yang paling banyak terdapat di Medan, Indonesia, adalah meningioma 25 dan lokasi tumor paling banyak adalah di serebelum 20,83.
Sementara itu, Sari, Windarti, dan Wahyuni 2014 menemukan bahwa di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek dan Rumah Sakit Immanuel, Bandar
Lampung, terdapat 173 kasus tumor otak selama periode 1 Januari 2009 – 31 Oktober 2013 dengan wanita lebih banyak terkena dibandingkan dengan pria
rasio 1,8 : 1. Meningioma merupakan tumor terbanyak dengan 100 kasus dari 173 kasus 57,8 dengan lokasi tumor terbanyak pada lobus frontalis 30,1.
Kasus tumor otak meningkat pada rentang usia 30-34 tahun 9,2 dan mencapai puncak pada 40-44 tahun 17,9, kemudian terjadi penurunan kasus pada usia
yang lebih tua. Penelitian mengenai epidemiologi tumor otak, terutama di Indonesia,
masih tergolong sedikit, padahal tumor otak merupakan salah satu penyakit yang serius. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana profil para
penderita tumor otak di Medan, yaitu di Rumah Sakit Umum Pusat RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011-2013.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana profil penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui profil penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk: 1.
Mengetahui karakteristik tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013 berdasarkan usia.
Universitas Sumatera Utara
2. Mengetahui karakteristik tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2011-2013 berdasarkan jenis kelamin. 3.
Mengetahui karakteristik tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013 berdasarkan gambaran histopatologi.
4. Mengetahui karakteristik tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2011-2013 berdasarkan lokasi tumor. 5.
Mengetahui karakteristik tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013 berdasarkan gejala klinis utama.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah: 1.
Bagi peneliti, penelitian ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk menyelesaikan program pendidikan sarjana S1 dan diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman dan kemampuan peneliti di bidang penelitian. 2.
Bagi pihak RSUP H. Adam Malik Medan, penelitian ini diharapkan dapat: a.
Memberikan informasi mengenai profil penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan
b. Membantu pihak rumah sakit dalam pengolahan data tentang tumor otak di
RSUP H. Adam Malik Medan c.
Sebagai landasan untuk penelitian-penelitian tentang tumor otak di masa mendatang, baik bagi peneliti maupun bagi pihak lainnya
3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi
tentang tumor otak sehingga meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam penanganan tumor otak.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Saraf Pusat
2.1.1. Embriologi
Menurut Sadler 2010, sistem saraf pusat SSP terbentuk pada awal minggu ketiga sebagai lempeng neuralis neural plate pada daerah middorsal di
depan nodus primitif. Tepi-tepi lateralnya bergerak naik untuk membentuk lipatan-lipatan neuralis neural folds. Seiring perkembangannya, lipatan-lipatan
neuralis ini terus menaik, saling mendekati satu sama lain di garis tengah, dan akhirnya menyatu membentuk tuba neuralis. Fusi dimulai di daerah servikal dan
begitu dimulai, ujung-ujung tuba neuralis yang terbuka membentuk neuroporus kranialis dan kaudalis yang berhubungan dengan rongga amniotik. Penutupan
akhir neuroporus kranial terjadi pada tahap 18-20 somit hari ke-25, sedangkan penutupan akhir neuroporus kaudal terjadi kira-kira dua hari kemudian.
Ujung sefalik dari tuba neuralis menunjukkan tiga pelebaran, yaitu vesikel-vesikel otak primer: a prosensefalon, atau otak depan; b mesensefalon,
atau otak tengah; dan c rhombensefalon, atau otak belakang. Secara bersamaan akan terbentuk dua fleksura: a fleksura servikalis pada pertemuan otak belakang
dan medula spinalis, dan b fleksura sefalik di daerah otak tengah. Ketika embrio berumur lima minggu, prosensefalon terdiri dari dua bagian: a telensefalon dan
b diensefalon Sadler, 2010. Rhombensefalon dipisahkan dari mesensefalon oleh isthmus
rhomboensefalikus. Rhombensefalon juga terdiri dari dua bagian: a metensefalon, yang nantinya membentuk pons dan serebelum, dan b
mielensefalon. Kedua bagian ini dibatasi oleh fleksura pontin. Lumen medula spinalis, yaitu kanalis sentralis, berkesinambungan dengan vesikel-vesikel otak.
Rongga pada rhombensefalon merupakan ventrikel keempat, rongga pada diensefalon merupakan ventrikel ketiga, dan rongga pada hemisfer serebri
merupakan ventrikel-ventrikel lateral. Lumen mesensefalon menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat. Lumen ini menjadi sangat sempit dan kemudian
Universitas Sumatera Utara
disebut aqueduct of Sylvius. Ventrikel-ventrikel lateral berhubungan dengan ventrikel ketiga melalui interventricular foramina of Monro Sadler, 2010.
Pada mulanya sel-sel neuroektoderm yang membatasi tuba neuralis berdiferensiasi menjadi neuroblas dan spongioblas. Neuroblas merupakan cikal
bakal neuron, sedangkan spongioblas berdiferensiasi menjadi spongioblas yang sebagian menetap dan membentuk jaringan epitel yang membatasi langsung tuba
neuralis sebagai spongioblas ependim. Sebagian lagi menjadi spongioblas yang bebas meninggalkan jajaran epitel dan berkembang menjadi berbagai bentuk sel
glia seperti astrosit protoplasmatik, astrosit fibrosa, dan oligodendrosit Subowo, 1989.
2.1.2. Anatomi
Gambar 2.1. Potongan otak secara sagital Sumber: Netter, F.H., 2011. Atlas of Human Anatomy. 5
th
ed. United States of America: Saunders Elsevier, 105
Menurut Hansen 2010, otak dan medula spinalis dikelilingi oleh tiga lapisan jaringan ikat membranosa yang disebut meninges, yang meliputi:
Universitas Sumatera Utara
1. Dura mater, yaitu lapisan terluar yang kaya akan serabut saraf sensoris. Dura
mater terutama disarafi oleh cabang-cabang sensoris meningeal dari nervus trigeminus, nervus vagus, dan saraf-saraf servikal atas. Dura mater juga
membentuk lipatan atau lapisan jaringan ikat tebal yang memisahkan berbagai regio otak seperti falks serebri, falks serebeli, tentorium serebeli, dan
diafragma sella. 2.
Araknoid mater, yaitu lapisan di bawah dura mater yang avaskular. Ruang di antara araknoid mater dan pia mater disebut spatium subarachnoideum dan
mengandung cairan serebrospinalis. 3.
Pia mater, yaitu lapisan jaringan ikat yang langsung membungkus otak dan medula spinalis. Araknoid mater dan pia mater tidak memiliki serabut saraf
sensoris. Bagian yang paling menonjol dari otak manusia adalah hemisfer serebri.
Beberapa regio korteks serebri yang berhubungan dengan fungsi-fungsi spesifik dibagi atas lobus-lobus. Lobus-lobus tersebut dan fungsinya masing-masing
antara lain: 1.
