Simulasi Pendekatan Kekar Atas Dasar Sebaran-t

Gambar 4.32. Grafik ARB penduga parameter model bersama dengan galat intra-subyek menyebar normal, t, dan lognormal diasumsikan menyebar normal dan t Untuk sebaran yang menjulur lognormal, pendekatan sebaran t memberikan bias yang lebih kecil untuk sebagian besar parameter dibandingkan pendekatan sebaran normal. Namun untuk parameter b10 dan s21 terjadi bias ke bawah yang cukup besar jika menggunakan pendekatan sebaran t Gambar 4.32 dan Tabel 4.6. Tabel 4.6. Nilai ARB penduga parameter model bersama dengan galat intra-subyek menyebar normal, t, dan lognormal diasumsikan menyebar normal dan t Sebaran normal t lognormal normal t lognormal Asumsi normal t a11 5.48 19.13 10.7 9.73 3.91 -6.58 a12 12.82 19.38 -0.3 -5.79 -1.75 0.44 a22 6.13 9.01 -2.67 -1.22 -0.52 -1.52 b10 -4.84 -2.78 1.96 1.09 1.57 -35.88 b11 -6.49 -4.51 2.17 1.08 0.48 1.04 b20 -6.22 -4.24 1.87 1.1 0.28 -1.44 b21 25.08 157.07 20.78 -10.11 23.41 11.96 b22 -8.7 -48.62 -6.75 3.26 -7.51 -3.98 s21 1.76 191.84 -3.27 -46.05 -1.18 -77.96 s22 -0.56 -27.09 -21.65 10.23 -30.37 -17.79 -100 -50 50 100 150 200 250 a11 a12 a22 b10 b11 b20 b21 b22 s21 s22 A R B Parameter n-n n-t t-n t-t ln-n ln-t Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa penduga parameter b21 berbias agak besar untuk semua sebaran, dan biasnya sangat besar jika sebaran asalnya t diasumsikan normal, demikian pula untuk penduga parameter b22. Untuk parameter s22, tetap menghasilkan nilai dugaan yang berbias kecuali jika sebaran asalnya normal dan dimodelkan normal. Nilaitengah jumlah kuadrat MSE hasil simulasi disajikan pada Tabel 4.7, sedangkan grafiknya dapat dilihat pada Gambar 4.33. Kecuali untuk parameter b21, b22, dan s21 dari kondisi simulasi dengan galat intra-subyek berasal dari sebaran t yang diasumsikan normal, secara umum nilai MSE untuk semua kondisi simulasi bernilai kecil. Dapat disimpulkan bahwa sebaran galat intra-subyek yang berekor sangat panjang ke kedua arah sangat buruk akibatnya jika dimodelkan dengan sebaran normal. Untuk sebaran lognormal, MSE-nya tidak terlalu menjadi masalah apakah dimodelkan dengan sebaran-t maupun normal, diduga hal ini karena galat intra-subyek yang dibangkitkan tidak terlalu menjulur. Tabel 4.7. Nilai MSE penduga parameter model bersama dengan galat intra- subyek menyebar normal, t, dan lognormal diasumsikan menyebar normal dan t Sebaran normal t lognormal normal t lognormal Asumsi normal t a11 0.29 2.74 0.65 0.32 0.53 0.16 a12 0.27 0.76 0.08 0.09 0.11 0.07 a22 0.18 0.37 0.09 0.08 0.09 0.09 b10 0.06 0.1 0.03 0.04 0.04 0.15 b11 0.05 0.06 0.02 0.02 0.02 0.02 b20 2.48 2.6 0.87 0.82 0.82 0.84 b21 1.14 246.08 1.74 0.2 1.52 0.21 b22 0.78 122.61 1.12 0.15 1.05 0.14 s21 0.05 19.96 0.05 0.86 0.05 2.45 s22 1.85 2.88 1.35 0.43 1.39 0.38 Gambar 4.33. Grafik MSE penduga parameter model bersama dengan galat intra- subyek menyebar normal, t, dan lognormal diasumsikan menyebar normal dan t 50 100 150 200 250 300 a11 a12 a22 b10 b11 b20 b21 b22 s21 s22 M S E Parameter n-n n-t t-n t-t ln-n ln-t

