perusahaan dimaksudkan untuk memperjuangkan hak dan kepentingan para buruh, sehingga mereka tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak perusahaan atau pengusaha. Serikat buruh ditingkat perusahaan bertujuan sebagai sarana dan wahana yang efektif didalam menampung aspirasi para buruh iru sendiri agar mereka dapat dilindungi dan apabila terdapat erselisihan dengan pihak perusahaan nantinya tidak akan mencari penyelesaian sendiri-sendiri.

Bagi buruh sendiri adanya serikat buruh sangat jelas manfaatnya dimana selain sebagai wahana penyampai aspirasi juga sebagai media perjuangan kesejahteraan mereka. Serikat buruh didirikan secara bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan juga


(2)

bertanggungjawab untuk memperjuangkan kepentingan para buruh dan keluargaya. Segala tata tertib, peraturan, progaram, kegiatan, sansi hukum dan segala ketentuan keorganisasian teah diatur didalam Anggaan Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Organisasi. Sehingga pelaksanaannya baik oleh pengurus maupun organisasi menjadikan AD/ART tersebut sebagai pedoman dari segala kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan.

Gerakan buruh yang pada hakikatnya adalah kosekuensi yang ditimbulkan dari realitas sistem ekonomi politik kapitalisme yang selalu akan menunjukkan perlawanannya sampai tuntutan kaum buruh dipenuhi. Gerakan buruh yang sedang dibangun juga tidak hanya menginginkan terjadinya perubahan dalam relasi antara pengusaha dan buruh tetapi lebih dari pada itu yaitu perubahan dalam sistem ekonomi politiknya. Sulitnya posisi kaum buruh dalam memperjuangkan kesejahteraannya tidak hanya disebabkan oleh faktor internal perusahaan, tetapi lebih dari itu bahwa ada sebuah sistem yang menyebabkan kondisi penghisapan dan penindasan terhadap kaum buruh.

Khususnya dipasca orde baru, gerakan buruh memiliki dinamika tersendiri dalam kajian gerakan serikat buruh. Banyaknya organisasi dan serikat buruh yang bermunculan kepermukaan adalah sebagai indikator perubahan yang sangat besar dalam gerakan serikat buruh. Gerakan buruh di masa ini semakin berkembang dan semakin bersifat reaktif dalam melakukan perlawanan untuk memperjuangkan kesejahteraan mereka walaupun hasil yang didapatkan belumlah memberikan sebuah perubahan yang signifikan bagi para buruh secara keseluruhan. SBMI dalam hal ini adalah juga sebagai salah satu serikat buruh yang tumbuh dimasa pasca orde baru, yaitu pada tahun 2001, selalu


(3)

berusaha untuk membangun gerakan buruh yang progresif dan sejati demi tercapainya kesejahteraan buruh yang layak.

Adapun yang menjadi catatan penting dalam sejarah perjalanan gerakan serikat buruh SBMI didalam megadvokasi buruh yang dapat dijadikan bahagian dari kesimpulan adalah sebagai berikut :

a. SBMI belum berhasil dalam memasukkan agenda perburuhan dalam proses pengambilan kebijakan di Sumatera Utara, khususnya dalam penetapan upah yang layak.

b. SBMI belum mempunyai peranan dalam proses penentapan kebijakan UMP di Depeda (Dewan Pengupahan Daerah), walaupun secara keanggotaan sudah termasuk dalam struktur anggota Depeda Sumatera Utara.

c. Gerakan buruh yang dibangun oleh SBMI adalah sebahagian hasil kerjasama SBMI sendiri dengan KPS melalui proses MoU, atau dengan kata lain kinerja SBMI tidak terlepas dari dukungan dana maupun dukungan program kerja KPS.

d. SBMI dalam dalam mengadvokasi buruh juga memberikan perhatian dalam memperkuat pola pendidikan buruh dan memperkuat struktur organisasi.

e. Advokasi pengupahan yang dilakukan SBMI tidak berpihak kepada kaum pengusaha atau pemodal (tidak menjadikan buruh sebagai fokus eksploitasi demi kepentingan SBMI sendiri).


(4)

Peran dan fungsi dari serikat buruh-lah yang memastikan terpenuhinya hak-hak mendasar paa buruh, seperti hak berserikat dan berunding bersama, hak kebebasan dari tindakan diskriminasi serta kebebasan dari eksploitasi didalam perusahaan ditengah pergolakan maslah perburuhansaat ini, diharapkan kehadiran serikat buruh di tingkat perusahaan dapat menetrlisir dan meminimalisasi isu-isu ketenagakerjaan yang ada agar tidak berkembang menjadi isu permasalahan yang lebih besar yang nantinya dapat menimbulkan pemberontakan.