Lobus frontal memengaruhi kontrol motorik, kemampuan berbicara ekspresif, kepribadian, dan hawa nafsu
2. Lobus parietal memengaruhi input sensoris, representasi dan integrasi, serta
kemampuan berbicara reseptif 3.
Lobus oksipital memengaruhi input dan pemrosesan penglihatan 4.
Lobus temporal memengaruhi input pendengaran dan integrasi ingatan 5.
Lobus insula memengaruhi emosi dan fungsi limbik 6.
Lobus limbik memengaruhi emosi dan fungsi otonom Hansen, 2010 Komponen-komponen otak lainnya antara lain:
1. Talamus merupakan pusat relai di antara area kortikal dan subkortikal.
2. Serebelum mengkoordinasikan aktivitas motorik halus dan memproses posisi
otot. 3.
Batang otak otak tengah, pons, dan medula oblongata menyampaikan informasi sensoris dan motorik dari somatik dan otonom serta informasi
motorik dari pusat yang lebih tinggi ke target-target perifer Hansen, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Otak mengandung empat ventrikel, yaitu dua ventrikel lateral serta ventrikel ketiga dan keempat yang terletak di sentral. Cairan serebrospinalis
dihasilkan oleh pleksus koroideus, beredar melalui ventrikel-ventrikel, dan kemudian memasuki ruang subaraknoid melalui foramen Luschka atau foramen
Magendie di ventrikel keempat. Otak terutama diperdarahi oleh arteri vertebral yang berasal dari arteri subklavia, naik melalui foramen transversum dari vertebra
C1-C6, dan memasuki foramen magnum tengkorak; dan arteri karotid internal yang berasal dari arteri karotis komunis di leher, naik di leher, dan memasuki
kanalis karotis dan melintasi foramen laserum sehingga berakhir sebagai arteri serebral anterior dan medial yang beranastomosis dengan sirkulus Willisi
Hansen, 2010.
2.1.3. Histologi
Menurut Eroschenko 2008, otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang, jaringan ikat, dan cairan serebrospinalis. Di dalam kranium dan foramen
vertebrale terdapat meninges, yaitu suatu jaringan ikat yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu dura mater, araknoid mater, dan pia mater. Di antara araknoid mater
dan pia mater terdapat spatium subarachnoideum, tempat beredarnya cairan serebrospinalis yang membasahi dan melindungi otak dan medula spinalis.
Sel struktural dan fungsional jaringan saraf adalah neuron. Setiap neuron terdiri dari soma atau badan sel, banyak dendrit, dan satu akson. Badan sel atau
soma mengandung nukleus, nukleolus, berbagai organel, dan sitoplasma atau perikarion. Dari badan sel muncul tonjolan-tonjolan sitoplasma yang disebut
dendrit yang membentuk percabangan dendritik. Neuron dikelilingi oleh sel yang lebih kecil dan lebih banyak yaitu neuroglia, yaitu sel penunjang nonneural yang
memiliki banyak percabangan di SSP dan mengelilingi neuron, akson, dan dendrit. Sel ini tidak terangsang atau menghantarkan impuls karena secara
morfologis dan fungsional berbeda dari neuron. Sel neuroglia dapat dibedakan dari ukurannya yang jauh lebih kecil dan nukleus yang berwarna gelap dan
jumlahnya sekitar sepuluh kali lipat lebih banyak daripada neuron Eroschenko, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Bagian-bagian neuron X100, HE Sumber: Mescher, A.L., 2009. Junqueira’s Basic Histology Text Atlas. 12
th
ed. United States of America: The McGraw-Hill Professional
Empat jenis sel neuroglia adalah astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan sel ependimal. Astrosit adalah sel neuroglia terbesar dan paling banyak ditemukan
di substansia grisea. Astrosit terdiri dari dua jenis, yaitu astrosit fibrosa dan astrosit protoplasmik. Oligodendrosit membentuk selubung mielin akson di SSP.
Mikroglia berasal dari sumsum tulang dan fungsi utamanya mirip dengan makrofag jaringan ikat. Sel ependimal adalah sel epitel kolumnar pendek atau
selapis kuboid yang melapisi ventrikel otak dan kanalis sentralis medula spinalis Eroschenko, 2008.
Otak dan medula spinalis mengandung substansia grisea dan substansia alba. Substansia grisea terdiri dari neuron-neuron, dendrit-dendritnya, dan
neuroglia, sedangkan substansia alba tidak mengandung badan sel neuron dan terutama terdiri dari akson bermielin, sebagian akson tidak bermielin, dan
oligodendrosit penunjang Eroschenko, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Astrosit fibrosa dan kapiler di otak. Pewarnaan: metode Cajal. Pembesaran sedang.
Sumber: Eroschenko, V.P., 2008. diFiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations. 11
th
ed. United States of America: Lippincott Williams Wilkins. Terjemahan Brahm U. Pendit. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi
Fungsional. 2008. Edisi Ke-11. Jakarta: EGC, 159
Gambar 2.4. Oligodendrosit otak. Pewarnaan: metode Cajal. Pembesaran sedang. Sumber: Eroschenko, V.P., 2008. diFiore’s Atlas of Histology with Functional
Correlations. 11
th
ed. United States of America: Lippincott Williams Wilkins. Terjemahan Brahm U. Pendit. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi
Fungsional. 2008. Edisi Ke-11. Jakarta: EGC, 159
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Mikroglia otak. Pewarnaan: metode Hortega. Pembesaran sedang. Sumber: Eroschenko, V.P., 2008. diFiore’s Atlas of Histology with Functional
Correlations. 11
th
ed. United States of America: Lippincott Williams Wilkins. Terjemahan Brahm U. Pendit. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi
Fungsional. 2008. Edisi Ke-11. Jakarta: EGC, 159
Gambar 2.6. Sel ependimal pada kanalis sentralis medula spinalis X200, HE Sumber: Mescher, A.L., 2009. Junqueira’s Basic Histology Text Atlas. 12
th
ed. United States of America: The McGraw-Hill Professional
2.1.4. Fisiologi
Menurut Sherwood 2011, sistem saraf pusat SSP terdiri dari otak dan medula spinalis. Tidak ada bagian otak yang bekerja sendiri dan terpisah dari
bagian-bagian otak lain karena anyaman neuron-neuron terhubung secara anatomis oleh sinaps, dan neuron-neuron di seluruh otak berkomunikasi secara
Universitas Sumatera Utara
ekstensif satu sama lain dengan cara listrik atau kimiawi. Akan tetapi, neuron- neuron yang bekerja sama untuk melaksanakan fungsi tertentu cenderung tersusun
dalam lokasi yang terpisah. Karena itu, meskipun merupakan suatu keseluruhan yang fungsional, otak tersusun menjadi bagian-bagian yang berbeda. Bagian-
bagian otak dapat dikelompokkan dalam berbagai cara bergantung pada perbedaan anatomik, spesialisasi fungsi, dan perkembangan evolusi.
