Epidemiologi Patogenesis Tumor Otak

menunjukkan adanya hubungan antara pemakaian telepon dengan tumor otak atau tumor lainnya El-Zein, 2013. 7. Supresi imun Supresi sistem imun yang didapat seperti pada infeksi HIV human immunodeficiency virus atau terapi imunosupresif kronis setelah transplantasi organ meningkatkan risiko limfoma SSP primer. Risiko glioma juga meningkat pada individu yang terinfeksi HIV Deangelis dan Rosenfeld, 2009. 8. Obat-obatan dan bahan kimia lainnya Beberapa penelitian telah menemukan adanya hubungan antara tumor otak pada anak-anak dengan paparan prenatal terhadap obat fertilitas, kontrasepsi oral, obat tidur, obat antinyeri, antihistamin, dan diuretik. Pada orang dewasa, obat sakit kepala, antinyeri, dan obat tidur memiliki efek protektif yang tidak signifikan terhadap tumor otak El-Zein, 2013. 9. Sindrom genetik Menurut Deangelis dan Rosenfeld 2009, sejumlah sindrom herediter berhubungan dengan peningkatan risiko tumor otak. Misalnya, neurofibromatosis tipe 1 meningkatkan risiko glioma, neurofibromatosis tipe 2 meningkatkan risiko schwannoma vestibular dan meningioma, dan sindrom Li-Fraumeni yang berkaitan dengan mutasi pada gen supresor tumor p53 menyebabkan glioma dan meduloblastoma.

2.2.3. Epidemiologi

Menurut Deangelis dan Rosenfeld 2009, tumor intrakranial dapat terjadi pada usia manapun, tetapi histopatologi dan insidensi tumor bervariasi menurut usia. Kasus tumor otak lebih banyak terdapat pada pria daripada wanita, kecuali meningioma yang sangat didominasi oleh wanita. Pada anak-anak, meduloblastoma dan astrositoma low-grade lebih mendominasi, sedangkan pada orang dewasa, astrositoma maligna dan meningioma adalah tumor otak yang paling umum terjadi. Tabel 2.2. menunjukkan epidemiologi tumor otak di Medan, Indonesia, pada tahun 2003-2004. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2. Distribusi tumor otak berdasarkan usia dan jenis kelamin di RSUP H. Adam Malik dan RS Haji Medan tahun 2003-2004 No Umur tahun Jenis kelamin Jumlah N Persentas e Laki-laki Perempuan n n 1 0-10 1 2,08 1 2,08 2 4,17 2 11-20 2 4,17 1 2,08 3 6,25 3 21-30 4 8,33 2 4,17 6 12,50 4 31-40 3 6,25 1 2,08 4 8,33 5 41-50 7 14,58 3 6,25 10 20,83 6 51-60 7 14,58 2 4,17 9 18,75 7 60 11 22,92 3 6,25 14 29,17 Jumlah total 35 72,92 13 27,08 48 100,00 Sumber: Hakim, A.A., 2005. Kasus-Kasus Tumor Otak di Rumah Sakit H. Adam Malik dan Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2003-2004. Medan: Universitas Sumatera Utara. Tersedia di: http:repository.usu.ac.idhandle12345678915584

2.2.4. Patogenesis

Menurut Ropper dan Samuels 2009, tumor dapat berasal dari sel-sel embrionik yang tertinggal di otak selama proses perkembangan. Tumor juga dapat muncul dari transformasi neoplastik sel-sel dewasa yang matang seperti astrosit, oligodendrosit, mikroglia, atau sel ependimal. Selama sel-sel ini memperbanyak diri, sel-sel anakan menjadi anaplastik dan derajat keganasan semakin bertambah. Terbentuknya tumor didasarkan atas anggapan bahwa lapisan sel tuba neuralis bermigrasi dan berdiferensiasi menjadi meduloblas yang kemudian berdiferensiasi menjadi dua bagian, yaitu golongan neuron menjadi neuroblas dan neuron, dan golongan glia melalui spongioblas menjadi astrosit dan oligodendrosit. Lapisan sel tuba neuralis juga dapat menjadi sel ependimal. Setiap tipe sel ini dapat berubah menjadi neoplastik sehingga meduloblas menjadi meduloblastoma, neuroblas menjadi neuroblastoma dan ganglioneuroma, astrosit menjadi astrositoma, oligodendrosit menjadi oligodendroglioma, dan sel ependimal menjadi ependimoma. Tumor yang berasal dari sel-sel glia ini dinamakan glioma Sobirin, 2001. Identifikasi penyimpangan kromosom tertentu yang timbul pada sel-sel tumor sistem saraf memberi kesan bahwa biogenesis dan perkembangan tumor Universitas Sumatera Utara otak disebabkan oleh gangguan kendali siklus sel. Sebagian defek molekuler memengaruhi terbentuknya tumor, sedangkan sebagian yang lain mendasari perkembangan berikutnya, mempercepat transformasi menjadi ganas, dan menimbulkan sensitivitas atau resistansi terhadap kemoterapi. Mutasi pada gen- gen yang normalnya menekan proliferasi sel, yaitu gen supresor tumor, dapat memicu perkembangan tumor, contohnya mutasi berupa delesi gen supresor tumor p53 pada kromosom 17p yang ditemukan pada 50 kasus astrositoma Ropper dan Samuels, 2009. Perubahan lainnya adalah ekspresi berlebihan faktor-faktor pertumbuhan atau reseptornya. Perkembangan menjadi keganasan dapat dipicu oleh defek pada jalur signaling gen p16-retinoblastoma, hilangnya kromosom 10, atau ekspresi berlebihan gen faktor pertumbuhan epidermal epidermal growth factor. Contohnya antara lain ekspresi berlebihan overexpression atau bentuk mutan dari EGFR epidermal growth factor receptor dan PDGFR platelet-derived transforming growth factor receptor pada sekitar 50 kasus glioma. Konsentrasi yang tinggi dari VEGF vascular endothelial growth factor ditemukan pada meningioma yang secara alamiah kaya akan pembuluh darah. Namun, belum jelas apakah penemuan ini menunjukkan suatu hubungan sebab-akibat atau hanya suatu penyimpangan proses genetik yang menyertai pertumbuhan dan perkembangan tumor Ropper dan Samuels, 2009. Saat ini, teori yang umum dianut adalah kanker berkembang melalui akumulasi dari perubahan genetik yang memungkinkan sel-sel untuk tumbuh di luar kendali mekanisme regulasi yang normal dan lolos dari proses penghancuran oleh sistem imun. Perubahan-perubahan genetik tersebut mencakup agregasi familial, sindrom-sindrom herediter, faktor-faktor metabolik, sensitivitas mutagen, serta instabilitas kromosom El-Zein, 2013.

2.2.5. Patofisiologi