V.2. Saran

Serikat buruh sebagai sarana perjuangan dan peningkatan kesejahteraan buruh merupakan organisasi yang sengaja dibentuk atas kemauan dan kesadaran dari para buruh itu sendiri. Keberadaan Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) di PT. Klambir Jaya dimaksudkan untuk dapat membantu buruh dalam meningkatkan kesejahteraannya. Untuk itu dibutuhkan beberapa langkah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dari Serikat Buruh itu sendiri seperti:

1. Serikat buruh harus memiliki komitmen tinggi dalam memperjuangkan hak-hak buruh dalam meningkatan kesejahteraannya.

2. Serikat Buruh harus senantiasa melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada para buruh guna menumbukan kesdaran akan pentingnya partisipasi mereka dalam berserikat.

3. Serikat Buruh harus tetap mejadi pihak yang netral dan memberikan perlindungan serta pembelaannya dalam perselisihan apabila terdapat silang pendapat antara buruh dengan pihak perusahaan.


(5)

4. Serikat Buruh hendaknya melakukan advokasi pengupahan terhadap setiap anggotanya, dimana mereka nantinya diharapkan akan dapat mengetahui hak-hak mereka sebagai buruh.

5. Advokasi pengupahan sangat membantu para buruh untuk dapat bertinda sesuai dengan peratuan yang berlaku diperusahaan, sehingga menyebabkan Serikat Buruh harus senantiasa mendorong mereka untuk mendapatkan pendidikan berupa advokasi pengupahan tersebut.

Dengan demikian, maka peran dari Serikat Buruh dalam melaksanakan Advokasi pengupahan terhadap para buruh dapat tercapai sesuai dengan harapan yang nantinya diharapkan akan dapat menciptakan suatu hubungan industrial yang harmonis antara pengusaha dengan para buruh, sehingga nantinya para buruh mendapatkan kesejahteraan secara menyeluruh.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Badudu-Zein (1994), Kamus Umum Bahasa Indonesia 2. Jakarta; Pustaka Sinar Harapan. Bungin, Burhan (2007), Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,

dan Ilmu Sosial. Jakarta: Kencana Prenama Media Group.

Departemen Tenaga Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999 Tentang Upah Minimum.

____________, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1996 Tentang Upah Minimum Regional.

Faisal, Sanafih (1999), Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Raja Gafindo. Maleong, Lexi (2005), Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nurhamidah (2009), Sejarah Buruh Wanita Penyapu Jalan di Kota Madya Medan

(1975-1993). Medan: Asco Grafika.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. ____________, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan. ____________, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah. Setiadji, Bambang (2002), Upah antar Industri di Indonesia. Surakarta: Muhammadiyah

University Press.

Silaban, Rekson (2009), Reposisi Gerakan Buruh; Peta Jalan Gerakan Buruh Indonesia Pasca Reformasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Soekanto, Soerjono (2002), Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.


Dokumen yang terkait

Penerapan Ketentuan Pidana Mengenai Kebebasan Berserikat Pekerja / Buruh Dari Perspektif Uu No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh

3 82 143

Implementasi Undang-Undang Ketenagakerjaan Dalam Peningkatan Kesejahteraan Buruh (Studi Analisis : Implementasi Undang-undang No.13 Tahun 2003 Terhadap Anggota Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar)

4 73 127

Strategi Pertahanan Hidup Buruh Bagasi (Studi Deskriptif Terhadap Kehidupan Buruh Bagasi di Pelabuhan Belawan, Kecamatan Medan Belawan)

10 68 117

Advokasi Pengupahan Bagi Buruh Tetap Yang Tergabung Dalam Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara [SBMI-Sumut] [Studi Deskriptif Pada Anggota Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-Sumut) Di PT. Klambir Jaya]

1 42 103

Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990

0 28 78

Sejarah Buruh Di Sumatera Timur Tumpuan Kajian : Buruh Wanita Penyapu Jalan Di Kotamadya Medan...

0 41 3

Tugas Dan Fungsi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dalam Menyelesaikan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

0 24 5

Peranan Solidaritas Buruh Sumatera Utara (Sbsu) Dalam Memperjuangkan Hak-Hak Normatif Buruh Di PT Asia Karet Medan

1 42 89

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Ketentuan Pidana Mengenai Kebebasan Berserikat Pekerja / Buruh Dari Perspektif Uu No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh

0 0 32

Penerapan Ketentuan Pidana Mengenai Kebebasan Berserikat Pekerja / Buruh Dari Perspektif Uu No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh

0 0 11