Medula spinalis memiliki lokasi strategis antara otak dan serat aferen dan eferen susunan saraf tepi. Lokasi ini memungkinkan medula spinalis memenuhi
dua fungsi primernya, yaitu sebagai penghubung untuk transmisi informasi antara otak dan bagian tubuh lainnya dan mengintegrasikan aktivitas refleks antara
masukan aferen dan keluaran eferen tanpa melibatkan otak. Jenis aktivitas refleks ini disebut refleks spinal Sherwood, 2011.
Tabel 2.1. Fungsi komponen utama otak KOMPONEN OTAK
FUNGSI UTAMA Korteks serebri
1. Persepsi sensorik
2. Kontrol gerakan sadar
3. Bahasa
4. Sifat kepribadian
5. Proses mental canggih fungsi luhur, misalnya
berpikir, mengingat, mengambil keputusan,
kreativitas, dan kesadaran diri Nukleus basalis
1. Inhibisi tonus otot
2. Koordinasi gerakan lambat, menetap
3. Menekan pola gerakan yang tidak bermanfaat
Talamus 1.
Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps 2.
Kesadaran kasar akan sensasi 3.
Berperan dalam kesadaran 4.
Berperan dalam kontrol motorik Hipotalamus
1. Regulasi banyak fungsi homeostatik, misalnya
kontrol suhu, haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan
2. Penghubung penting antara sistem saraf dan
endokrin 3.
Banyak terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar Serebelum
1. Mempertahankan keseimbangan
2. Meningkatkan tonus otot
3. Mengkoordinasikan dan merencanakan aktivitas
otot sadar terampil
Universitas Sumatera Utara
Batang otak otak tengah, pons, dan
medula 1.
Asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer 2.
Pusat kontrol kardiovaskular, respirasi, dan pencernaan
3. Regulasi refleks otot yang berperan dalam
keseimbangan dan postur 4.
Penerimaan dan integrasi semua input sinaps dari medula spinalis; pengaktifan korteks serebri dan
keadaan terjaga 5.
Peran dalam siklus tidur-bangun Sumber: Sherwood, L. 2007. Human Physiology: From Cells to Systems. 6
th
ed. Singapore: Cengange Learning Asia Pte Ltd. Terjemahan Brahm U. Pendit.
Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2011. Edisi Ke-6. Jakarta: EGC, 155
2.2. Tumor Otak
2.2.1. Definisi
Menurut Hakim 2005, tumor otak adalah lesi ekspansif jinak atau ganas yang membentuk massa di intrakranial atau medula spinalis. Tumor otak
dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu tumor otak primer dan tumor metastasis. Tumor otak primer merupakan tumor yang muncul sebagai akibat dari
pertumbuhan abnormal jaringan otak itu sendiri. Tumor metastasis berasal dari organ-organ lain seperti paru-paru, payudara, prostat, dan ginjal Sagar dan Israel,
2010. Menurut Kumar 2013, tumor otak memiliki karakteristik unik yang
membedakannya dengan tumor-tumor lain, di antaranya adalah: 1.
Tumor otak tidak memiliki tahap premaligna atau in situ yang dapat dideteksi seperti pada karsinoma.
2. Tumor low-grade sekalipun dapat menginfiltrasi regio otak sehingga
menyebabkan defisit klinis yang serius, tidak dapat direseksi, dan prognosis yang buruk.
3. Lokasi anatomis tumor dapat memengaruhi perjalanan penyakit tanpa
memandang tipe histopatologis karena efek lokal yang ditimbulkan atau tumor tidak dapat direseksi.
4. Tumor otak jarang bermetastasis ke luar SSP.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Etiologi dan Faktor Risiko
Menurut Cancer Research UK 2013, tumor otak tidak memiliki etiologi yang pasti, namun melibatkan faktor-faktor risiko seperti:
1. Umur
Umur memegang peran penting karena sebagian besar tumor otak terjadi pada anak-anak dan orang dewasa tua meskipun setiap kelompok usia memiliki
peluang yang sama untuk mengidap tumor otak American Society of Clinical Oncology, 2013; Cancer Research UK, 2013.
2. Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih mungkin menderita tumor otak daripada perempuan, namun beberapa jenis tumor otak yang spesifik seperti meningioma
lebih umum terjadi pada perempuan American Society of Clinical Oncology, 2013.
3. Industri dan pekerjaan
Zat-zat karsinogenik dan neurotoksik seperti pelarut organik, minyak pelumas, akrilonitril, formaldehida, hidrokarbon aromatik polisiklik, dan fenol dapat
menginduksi tumor otak pada hewan coba. Pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan operasi mesin kendaraan bermotor, pengolahan karet, dan
penggunaan pestisida berkaitan dengan insidensi tumor otak El-Zein, 2013. 4.
Radiasi ionisasi Radiasi ionisasi dosis tinggi diketahui dapat meningkatkan risiko meningioma,
glioma, dan nerve sheath tumor Deangelis dan Rosenfeld, 2009; El-Zein, 2013. 5.
Makanan dan diet Konsumsi senyawa N-nitrosourea diduga berperan sebagai neurokarsinogen
dengan mekanisme-mekanisme yang melibatkan kerusakan pada DNA deoxyribonucleic acid El-Zein, 2013.
6. Pemakaian telepon selular
Telepon selular memiliki sebuah transmiter kecil yang memancarkan radiasi frekuensi radio berenergi rendah tepat di samping kepala sehingga memunculkan
kekhawatiran bahwa individu yang terpapar radiasi memiliki risiko untuk mengidap tumor otak. Namun, penelitian-penelitian yang sudah ada belum
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan adanya hubungan antara pemakaian telepon dengan tumor otak atau tumor lainnya El-Zein, 2013.
7. Supresi imun
Supresi sistem imun yang didapat seperti pada infeksi HIV human immunodeficiency virus atau terapi imunosupresif kronis setelah transplantasi
organ meningkatkan risiko limfoma SSP primer. Risiko glioma juga meningkat pada individu yang terinfeksi HIV Deangelis dan Rosenfeld, 2009.
8. Obat-obatan dan bahan kimia lainnya
Beberapa penelitian telah menemukan adanya hubungan antara tumor otak pada anak-anak dengan paparan prenatal terhadap obat fertilitas, kontrasepsi oral, obat
tidur, obat antinyeri, antihistamin, dan diuretik. Pada orang dewasa, obat sakit kepala, antinyeri, dan obat tidur memiliki efek protektif yang tidak signifikan
terhadap tumor otak El-Zein, 2013. 9.
Sindrom genetik Menurut Deangelis dan Rosenfeld 2009, sejumlah sindrom herediter
berhubungan dengan peningkatan risiko tumor otak. Misalnya, neurofibromatosis tipe 1 meningkatkan risiko glioma, neurofibromatosis tipe 2 meningkatkan risiko
schwannoma vestibular dan meningioma, dan sindrom Li-Fraumeni yang berkaitan dengan mutasi pada gen supresor tumor p53 menyebabkan glioma dan
meduloblastoma.
