Common Market, selain bebas dalam perdagangan barang dan jasa, antar

besar dengan tingkat tarif yang relatif rendah. Kedua, daya saing produk pangan terutama dari perkebunan Indonesia masih bagus. Neraca perdagangan produk perkebunan Indonesia-China pasca-EHP positif dan terus meningkat. Pada tahun 2004 neraca perdagangan produk perkebunan Indonesia-China hanya surplus US 763.63 juta, naik hampir tiga kali lipat menjadi US 2.8 trilyun pada tahun 2008. Komoditas pangan dari perkebunan yang mendominasi ekspor Indonesia adalah minyak sawit, minyak inti sawit, minyak kopra, biji cokelat pecah dan setengah pecah, margarin bukan kalengan, serta kopi dipanggang tidak mengandung kafein Prabowo, 2010. Tabel 8. Matriks Perdagangan Komoditas Pertanian dan Total Produk`Non Migas Antar Negara ASEAN-5 dan China Tahun 2010 Importir Eksportir Duni a ASEA N China Indones ia Malay sia Thaila nd Philipi na Singa pura 1 2 3 4 5 6 7 8 9 KOMODITAS PANGAN ASEAN 32.0 9.5 9.2 6.8 8.1 1.0 2.2 100.0 China 17.3 0.0 4.8 5.9 3.4 0.7 0.8 100.0 Indonesia 19.1 12.6 0.0 5.5 8.0 0.4 2.1 100.0 Malaysia 38.8 9.0 23.6 0.0 7.1 1.1 2.7 100.0 Thailand 17.6 8.6 4.6 4.1 0.0 2.2 1.7 100.0 Philipina 37.4 9.4 3.6 2.8 11.7 0.0 1.7 100.0 Singapura 39.7 6.7 10.0 20.7 6.5 1.0 0.0 100.0 Dunia 8.8 3.8 2.3 2.0 2.4 0.5 0.4 100.0 PERTANIAN NON PANGAN AGRICULTURAL RAW MATERIAL ASEAN 30.6 4.8 4.6 5.8 11.9 0.8 2.0 100.0 China 18.7 0.0 5.3 3.2 7.3 0.2 0.0 100.0 Indonesia 11.3 3.6 0.0 1.9 4.5 0.0 4.3 100.0 Malaysia 55.0 4.4 4.3 0.0 35.8 2.9 1.1 100.0 Thailand 15.3 4.4 1.0 8.4 0.0 0.6 0.7 100.0 Philipina 27.3 5.4 7.6 1.7 14.9 0.0 2.9 100.0 Singapura 68.5 5.3 29.4 28.9 8.0 0.3 0.0 100.0 Dunia 14.0 3.4 4.8 2.7 4.3 0.3 0.3 100.0 Sumber: UNCTAD, http:www.unctad.org [24 Oktober 2011], diolah Penelitian Sebelumnya Dampak Integrasi Ekonomi Regional Meskipun mainstream teori ekonomi memprediksi pengaruh positif liberalisasi perdagangan terhadap peningkatan output dan kesejahteraan, tetapi studi Haryadi 2008 maupun Gingrich dan Garber 2010 menunjukkan adanya perbedaan efek liberalisasi antara negara maju dengan negara berkembang. Semakin tinggi derajat keterbukaan degree of openness suatu perekonomian, peran intervensi pemerintah menjadi semakin vital. Ini terkait dengan fakta bahwa antara pemerintah dengan pasar adalah saling melengkapi complementary, walaupun bisa saja terjadi saling substitusi Kueh et al. 2008. Tingginya degree of openness suatu negara berdampak pada tingginya resiko eksternal, sehingga akan berdampak pada volatilitas perekonomian di negara berkembang. Sedangkan pada negara maju, oleh karena besarnya government size mereka, maka volatilitas