Penerapan terhadap Data Kasus HIVAIDS

Sebelum dimodelkan dengan model linier campuran, terlebih dahulu dilakukan eksplorasi terhadap data. Boxplot banyaknya sel CD4 + pada lima titik waktu pengamatan untuk kedua jenis obat disajikan pada Gambar 2.1. Dari Gambar 2.1 tampak bahwa sebaran banyaknya sel CD4 + sangat menjulur ke kanan dengan banyak pencilan, mengindikasikan perlunya dilakukan transformasi data sebelum analisis berikutnya. 18 12 6 2 600 500 400 300 200 100 18 12 6 2 ddC Obstime C D 4 ddI Boxplot of CD4 Panel variable: Drug-Type Gambar 2.1. Boxplot data asal Transformasi akar dipilih untuk mengurangi kemenjuluran pola sebaran sekaligus untuk menstabilkan ragam, juga karena datanya merupakan data cacahan. Boxplot setelah data ditransformasi dapat dilihat pada Gambar 2.2. Setelah ditransformasi data terlihat lebih homogen serta lebih simetrik. 18 12 6 2 25 20 15 10 5 18 12 6 2 ddC Obstime S q rt C D 4 ddI Boxplot of SqrtCD4 Panel variable: Drug Type Gambar 2.2. Boxplot data hasil transformasi akar Efek pengobatan umumnya tidak sama antar waktu, yaitu memungkinkan adanya interaksi antara jenis obat dengan waktu pengamatan. Pemeriksaan interaksi antara jenis obat dengan waktu pengamatan secara grafis disajikan melalui plot interaksi data hasil transformasi pada Gambar 2.3. Dari Gambar 2.3 dapat dilihat adanya perbedaan pola jumlah sel CD4 + antar waktu untuk kedua jenis obat. Untuk kelompok ddI, terjadi kenaikan jumlah sel CD4 + begitu diberikan obat ddI sampai bulan ke-2, namun turun lagi pada bulan ke-6, naik lagi sedikit pada bulan ke-12, kemudian terus menurun sampai bulan ke-18. Adapun untuk kelompok ddC terjadi penurunan jumlah sel CD4 + sampai bulan ke-6, namun kemudian jumlah sel CD4 + naik terus sampai bulan ke-18. Berdasarkan hasil ini efek interaksi akan dimasukkan dalam pemodelan. 18 12 6 2 8,0 7,5 7,0 6,5 6,0 Obstime M e a n ddC ddI Drug-Ty pe Interaction Plot for SqrtCD4 Data Means Gambar 2.3. Plot interaksi antara waktu pengamatan dengan jenis obat Data longitudinal hasil transformasi akar banyaknya sel CD4 + dalam submodel-1 selanjutnya dimodelkan sebagai model linier campuran dengan persamaan sebagai berikut: i ij ij i i i i i ij ij ij m j i Time b b Stratum evOI Gender Drug Time Time w , , 2 , 1 467 , , 2 , 1 , Pr 1 51 41 31 21 11 01   sedangkan , ~ , 2 1 Σ b N b b i i dan , ~ 2 N ij Pada persamaan di atas, , , , , , 51 41 31 21 11 01 merupakan parameter efek tetap, sedangkan , 1 i i b b b merupakan parameter efek acak untuk pasien ke- i. Dalam hal ini i b merupakan intersep acak untuk subyek ke-i, dan i b 1 adalah laju perubahan peubah respon per satuan waktu untuk pasien ke-i. Adapun ij merupakan galat intra-subyek yang diasumsikan menyebar normal dengan ragam yang sama. Hasil pemodelan dengan menggunakan model linier campuran disajikan pada Tabel 2.1, sedangkan output SAS disajikan pada Lampiran 1. Tabel 2.1. Nilai dugaan parameter beserta hasil uji dan SK 95 Parameter Nilai