Produksi pangan QF direpresentasikan oleh food production index yang

80 kategori pertanian non pangan masih termasuk karet alam. Negara ASEAN lain juga produsen kedua komoditi tersebut, sementara China bukan importir utama. Tabel 14. Perbandingan RCA dan RO Beberapa Negara CAFTA, 1999-2010 Negara Revealed Comparative Advantage RCA Regional Orientation RO 1999-2004 2005-2010 1999-2004 2005-2010 1 2 3 4 5

A. Pangan all food items

Indonesia 1.50 2.18 1.09 1.02 China 0.65 0.40 1.48 1.57 Malaysia 1.02 1.41 1.15 1.00 Thailand 2.03 1.80 0.69 0.65 Philipina 0.74 0.95 0.67 0.53 Vietnam 3.38 2.88 0.86 0.93

B. Pertanian Non pangan Agricultural Raw Material

Indonesia 2.37 3.98 1.19 0.95 China 0.45 0.32 0.91 1.02 Malaysia 1.37 1.65 0.77 0.96 Thailand 2.17 3.17 1.75 2.07 Philipina 0.30 0.39 0.73 0.93 Vietnam 1.22 2.48 3.03 5.17

C. Produk Industri Non Pangan Manufactured Goods Indonesia

0.73 0.61 1.14 1.00 China 1.22 1.38 0.92 0.94 Malaysia 1.06 1.00 0.96 0.97 Thailand 1.00 1.08 0.95 0.94 Philipina 1.23 1.27 0.98 0.97 Vietnam 0.66 0.81 0.42 0.48 Sumber: diolah dari UNCTADStat Keterangan: All food items adalah SITC 0 + 1 + 22 + 4 Agricultural raw materials adalah SITC 2, selain 22, 27 dan 28 Manufactured goods adalah SITC 5 sampai dengan 8, selain 667 dan 68 Perbandingan Complementary dan Export Similarity antar Negara Komoditas unggulan dalam perdagangan Indonesia diantaranya adalah kelapa sawit dan karet alam. Menjadi unggulan karena kedua komoditas tersebut banyak diproduksi oleh produsen domestik, serta diminati oleh negara lain salah satunya China. Fenomena ini menggambarkan potensi keuntungan yang dapat dinikmati Indonesia dalam perdagangan regional. Matching antara ekspor dengan permintaan impor ini tergambar dalam indikator indeks complementarity. Tetapi bukan hanya Indonesia yang memproduksi kedua komoditas ini, Thailand adalah produsen karet alam terbesar di dunia, sementara Malaysia penghasil kelapa sawit. Kesamaan produk Indonesia dengan negara tetangga ini, dengan pasar yang relatif sama, maka akan memunculkan tekanan kompetisi. Tekanan kompetisi memang dapat menciptakan inovasi-inovasi baru dalam rangka memenangkan persaingan, namun efek jangka pendeknya adalah menurunnya harga atau menurunnya tingkat ekspor. Kesamaan produk ekspor suatu negara dengan negara 81 lain dalam integrasi ekonomi tersebut tercermin dalam indikator indeks export similarity. Kedua indikator tersebut ditampilkan dalam Tabel 15 dan 16. Tabel 15 Perbandingan dan Perkembangan Complementarity Anggota CAFTA, 2000-2010 Negara Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Malaysia 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.57 0.57 0.57 Thailand 0.56 0.57 0.56 0.55 0.56 0.57 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 China 0.53 0.54 0.54 0.54 0.54 0.55 0.55 0.56 0.56 0.56 0.56 Philipina 0.53 0.53 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.55 0.55 0.55 0.56 Singapura 0.54 0.55 0.55 0.55 0.55 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 Indonesia 0.56 0.54 0.55 0.55 0.54 0.54 0.52 0.52 0.52 0.50 0.50 Vietnam 0.41 0.42 0.41 0.41 0.42 0.44 0.44 0.46 0.52 0.51 0.49 Kamboja 0.41 0.43 0.43 0.43 0.45 0.46 0.46 0.45 0.47 0.46 0.46 Myanmar 0.45 0.45 0.44 0.44 0.45 0.44 0.45 0.46 0.46 0.46 0.46 Laos 0.43 0.42 0.43 0.44 0.44 0.41 0.41 0.45 0.45 0.45 0.41 Brunei 0.39 0.39 0.37 0.36 0.34 0.36 0.32 0.33 0.40 0.39 0.37 Sumber: dihitung dari data UNCTADStat, 2012 Nilai complementarity yang mendekati 1 artinya ekspor negara tersebut sesuai dengan permintaan impor negara-negara CAFTA. Secara rata-rata, ASEAN-5 dan China memiliki potensi untuk sukses dalam integrasi ekonomi CAFTA. Dalam hal ini Malaysia dan Thailand merupakan negara yang paling besar potensinya. Selain ekspor raw material ke China, mereka juga mengekspor beberapa produk industry ke negara tetangga. Dilihat dari trend tahunan, Vietnam menunjukkan trend peningkatan yang menunjukkan bahwa peran negara ini dalam perdagangan regional semakin besar. Sebaliknya Indonesia memperlihatkan trend penurunan. Tabel 16 Perbandingan dan Perkembangan Export Similarity Anggota CAFTA, 2000-2010 Negara Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Brunei 0.07 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.07 0.06 0.06 Kamboja 0.15 0.16 0.14 0.14 0.15 0.15 0.14 0.14 0.14 0.14 0.16 Laos 0.14 0.17 0.16 0.17 0.21 0.15 0.16 0.17 0.19 0.18 0.16 Myanmar 0.20 0.25 0.24 0.18 0.17 0.21 0.20 0.21 0.21 0.21 0.20 Indonesia 0.37 0.37 0.35 0.34 0.33 0.32 0.31 0.31 0.32 0.31 0.31 Vietnam 0.26 0.28 0.27 0.27 0.27 0.26 0.27 0.27 0.32 0.35 0.32 Thailand 0.50 0.50 0.50 0.47 0.48 0.47 0.46 0.41 0.42 0.41 0.40 Singapura 0.54 0.53 0.50 0.47 0.44 0.43 0.41 0.48 0.51 0.46 0.44 Malaysia 0.45 0.45 0.42 0.41 0.42 0.40 0.37 0.37 0.38 0.48 0.45 Philipina 0.38 0.40 0.42 0.39 0.42 0.42 0.49 0.48 0.46 0.48 0.49 China 0.49 0.50 0.51 0.51 0.50 0.53 0.55 0.59 0.58 0.57 0.56 Sumber: dihitung dari data UNCTADStat, 2012 Nilai indeks export similarity yang mendekati 1 artinya ekspor negara tersebut mirip dengan ekspor negara-negara lain CAFTA. China memiliki nilai indeks tertinggi dan cenderung meningkat, berarti bahwa produk yang diekspor China ke pasar regional memiliki banyak kesamaan dengan produk yang diekspor ASEAN. Implikasinya adalah pemberlakuan CAFTA menambah kompetitor baru bagi ASEAN. Dua kemungkinan yang bisa terjadi; share ekspor China akan 82 meningkat jika memenangkan kompetisi, atau China akan kesulitan masuk ke pasar ASEAN karena produknya mirip. Untuk memastikannya harus dilihat terlebih dahulu perkembangan ekspornya. Namun perlu diingat angka pada Tabel 15 dan 16 adalah untuk total produk, yang menunjukkan perdagangan inter- industry atau inter-sector. Dalam perdagangan inter-industry ini, Indonesia yang similarity relatif rendah, memiliki peluang yang besar untuk meningkatkan perdagangan regionalnya. Potensi Keuntungan dan Tekanan Kompetisi Indeks complementarity IC yang mendekati 1 mengindikasikan bahwa produk negara tersebut dibutuhkan sesuai dengan permintaan negara lain dalam CAFTA. Sebaliknya indeks export similarity IS yang mendekati 1 mengindikasikan bahwa produk negara tersebut relatif sama dengan negara lain dalam CAFTA, sehingga harus berkompetisi. Tabel 17 menunjukkan complementarity Indonesia dengan CAFTA cenderung menurun, yang mengindikasikan potensi keuntungan yang rendah dalam integrasi ekonomi regional ini. Salah satu yang menarik dari Tabel 17 adalah peningkatan export similarity pertanian non pangan Indonesia, Thailand, Malaysia dan Vietnam. Ini menunjukan peningkatan kompetisi antar sesama negara ASEAN dalam CAFTA. Tabel 17. Perbandingan Complementarity dan Export Similarity beberapa Negara CAFTA, 1999-2010 Negara Complementarity IC Export Similarity IS 1999-2004 2005-2010 1999-2004 2005-2010 1 2 3 4 5