2.2.3. Epidemiologi
Menurut Deangelis dan Rosenfeld 2009, tumor intrakranial dapat terjadi pada usia manapun, tetapi histopatologi dan insidensi tumor bervariasi menurut
usia. Kasus tumor otak lebih banyak terdapat pada pria daripada wanita, kecuali meningioma yang sangat didominasi oleh wanita. Pada anak-anak,
meduloblastoma dan astrositoma low-grade lebih mendominasi, sedangkan pada orang dewasa, astrositoma maligna dan meningioma adalah tumor otak yang
paling umum terjadi. Tabel 2.2. menunjukkan epidemiologi tumor otak di Medan, Indonesia, pada tahun 2003-2004.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Distribusi tumor otak berdasarkan usia dan jenis kelamin di RSUP H. Adam Malik dan RS Haji Medan tahun 2003-2004
No Umur
tahun Jenis kelamin
Jumlah N
Persentas e
Laki-laki Perempuan
n n
1 0-10 1
2,08 1
2,08 2
4,17 2 11-20
2 4,17
1 2,08
3 6,25
3 21-30 4
8,33 2
4,17 6
12,50 4 31-40
3 6,25
1 2,08
4 8,33
5 41-50 7
14,58 3
6,25 10
20,83 6 51-60
7 14,58
2 4,17
9 18,75
7 60 11
22,92 3
6,25 14
29,17
Jumlah total 35
72,92 13
27,08 48
100,00
Sumber: Hakim, A.A., 2005. Kasus-Kasus Tumor Otak di Rumah Sakit H. Adam Malik dan Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2003-2004. Medan: Universitas
Sumatera Utara. Tersedia di: http:repository.usu.ac.idhandle12345678915584
2.2.4. Patogenesis
Menurut Ropper dan Samuels 2009, tumor dapat berasal dari sel-sel embrionik yang tertinggal di otak selama proses perkembangan. Tumor juga dapat
muncul dari transformasi neoplastik sel-sel dewasa yang matang seperti astrosit, oligodendrosit, mikroglia, atau sel ependimal. Selama sel-sel ini memperbanyak
diri, sel-sel anakan menjadi anaplastik dan derajat keganasan semakin bertambah. Terbentuknya tumor didasarkan atas anggapan bahwa lapisan sel tuba
neuralis bermigrasi dan berdiferensiasi menjadi meduloblas yang kemudian berdiferensiasi menjadi dua bagian, yaitu golongan neuron menjadi neuroblas dan
neuron, dan golongan glia melalui spongioblas menjadi astrosit dan oligodendrosit. Lapisan sel tuba neuralis juga dapat menjadi sel ependimal. Setiap
tipe sel ini dapat berubah menjadi neoplastik sehingga meduloblas menjadi meduloblastoma, neuroblas menjadi neuroblastoma dan ganglioneuroma, astrosit
menjadi astrositoma, oligodendrosit menjadi oligodendroglioma, dan sel ependimal menjadi ependimoma. Tumor yang berasal dari sel-sel glia ini
dinamakan glioma Sobirin, 2001. Identifikasi penyimpangan kromosom tertentu yang timbul pada sel-sel
tumor sistem saraf memberi kesan bahwa biogenesis dan perkembangan tumor
Universitas Sumatera Utara
otak disebabkan oleh gangguan kendali siklus sel. Sebagian defek molekuler memengaruhi terbentuknya tumor, sedangkan sebagian yang lain mendasari
perkembangan berikutnya, mempercepat transformasi menjadi ganas, dan menimbulkan sensitivitas atau resistansi terhadap kemoterapi. Mutasi pada gen-
gen yang normalnya menekan proliferasi sel, yaitu gen supresor tumor, dapat memicu perkembangan tumor, contohnya mutasi berupa delesi gen supresor
tumor p53 pada kromosom 17p yang ditemukan pada 50 kasus astrositoma Ropper dan Samuels, 2009.
Perubahan lainnya adalah ekspresi berlebihan faktor-faktor pertumbuhan atau reseptornya. Perkembangan menjadi keganasan dapat dipicu oleh defek pada
jalur signaling gen p16-retinoblastoma, hilangnya kromosom 10, atau ekspresi berlebihan gen faktor pertumbuhan epidermal epidermal growth factor.
Contohnya antara lain ekspresi berlebihan overexpression atau bentuk mutan dari EGFR epidermal growth factor receptor dan PDGFR platelet-derived
transforming growth factor receptor pada sekitar 50 kasus glioma. Konsentrasi yang tinggi dari VEGF vascular endothelial growth factor ditemukan pada
meningioma yang secara alamiah kaya akan pembuluh darah. Namun, belum jelas apakah penemuan ini menunjukkan suatu hubungan sebab-akibat atau hanya suatu
penyimpangan proses genetik yang menyertai pertumbuhan dan perkembangan tumor Ropper dan Samuels, 2009.
Saat ini, teori yang umum dianut adalah kanker berkembang melalui akumulasi dari perubahan genetik yang memungkinkan sel-sel untuk tumbuh di
luar kendali mekanisme regulasi yang normal dan lolos dari proses penghancuran oleh sistem imun. Perubahan-perubahan genetik tersebut mencakup agregasi
familial, sindrom-sindrom herediter, faktor-faktor metabolik, sensitivitas mutagen, serta instabilitas kromosom El-Zein, 2013.
2.2.5. Patofisiologi
Menurut Ropper dan Samuels 2009, kavum kranii memiliki volume yang terbatas dan memiliki tiga unsur yang relatif tidak dapat terkompresi, yaitu otak
sekitar 1.200-1.400 mL, cairan serebrospinalis 70-140 mL, dan darah 150
Universitas Sumatera Utara
mL. Hukum Monro-Kellie menyatakan volume total ketiga unsur ini selalu konstan dan penambahan volume salah satu unsur mengurangi volume unsur
lainnya. Tumor yang tumbuh di salah satu bagian otak akan menekan jaringan otak di sekitarnya dan mengurangi volume cairan serebrospinalis dan darah.
Begitu batas akomodasi ini telah dicapai, tekanan intrakranial TIK akan meningkat.
Seiring pertumbuhan tumor, venula-venula di jaringan otak yang berdekatan dengan tumor akan tertekan sehingga tekanan kapiler meningkat,
terutama pada jaringan substansia alba di mana edema lebih mencolok. Pertumbuhan tumor yang lambat memungkinkan otak untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan aliran darah otak dan peningkatan TIK. Pada stadium pertumbuhan tumor yang lebih lanjut, mekanisme kompensasi gagal serta tekanan
cairan serebrospinalis dan TIK meningkat. Pada awalnya, tumor mulai menggeser jaringan di sekitarnya dan kemudian menggeser jaringan pada jarak tertentu dari
tumor, menimbulkan tanda-tanda lokalisasi yang palsu Ropper dan Samuels, 2009.