dugaan Galat baku t Nilai-p SK 95 Intercept β 01 8.0129 0.3511 22.82 .0001 7.3230 8.7027 Time β 11 -0.1668 0.02038 -8.19 .0001 -0.2069 -0.1268 Time x Drug β 21 0.02998 0.02891 1.04 0.3003 -0.02682 0.08678 Gender β 31 -0.1582 0.3249 -0.49 0.6265 -0.7965 0.4800 PrevOI β 41 -2.3152 0.2382 -9.72 .0001 -2.7831 -1.8474 Stratum β 51 -0.1309 0.2352 -0.56 0.5780 -0.5929 0.3311 σ 2 bo 15.9111 1.1702 13.60 .0001 13.8453 18.4789 σ bo,b1 -0.1300 0.06169 -2.11 0.0350 -0.2509 -0.00913 σ 2 b1 0.02854 0.005968 4.78 .0001 0.01969 0.04509 σ 2 3.0716 0.1713 17.93 .0001 2.7617 3.4370 Berdasarkan Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa peubah bebas yang berpengaruh nyata pada banyaknya sel CD4 + penderita HIV adalah obstime dan prevOI dengan nilai-p kurang dari 0.0001. Peubah prevOI yang nyata menunjukkan bahwa penderita yang terdeteksi AIDS pada awal studi memiliki jumlah sel CD4 + lebih rendah dibandingkan yang tidak terdeteksi AIDS, dengan rata-rata perbedaan jumlah sel CD4 + antara pasien yang tidak terdiagnosis AIDS pada awal studi dan yang terdeteksi AIDS sebesar 2.3152. Adapun peubah gender dan stratum tidak nyata pengaruhnya terhadap jumlah sel CD4 + pada α = 5. Untuk kelompok obat ddI, nilai dugaan koefisien regresinya untuk Time sebesar -0.1668 + 0.02998 = -0.13682, sedangkan untuk kelompok ddC sebesar - 0.1668. Dengan kata lain rata-rata penurunan jumlah sel CD4 + sebesar kelompok ddI sebesar 0.13682 per bulan, sedangkan untuk kelompok ddC sebesar 0.1668 per bulan. Namun perbedaan ini tidak nyata seperti dapat dilihat dari nilai-p sebesar 0.3003. Semua komponen ragam pada model ini nyata pada taraf nyata 5. Dari Tabel 2.1 diperoleh ragam jumlah sel CD4 + antar waktu untuk setiap pasien berkisar antara 2.7617 dan 3.4370 pada taraf kepercayaan 95 dengan nilai dugaan titik sebesar 3.0716. Nilai dugaan bagi ragam intersep sebesar 15.9111, dengan selang kepercayaan 95 yaitu 13.8453, 18.4789, yang berarti ada keragaman jumlah sel CD4+ awal antar pasien sewaktu masuk dalam studi. Ragam slope juga nyata dengan nilai dugaan ragam sebesar 0.02854, artinya laju penurunan jumlah sel CD4+ per bulan bervariasi antar pasien dengan keragaman berkisar antara 0.01969 dan 0.04509. Terdapat korelasi negatif antara intersep dan slope, yang ditunjukkan oleh nilai peragam antara intersep dan slope sebesar -0.13, atau korelasinya sebesar -0.193. H asil pengujian nyata pada α = 5, yang berarti penurunan jumlah sel CD4 + antar pasien dipengaruhi oleh jumlah sel CD4 + yang dimiliki sebelumnya sewaktu masuk dalam studi. Semakin besar jumlah sel CD4 + awal yang dimiliki, semakin rendah laju penurunan jumlah sel CD4 + per bulan. Diagram pencar antara intersep dan slope serta boxplot untuk kedua pengaruh acak tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1. 15 10 5 -5 -10 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 intersep s lo p e Marginal Plot of slope vs intersep Gambar 2.4. Korelasi antara intersep dan slope