A. Pangan all food items

Indonesia 0.42 0.38 0.66 0.56 China 0.60 0.55 0.79 0.70 Malaysia 0.40 0.36 0.48 0.51 Thailand 0.52 0.56 0.69 0.65 Philipina 0.47 0.52 0.68 0.71 Vietnam 0.44 0.41 0.63 0.57

B. Pertanian Non pangan Agricultural Raw Material

Indonesia 0.61 0.48 0.72 0.74 China 0.59 0.63 0.49 0.49 Malaysia 0.41 0.42 0.66 0.78 Thailand 0.43 0.34 0.66 0.71 Philipina 0.58 0.60 0.56 0.52 Vietnam 0.38 0.39 0.67 0.75

C. Non Pertanian Others

Indonesia 0.53 0.52 0.60 0.56 China 0.58 0.65 0.81 0.87 Malaysia 0.65 0.74 0.76 0.76 Thailand 0.72 0.71 0.83 0.79 Philipina 0.50 0.54 0.59 0.56 Vietnam 0.37 0.45 0.46 0.54 Sumber: diolah dari UNCTADStat Keterangan: All food items adalah SITC 0 + 1 + 22 + 4 Agricultural raw materials adalah SITC 2, selain 22, 27 dan 28 Others adalah komoditas selain A dan B 83 Potensi keuntungan dan tekanan kompetisi dalam integrasi ekonomi regional dapat diukur dengan kombinasi indeks complementarity IC dan indeks export similarity IS. Kombinasi kedua indikator ini dapat ditampilkan dalam scatter plot X-Y, misalkan complementarity pada sumbu Y vertical dan export similarity pada sumbu X horizontal. Posisi suatu negara dalam plotting ini menggambarkan indikasi teoritis, yang dalam faktanya bisa jadi bertolak belakang. Perbedaan prediksi teoritis dengan fakta yang mungkin terjadi, bukan berarti indikator ini tidak penting. Jika dipadukan dengan indikator lainnya misalnya share ekspor, justru akan membantu dalam menyelesaikan permasalahan. Dengan plotting data tersebut, posisi tiap negara dapat dikelompokkan menjadi 4 empat kuadran sesuai dengan nilai IC dan IS yang dimiliki. Kuadran I IC dan IS tinggi, menggambarkan negara yang memiliki potensi kuat dengan kompetisi yang tinggi. Meski banyak permintaan, tetapi banyak produsen yang sejenis sebagai kompetitor. Kuadran II IC rendah, IS tinggi, mengindikasikan negara memiliki potensi keuntungan rendah dengan tekanan kompetisi yang kuat. Negara dalam kondisi seperti ini harus bekerja keras untuk memenangkan kompetisi sesama anggota integrasi ekonomi regional. Kuadran III IC rendah, IS rendah, mengindikasikan negara memiliki potensi keuntungan rendah dengan tekanan kompetisi yang rendah. Produk yang tidak sesuai dengan permintaan pasar regional, kemungkinan negara tetangga juga tidak tertarik mengembangkannya. Harus orientasi ke luar regional atau melakukan proses lebih lanjut. Kuadran IV IC tinggi, IS rendah, mengindikasikan negara memiliki potensi keuntungan tinggi dengan tekanan kompetisi yang rendah. Ini adalah produk unggulan negara tersebut. Untuk perdagangan sangat potensial, tetapi perlu dikaji kembali apakah produk tersebut bisa memberikan multiplier yang lebih tinggi di dalam negeri atau tidak. Kondisi yang demikian inilah yang paling kondusif untuk integrasi ekonomi. KESELURUHAN PRODUK Pre-CAFTA 1999-2004 Post-CAFTA 2005-2010 Co m p lem e n ta ri ty I n d ex 1 Indonesia China Thailand Malaysia Singapura Philipina Co m p lem e n ta ri ty I n d ex 1 Indonesia Thailand Malaysia Singapura Philipina China 0.5 Vietnam Brunei Kamboja Laos Myanmar 0.5 Vietnam Brunei Kamboja Laos Myanmar 0.5 1 0.5 1 Export Similarity Index Export Similarity Index Gambar 14 Plotting Indeks Complementarity dan Similarity Sebelum dan Sesudah CAFTA 84 KOMODITAS PANGAN ALL FOODS Pre-CAFTA 1999-2004 Post-CAFTA 2005- 2010 Co m p lem e n ta ri ty I n d ex 1 China Singapura Co m p lem e n ta ri ty I n d ex 1 Singapura 0.5 Malaysia Vietnam Brunei Kamboja Laos Myanmar Indonesia Philipina Thailand . 5 Indonesia Philipina Thailand Malaysia Vietnam Brunei Kamboja Laos Myanmar China 0.5 1 0.5 1 Export Similarity Index Export Similarity Index KOMODITAS PERTANIAN NON PANGAN RAW AGRICULTURE MATERIAL Pre-CAFTA 1999-2004 Post-CAFTA 2005-2010 Co m p lem e n ta ri ty I n d ex 1 Co m p lem e n ta ri ty I n d ex 1 Philipina Singapura 0.5 Indonesia China Thailand Malaysia Philipina Vietnam Brunei, Laos Kamboja Myanmar Singapura 0.5 China Indonesia Thailand Malaysia Vietnam Brunei Kamboja Laos Myanmar 0.5 1 0.5 1 Export Similarity Index Export Similarity Index KOMODITAS NON PERTANIAN Pre-CAFTA 1999-2004 Post-CAFTA 2005-2010 Co m p lem e n ta ri ty I n d ex 1 Singapura Co m p lem e n ta ri ty I n d ex 1 0.5 Indonesia China Malaysia Philipina Vietnam Brunei, Laos Kamboja Myanmar Thailand 0.5 Indonesia Singapura Thailand Malaysia Philipina Vietnam Brunei, Laos Kamboja China 0.5 1 0.5 1 Export Similarity Index Export Similarity Index Gambar 15 Indeks Complementarity IC dan Export Similarity IS Sebelum dan Sesudah CAFTA, Menurut Kelompok Komoditas Dari Gambar 14, dapat diduga pemberlakuan FTA untuk keseluruhan produk, prospektif untuk dikembangkan. Raw material akan mengalir dari ASEAN ke China, sementara non pertanian produk manufaktur mengalir dari China ke ASEAN. Jika diberlakukan secara parsial Gambar 15, misalnya hanya untuk kategori non pangan, maka tidak prospektif karena similaritynya meningkat. Untuk raw agriculture material, indeks export similarity untuk sebagian besar negara mengalami kenaikan. Diantaranya negara-negara tersebut, 85 merupakan negara produsen produk pertanian seperti Indonesia, Thailand, Malaysia dan Vietnam. Ini mengindikasikan pemberlakuan CAFTA mendorong negara-negara ASEAN yang umumnya agraris berkompetisi untuk mengekspor produk raw material. Penurunanpenghapusan tarif membuat eksportir untuk berpikir cepat memperoleh keuntungan dengan menjual bahan mentah. Namun hal ini menyebabkan terjadinya tekanan kompetisi sesama negara ASEAN. Temuan ini tidak berbeda dengan Wai-Heng 2009 yang melihat perkembangan series tahunan, bahwa degree of net export similarity diantara negara-negara asia timur termasuk ASEAN, cenderung terus meningkat. Dalam kategori raw agriculture material ini, Thailand bersaing ketat dengan Indonesia dan pendatang baru Vietnam. Produk yang sejenis, terutama karet dan kayu dengan tujuan ekspor utama ke China untuk CAFTA. Dari Tabel 