Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa emosi merupakan suatu perasaan yang sangat mendalam, kuat, bersifat subjektif,
yang timbul karena adanya stimulus yang berasal dari dalam dan luar diri individu, serta memungkinkan timbulnya gejolak jasmaniah.
2. Teori Emosi
Timbulnya gejala emosi dapat dijelaskan melalui tiga teori emosi yakni Sobur, 2013:
a. Teori Emosi Dua Faktor Schachter-Singer
Teori ini dikenal sebagai teori yang paling klasik yang berorientasi pada rangsangan. Reaksi fisiologik dapat saja sama seperti
hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan kedaalam darah, dan sebagainya, namun jika rangsangannya
menyenangkan, seperti diterima di sebuah perguruan tinggi idaman, maka emosi yang timbul dinamakan senang. Sebaliknya, jika
rangsangannya membahayakan, seperti melihat ular berbisa, maka emosi yang timbul dinamakan takut.
Teori ini lebih sesuai dengan teori kognisi. Teori ini menyatakan bahwa emosi yang dirasakan merupakan hasil dari interpretasi
seseorang tentang sesuatu yang membangkitkan atau menaikkan keadaan tubuh. Jadi menurut teori ini, individu mengalami emosi
terlebih dahulu baru kemudian mengalami perubahan-perubahan dalam kejasmaniannya. Ada tiga rangkaian dalam memproduksi perasaan
emosi menurut teori ini, yakni persepsi dari situasi potensial yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menghasilkan emosi, keadaan tubuh yang terbangkitkan dengan hasil dari persepsi yang ambigu mendua, dan interpretasi dan menamai
keadaan tubuh sehingga cocok dengan situasi yang diterima. b.
Teori Periferal James-Lange Teori ini dikemukakan oleh William James 1884 yang berasal
dari Amerika Serikat dan Carl Lange 1885 dari Denmark. Teori ini menyebutkan bahwa emosi timbul setelah terjadinya reaksi psikologik,
misalnya seseorang merasa senang karena orang tersebut meloncat- loncat setelah melihat pengumuman dan orang tersebut takut karena lari
setelah melihat ular. Menurut teori ini, emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar. Misalnya, jika seseorang
melihat harimau, reaksinya adalah peredaran darah makin cepat karena denyut jantung makin cepat, paru-paru lebih cepat memompa udara,
dan sebagainya. Respons-respons tubuh ini kemudian dipersepsikan dan timbullah rasa takut. Rasa takut tersebut timbul akibat pengalaman dan
proses belajar. Orang tersebut dari pangalamannya telah mengetahui bahwa harimau adalah makhluk yang berbahaya, karena itu debaran
jantung dipersepsikan sebagai takut. Emosi terjadi karena adanya perubahan pada sistem vasomotor
otot-otot. Suatu peristiwa dipersepsikan menimbulkan perubahan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
fisiologis dan perubahan psikologis yang disebut emosi. Seseorang bukan tertawa karena senang melainkan senag karena tertawa.
Persepsi seseorang terhadap reaksi adalah dasar untuk emosi yang dialami, sehingga pengalaman emosi-emosi yang dirasakan terjadi
setelah perubahan tubuh. Perubahan tubuh perubahan internal dalam sistem syaraf otomatis atau gerakan dari tubuh memunculkan
pengalaman emosional. Jadi menurut teori ini gejala-gejala kejasmanian bukanlah merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu,
tetapi emosi yang dialami oleh individu merupakan akibat dari gejala- gejala kejasmanian.
c. Teori Emergency Cannon-Bard
Teori ini dikemukakan oleh Walter B. Cannon 1929 yang menyatakan bahwa karena gejolak emosi menyiapkan seseorang untuk
mengatasi keadaan genting maka orang-orang primitif bisa survive dalam hidupnya. Organ-organ dalam bukan merupakan satu-satunya
faktor yang menentukan suasana emosional. Emosi, sebagai pengalaman subjektif psikologik, timbul bersama-sama dengan reaksi
fisiologik hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan kedalam darah, dan sebagainya.
Teori Cannon selanjutnya diperkuat oleh Philip Bard. Teori ini menyatakan bahwa emosi adalah reaksi yang diberikan oleh organisme
dalam situasi emergency darurat teori ini didasarkan pada pendapat bahwa ada antagonisme fungsi yang bertentangan antara saraf-saraf
simpatis dengan cabang-cabang oranial dan sacral daripada susunan saraf otonom, sehingga jika saraf-saraf simpatis aktif maka saraf
otonom nonaktif, dan begitu sebaliknya. Menurut teori ini, seseorang pertama kali menerima emosi
potensial yang dihasilkan dari dunia luar, kemudian daerah otak yang lebih rendah, seperti hypothalamus diaktifkan. Otak yang lebih rendah
ini kemudian mengirim output dalam dua arah yakni ke organ-organ tubuh dalam dan otot-otot eksternal untuk menghasilkan ekspresi emosi
tubuh, dan ke korteks cerebral, dimana pola buangan dari daerah otak lebih rendah diterima sebagai emosi yang dirasakan. Jadi emosi
merupakan suatu aktifitas pribadi dimana pribadi ini tidak dapat dipisahkan dalam jasmani dan psikis. Oleh karena itu emosi juga
meliputi perubahan-perubahan kejasmanian. Dari paparan di atas penulis mengambil kesimpulan untuk merujuk
pada teori yang dikemukakan oleh Schachter-Singer dan teori yang dikemukakan oleh James-Lange. Hal ini dikarenakan kedua teori yang
telah dikemukakan tersebut seringkali merupakan pengalaman sehari-hari yang dialami manusia. Contoh dari teori yang dikemukakan oleh
Schachter-Singer adalah pada saat seseorang merasakan adanya emosi kesedihan, setelah itu direspon oleh otak dan kemudian akan muncul
dalam perilaku individu seperti menangis, tidak bersemangat dalam menjalani aktifitas keseharian, dan sebagainya. Sedangkan contoh yang
dikemukakan oleh James- Lange adalah ketika seseorang melihat orang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang berada di sekitarnya menangis karena kehilangan orang yang disayangi maka individu tersebut akan merespon dengan ikut menangis.
3. Proses terjadinya Sensasi Emosi