3. PEMODELAN BERSAMA JOINT MODELING

Pemodelan bersama umumnya digunakan untuk memodelkan hubungan antara proses respon longitudinal dengan data daya tahan hidup, dimana model untuk data daya tahan hidup dan data longitudinal digabung melalui pengaruh acak laten. Literatur yang membahas mengenai hal ini beserta permasalahan dan pengembangannya cukup berlimpah. Namun untuk respon primer yang berupa data kategorik atau data kontinu lainnya, tidak banyak literatur yang membahasnya. Dalam penelitian ini dikembangkan pemodelan bersama terhadap respon primer yang berupa data kontinu lain atau biner yang berasal dari sebaran keluarga eksponensial, karena adakalanya kepastian waktu terjadinya suatu kejadian bukan merupakan perhatian utama, namun lebih diarahkan pada apakah suatu kejadian terjadi atau tidak respon biner, atau berupa respon kontinu lainnya. Misalnya bagaimana hubungan antara terjadinya osteopenia kepadatan massa tulang persentil-33 pada wanita perimenopause dikaitkan dengan profil longitudinal dari hormon progesteron dalam suatu siklus menstruasi Li et al. 2004, 2007. Demikian pula bagaimana berat badan ibu sebelum dan selama kehamilan mempengaruhi berat lahir bayi dikoreksi terhadap masa kehamilan Dunson et al. 2010. Dalam kasus-kasus seperti ini dikembangkan model bersama yang menggabungkan model untuk data longitudinal dengan model linier terampat.

3.1. Beberapa Pendekatan Model Bersama

Tujuan umun dari pemodelan bersama adalah memberikan kerangka bagi pertanyaan ilmiah mengenai hubungan sistematik di antara beberapa hasil multiple outcomes beserta faktor-faktor lainnya perlakuan, dosis, dll secara formal. Untuk menjamin validitas kesimpulan, model bersama harus mempertimbangkan korelasi yang ada di antara hasil tersebut. Sejumlah pendekatan terhadap pemodelan bersama, dimana beberapa atau semua hasil berupa data longitudinal telah banyak dibahas. Verbeke dan Davidian 2009 telah memberikan pengantar singkat mengenai perspektif konseptual yang mendasari pendekatan-pendekatan ini. Misalkan Y 1 dan Y 2 adalah dua hasil yang diukur pada sebuah subyek yang akan dimodelkan secara bersama, dimana salah satu atau keduanya dikumpulkan secara longitudinal. Berikut ini akan dijelaskan beberapa pendekatan yang dapat digunakan: Model Marginal Berganda Multivariate Marginal Models. Pendekatan ini berusaha menspesifikasi secara langsung fungsi kepekatan bersama fy 1 ,y 2 dari Y 1 ,Y 2 . Pendekatan ini memerlukan asumsi mengenai asosiasi marginal di antara elemen-elemen yang diukur secara longitudinal dalam vektor Y 1 dan Y 2 , serta asumsi mengenai sifat alamiah dari asosiasi antara elemen-elemen Y 1 dan Y 2 . Khususnya jika Y 1 dan Y 2 berbeda tipe misalnya kontinu dan diskret, kontinu dan survival danatau banyak data tak lengkap, pendekatan ini menjadi tidak praktis. Terlebih lagi perluasan menjadi lebih dari dua dimensi akan memerlukan asumsi terhadap struktur matriks kovarian yang lebih besar dan asosiasi ordo tinggi. Model Bersyarat Conditional Models. Salah satu cara untuk menghindari spesifikasi langsung dari sebaran bersama bagi Y 1 ,Y 2 adalah dengan cara faktorisasi fungsi kepekatan bersama sebagai hasil kali fungsi kepekatan marginal dan bersyarat sebagai berikut: fy 1 ,y 2 = fy 1 |y 2 fy 2 = fy 2 |y 1 fy 1 Model Berbagi Parameter Shared Parameter Models. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling populer, dengan berdasarkan ide bahwa pengaruh acak dapat digunakan untk membangkitkan struktur asosiasi bagi model longitudinal peubah ganda, seperti halnya antar pengukuran berulang dalam suatu hasil spesifik. Misalkan b adalah vektor pengaruh acak yang dimiliki bersama oleh model bagi Y 1 dan Y 2 , yang diasumsikan saling bebas dengan bersyarat pada b. Maka fungsi kepekatan bersama bagi Y 1 ,Y 2 dapat dinyatakan sebagai: b b b y b y b b b y , y y , y d f f f d f f f | | | 2 1 2 1 2 1 3.1 Dalam hal ini, fb adalah fungsi kepekatan peluang dari pengaruh acak, yang umumnya diasumsikan normal. Pengaruh acak b adalah parameter bersama yang