2.2.6. Gejala Klinis
Menurut Hansen 2010, gejala klinis tumor otak bergantung pada lokasi dan derajat peningkatan TIK. Tumor-tumor yang tumbuh dengan lambat di
daerah-daerah yang relatif tenang seperti lobus frontalis mungkin saja tidak terdeteksi dan dapat menjadi cukup besar sebelum memunculkan gejala. Tumor-
tumor kecil di daerah-daerah penting dapat menimbulkan kejang, hemiparesis, atau afasia.
Tumor otak biasanya muncul dengan salah satu dari tiga sindrom: 1 progresi subakut dari suatu defisit neurologis fokal, 2 kejang, atau 3 kelainan
neurologis nonfokal. Adanya gejala sistemik seperti malaise, penurunan berat badan, anoreksia, atau demam cenderung menunjukkan suatu metastasis
dibandingkan suatu tumor otak yang primer. Defisit neurologis fokal yang progresif muncul dari kompresi neuron dan jaras-jaras pada substansia alba oleh
karena perkembangan tumor dan edema di sekitarnya. Tumor otak jarang muncul
Universitas Sumatera Utara
dengan defisit neurologis fokal yang bersifat tiba-tiba seperti pada stroke. Kejang dapat disebabkan oleh gangguan pada sirkuit kortikal. Kelainan neurologis
nonfokal biasanya menunjukkan peningkatan TIK, hidrosefalus, atau penyebaran tumor yang difus. Peningkatan TIK dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih
luas dengan mengkompresi struktur otak yang kritis. Gejala-gejala yang umum dijumpai adalah penurunan kesadaran, malaise, sakit kepala, mualmuntah, dan
papiledema. Sakit kepala pada tumor otak, selain disebabkan oleh peningkatan TIK, dapat juga diakibatkan oleh iritasi fokal atau pergeseran dari struktur-
struktur yang sensitif terhadap nyeri Sagar dan Israel, 2010. Menurut Ropper dan Samuels 2009, tumor otak seringkali muncul tanpa
adanya gejala yang berarti seperti gangguan kapasitas aktivitas mental, sedangkan tanda-tanda fokal lainnya tidak muncul. Pada kelompok pasien yang lain, terdapat
indikasi awal adanya tumor otak berupa hemiparesis yang progresif, kejang yang muncul pada orang yang sebelumnya sehat, dan gejala-gejala lainnya. Kelompok
pasien yang lainnya memiliki gejala berupa peningkatan TIK dengan atau tanpa tanda-tanda lokalisasi tumor. Beberapa pasien juga memiliki gejala-gejala yang
sangat khas yang jarang muncul oleh karena penyakit yang lainnya sehingga dapat ditegakkan diagnosis bukan hanya eksistensi tumor otaknya saja, namun juga tipe
dan lokasi tumor tersebut. Menurut Deangelis dan Rosenfeld 2009, gejala klinis tumor otak
bervariasi menurut lokasinya, seperti: 1.
Tumor lobus oksipitalis menyebabkan hemianopia dan gangguan penglihatan. 2.
Tumor lobus frontalis sering menyebabkan perubahan kepribadian, demensia, kelainan cara berjalan, seizure, hemiparesis, dan afasia ekspresif dari
hemisfer serebri yang dominan. 3.
Tumor lobus temporalis menyebabkan perubahan kepribadian, termasuk gangguan berbahasa dari hemisfer serebri yang dominan, kejang parsial
kompleks, dan defisit lapangan pandang. 4.
Tumor pada korpus kalosum dapat menyebabkan demensia apabila kalosum anterior terlibat, perubahan kepribadian dan kehilangan ingatan yang berat
Universitas Sumatera Utara
dengan sindrom amnestik apabila splenium terlibat, atau tanpa gejala sama sekali.
5. Tumor pada sudut serebelopontin dapat menyebabkan ketulian ipsilateral,
mati rasa pada wajah, kelemahan, dan ataksia. 6.
Tumor basis kranii umumnya memengaruhi saraf kranialis. 7.
Tumor pineal menyebabkan hidrosefalus dan sindrom Parinaud dengan upgaze yang terganggu dan kelainan pada pupil.
8. Tumor serebelum menyebabkan sakit kepala, ataksia, nistagmus, dan nyeri
leher. 9.
Tumor hipofisis menyebabkan hemianopia bitemporal dari kompresi kiasma optikum.
2.2.7. Diagnosis
Menurut Sobirin 2001, tidak selalu mudah untuk menduga dan membuat suatu diagnosis tumor otak karena gejala klinis yang dihasilkan dapat bervariasi
tergantung pada histopatologi dan lokasinya. Misalnya, glioma tahap dini, yaitu astrositoma grade I dan II, dapat mendekam di otak tanpa menimbulkan
manifestasi klinis apapun. Selain itu, gejala klinisnya sukar dibedakan dengan penyakit-penyakit lainnya, sehingga dugaan yang mengarah ke tumor otak sering
terlewatkan. Padahal, tumor otak merupakan penyakit yang serius dan kesuksesan pengobatannya bergantung pada diagnosis yang lebih dini. Diagnosis tumor otak
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan penunjang, di antaranya pemeriksaan EEG, CT scan, arteriografi, dan patologi anatomi.
Menurut Deangelis dan Rosenfeld 2009, pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi adanya massa intrakranial antara lain:
1. Magnetic Resonance Imaging MRI
MRI merupakan pilihan utama dalam mengevaluasi tumor intrakranial. MRI lebih sensitif daripada CT scan untuk menggambarkan detail anatomis dan tumor-tumor
di fossa posterior. Functional MRI fMRI dapat menunjukkan hubungan tumor dengan struktur intrakranial yang lain seperti pusat motorik atau berbicara
Universitas Sumatera Utara
sehingga dokter bedah dapat memastikan keamanan reseksi komplit sebelum pasien dibawa ke ruang operasi Deangelis dan Rosenfeld, 2009.
2. Computed tomography scan CT scan
CT scan berguna dalam mendeteksi erosi tulang pada tumor metastasis atau hiperostosis pada meningioma, namun kurang sensitif untuk tumor yang terletak
di fossa posterior. Administrasi kontras pada CT scan dan MRI dapat mendeteksi defek pada sawar darah-otak dan tumor ekstraaksial. Baik CT scan maupun MRI
dapat menvisualisasikan perdarahan hemorrhage pada suatu tumor Deangelis dan Rosenfeld, 2009.
3. Positron-emission tomography PET
PET dengan 18F-fluoro-deoxyglucose FDG digunakan untuk mengukur metabolisme tumor dan membedakan tumor dari nekrosis radiasi Deangelis dan
Rosenfeld, 2009. 4.
Single-photon emission computed tomography SPECT SPECT melibatkan administrasi zat radioaktif dan digunakan untuk fungsi yang
sama dengan FDG-PET Deangelis dan Rosenfeld, 2009. 5.
Elektroensefalografi EEG EEG hampir tidak berguna untuk mendiagnosis tumor otak, namun dapat
bermanfaat apabila pasien tidak responsif dan dicurigai menderita status epileptikus nonkonvulsif Deangelis dan Rosenfeld, 2009.
