Pengeluaran pemerintah GE merupakan pengeluaran dalam rangka
78 Salah satu indikasi kesuksesan integrasi ekonomi regional adalah adanya
peningkatan perdagangan sesama anggota trade creation. Secara umum telah terjadi peningkatan kontribusi ekspor negara-negara anggota untuk memenuhi
permintaan sesama anggota CAFTA. Kontribusi ekspor negara anggota tahun 1999-2004 sebesar 21.9 persen, menjadi 23.2 persen pada tahun 2005-2010 Tabel
13. Dilihat dari indikator ini, China tampak dominan dengan peningkatan kontribusi tertinggi, disusul Vietnam dan Thailand. Penetrasi China dalam pasar
CAFTA ini terutama untuk produk non pertanian dan pangan. Produk-produk unggulan China antara lain mesin dan suku cadang, elektronik, telekomunikasi
dan tekstil, selain sayuran dan buah-buahan untuk produk pangan. Thailand dan Vietnam mengalami peningkatan utamanya pada produk pertanian non pangan
raw agriculture material, seperti karet alam dan kayu. Sedangkan Indonesia mengalami peningkatan pada produk pangan dari subsektor perkebunan yakni
fixed vegetable oil kelapa sawit, kopi, teh dan coklat. Walaupun sebenarnya baik Indonesia, Thailand maupun Vietnam juga mengekspor produk non pertanian
seperti migas gas, batubara, tekstil dan elektronik. Tabel 13 Kontribusi Ekspor Negara-negara Anggota dalam Permintaan Impor
CAFTA, Sebelum dan Setelah CAFTA
Keterangan: pre = tahun 1999-2004; post = tahun 2005-2010
79 Share perdagangan China dalam CAFTA mengalami peningkatan tertinggi
dibanding anggota lainnya Tabel 13. Peningkatan bahkan terjadi untuk seluruh kategori produk yang diteliti. Artinya dinamika perdagangan regional cenderung
mengarah pada “China threat to ASEAN” yang diperkirakaan oleh Tambunan 2005, atau competitive pressure bagi ASEAN Tongzon, 2005. Jika dirinci
lebih lanjut, share ekspor ASEAN meningkat untuk kategori produk pertanian non pangan raw agriculture material, terutama Thailand. Hal ini sesuai dugaan
sebelumnya bahwa motivasi China dalam CAFTA adalah untuk memperoleh bahan baku dalam menopang konsistensi pertumbuhan ekonomi mereka Lijun,
2003. Sementara peningkatan share ekspor China terutama pada kategori produk non pertanian manufaktur. Setidaknya terdapat dua hal yang diduga mendorong
terjadinya hal ini; pertama, struktur ekspor China memiliki banyak kesamaan dengan ekonomi ASEAN Tongzon, 2005. Ekspor top industri China yang
merupakan 84 persen dari total ekspor, adalah juga ekspor utama industri ASEAN. Ke dua, keunggulan komparatif unit labor-cost China Roland-Holst dan
Weiss, 2004; Tambunan, 2005.
Comparative Advantage dan Regional Orientation
Suatu negara dikatakan memiliki revealed comparative advantage, jika nilai indeks RCA 1. Perbedaan indeks RCA yang besar antar negara,
mengindikasikan tingkat kecocokan yang lebih baik sebagai mitra integrasi ekonomi FTA. Dari Tabel 14 terlihat Indonesia dan Vietnam memiliki
comparative advantage pada komoditas pangan dan pertanian non pangan, sebaliknya China pada komoditas non pertanian industri. Thailand dan Malaysia
memiliki comparative advantage pada semua kategori produk. Secara umum RCA meningkat setelah pemberlakuan EHP-CAFTA, kecuali produk non
pertanian Indonesia, serta pangan China dan Vietnam. Jika dilihat dari perbedaan angka RCA, Indonesia dan China memiliki tingkat kecocokan sebagai mitra
integrasi. RCA produk pertanian non pangan Indonesia tinggi, sementara China rendah, Indonesia mengekspor ke China. Sebaliknya RCA produk industri
Indonesia rendah, sementara China tinggi, Indonesia mengimpor dari China.
Nilai indeks RO 1 mengindikasikan bahwa negara tersebut memiliki regional bias, atau cenderung mengekspor ke negara dalam satu regional
CAFTA. Sebaliknya jika nilai indeks kurang dari 1, maka negara tersebut tidak memiliki regional bias. Peningkatan regional orientation yang diperkirakan akan
terjadi setelah pemberlakuan EHP-CAFTA ternyata belum sepenuhnya terlihat. China adalah satu-satunya negara CAFTA yang mengalami peningkatan RO di
semua kategori. Thailand, Malaysia dan Vietnam hanya meningkat pada satu atau dua kategori, sementara Indonesia justru menurun untuk seluruh kategori.
Pendapat Lijun 2003 bahwa China mulai mengalami kejenuhan pasar ekspor mereka, sehingga melakukan ekspansi pasar baru melalui CAFTA tampaknya
terbukti.
Peningkatan RCA tetapi RO cenderung turun pada kasus Indonesia, menunjukkan bahwa ASEAN dan China bukan pangsa ekspor utama Indonesia.
Apalagi kategori pangan dalam Tabel 14 masih termasuk kelapa sawit, serta