bagian tepi rata agak melengkuk ke atas, pertulangan daun menyirip, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, berwarna hijau. Bunga tunggal, bertangkai, warna
putih. Buahnya berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan. Daging buah tebal, buah yang masak bertekstur lunak, berwana
putih kekuningan atau merah jambu. Biji buah banyak mengumpul di tengah, kecil-kecil, keras, berwarna kuning kecoklatan Dalimartha, 2006.
3. Kandungan kimia
Daun jambu biji mengandung tanin, minyak atsiri eugenol, minyak lemak, damar, triterpenoid, dan asam malat. Buah mengandung asam amino
triptofan dan lisin, pektin, kalsium, fosfor, zat besi, mangan, magnesium, belerang, dan vitamin A, B1, dan C Dalimartha, 2006.
B. Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terdispersi dalam bahan dasar sesuai Dirjen POM, 1995.
Krim dapat dibedakan menjadi 2 yaitu air dalam minyak AM dan minyak dalam air MA. Tipe AM tidak larut air dan tidak dapat dicuci dengan air Allen,
2002. Stabilitas krim akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh
perubahan suhu dan komposisi, misalnya ada penambahan salah satu fase secara berlebihan Syamsuni, 2006. Ketidakstabilan dalam krim dapat dibagi menjadi 3
yaitu creaming, koalesen, dan inversi. Creaming adalah pemecahan emulsi ke fase semula di mana salah satu memiliki fase dispersi lebih banyak. Koalesen adalah
penggabungan droplet-droplet yang lebih besar lanjutan dari peristiwa creaming. Inversi adalah berubahnya sistem emulsi MA menjadi AM atau sebaliknya
Aulton, 2002.
C. Bahan Formulasi
1. Tween 80
Gambar 1. Struktur kimia Tween 80 Mahdi, Sakeena, Abdulkarim, Abdullah, Sattar,
and Noor, 2011
Tween 80 atau polisorbat 80 gambar 1 merupakan ester oleat dari sorbitol dan anhidrat yang berkopolimerasi dengan lebih dari 20 molekul
etilena oksida untuk tiap sorbitol dan anhidrat sorbitol. Tween 80 berbentuk cairan seperti minyak, berwarna kuning jernih hingga coklat muda, memiliki
rasa pahit, dan berbau khas Dirjen POM, 1995. Polisorbat 80 larut dalam air, alkohol, etil asetat, minyak jagung, metanol, toluen, dan tidak larut dalam
minyak mineral Troy, 2006. Tween 80 C
64
H
124
O
26
merupakan surfaktan non-ionik yang digunakan sebagai emulsifier pada emulsi tipe minyak dalam air MA
Mashkevich, 2007. Selain sebagai surfaktan, Tween 80 digunakan sebagai solubilizing agent
untuk senyawa aktif yang memiliki kelarutan jelek pada basis lipofilik Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009.
2. Propilen glikol
Gambar 2. Struktur propilen glikol Rowe et al., 2009
Propilen glikol gambar 2 berbentuk cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa yang khas, tidak berbau, dan menyerap air pada udara lembab.
Propilen glikol dapat bercampur dengan air, aseton, dan kloroform; larut dalam dalam eter dan beberapa minyak esensial; tidak dapat bercampur dengan
minyak lemak Dirjen POM, 1995. Propilen glikol bersifat higroskopis sehingga dapat mempertahankan
kandungan air pada lapisan kulit terluar saat sediaan diaplikasikan ke permukaan kulit. Propilen glikol digunakan sebagai bahan tambahan dalam
pembuatan kosmetik karena tidak menyebabkan iritasi lokal bila diaplikasikan pada membran mukosa, subkutan, atau injeksi intramuskular dan telah diteliti
tidak terjadi reaksi hipersensitivitas pada pemakaian 38 secara topikal Barel et al.
, 2001. Di industri farmasi propilen glikol juga digunakan sebagai pelarut dan
pembawa untuk bahan-bahan yang larut dan tidak larut dalam air. Selain itu, digunakan sebagai antifreeze dan emulgator dalam produk makanan. Propilen
glikol juga digunakan sebagai penghambat pertumbuhan mikroorganisme Barel et al., 2001.
3. Asam stearat
Gambar 3. Struktur asam stearat Rowe et al., 2006
Asam stearat gambar 3 memiliki bentuk kristal berwarna putih yang keras, titik lebur pada suhu 69
– 70
o
C, mudah larut dalam benzen, karbon tetraklorida, kloroform, larut dalam etanol 95 , heksan, propilen glikol, dan
tidak larut dalam air. Asam stearat digunakan dalam preparasi sediaan krim dengan konsentrasi 1
– 20 . Sediaan topikal, asam stearat digunakan sebagai emulsifying
, lubrikan kapsul, dan solubilizing agent Rowe, Sheskey, and Owen, 2006.