6. Angiografi
Angiografi digunakan untuk menetapkan anatomi pembuluh darah sebelum pembedahan seperti menggambarkan patensi sinus venosus, dan untuk embolisasi
preoperatif untuk mengurangi vaskularitas tumor sebelum reseksi, seperti pada tumor glomus jugularis Deangelis dan Rosenfeld, 2009.
7. Analisis cairan serebrospinalis
Analisis cairan serebrospinalis umumnya tidak diperlukan untuk kebanyakan neoplasma intrakranial. Tes ini bermanfaat hanya untuk staging neurologis yang
dibutuhkan dalam diagnosis limfoma SSP primer, tumor germ cell intrakranial, meduloblastoma, atau pineoblastoma Deangelis dan Rosenfeld, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.2.8. Klasifikasi
Menurut Ropper dan Samuels 2009, tumor otak diklasifikasikan berdasarkan sel asal tumor dan tingkat keganasan untuk menilai laju pertumbuhan
dan perilaku klinis tumor. Perbedaan antara tumor otak varian klasik dan anaplastik penting untuk penatalaksanaan pascapembedahan di lokasi-lokasi otak
tertentu dan prognosis tumor. Menurut American Brain Tumor Association 2014, karakteristik beberapa tumor otak secara umum menurut gambaran
histopatologi adalah sebagai berikut: 1.
Glioma Glioma merupakan tumor yang berasal dari sel glia. Ada tiga jenis sel glia yang
dapat menghasilkan tumor, yaitu astrosit yang menghasilkan astrositoma, oligodendrosit yang menghasilkan oligodendroglioma, dan sel ependimal yang
menghasilkan ependimoma. Tumor yang menampilkan campuran dari berbagai jenis sel ini disebut mixed glioma American Brain Tumor Association, 2012.
2. Astrositoma
Astrositoma berasal dari astrosit, yaitu sel-sel berbentuk bintang yang membentuk jaringan penyokong otak. Berdasarkan normal atau tidaknya penampakan sel-
selnya, dikenal adanya astrositoma low-grade yang umum pada anak-anak dan high-grade yang umum pada orang dewasa. Astrositoma paling sering dijumpai
pada usia 45 tahun ke atas, meskipun jenis astrositoma tertentu seperti astrositoma pilositik lebih sering muncul pada anak-anak dan dewasa muda. Tumor ini lebih
sering muncul pada laki-laki dibandingkan pada perempuan American Brain Tumor Association, 2012. Contoh gambaran histopatologi astrositoma antara lain
astrositoma pilositik, astrositoma well-differentiated, dan astrositoma anaplastik. Astrositoma pilositik seringkali bersifat kistik, dan jika padat, biasanya berbatas
tegas. Tumor ini terdiri dari sel-sel bipolar dengan prosesus-prosesus yang panjang dan tipis. Rosenthal fibers, badan-badan granul eosinofilik, mikrokista
sering dijumpai, sedangkan nekrosis dan mitosis jarang dijumpai. Astrositoma well-differentiated dicirikan oleh peningkatan jumlah nukleus sel glia yang ringan
sampai sedang, pleomorfisme nukleus yang bervariasi, dan prosesus-prosesus sel astrosit yang memberikan penampilan seperti fibril. Astrositoma anaplastik
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan kelompok sel-sel yang lebih padat, pleomorfisme nukleus yang lebih berat, dan dijumpai mitosis Kumar, 2013.
3. Glioblastoma multiforme GBM
Glioblastoma multiforme merupakan tumor dari astrosit yang sangat ganas karena sel-selnya bereproduksi dengan cepat dan disokong oleh jaringan pembuluh darah
yang luas. Tumor ini biasanya mengandung campuran dari berbagai jenis sel, mineral kistik, deposit kalsium, dan pembuluh-pembuluh darah American Brain
Tumor Association, 2012. Glioblastoma multiforme memiliki tampilan histopatologis yang sama dengan astrositoma anaplastik, disertai nekrosis dengan
nukleus yang pseudopalisading atau proliferasi pembuluh darah Kumar, 2013. 4.
Ependimoma Ependimoma berasal dari sel-sel ependimal yang melapisi ventrikel-ventrikel otak
dan kanalis sentralis medula spinalis. Ependimoma adalah tumor yang lembek dan berwarna keabu-abuan atau merah yang mungkin mengandung kista atau
kalsifikasi mineral American Brain Tumor Association, 2012. Sel-sel ependimoma terdiri dari sel-sel dengan nukleus yang bulat hingga oval, reguler,
dan penebalan kromatin granular. Di antara nukleus-nukleus terdapat latar belakang fibrilaris yang padat. Sel-sel tumor dapat membentuk struktur seperti
rosette yang menyerupai kanalis ependimalis yang terdapat pada embrio dengan prosesus-prosesus yang menjorok ke dalam lumen. Ependimoma anaplastik
menunjukkan peningkatan kepadatan sel, laju mitosis yang tinggi, nekrosis, dan diferensiasi sel-sel ependimal yang kurang jelas Kumar, 2013.
5. Oligodendroglioma
Oligodendroglioma berasal dari oligodendrosit. Oligodendroglioma umumnya tampak sebagai tumor yang lembek, berwarna merah muda keabu-abuan, dan
sering mengandung deposit kalsifikasi mineral, area perdarahan, danatau kista. Oligodendroglioma kadang-kadang bercampur dengan tipe-tipe sel lainnya,
seperti oligoastrositoma, yaitu tumor yang mengandung sel astrositoma dan oligodendroglioma American Brain Tumor Association, 2012. Pada pemeriksaan
mikroskopis, terdapat sel-sel tumor yang tersusun reguler dengan nukleus berbentuk sferis yang berisi kromatin-kromatin granular, dikelilingi oleh
Universitas Sumatera Utara
sitoplasma jernih berbentuk halo. Tumor ini biasanya memiliki jaringan anastomosis kapiler yang halus. Kalsifikasi yang dijumpai pada tumor beragam
ukurannya mulai dari fokus-fokus mikroskopis hingga deposisi yang masif, dan aktivitas mitosis biasanya sulit dideteksi. Oligodendroglioma anaplastik adalah
subtipe tumor yang lebih agresif dengan kepadatan sel, anaplasia nukleus, dan aktivitas mitosis yang lebih tinggi Kumar, 2013.