13, Malaysia sepertinya mulai kehilangan pasar regional, meskipun ekspornya masih tinggi. Kategori pangan, selama ini Malaysia adalah pemasok terbesar permintaan pangan CAFTA. Meskipun share-nya menurun, tetapi masih tetap yang tertinggi. Indonesia dan China menunjukkan perkembangan yang prospektif. China prospektif untuk buah-buahan dan hortikultura, serta makanan produk industry. Vietnam utamanya beras dan sayuran. Thailand dan Singapura mengalami tekanan dengan masuknya China. Pangan produk perkebunan berkompetisi dengan Indonesia, sementara buah-buahan, hortikultura lainnya dan produk industri bersaing dengan China. Non pertanian, China prospektif untuk industri mainan, elektronik dan suku cadang. Thailand meningkat pada industri plastik dan elektronika. Singapura sebagai negara perdagangan masih memegang share tertinggi tetapi masuknya China memberikan tekanan tersendiri, karena produknya bersubstitusi. Sementara share Indonesia masih rendah, belum banyak berperan dalam kategori ini, sehingga nilai IC dan IS juga rendah. Ekspor kategori produk pangan Indonesia cukup menjanjikan, terlihat sharenya yang meningkat. Tetapi harus hati-hati menyikapi hasil ini, karena kategori pangan dalam makalah ini adalah ‘semua bahan dan produk pangan’. Dalam hal ini ekspor pangan utama Indonesia terutama dari subsektor perkebunan seperti kelapa sawit, kakao, kopi dan teh. Estimasi Model Perdagangan Pertanian Indonesia dalam CAFTA Hasil estimasi model perdagangan pertanian Indonesia dalam CAFTA dijabarkan dalam uraian berikut. Syntax pemrograman, data yang digunakan serta prediksi selengkapnya ditampilkan dalam Lampiran. Keragaan Umum Model Perdagangan Pertanian Indonesia dalam CAFTA merepresentasikan keterkaitan antara implementasi CAFTA, perdagangan, ekonomi makro, kebijakan fiskal dan kinerja sektor pertanian. Estimasi dilakukan dengan metode 2SLS Two-Stage Least Square menggunakan data time series dari tahun 1990 sampai tahun 2011. Setelah melalui beberapa kali respesifikasi untuk memperoleh model yang baik menurut kriteria ekonomi, statistik, dan ekonometrika, keragaan umum dari 51 persamaan struktural dalam model ditampilkan pada Tabel 18. 86 Tabel 18. Keragaan Umum Model Perdagangan Pertanian Indonesia dalam CAFTA No Variabel Dependen Simbol Adj R-Sq Dw- stat Dh- stat F-Stat p- value 1 2 3 4 5 6 7 8 1 Konsumsi makanan CFI 0.96 2.91 -2.40 159.78 .0001 2 Konsumsi non-makanan CNFI 0.98 2.07 -0.36 387.75 .0001 3 Investasi swasta ISI 0.96 1.93 0.81 67.67 .0001 4 Penerimaan pajak TAXI 0.86 1.71 42.55 .0001 5 Belanja rutin GERI 0.97 1.66 0.89 290.57 .0001 6 Belanja modal GEII 0.41 1.91 0.42 3.85 0.0286 7 Subsidi GESI 0.31 1.12 10.10 0.0049 8 Nilai tukar rupiah EXRI 0.76 1.57 22.65 .0001 9 Suku bunga pinjaman riil RDI 0.58 1.48 6.45 0.0022 10 Suku bunga deposito riil RLI 0.83 1.01 96.93 .0001 11 Net capital inflows NCII 0.42 2.32 3.37 0.0286 12 Impor raw agri id dr cn MAIC 0.71 2.03 7.99 0.0007 13 Impor raw agri id dr as MAIA 0.93 1.92 46.07 .0001 14 Impor raw agri id dr rw MAIR 0.60 2.78 6.89 0.0016 15 Impor raw agri as dr id MAAI 0.65 2.23 -1.02 7.31 0.0011 16 Impor raw agri cn dr id MACI 0.97 1.83 88.10 .0001 17 Impor raw agri rw dr id MARI 0.88 1.84 30.32 .0001 18 Impor pangan id dr cn MFIC 0.88 2.04 22.79 .0001 19 Impor pangan id dr as MFIA 0.91 2.05 28.55 .0001 20 Impor pangan id dr rw MFIR 0.61 2.44 6.29 0.0022 21 Impor pangan as dr id MFAI 0.95 2.55 -2.24 106.27 .0001 22 Impor pangan cn dr id MFCI 0.98 1.72 0.95 250.76 .0001 23 Impor pangan rw dr id MFRI 0.97 2.33 -1.22 72.22 .0001 24 Impor non agri id dr cn MOIC 0.98 2.16 123.33 .0001 25 Impor non agri id dr as MOIA 0.96 2.27 81.02 .0001 26 Impor non agri id dr rw MOIR 0.73 2.38 -1.18 11.92 .0001 27 Impor non agri as drid MOAI 0.99 2.61 -4.02 640.15 .0001 28 Impor non agri cn dr id MOCI 0.97 1.69 110.89 .0001 29 Impor non agri rw dr id MORI 0.85 2.31 28.47 .0001 30 Impor sawit id dr cn MPLIC 0.49 2.02 4.79 0.0082 31 Impor sawit id dr as MPLIA 0.61 2.63 -2.35 8.89 0.0006 32 Impor sawit id dr rw MPLIR 0.57 1.82 5.36 0.0046 33 Impor sawit as drid MPLAI 0.99 1.84 0.42 235.57 .0001 34 Impor sawit cn dr id MPLCI 0.98 2.29 -1.06 163.09 .0001 35 Impor sawit rw dr id MPLRI 0.96 2.02 -0.06 78.80 .0001 36 Impor karet id dr cn MRBIC 0.71 0.61 25.23 .0001 37 Impor karet id dr as MRBIA 0.91 1.06 68.14 .0001 38 Impor karet id dr rw MRBIR 0.97 1.76 156.62 .0001 39 Impor karet as drid MRBAI 0.89 2.32 -0.91 28.39 .0001 40 Impor karet cn dr id MRBCI 0.93 1.21 71.87 .0001 41 Impor karet rw dr id MRBRI 0.86 1.89 18.79 .0001 42 IHK non makanan PNFI 0.98 1.96 0.22 171.96 .0001 43 IHK makanan PFI 0.99 1.25 2.10 1005.49 .0001 44 IHP pertanian PPI 0.97 2.25 -1.30 120.81 .0001 45 Produksi pangan QFI 0.98 2.07 -0.19 378.13 .0001 46 Prod pert. non pangan QAI 0.97 0.99 190.68 .0001 47 Upah pekerja pertanian WAGI 0.97 2.55 -1.33 235.21 .0001 48 Jumlah buruh tani LPAGI 0.58 1.73 6.61 0.0019 49 Jumlah petani LEAGI 0.64 1.89 0.54 13.04 0.0001 50 Investasi di pertanian IAGI 0.27 1.66 2.84 0.0591 51 PDB riil pertanian YAGI 0.98 0.74 316.31 .0001 Keterangan: id=Indonesia, cn=China, as=ASEAN, rw=Rest of the world 87 Hasil estimasi model telah memenuhi kriteria ekonomi dalam hal kesesuaian estimasi parameter dengan kerangka teori. Beberapa hasil estimasi yang tidak sesuai dengan hypothetical sign, serta tidak ada penjelasan ilmiah yang logis dan atau referensi rujukan, maka dilakukan transformasi variabel. Secara statistik, seluruh model telah memenuhi kriteria overall-F test, dalam tingkat kesalahan α sebesar 1 persen, kecuali persamaan Belanja Modal GEII dan Net Capital Inflows NCII dalam α 3 persen serta persamaan Investasi di Sektor Pertanian IAGI dalam α 6 persen. Berarti bahwa variabel-variabel explanatory secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel endogen. Adjusted R-Square secara umum tinggi, kecuali persamaan Belanja Modal, persamaan Investasi Sektor Pertanian IAGI dan