Secara umum, fisiologi dan kognisi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam pengalaman emosi. Kognisi dan fisiologi adalah
yin dan yang dari hasrat manusia. Kedua hal tersebut saling mempengaruhi satu sama lain secara terus menerus, kognisi dapat mempengaruhi emosi
dan kondisi emosi dapat mempengaruhi kognisi Gray, 2004. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa ada keterkaitan antara fisiologi
dan kognisi dalam proses terjadinya sensasi emosi. Keterkaitan tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya dengan pola yang selalu
berputar. Selain kognisi mempengaruhi fisiologi, fisiologi pun dapat mempengaruhi kognisi.
Keterkaitan dari kognisi dan fisiologi dapat dicontohkan pada saat seseorang melihat seekor singa dimana tubuh memberikan respon emosi
ketakutan. Respon tersebut dimulai dari kognisi orang tersebut yang memberikan sinyal bahaya kepada tubuh untuk melarikan diri dan
mempengaruhi sistem fisiologis tubuh orang tersebut sehingga mulai mengeluarkan keringat dingin dan kaki segera bergerak untuk menjauhi
bahaya tersebut.
4. Kestabilan Emosi
Ide dasar dari kestabilan emosi adalah Kecerdasan Emosi Emotional IntelligenceEQ. Kestabilan emosi berkaitan dengan kematangan emosi
dan merupakan komponen didalam Kecerdasan Emosi EQ. Kecerdasan emosi adalah dua buah produk dari dua skill utama yaitu kompetensi
personal dan kompetensi sosial. Menurut Steiner 1997 Kecerdasan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Emosional adalah suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri
terekspresikan untuk meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi. Mayer dan Salovey Goleman, 1999; Davies, Stankov, dan
Roberts, 1998 mendefinisikan Kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, dan
menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Patton 1998 mendefinisikan Kecerdasan Emosi sebagai kemampuan
untuk mengetahui emosi secara efektif guna mencapai tujuan dan membangun hubungan yang produktif dan dapat meraih keberhasilan. Bar-
on 2000 mendefinisikan Kecerdasan Emosi adalah suatu rangkaian emosi,
pengetahuan emosi,
dan kemampuan-kemampuan
yang mempengaruhi kemampuan keseluruhan individu untuk mengatasi
masalah tuntutan lingkungan secara efektif. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa Kecerdasan Emosi
adalah kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengolah emosi dengan
baik pada diri sendiri dan orang lain. Sedangkan pengertian dari kestabilan atau stability menurut Kartini Kartono dan Dali Gulo 1987: 487 yaitu:
“salah satu dari dimensi yang dikemukakan oleh B. Weiner mengenal teori sifat dari motivasi prestasi, berkenaan dengan persepsi mengenai sebab-
sebab dari sukses dan kegagalan-kegagalan seseorang yang condong timbul berulang kali stabil, atau condong untuk tidak timbul kembali
tidak stabil.” Dari pendapat ahli mengenai kestabilan maka kita dapat mengetahui mengenai keberadaan manusia yang sebenarnya, betapa
sulitnya seseorang untuk dikatakan stabil. Hal tersebut melukiskan bahwa kehidupan seseorang adalah unik, khas, khusus, dan tidak ada duanya.
Menurut Tjandrasa dan Zarkasih 1999:229 “Kestabilan emosi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk merubah emosi yang tidak
menyenangkan menjadi emosi yang menyenangkan. Menurut Khalid 1994 emosi dikatakan stabil apabila ekspresi emosi ditampilkan dengan
konstruktif dan tidak membahayakan, interpretasi yang obyektif terhadap suatu peristiwa dan membiasakan diri menghadapi segala tantangan dan
menciptakan jalan keluar. Menurut Najati 2000, kestabilan emosi adalah tidak berlebih-lebihan dalam pengungkapan emosi, karena emosi yang
diungkapkan secara berlebih-lebihan bisa membahayakan kesehatan fisik dan psikis manusia.
Hurlock 1999 berpendapat bahwa kestabilan emosi memiliki beberapa kriteria. Pertama, yaitu emosi yang secara sosial dapat diterima
oleh lingkungan sosial. Individu yang emosinya stabil dapat mengontrol ekspresi emosi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial atau dapat
melepaskan dirinya dari belenggu energi mental maupun fisik yang selama ini terpendam dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan sosialnya.
Kedua, pemahaman diri. Individu yang punya emosi stabil mampu belajar mengetahui besarnya kontrol yang diperlukan untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhannya, serta menyesuaikan diri dengan harapan- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
harapan sosial, bersikap empati yang tinggi terhadap orang lain. Ketiga, peggunaan kecermatan mental. Individu yang stabil emosinya mampu
menilai situasi secara cermat sebelum memberikan responnya secara emosional. Kemudian individu tersebut mengetahui cara yang tepat untuk
bereaksi terhadap situasi tersebut. Abbas 1997 berpendapat bahwa emosi dapat dikatakan menuju ke
tingkat stabil ditandai dengan hal-hal berikut: adanya organisasi dan integrasi dari semua aspek emosi, emosi menjadi bagian integral dari
keseluruhan kepribadian, dan individu dapat menyatakan emosinya secara tepat dan wajar. Al Hasyim 1999 mengungkapkan bahwa orang yang
stabil emosinya
adalah orang
yang bisa
menstabilkan atau
menyeimbangkan antara kebutuhan fisik dan psikis. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
kestabilan emosi adalah keadaan emosi seseorang yang diperlihatkan dengan sikap yang sesuai dengan harapan sosial, tidak berlebih-lebihan
dalam mengekspresikan emosi serta bisa menyeimbangkan antara kebutuhan fisik dan psikis.
Sementara di dalam kehidupan ini kebanyakan orang memiliki emosi yang tidak stabil hal ini dapat disebabkan karena banyak hal, seperti
kebiasaan dan tekanan yang sedang dihadapi oleh individu itu sendiri. Emosi yang tidak stabil ini dapat dilihat pada saat individu mengalami
situasi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan baik itu yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Contohnya pada saat
seseorang merasakan emosi yang membuatnya merasa senang atau gembira maka orang tersebut akan terlihat loncat-loncat kegirangan.
Apabila orang tersebut mengalami emosi yang menyedihkan maka orang tersebut akan menangis dengan berlebihan.
Berdasarkan kesimpulan diatas bahwa orang yang stabil emosinya adalah orang yang mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Ketika
dihadapkan pada suatu permasalahan, tidak mengekspresikan emosinya dengan berlebihan. Sementara itu orang yang tidak stabil emosinya adalah
orang yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Pada saat dihadapkan
pada suatu
permasalahan, orang
tersebut akan
mengekspresikan emosinya dengan berlebihan.
5. Ciri-ciri Kestabilan Emosi