Gambar 2.7. Gambaran histopatologi dari astrositoma pilositik WHO grade I Sumber: Brain Tumor Research, 2008. Tumors We Work On: Pediatric Low-
Grade Gliomas. Maryland: John Hopkins University. Tersedia di: http:pathology.jhu.edupmawhat.php
Gambar 2.8. Gambaran histopatologi dari glioblastoma multiforme Sumber: Kumar, V., Abbas, A.K., Aster, J.C., 2013. Robbins and Cotran
Pathologic Basis of Disease. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 843
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9. Gambaran histopatologi dari ependimoma Sumber: Kumar, V., Abbas, A.K., Aster, J.C., 2013. Robbins and Cotran
Pathologic Basis of Disease. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 844
Gambar 2.10. Gambaran histopatologi dari oligodendroglioma Sumber: Kumar, V., Abbas, A.K., Aster, J.C., 2013. Robbins and Cotran
Pathologic Basis of Disease. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 844
6. Meningioma
Meskipun diklasifikasikan sebagai tumor otak, meningioma tidak berasal dari jaringan otak, namun berasal dari meninges American Brain Tumor Association,
2012. Menurut Kumar 2013, meningioma dapat mengkompresi jaringan otak namun tidak menginvasinya. Meningioma dapat juga meluas hingga ke tulang di
dekatnya. Menurut Riemenscheider 2006, meningioma diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu benigna WHO grade I, atipikal WHO grade II, dan anaplastik
WHO grade III. Menurut American Brain Tumor Association 2012 dan
Universitas Sumatera Utara
American Society of Clinical Oncology 2013, meningioma lebih umum terjadi pada perempuan dengan tingkat insidensi dua kali lipat lebih sering dibandingkan
pada pria. Hubungan antara jenis kelamin dengan insidensi meningioma diduga disebabkan oleh pengaruh hormon, meskipun belum terdapat bukti yang konsisten
Riemenschneider, 2006; Wiemels, 2010. Menurut Kumar 2013, pola-pola histopatologi meningioma yang sering dijumpai adalah:
a. Meningioma sinsitial meningotelial, berupa kluster sel-sel yang
whorling tanpa terlihat adanya membran sel yang tersusun rapat. b.
Meningioma fibroblastik, dengan sel-sel yang elongasi dan deposisi kolagen yang melimpah di antara sel-sel tersebut.
c. Meningioma transitional, yang memiliki tampilan berupa campuran dari
meningioma sinsitial dan fibroblastik. d.
Meningioma psammomatosa, berupa sel-sel dengan psammoma bodies yang jumlahnya banyak.
e. Meningioma sekretori, dengan sekresi eosinofilik seperti kelenjar yang
disebut pseudopsammoma bodies. f.
Meningioma atipikal dicirikan dengan nukleolus yang mencolok, selularitas yang meningkat, pertumbuhan yang tak berpola, dan laju
mitosis yang lebih tinggi. Tumor ini lebih agresif dan tingkat rekurensinya lebih tinggi.
g. Meningioma anaplastik adalah tumor yang sangat agresif yang
menyerupai sarkoma atau karsinoma high-grade, meskipun dapat terlihat adanya asal sel meningotelial secara histopatologis.
7. Meduloblastoma
Meduloblastoma adalah tumor yang berasal dari sel-sel embrional pada saat tahap awal perkembangan. Tumor ini terlihat seperti massa berwarna abu-abu keunguan
atau merah muda. Gambaran klasik histopatologisnya berupa sel-sel bulat kecil padat dengan nukleus yang besar. Sel-sel tumor memiliki sitoplasma yang sedikit,
nukleus yang hiperkromatik, dan laju mitosis yang meningkat. Namun, sel-sel tumor juga dapat memiliki pola-pola lain, seperti meduloblastoma anaplastik yang
Universitas Sumatera Utara
mengandung sel-sel tumor yang besar American Brain Tumor Association, 2012; Kumar, 2013.
8. Metastasis
Lesi-lesi metastatik, sebagian besar berupa karsinoma, mencakup kira-kira seperempat hingga setengah dari jumlah tumor intrakranial. Lesi-lesi tersebut
membentuk massa yang berbatas jelas antara sel-sel tumor dengan parenkim otak disertai dengan gliosis reaktif di sekelililing lesi Kumar, 2013. Tumor otak yang
berupa metastasis berasal dari sel-sel tumor dari bagian tubuh yang lain, di antaranya kanker paru-paru, kanker payudara, melanoma, kanker kolon, dan
kanker ginjal American Brain Tumor Association, 2012.
Gambar 2.11. Gambaran histopatologi berbagai varian meningioma WHO grade I: meningioma meningotelial A, fibroblastik B, transisional C, psammomatosa
D, angiomatosa E, mikrokistik F, sekretori G, limfoplasmasit H, dan metaplastik I. Pewarnaan: A-D, F, H, I: hematoksilin-eosin, E: immunostaining
dengan antibodi anti-CD34; G: periodic acid Schiff stain. Sumber: Riemenschneider M. J., Perry A., and Reifenberger G., 2006.
Histological classification and molecular genetics of meningiomas. Lancet Neurology. 5: 1045-54. Tersedia di: http:www.unilim.frcampus-
neurochirurgieIMGpdfLancetNe.pdf
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12. Gambaran histopatologi berbagai varian meningioma WHO grade II: meningioma atipikal A, clear-cell B, dan chordoid C. Pewarnaan:
hematoksilin-eosin. Sumber: Riemenschneider M. J., Perry A., and Reifenberger G., 2006.
Histological classification and molecular genetics of meningiomas. Lancet Neurology. 5: 1045-54. Tersedia di: http:www.unilim.frcampus-
neurochirurgieIMGpdfLancetNe.pdf
Gambar 2.13. Gambaran histopatologi berbagai varian meningioma WHO grade III: meningioma anaplastik A, rhabdoid B, dan papillary C. Pewarnaan: A-
C: hematoksilin-eosin; B: toluidine biru. Sumber: Riemenschneider M. J., Perry A., and Reifenberger G., 2006.
Histological classification and molecular genetics of meningiomas. Lancet Neurology. 5: 1045-54. Tersedia di: http:www.unilim.frcampus-
neurochirurgieIMGpdfLancetNe.pdf
Gambar 2.14. Gambaran histopatologi dari meduloblastoma Sumber: Kumar, V., Abbas, A.K., Aster, J.C., 2013. Robbins and Cotran
Pathologic Basis of Disease. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 845
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Klasifikasi tumor otak menurut WHO 2007
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Louis, D.N. et al., 2007. The 2007 WHO Classification of Tumours of Central Nervous System. Acta Neuropathologica. 1142: 97–109
Universitas Sumatera Utara
2.2.9. Staging
Menurut National Cancer Institute 2014, tumor otak juga dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat keganasannya. Tumor otak tidak
dikelompokkan berdasarkan staging TNM oleh karena ukuran tumor T kurang relevan dibandingkan dengan histopatologi dan lokasi tumor, otak dan medula
spinalis tidak memiliki jaringan limfatik N, dan tumor otak jarang bermetastasis M dan pasien tumor otak kebanyakan tidak hidup cukup lama untuk mengalami
metastasis. Tabel 2.4. Staging tumor otak menurut WHO 2007
Staging Deskripsi
Contoh Grade I
Tampilan tumor hampir mirip dengan jaringan otak yang normal, tumbuh dengan
lambat, dan efektif disembuhkan dengan pembedahan. Biasanya tumor grade ini
dihubungkan dengan kelangsungan hidup yang cukup panjang.
Astrositoma pilositik,
kraniofaringioma
Grade II Tumor tumbuh dengan lambat dan terlihat
sedikit abnormal di bawah mikroskop dibandingkan dengan tumor grade I.