persamaan Subsidi GESI yang nilainya di bawah 0.40. Persamaan yang terindikasi auto korelasi yang ditandai dengan nilai Dw yang mendekati angka 0 atau 4, telah ditambahkan lag variabel dependen. Adanya lag dependen variabel, menyebabkan statistik Dw tidak lagi valid. Statistik Dw dikoreksi sehingga menjadi statistik Dh Durbin-h yang telah dipaparkan pada halaman 64 . Berdasarkan hasil estimasi parameter tersebut, maka model yang digunakan dalam penelitian ini representatif untuk menjelaskan perilaku integrasi ekonomi regional, kebijakan fiskal dan kinerja sektor pertanian. Berikut hasil estimasi untuk keseluruhan blok yang dianalisis, yaitu Blok Pendapatan Nasional Makroekonomi, Blok Fiskal, Blok Moneter dan Aliran Modal, Blok Perdagangan, Blok Harga dan Blok Kinerja Sektor Pertanian. Blok Pendapatan Nasional Konsumsi rumah tangga jelas sangat dipengaruhi oleh pola konsumsi pada waktu sebelumnya, sehingga koefisien lag konsumsi Indonesia, baik untuk makanan CFI t-1 maupun non makanan CNFI t-1 bertanda positif. Elastisitas disposable income terhadap konsumsi makanan sebesar 0.32 menunjukkan bahwa konsumsi makanan rumah tangga meningkat 0.32 persen untuk setiap kenaikan 1 persen pendapatan yang siap dibelanjakan. Teori Engel menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga maka porsi untuk konsumsi makanan semakin menurun. Hal tersebut terbukti untuk kasus Indonesia dalam penelitian ini, bahwa respon peningkatan konsumsi makanan oleh kenaikan pendapatan, lebih rendah dibandingkan dengan respon peningkatan konsumsi non makanan. Dalam penelitian ini, income elasticity non makanan mencapai 0.46. Investasi swasta Indonesia masih fluktuatif, terlihat dari koefisien lag investasi swasta yang negatif. Koefisien lag yang negatif berarti bahwa investasi yang tinggi pada tahun lalu menyebabkan naiknya investasi saat ini, serta cenderung menurun pada tahun depan, dan seterusnya. Tingginya tingkat suku bunga pinjaman merupakan faktor penghambat arus investasi. Sebaliknya, kondisi infrastruktur berpengaruh positif terhadap peningkatan investasi. Investasi fisik berupa jalan beraspal paved road berpengaruh positif namun tidak signifikan pada taraf 10 persen. Data jalan beraspal dalam penelitian ini tidak dibedakan antara kondisi jalan yang kualitas baik, sedang, jelek serta yang mengalami kerusakan. Oleh karena itu signifikansinya rendah. Selain infrastruktur jalan, akses terhadap energi juga merupakan faktor penarik investasi. Semakin tinggi 88 kebutuhan energi yang digunakan untuk tingkat produksi tertentu makin tidak tidak efisien, maka investasi cenderung menurun. Tabel 19. Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia dalam CAFTA, Blok Pendapatan Nasional Variabel Keterangan Estimasi t-stat p- value Elastisitas Parameter SR LR 1 2 3 4 5 6 7 Konsumsi Makanan CFI Intercept Intercept 2144.40 0.41 0.6854 YDI t Disposable income 0.108 2.98 0.0084 0.32 1.27 PFI t IHK makanan -40.590 -1.59 0.1300 -0.07 -0.30 CFI t-1 Lag 1 Konsumsi makanan 0.751 7.71 .0001 Konsumsi Non-Makanan CFI Intercept Intercept -6474.00 -1.57 0.1358 YDI t Disposable income 0.122 2.21 0.0413 0.46 1.86 PNFI t IHK non-makanan -13.036 -0.50 0.6248 -0.03 -0.12 CNFI t-1 Lag 1 Kons. non-makanan 0.751 3.97 0.0010 Investasi Swasta ISI Intercept Intercept 38604.38 2.05 0.0627 RLI t Suku bunga pinjaman riil -188.834 -2.04 0.0643 -0.03 -0.02 YI t PDB riil 0.194 6.32 .0001 1.05 0.74 NCII t Net capital inflows 0.830 2.82 0.0155 0.03 0.02 ROADI t Paved roads 84.927 0.55 0.5928 0.13 0.09 ENGI t Energy used US1000 GDP -151.264 -2.65 0.0210 -1.06 -0.75 ETRI t Persentase Wirausaha 423.039 1.93 0.0770 0.30 0.21 GEII t Belanja modal gov -0.580 -1.91 0.0806 -0.12 -0.08 ISI t-1 Lag 1 Investasi swasta -0.408 -1.95 0.0749 Ada indikasi bahwa belanja modal pemerintah GEII dan investasi swasta ISI saling bersubstitusi, bukan berkomplemen. Koefisien belanja modal pemerintah GEII bertanda negatif, yang berarti bahwa peningkatan belanja modal pemerintah “menggantikan” belanja modal swasta. Namun GEII bukan hanya berpengaruh terhadap ISI, melainkan juga berpengaruh terhadap kinerja ekonomi makro lainnya. Sehingga dampaknya terhadap ISI secara simultan belum tentu negatif. Investasi yang dimaksud dalam hal ini adalah pembentukan modal tetap bruto yang dihitung oleh Badan Pusat Statistik BPS dengan pendekatan arus barang. Pendekatan lain yang sering digunakan adalah investasi yang dicatat oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM berdasarkan perijinan, serta investasi yang dicatat oleh Bank Indonesia BI berdasarkan arus aliran modal. Arus dana atau aliran modal tidak selalu terealisasikan sepenuhnya menjadi barang modal real. Hasil estimasi menunjukkan investasi swasta hanya akan meningkat sebesar 0.03 persen untuk setiap peningkatan arus modal masuk neto net capital inflows sebesar 1 persen. Di sisi lain, peningkatan jumlah wirausaha yaitu orang yang bekerja sendiri atau dibantu orang lain menggunakan pekerja mampu meningkatkan investasi. Hal ini karena setiap wirausaha tentu membelanjakan pendapatan atau dana pinjamannya untuk barang modal. 89 Blok Fiskal Fiskal terdiri dari dua sisi; penerimaan dan pengeluaran. Dari sisi penerimaan, pemerintah Indonesia masih mengandalkan pajak sebagai sumber penerimaan. Data World Bank 2012, dalam anggaran belanja pemerintah tahun 2011, sekitar 75 persen realisasi penerimaan berasal dari pajak. Rasio pajak terhadap PDB tax ratio, memang cenderung terus menurun tetapi hingga tahun 2011 masih sekitar 11 persen. Hasil estimasi model juga menunjukkan responsibilitas penerimaan pajak terhadap PDB riil cukup tinggi sebesar 0.64. Penghapusan bea masuk pajak impor melalui CAFTA, tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak secara keseluruhan. Salah satunya karena porsi penerimaan pajak perdagangan internasional memang relatif kecil. Tabel 20. Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia dalam CAFTA, Blok Fiskal Variabel Keterangan Estimasi t-stat p- value Elastisitas Parameter SR LR 1 2 3 4 5 6 7 Penerimaan Pajak TAXI Intercept Intercept 5749.833 1.54 0.1421 YI t PDB riil 0.081 3.20 0.0052 0.64 TAXCAFTA t Pajak impor intra-CAFTA 0.036 0.03 0.9766 0.00 TAXNCAFTA t Pajak impor lainnya 0.972 2.81 0.0122 0.13 Belanja Rutin: Pegawai, Barang dan Jasa GERI Intercept Intercept -1173.300 -1.56 0.1364 GRI t Penerimaan pemerintah 0.087 1.87 0.0773 0.19 2.79 GERI t-1 Lag 1 belanja rutin 0.932 10.12 .0001 Belanja Modal GEII Intercept Intercept 49273.920 3.12 0.0062 GRI t Penerimaan pemerintah 0.687 3.32 0.0041 3.04 2.60 POPI t Jumlah penduduk -291.049 -2.92 0.0095 -4.33 -3.70 GEII t-1 Lag 1 belanja modal -0.171 -0.86 0.4042 Subsidi GESI Intercept Intercept 3512.924 2.22 0.0391 GRI t Penerimaan pemerintah 0.153 3.18 0.0049 0.58 Dari sisi pengeluaran, pengeluaran pemerintah terbagi dalam 4 empat komponen besar, yaitu belanja pegawai, barang dan jasa belanja rutin, belanja modal, subsidi dan belanja lainnya pembayaran bunga hutang dan sejenisnya. Tidak mengejutkan bahwa seluruh komponen pengeluaran pemerintah dipengaruhi oleh peningkatan penerimaan pemerintah. Yang paling tidak sensitif terhadap penerimaan adalah belanja rutin, dengan elastisitas yang relatif kecil sebesar 0.19. Tidak sensitif dalam arti tidak banyak berubah, karena dalam belanja rutin terdapat belanja untuk gaji pegawai serta belanja barang dan jasa untuk pelayanan dasar. Sedangkan yang paling sensitif adalah belanja modal elastisitas 3.04 terhadap penerimaan, berarti bahwa belanja modal yang paling banyak dipangkas ketika pemerintah mengalami krisis keuangan. Hasil yang tak terduga adalah belanja modal yang tidak searah dengan pertumbuhan penduduk. Hal ini kemungkinan karena peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan beban subsidi dalam anggaran pemerintah. Selain itu pertumbuhan jumlah penduduk biasanya juga diikuti dengan peningkatan jumlah pegawai pemerintah yang menyerap banyak anggaran. 90 Blok Moneter dan Aliran Modal Indikator utama sektor moneter yang paling mudah dipantau adalah nilai tukar exchange rate dan tingkat suku bunga interest rate. Sesuai dengan teori, tingginya net ekspor dan net capital inflows, berarti supplai mata uang asing di dalam negeri meningkat, sehingga nilai tukar apresiasi. Oleh karena nilai tukar dalam penelitian ini diukur dalam RpUS, maka appresiasi ditandai dengan koefisien variabel independen yang negatif. Sebaliknya, peningkatan harga inflasi yang merupakan penurunan nilai mata uang terhadap barang dan jasa menyebabkan nilai mata uang domestik terdepresiasi. Tabel 21 Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia dalam CAFTA, Blok Moneter dan Aliran Modal Variabel Keterangan Estimasi t-stat p-value Elastisitas Parameter SR LR 1 2 3 4 5 6 7 Nilai Tukar Rupiah, RpUSD EXRI Intercept Intercept 4104.235 5.58 .0001 NXI t Net Ekspor -0.280 -2.37 0.0298 -0.91 NCII t Net capital inflows -0.467 -3.44 0.0031 -0.08 PI t IHK umum 83.359 4.07 0.0008 1.38 Suku Bunga Deposito Riil RDI Intercept Intercept -18.449 -1.30 0.2125 YI t PDB riil 0.0002 1.45 0.1671 0.25 BIRATE t-1 BI Rate 0.0121 0.07 0.9455 0.12 PI t IHK umum -0.1122 -1.95 0.0701 -0.09 GEI t Total belanja pemerintah 0.0015 2.18 0.0456 0.40 GEITOI t GEITrade Openness -0.0020 -4.03 0.0011 Suku Bunga Pinjaman Riil RLI Intercept Intercept 4.323 5.39 .0001 RDI t Suku bunga deposito riil 0.997 9.85 .0001 1.00 Net Capital Inflows NCII Intercept Intercept -2643.330 -0.92 0.3745 YI t PDB riil 0.027 2.06 0.0584 4.52 RDI t Suku bunga deposito riil 196.772 0.66 0.5214 0.22 REGI t kualitasregulasiid 49.813 2.16 0.0487 -1.16 RDA t Sk bunga deposito riil As -159.486 -1.20 0.2518 -0.07 RDIC t Rasio suku bunga Id dg Cn 65.637 1.93 0.0737 RDIR t Rasio suku bunga Id dg Rw 289.760 0.57 0.5788 Keterangan: Id= Indonesia, Cn=China, As=ASEAN, Rw=ROW=Rest of the world Pengaruh ekspansi fiskal terhadap output dalam perekonomian terbuka hingga kini masih dalam perdebatan. Perdebatan terjadi terutama mengenai terjadi atau tidaknya crowding-out akibat ekspansi fiskal tersebut. Dalam Mundell- Flemming model, ekspansi fiskal dalam small open economy, floating exchange rate dan free capital mobility, tidak berdampak pada perekonomian. Ekspansi fiskal akan meningkatkan suku bunga. Peningkatan suku bunga menarik arus modal masuk yang menyebabkan apresiasi nilai tukar mata uang domestik, sehingga daya saing ekspor menurun. Penurunan net ekspor kembali menurunkan tingkat output, yang disebut sebagai crowding-out. Hasil estimasi model menunjukkan bahwa ekspansi fiskal melalui pengeluaran pemerintah GEI memang meningkatkan tingkat suku bunga. Namun peningkatan suku bunga 91 tersebut semakin menurun untuk perekonomian yang semakin terbuka. Dalam hubungan matematis dapat dituliskan ∂RDI∂GEI = 0.0015–0.0020Trade Openness. Dalam hal ini trade openness didefinisikan sebagai ekspor bruto per PDB. Blok Perdagangan Dalam perdagangan internasional, komoditas yang dijual ke negara lain disebut sebagai ekspor, sementara yang dibeli dari negara lain disebut dengan impor. Ekspor Indonesia ke ASEAN dan China, seharusnya sama dengan impor ASEAN dan China dari Indonesia. Meskipun dalam pencatatan statistik, bisa jadi terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya perbedaan waktu pencatatan antara ketika suatu produk keluar dari negara asal sebagai ekspor, dengan ketika produk tersebut sampai di tujuan impor. Dalam penelitian ini, digunakan model permintaan impor. Secara umum permintaan impor negara X dari negara Y merupakan fungsi dari income PDB negara X, harga impor dari negara Y, harga domestik X dan harga impor dari selain Y kompetitor. Variasi harga impor direpresentasikan dengan harga di negara asal impor, nilai tukar dan tarif impor. Pola permintaan impor-ekspor tiap negara berbeda, sehingga variabel- variabel yang secara signifikan mempengaruhinya juga berbeda.