4. Butylated hydroxytoluene BHT
Gambar 4. Struktur butylated hydroxytoluene BHT
Rowe et al., 2009
Butylated hydroxytoluene BHT gambar 4 memiliki bentuk kristal
putih atau kuning muda dan berbau seperti fenol. Sifat fisika kimia dari BHT yaitu memiliki titik lebur pada 70
o
C, tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol, dan mudah larut dalam aseton, benzen, etanol 95 , eter, metanol,
toluen, dan minyak mineral. Butylated hydroxytoluene BHT digunakan
sebagai antioksidan pada sediaan kosmetik dan makanan. Penggunaan BHT pada sediaan kosmetik untuk menunda atau mencegah timbulnya bau tengik
yang berasal dari minyak dan lemak. Konsentrasi BHT pada formulasi sediaan topikal yaitu sebesar 0,0075
– 0,1 Rowe et al., 2009.
5. Metil paraben
Gambar 5. Struktur metil paraben Rowe et al., 2009
Metil paraben gambar 5 memiliki bentuk serbuk halus, berwarna putih, tidak berbau, dan memiliki sedikit rasa terbakar. Kelarutan metil paraben
yaitu mudah larut dalam etanol dan eter, sukar larut dalam benzen dan karbon tetraklorida Dirjen POM, 1995.
Metil paraben digunakan sebagai pengawet pada produk kosmetik, makanan, dan sediaan farmasetika. Penggunaan metil paraben pada rentang pH
yang luas akan lebih efektif. Aktivitas antimikroba metil paraben sangat efektif terhadap yeast dan fungi. Penambahan propilen glikol 2-5 akan
meningkatkan kemampuan metil paraben sebagai pengawet. Konsentrasi metil paraben pada formulasi sediaan topikal yaitu sebesar 0,02
– 0,3 Rowe et al., 2009.
6. TEA Triethanolamine
Gambar 6. Struktur triethanolamine TEA
Rowe et al., 2009
Triethanolamine TEA gambar 6 berbentuk cairan kental, berwarna
bening hingga kuning muda, bersifat basa dengan pH 10,5, bersifat higroskopis, titik lebur 20-21
o
C, memiliki kelarutan pada suhu 20
o
C yaitu TEA dapat bercampur dengan aseton, karbon tetraklorida, metanol, air Rowe
et al., 2009.
TEA digunakan sebagai alkalizing agent pada sediaan emulsi. TEA ketika bercampur dengan asam lemak seperti asam stearat atau asam oleat akan
berbentuk sabun anionik dengan pH sekitar 8, di mana dapat digunakan sebagai emulsifying agent untuk emulsi tipe MA. Konsentrasi TEA yang
digunakan pada sediaan emulsi yaitu sebesar 2-4 dan asam stearat digunakan kurang lebih 2-5 kali dari jumlah TEA. Selain itu TEA digunakan dalam
preparasi sediaan analgesik untuk pemakaian topikal, dan juga digunakan untuk formulasi sediaan sun screen Rowe et al., 2009.
D. Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan metode eksperimental untuk menyimpulkan dan mengevaluasi secara obyektif mengenai faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kualitas sediaan dan dapat menjelaskan interaksi antar faktor Bolton and
Bon, 2010. Metode ini memiliki efisiensi maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam menentukan respon. Selain itu, dapat memungkinkan
mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi antar faktor Muth, 1999.
Desain faktorial dua level berarti ada 2 faktor misalnya A dan B yang diuji pada dua level berbeda yaitu level rendah dan level tinggi. Desain faktorial
dapat didesain suatu percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon Bolton and Bon, 2010.
Rancangan penelitian desain faktorial dua faktor dan dua level dapat dilihat pada tabel I.
Tabel I. Rancangan desain faktorial untuk 2 faktor 2 level
Percobaan Faktor A
Faktor B Interaksi
1 -
- +
a +
- -
b -
+ -
ab +
+ +
Bolton and Bon, 2010
Keterangan : Formula 1
= faktor A pada level rendah dan faktor B pada level rendah Formula a
= faktor A pada level tinggi dan faktor B pada level rendah Formula b
= faktor A pada level rendah dan faktor B pada level tinggi Formula ab
= faktor A pada level tinggi dan faktor B pada level tinggi Rumus yang digunakan dalam desain faktorial :
Y = b + b
1
XA + b
2
XB + b
12
XAXB.............................................1
Keterangan : Y
= respon hasil atau sifat yang diamati XA, XB
= level faktor A, level faktor B b
,b
1
,b
2
,b
12
= koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan. Konsep perhitungan efek menurut Bolton and Bon 2010 sebagai
berikut: Efek faktor A =
− 1 +{ − } 2
........................................................................2 Efek faktor B =
− 1 +{ − } 2
........................................................................3 Efek interaksi =
− +{1− } 2
........................................................................4
E. HET-CAM