5. PEMBAHASAN UMUM

Pemodelan bersama yang dibahas dalam penelitian ini ditujukan untuk memodelkan secara bersama proses respon longitudinal yang mempengaruhi respon primer lainnya atas dasar asumsi kedua proses diinduksi oleh pengaruh acak yang sama. Pengaruh acak yang dimaksud adalah bahwa setiap subyek mempunyai kurva pertumbuhannya masing-masing yang menyebar secara acak. Untuk kurva pertumbuhan yang linier, pengaruh acak berupa intersep dan slope yang berbeda-beda untuk setiap subyek. Kedua pengaruh acak ini dianggap sebagai pewakil bagi data longitudinal untuk digunakan sebagai peubah penjelas bagi proses respon primer yang menjadi perhatian. Karena proses respon longitudinal dimodelkan dengan model linier campuran yang mengasumsikan kenormalan bagi pengaruh acak maupun galat intra-subyek, maka pemodelan bersama mengikuti asumsi ini pula. Dalam bab ini dibahas secara umum beberapa temuan terkait asumsi kenormalan dalam pemodelan bersama berdasarkan kajian simulasi pada bab sebelumnya. Dari hasil simulasi pengaruh banyaknya deret data longitudinal terhadap bias dan MSE, terlihat bahwa secara umum bias dan MSE penduga paramater model bersama akan semakin kecil dengan semakin seringnya frekuensi pengamatan, terutama untuk penduga parameter efek tetap, baik pada submodel-1 maupun submodel-2. Pada frekuensi pengamatan longitudinal yang paling sering, bias dan MSE penduga parameter mendekati nilai nol jika dimodelkan dengan sebaran normal, tidak dipengaruhi oleh sebaran pengaruh acak apakah sebaran simetrik berekor pendek atau panjang. Dengan perkataan lain, jika frekuensi pengamatan longitudinal banyak, maka pendekatan sebaran normal dapat digunakan tanpa memperhatikan sebaran pengaruh acaknya. Kekekaran terhadap asumsi kenormalan pengaruh acak untuk deret frekuensi pengamatan longitudinal yang banyak kemungkinan diakibatkan oleh berkurangnya pengaruh sebaran efek acak digantikan oleh membesarnya pengaruh sebaran data longitudinal. Untuk frekuensi pengamatan longitudinal yang lebih kecil, bias dan MSE penduga parameter model bersama dipengaruhi oleh sebaran pengaruh acaknya, dan akan memiliki nilai terkecil jika sebaran pengaruh acaknya normal, diikuti oleh sebaran peubah ganda t dengan derajat bebas 5, 4 dan 3. Namun untuk frekuensi pengamatan longitudinal yang sangat jarang, pendekatan sebaran normal ganda terhadap sebaran peubah ganda t memberikan nilai ARB dan MSE yang kurang stabil, terutama untuk derajat bebas 3. Hal ini diduga karena sebaran peubah acak berekor panjang dengan frekuensi pengamatan longitudinal yang jarang cenderung memberikan nilai dugaan parameter dengan banyak pencilan jika dimodelkan dengan sebaran normal, ada kemungkinan karena tidak konvergen. Bias dari penduga komponen ragam dalam model bersama cenderung tidak beraturan polanya untuk frekuensi pengamatan longitudinal yang kecil, tetapi bias cenderung semakin kecil seiring dengan meningkatnya frekuensi pengamatan longitudinal. Namun MSE dari komponen ragam pengaruh acak bernilai besar untuk sebaran simetrik yang berekor panjang sebaran-t dengan db 3 dan 4, meskipun frekuensi pengamatan longitudinalnya banyak. Frekuensi pengamatan longitudinal secara umum tidak memberikan pengaruh berarti terhadap bias dan MSE untuk berbagai sebaran galat intra- subyek yang simetrik dengan panjang ekor yang berbeda-beda. Hal ini diduga karena sebaran pengaruh acak normal ganda lebih mendominasi dibandingkan sebaran galat intra-subyek. Namun untuk beberapa parameter, bias dan MSE yang dihasilkan cukup besar jika sebaran galat intra-subyek berekor sangat panjang sebaran-t dengan db 3 yang diasumsikan normal, dan cenderung stabil untuk derajat bebas yang lebih besar. Pendekatan kekar atas dasar sebaran-t dalam penelitian ini dicobakan terhadap frekuensi deret data longitudinal yang sedikit. Dalam kondisi ini, pendekatan kekar atas dasar sebaran t untuk galat intra-subyek dalam pemodelan bersama memberikan hasil yang lebih baik ARB dan MSE yang lebih kecil, terutama untuk parameter penghubung submodel-1 dan submodel-2 b21 dan b22. Mungkin agak aneh mengapa pada kondisi sebaran galat intra-subyek yang menyebar normal lebih kecil bias dan MSE-nya bila dimodelkan dengan sebaran-t dibandingkan sebaran normal. Namun seperti dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3, pembangkitan data dengan deret pendek walaupun dari sebaran pengaruh acak dan galat intra-subyek yang normal cenderung memberikan nilai bias dan galat