1. Pertanian Non Pangan Agricultural Raw Material

Secara umum permintaan produk pertanian non pangan meningkat sejalan dengan peningkatan PDB income. Dibuktikan dengan koefisien PDB riil Y yang selalu positif. Pertanian non pangan utamanya adalah bahan baku untuk sektor industri. Peningkatan PDB yang biasanya dimotori oleh sektor industri, memerlukan bahan baku dari pertanian yang lebih banyak. Indonesia dan negara ASEAN pada umumnya merupakan eksportir komoditas ini. Impor Indonesia terhadap komoditas ini relatif kecil, sehingga tidak banyak dibahas. Sedangkan ekspor komoditas pertanian non pangan Indonesia ke CAFTA utamanya adalah pulp and waste paper serta wood. Pengenaan tarif bea masuk berpotensi mengurangi nilai perdagangan. Pembebasan tarif melalui implementasi CAFTA, diprediksi akan meningkatkan nilai perdagangan intra CAFTA. Namun dalam jangka panjang, Indonesia bisa kehilangan potensi ekspor pertanian non pangan ke luar CAFTA. Pengenaan tarif oleh rest of the world dalam jangka panjang dapat menurunkan ekspor Indonesia, dengan koefisien elastisitas jangka panjang -0.87, lebih elastis dibanding pengenaan tarif oleh ASEAN maupun China. Untuk regional CAFTA, potensi ekspor Indonesia ke China cukup terbuka. Permintaan impor agricultural raw material China dari Indonesia elastis terhadap income dan inelastis terhadap tarif. Berarti bahwa permintaan impor China tetap tinggi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi mereka, meskipun tanpa CAFTA. Namun CAFTA bukanlah pangsa pasar utama produk pertanian non pangan Indonesia. Pangsa CAFTA hanya sekitar 25 persen dari ekspor pertanian non pangan Indonesia. Untuk komoditas ini, Indonesia akan lebih baik jika memperluas perdagangan bebas dengan mitra dagang di luar CAFTA. 92 Tabel 22 Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia dalam CAFTA, Sub Blok Perdagangan Pertanian Non Pangan Variabel Keterangan Estimasi t-stat p-value Elastisitas Parameter SR LR 1 2 3 4 5 6 7 Impor Agricultural Raw Material Indonesia dari China MAIC Intercept Intercept -288.9810 -2.59 0.0224 YI t PDB Riil Indonesia -0.0010 -1.75 0.1031 -5.05 -14.03 TMAIC t Tarif Impor agr Id dari Cn -14.2871 -1.48 0.1626 -3.24 -9.00 CAI t Konsumsi agr sbg input Id 0.0145 3.87 0.0019 8.79 24.40 PPI t IHP pertanian 0.6320 1.78 0.0991 1.87 5.20 EXRI t Nilai tukar RpUS -0.0011 -0.22 0.8270 -0.18 -0.51 TMAIR t Tarif Impor agr Id dari Cn 21.0748 1.80 0.0952 5.62 15.61 MAIC t-1 Lag 1 MAIC 0.6399 2.10 0.0557 Impor Agricultural Raw Material Indonesia dari ASEAN MAIA Intercept Intercept -248.2810 -1.91 0.0773 YI t PDB riil Indonesia 0.0005 1.10 0.2897 0.83 0.93 TMAIA t Tarif Impor agr Id dari As -1.8766 -0.36 0.7211 -0.16 -0.18 CAI t Konsumsi agr sbg input Id 0.0110 3.08 0.0082 2.19 2.45 PPI t IHP pertanian Id 0.2431 0.96 0.3509 0.24 0.26 EXRI t Nilai tukar RpUS -0.0028 -0.54 0.5998 -0.15 -0.17 MAIA t-1 Lag 1 MAIA 0.1057 0.41 0.6881 Impor Agricultural Raw Material Indonesia dari ROW MAIR Intercept Intercept 4825.5790 2.60 0.0199 YAGI t PDB riil pertanian Id -0.2416 -2.20 0.0436 -4.13 -5.17 YNAGI t PDB riil non pertanian Id 0.0206 2.50 0.0246 2.11 2.64 TMAIR t Tarif Impor agr Id dari Rw -4.8520 -0.15 0.8797 -0.03 -0.04 QAI t Produksi non pangan Id -1.8515 -0.22 0.8308 -0.13 -0.16 MAIR t-1 Lag 1 MAIR 0.2013 0.95 0.3556 Impor Agricultural Raw Material ASEAN dari Indonesia MAAI Intercept Intercept -309.3380 -0.96 0.3523 YA t PDB riil ASEAN -0.0002 -0.35 0.7291 -0.38 -0.64 TMAAI t Tarif Impor agr As dari Id -1.1912 -0.08 0.9412 -0.05 -0.08 QAI t Produksi non pangan Id 7.0340 2.38 0.0323 2.88 4.83 PPIA t IHP Id IHP As -258.2630 -2.82 0.0136 EXRI t Nilai tukar RpUS 0.0054 0.46 0.6546 0.13 0.22 MAAI t-1 Lag 1 MAAI 0.4024 2.25 0.0414 Impor Agricultural Raw Material China dari Indonesia MACI Intercept Intercept -1602.3700 -3.59 0.0033 YC t PDB riil China 0.0006 4.46 0.0006 1.50 1.12 TMACI t Tarif Impor agr Cn dari Id -20.8000 -1.38 0.1895 -0.62 -0.46 QAI t Produksi non pangan Id 10.3284 2.86 0.0134 1.80 1.34 PPIC t IHP Id IHP Cn -173.7600 -1.23 0.2416 -0.29 -0.22 EXRI t Nilai tukar RpUS 0.0243 1.51 0.1543 0.25 0.18 TMACR t Tarif Impor agr Cn dari Rw 33.1451 1.87 0.0838 1.08 0.80 MACI t-1 Lag 1 MACI -0.3400 -1.28 0.2233 Impor Agricultural Raw Material ROW dari Indonesia MARI Intercept Intercept 13417.7700 3.43 0.0037 YR t PDB riil ROW -0.0008 -4.63 0.0003 -9.01 -7.02 TMARI t Tarif Impor agr Rw dari Id -326.6110 -1.36 0.1941 -1.11 -0.87 QAI t Produksi non pangan Id 130.3760 5.30 .0001 5.21 4.06 PPR t IHP pertanian Rw 40.0944 2.47 0.0259 1.49 1.16 MARI t-1 Lag 1 MARI -0.2837 -1.28 0.2199 Keterangan: agr = agricultural raw material pertanian non pangan Id= Indonesia; As=ASEAN, Cn=China, Rw=ROW=Rest of the world 93 Berbeda dengan dugaan awal, koefisien PDB rill ASEAN YA negatif dalam persamaan impor pertanian non pangan ASEAN dari Indonesia MAAI. Hal yang sama juga terjadi pada PDB riil rest of the world YR dalam persamaan impor pertanian non pangan ROW dari Indonesia MARI. Koefisien yang negatif berarti bahwa peningkatan pendapatan kedua kelompok negara tersebut justru menurunkan permintaan impor mereka terhadap produk pertanian non pangan dari Indonesia. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah trend peningkatan pendapatan negara-negara maju terkini utamanya digerakkan oleh sektor jasa, seperti perdagangan, komunikasi, telekomunikasi. Sektor-sektor tersebut tidak banyak menggunakan agricultural raw material sebagai input bahan baku mereka. Tujuan ekspor utama Indonesia adalah Singapura dan USA selain China dan Jepang, dimana perkembangan sektor jasa mereka sedang pesat. Kemungkinan kedua disebabkan oleh makin ketatnya kompetisi antar negara ASEAN sebagai sesama eksportir agricultural raw material. Dengan tingginya tingkat kompetisi akibat export similarity, maka konsumen dapat memilih produk yang mereka sukai. Menurunnya permintaan produk seiring dengan peningkatan pendapatan konsumen, merupakan indikasi produk yang dihasilkan dianggap sebagai barang inferior. Masih perlu penelitian lebih lanjut apakah indikasi tersebut benar.