Oligodendroglioma, ependimoma
Grade III Tumor bersifat ganas dan memiliki tampilan
nuklear yang atipik dan aktivitas mitotik yang meningkat. Tumor memiliki gambaran
histopatologis yang anaplastik. Astrositoma
anaplastik
Grade IV Tumor bersifat paling ganas. Sel-selnya bereproduksi dengan cepat dan memiliki
tampilan yang aneh di bawah mikroskop. Tumor ini membentuk pembuluh darah
yang baru untuk mempertahankan pertumbuhannya yang cepat dan terdapat
juga area nekrosis. Glioblastoma
multiforme
Sumber: American Brain Tumor Association, 2012. Tumor Grading and Staging. Chicago: American Brain Tumor Association; National Cancer Institute, 2014.
Classification of Adult Brain Tumors. United States of America: National Cancer Institute; Ropper, A.H. and Samuels, M.A., 2009. Adams Victor’s Principles of
Neurology. 9
th
ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies
2.2.10. Penatalaksanaan
Menurut National Cancer Institute 2014, penatalaksanaan tumor otak bervariasi menurut histopatologi dan lokasi anatomis. Bahkan untuk tumor-tumor
Universitas Sumatera Utara
seperti meningioma low-grade yang asimtomatis, observasi saja sudah cukup dan terapi dilakukan apabila telah terdeteksi pertumbuhan tumor atau munculnya
gejala. Adapun pilihan penatalaksanaan tumor otak secara umum mencakup: 1.
Pembedahan Untuk sebagian besar tumor otak, usaha pembedahan komplit atau hampir komplit
umumnya direkomendasikan, apabila mungkin, dengan pemeliharaan fungsi neurologis dan kesehatan pasien. Tujuan pembedahan adalah untuk menegakkan
diagnosis histopatologi dan mengurangi TIK National Cancer Institute, 2014. 2.
Terapi radiasi Pasien yang menjalani terapi radiasi pascaoperasi baik tumor low-grade maupun
high-grade dinilai dapat bertahan hidup lebih lama dibandingkan dengan yang tidak menjalani terapi radiasi. Terapi radiasi yang berulang harus diberikan
dengan hati-hati karena adanya risiko defisit neurokognitif dan nekrosis yang timbul akibat radiasi National Cancer Institute, 2014.
3. Kemoterapi
Selama beberapa tahun, kemoterapi sistemik yang digunakan adalah nitrosourea carmustine BCNU yang merupakan kemoterapi standar sekaligus dengan
pembedahan dan radiasi untuk glioma maligna. Namun saat ini, temozolomide sudah menggantikan carmustine sebagai kemoterapi standar. Kemoterapi bukan
terapi utama bagi kebanyakan pasien, namun dapat bermanfaat bagi pasien dengan metastasis tumor yang kemosensitif National Cancer Institute, 2014.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat meredakan gejala tumor otak dengan cepat dengan cara mengurangi edema di sekitar tumor dan mengurangi TIK. Obat standar yang
digunakan adalah deksametason. Deksametason dapat memperbaiki sawar darah otak yang terganggu pada tumor otak yang ganas. Kortikosteroid diindikasikan
pada seluruh pasien tumor otak yang simtomatis, khususnya pasien dengan edema peritumoral yang terlihat pada pencitraan, kecuali pada pasien dengan limfoma
SSP primer di mana kortikosteroid dapat meregresi tumor sehingga menyulitkan penegakan diagnosis apabila diberikan sebelum tumor dibiopsi. Meskipun
bermanfaat, pemberian kortikosteroid jangka panjang dapat mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
toksisitas klinis, sehingga apabila gejala yang dialami pasien sudah terkontrol dan terapi yang spesifik untuk tumor telah dilakukan, dosis kortikosteroid harus
dikurangi Deangelis dan Rosenfeld, 2009. 5.
Antikonvulsan Antikonvulsan diberikan pada seluruh pasien tumor otak yang mengalami kejang.
Namun, kebanyakan pasien tumor otak tidak mengalami kejang sebagai gejala awal. Pemberian antikonvulsan profilaksis tidak dianjurkan bagi pasien tumor
otak yang belum mengalami kejang karena diteliti tidak bermanfaat. Yang lebih penting, banyak antikonvulsan berinteraksi dengan obat-obatan yang lain,
misalnya dapat meningkatkan metabolisme agen kemoterapi sehingga kadarnya menurun ke level subterapetik Deangelis dan Rosenfeld, 2009.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian
3.2. Definisi Operasional
1. Penderita tumor otak adalah semua pasien yang dinyatakan menderita tumor
otak berdasarkan diagnosis dokter, dengan pemeriksaan histopatologi danatau radiologi, sesuai dengan yang tercatat dalam rekam medis di RSUP H. Adam
Malik Medan pada tahun 2011-2013. 2.
Usia adalah lamanya waktu hidup, terhitung sejak lahir sampai tanggal masuk sebagai pasien seperti yang tercatat pada rekam medis.
a. Cara pengukuran: observasi data rekam medis
b. Alat ukur: rekam medis
c. Hasil pengukuran: usia pasien dikelompokkan menjadi:
• 0-10 tahun • 11-20 tahun
• 21-30 tahun • 31-40 tahun
• 41-50 tahun • 51-60 tahun
• 60 tahun
d. Skala ukur: interval
• Usia • Jenis kelamin
• Gambaran histopatologi • Lokasi tumor
• Gejala klinis utama Profil penderita tumor otak
Universitas Sumatera Utara
3. Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita seperti yang tercatat pada rekam
medis. a.
Cara pengukuran: observasi data rekam medis b.
Alat ukur: rekam medis c.
Hasil pengukuran: jenis kelamin pasien dikelompokkan menjadi: • Laki-laki
• Perempuan
d. Skala ukur: nominal
4. Gambaran histopatologi adalah gambaran jaringan tumor otak yang dibiopsi
dan dilihat di bawah mikroskop seperti tercatat pada rekam medis. a.
Cara pengukuran: observasi data rekam medis b.
Alat ukur: rekam medis c.
Hasil pengukuran: gambaran histopatologi tumor otak seperti yang tertera pada rekam medis
d. Skala ukur: nominal
5. Lokasi tumor adalah lokasi di mana tumor otak ditemukan dengan
pemeriksaan pencitraan seperti yang tercatat pada rekam medis. a.
Cara pengukuran: observasi data rekam medis b.
Alat ukur: rekam medis c.
Hasil pengukuran: lokasi tumor otak seperti yang tertera pada rekam medis d.
Skala ukur: nominal 6.
Gejala klinis utama adalah gejala utama yang dialami pasien yang mendorongnya untuk datang ke rumah sakit.
a. Cara pengukuran: observasi data rekam medis
b. Alat ukur: rekam medis
c. Hasil pengukuran: gejala klinis utama yang dialami pasien seperti yang
tertera pada rekam medis dan dikelompokkan menjadi: • Defisit neurologis fokal
• Kejang • Kelainan neurologis nonfokal
d.
Skala ukur: nominal
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian