yang berada di sekitarnya menangis karena kehilangan orang yang disayangi maka individu tersebut akan merespon dengan ikut menangis.
3. Proses terjadinya Sensasi Emosi
Di dalam kehidupan seseorang seringkali menghadapi suatu peristiwa yang dapat menimbulkan emosi baik itu emosi yang positif
maupun negatif. Pada umumnya individu yang mengalami sesuatu hal yang menghasilkan emosi dapat merespon dengan cara yang berbeda.
Berikut adalah proses terjadinya emosi menurut teori James-Lange Sarlito, 2000:85-86 :
Gambar 1 Proses Terjadinya Emosi
Sumber: James-Lange dalam Sarlito, 2000:85-86 Stimulus
Reseptor
Syaraf sensorik
Pengkodean di korteks
Syaraf motorik
Syaraf otonom
Efektor Viscera
organ dalam
Cortex PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi emosi, antara lain:
a. Sistem limbik, yang memiliki peranan dalam reaksi emosi. Sistem
limbik terdiri dari: 1
Amigdala Merupakan bagian terkecil dari otak dan memiliki peranan penting
dalam emosi terutama yang berkaitan dengan rasa takut. Amigdala terletak di bawah hipothalamus, bertugas untuk mengevaluasi
informasi sensorik yang diterima dan dengan cepat menentukan kepentingan emosional, serta membuat keputusan untuk mendekati
atau menjauhi suatu objek atau situasi. Bagian ini bereaksi dengan cepat ketika mengevaluasi keadaan yang membahayakan atau
mengancam. Apabila bagian ini mengalami kerusakan maka akan menyebabkan
abnormalitas dalam memproses rasa takut. 2
Hipotalamus Memiliki peranan utama dalam pengaturan sistem syaraf otonom.
Selain itu, bagian ini juga mengintegrasikan refleks dan mengatur kegiatan yang berkaitan dengan mempertahankan hidup, dan
berperan dalam mempengaruhi sistem hormonal. b.
Prefrontal korteks Bagian ini terdiri dari dua bagian yaitu kanan dan kiri. Setiap bagian
memiliki peranan yang berbeda, bagian kanan berperan khusus dalam situasi menarik diri atau melarikan diri, seperti pada emosi jijik atau
takut, sedangkan bagian kiri merupakan bagian yang berperan khusus dalam memotivasi orang orang dalam mendekati orang lain, seperti
pada saat bahagia maka yang timbul adalah emosi yang positif. c.
Hormon Pada saat individu mengalami suatu emosi yang kuat maka divisi
simpatetik dari sistem saraf otonom akan memerintahkan kelenjar adrenalin untuk melepaskan hormon epinephrine dan norepinephrine.
Para pembawa pesan kimiawi ini akan memberikan stimulasi yang kuat dan menyebabkan tubuh individu menjadi lebih siaga. Pupil mata
melebar sehingga memungkinkan mata menerima cahaya lebih banyak, detak jantung akan meningkat sehingga kecepatan bernafas juga
meningkat, dan tekanan darah akan meningkat, sehingga menghasilkan tambahan tenaga agar tubuh dapat bergerak lebih cepat. Pada saat
individu melakukan meditasi maka tubuh akan melepaskan hormon endorphine yang akan membuat tubuh menjadi lebih rileks sehingga
membuat orang merasa bahagia. Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa antara sistem
limbik, prefrontal korteks, dan hormon memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya didalam proses terjadinya sensasi emosi. Pada tahap
awal individu mendapatkan stimulus, stimulus tersebut secara perlahan akan masuk ke dalam otak, dan pada bagian amigdala stimulus tersebut
akan diolah, selanjutnya stimulus akan dibawa menuju ke hipotalamus yang merupakan pusat emosi. Bagian hipotalamus sendiri juga dapat
mempengaruhi sistem hormonal. Prefrontal korteks juga turut berperan dalam emosi dengan cara memberikan respon yang sesuai dengan stimulus
yang telah diterima. Menurut pandangan kognitif, emosi lebih banyak ditentukan dari
hasil interpretasi individu terhadap sebuah peristiwa. Keterlibatan kognitif pada emosi diawali dari persepsi awal terhadap suatu peristiwa Lazarus,
2000a. Dari pernyataan yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan bahwa kognitif turut berperan dalam proses terjadinya sensasi emosi. Hal
ini terlihat dari cara individu memberikan respon atas terjadinya suatu peristiwa, dimana sebelum individu memberikan respon akan ada proses
pemikiran yang terjadi didalam otak untuk memberikan respon yang sesuai. Pada saat individu melakukan meditasi maka tubuh akan
mendapatkan informasi dimana informasi tersebut dapat mengubah pandangan dan persepsi individu terhadap suatu hal. Secara umum,
individu dapat memandang dan menginterpretasikan sebuah peristiwa tersebut secara positif maupun negatif.
Pada saat melakukan meditasi, individu akan berfokus, sehingga akan mempengaruhi kognitif individu tersebut. Interpretasi terhadap
sebuah peristiwa yang dibuat individu akan mengkondisikan dan membentuk perubahan fisiologis pada tubuh individu tersebut secara
internal, sehingga jika individu tersebut menilai sebuah peristiwa secara positif maka perubahan fisiologis individu tersebut akan menjadi lebih
positif, dan demikian pula sebaliknya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Secara umum, fisiologi dan kognisi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam pengalaman emosi. Kognisi dan fisiologi adalah
yin dan yang dari hasrat manusia. Kedua hal tersebut saling mempengaruhi satu sama lain secara terus menerus, kognisi dapat mempengaruhi emosi
dan kondisi emosi dapat mempengaruhi kognisi Gray, 2004. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa ada keterkaitan antara fisiologi
dan kognisi dalam proses terjadinya sensasi emosi. Keterkaitan tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya dengan pola yang selalu
berputar. Selain kognisi mempengaruhi fisiologi, fisiologi pun dapat mempengaruhi kognisi.
Keterkaitan dari kognisi dan fisiologi dapat dicontohkan pada saat seseorang melihat seekor singa dimana tubuh memberikan respon emosi
ketakutan. Respon tersebut dimulai dari kognisi orang tersebut yang memberikan sinyal bahaya kepada tubuh untuk melarikan diri dan
mempengaruhi sistem fisiologis tubuh orang tersebut sehingga mulai mengeluarkan keringat dingin dan kaki segera bergerak untuk menjauhi
bahaya tersebut.
4. Kestabilan Emosi