2. Produk Pangan All Foods Item

Pangan merupakan komoditas yang strategis. Pangan yang sering dibahas adalah pangan yang diartikan sebagai cakupan produk atau subsektor tanaman pangan dan hortikultura. Biasanya pasar komoditas pangan dalam arti tersebut bersifat thin market, yaitu porsi produk yang diperdagangkan dalam pasar dunia relatif kecil dibanding produksi. Dalam penelitian ini, pangan diteliti dalam cakupan yang lebih luas merujuk pada pengklasifikasian yang dilakukan oleh UNCTAD. Indonesia memiliki banyak produk pangan unggulan dalam pengkategorian UNCTAD ini. Selain kelapa sawit yang dianalisis tersendiri, Indonesia juga pengekspor kakao, kopi, teh, tembakau, udang dan tuna. Namun Indonesia menjadi pengimpor pangan justru untuk komoditas yang paling dibutuhkan, yakni gandum, beras, kedelai, jagung, susu, daging dan gula. Perilaku ekspor-impor komoditas pangan Indonesia tergambar dalam Tabel 22 dan 23 berikut. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku ekspor-impor pangan Indonesia dalam CAFTA antara lain adalah pendapatan, tarif masuk, rasio harga dan nilai tukar. Semakin tinggi tingkat pendapatan yang direpresentasikan oleh PDB maka semakin tinggi pula permintaan impornya. Permintaan impor Indonesia sangat elastis terhadap pendapatan, dengan koefisien elastisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan elastisitas permintaan impor negara CAFTA. Impor pangan Indonesia dari China, ASEAN dan ROW masing-masing diprediksi akan meningkat 3.08 persen, 1.06 persen dan 1.45 persen untuk setiap satu persen pertumbuhan ekonomi Tabel 20. Koefisien tarif impor dalam model umumnya negatif, yang berarti bahwa tarif impor merupakan penghambat perdagangan. Meskipun negatif, namun tidak signifikan secara statistik. Berarti bahwa peningkatan ekspor-impor pangan diprediksi tidak terlalu terpengaruh oleh penghapusan tarif. 94 Tabel 23 Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia dalam CAFTA, Sub Blok Perdagangan Impor Komoditas Pangan Variabel Keterangan Estimasi t-stat p-value Elastisitas Parameter SR LR 1 2 3 4 5 6 7 Impor Pangan Indonesia dari China MFIC Intercept Intercept -1732.44 -1.85 0.0878 YI t PDB riil Indonesia 0.007 1.16 0.2678 3.08 5.11 TMFIC t Tarif impor food Id dari Cn -4.006 -0.26 0.8020 -0.11 -0.18 CFI t Konsumsi makanan Id 0.006 0.49 0.6294 0.80 1.33 QFI t Produksi pangan Id -4.933 -0.41 0.6885 -1.25 -2.06 PFIC t IHK food Id IHK food Cn 330.074 1.32 0.2111 0.77 1.27 TMFIR t Tarif impor food Id dari Rw 47.237 2.46 0.0289 1.33 2.20 MFIC t-1 Lag 1 MFIC 0.397 1.46 0.1694 Impor Pangan Indonesia dari ASEAN MFIA Intercept Intercept -2398.99 -2.37 0.0342 YI t PDB riil Indonesia 0.005 1.54 0.1465 1.06 1.16 TMFIA t Tarif impor food Id dari As -6.344 -0.23 0.8185 -0.08 -0.09 CFI t Konsumsi makanan Id 0.001 0.09 0.9308 0.00 0.00 CAI t Konsumsi agr sbg input Id 0.075 3.20 0.0069 1.91 2.10 PFIA t IHK food Id IHK food As 161.639 0.48 0.6413 0.18 0.20 TMFIR t Tarif impor food Id dari Rw 24.734 0.95 0.3574 0.33 0.36 MFIA t-1 Lag 1 MFIA 0.091 0.35 0.7307 Impor Pangan Indonesia dari ROW MFIR Intercept Intercept -257.853 -0.10 0.9210 YI t PDB riil Indonesia 0.018 2.56 0.0227 1.45 2.53 TMFIR t Tarif impor food Id dari Rw -96.807 -1.14 0.2750 -0.49 -0.86 QFI t Produksi pangan Id -0.415 -1.12 0.2825 -0.02 -0.03 PFI t IHK food Id 0.259 0.04 0.9673 0.01 0.02 TMFCR t Tarif impor food Cn dr Rw 65.688 2.08 0.0563 0.31 0.54 MFIR t-1 Lag 1 MFIR 0.427 1.81 0.0918 Keterangan: Id= Indonesia; As=ASEAN, Cn=China, Rw=ROW=Rest of the world Pembebasan tarif impor pangan Indonesia dari China berpotensi meningkatkan volume impor. Namun, peningkatan impor dari China akan sangat tinggi ketika produksi pangan domestik mengalami gangguan, seperti kasus bawang putih dan bawang merah. Hal itu ditunjukkan dengan koefisien elastisitas indeks produksi pangan yang negatif dan tinggi elastis. Selain itu, impor pangan Indonesia dari China diantaranya juga dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan PDB riil, kenaikan harga makanan domestik serta murahnya harga produk China Tabel 23. Sebaliknya, pembebasan tarif impor pangan China dari Indonesia berpotensi meningkatkan volume ekspor, seperti kakao, kopi, teh dan ikan-ikanan. Peningkatan ekspor pangan Indonesia ke China akan terjadi ketika perekonomian China tumbuh, harga pangan di China lebih tinggi dibanding di Indonesia, peningkatan produksi pangan Indonesia dan penurunan produksi pangan China. Fenomena yang sama juga terjadi pada ekspor pangan Indonesia ke ASEAN. Deskripsi pada Tabel 24 mengindikasikan potensi peningkatan ekspor pangan Indonesia dalam CAFTA. Elastisitas tarif impor pangan ASEAN dan China dari Indonesia masing-masing -0.68 dan -0.80 serta menjadi elastis dalam jangka panjang Tabel 24, merupakan peluang peningkatan ekspor ketika CAFTA tarif intra-CAFTA dibebaskan. Peningkatan permintaan tersebut tentunya harus direspon oleh produsen dengan peningkatan produksi. Permintaan impor 95 pangan China dan ASEAN dari Indonesia meningkat 0.69 persen dan 3.14 persen untuk setiap 1 persen kenaikan produksi pangan Indonesia. Peluang peningkatan ekspor pangan terutama ke China, terlihat dari koefisien tarif yang signifikan. Namun, peningkatan produksi tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat karena memerlukan lahan, input serta waktu tanam yang cukup lama. Perlu perencanaan produksi yang lebih baik sehingga tidak terjadi lagi speed of adjustment ekspor yang lambat dalam merespon pasar bebas Nongsina dan Hutabarat, 2007. Tabel 24. Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia dalam CAFTA, Sub Blok Perdagangan Ekspor Komoditas Pangan Variabel Keterangan Estimasi t-stat p-value Elastisitas Parameter SR LR 1 2 3 4 5 6 7 Impor Pangan ASEAN dari Indonesia MFAI Intercept Intercept 99.134 0.04 0.9681 YA t PDB rill ASEAN 0.013 3.79 0.0023 3.79 12.01 TMFAI t Tarif impor food As dari Id -67.361 -1.34 0.2022 -0.68 -2.16 QFI t Produksi pangan Id 47.196 1.56 0.1437 3.14 9.95 QFA t Produksi pangan As -108.030 -2.56 0.0240 -6.90 -21.88 PFAI t IHK food As IHK food Id 624.085 2.21 0.0460 0.34 1.09 EXRI t Nilai tukar RpUS 0.114 1.98 0.0694 0.45 1.43 MFAI t-1 Lag 1 MFAI 0.685 4.45 0.0007 Impor Pangan China dari Indonesia MFCI Intercept Intercept 1699.492 2.07 0.0587 YC t PDB rill China 0.001 2.69 0.0184 1.60 3.35 TMFCI t Tarif impor food Cn dari Id -20.795 -2.55 0.0241 -0.80 -1.67 QFI t Produksi pangan Id 4.384 0.69 0.5003 0.69 1.44 QFC t Produksi pangan Cn -24.058 -3.52 0.0038 -3.39 -7.11 PFCI t IHK food Cn IHK food Id 40.920 0.24 0.8148 0.06 0.12 EXRCI t EXRCEXRI 223.360 0.00 0.9985 0.00 0.00 MFCI t-1 Lag 1 MFCI 0.523 3.11 0.0083 Impor Pangan ROW dari Indonesia MFRI Intercept Intercept -5391.71 -0.80 0.4415 YR t PDB riil ROW 0.001 1.63 0.1313 3.51 8.86 TMFRI t Tarif impor food Rw dari Id -43.770 -0.63 0.5408 -0.13 -0.34 QFI t Produksi pangan Id 46.459 0.96 0.3598 0.78 1.97 QFR t Produksi pangan Rw -272.209 -1.22 0.2465 -4.19 -10.55 PFI t IHK food Id -6.205 -0.36 0.7280 -0.10 -0.26 PFR t IHK food Rw 59.087 5.04 0.0004 1.11 2.80 EXRI t Nilai tukar RpUS 0.121 0.80 0.4428 0.12 0.31 TMFRR t Tarif impor food Rw dr Rw 38.985 1.12 0.2880 0.15 0.37 MFRI t-1 Lag 1 MFRI 0.603 2.85 0.0158 Keterangan: Id= Indonesia; As=ASEAN, Cn=China, Rw=ROW=Rest of the world

3. Non Pertanian

Estimasi model untuk perdagangan komoditas non pertanian Indonesia ditampilkan dalam Tabel 25. Estimasi model untuk perdagangan komoditas non pertanian, menunjukkan penetrasi China yang sangat kuat ke dalam pasar non pertanian Indonesia. peningkatan impor Indonesia dari China untuk kategori ini terutama didorong oleh peningkatan konsumsipermintaan non makanan domestik CNFI serta relatif murahnya produk China PNFC dibanding harga produk domestik PNFI. Koefisien ketiga variabel tersebut dalam persamaan impor non pertanian Indonesia dari China signifikan, dengan elastisitas 1, baik jangka