Hasil Simulasi Model Bersama Atas Dasar Sebaran t
Gambar 4.2. Grafik ARB penduga parameter model bersama dengan pengaruh acak menyebar t-student dan normal diasumsikan
menyebar normal, frekuensi pengamatan longitudinal = 4
Untuk m=9, bias ke atas paling besar masih dimiliki oleh b21, namun biasnya jauh lebih kecil dibandingkan pada m=4. Yang paling berbias ke bawah
pada m=9 adalah s22, yaitu penduga galat submodel-2 Gambar 4.3
Gambar 4.3. Grafik ARB penduga parameter model bersama dengan pengaruh acak menyebar t-student dan normal diasumsikan
menyebar normal, frekuensi pengamatan longitudinal = 9
Untuk penduga parameter lainnya biasnya cenderung mendekati nol untuk semua sebaran efek acak yang dibangkitkan. Dalam hal ini dapat disimpulkan
-20 -10
10 20
30 40
db=3 db=4
db=5 Normal
A R
B
Sebaran pengaruh acak
a11 a12
a22 b10
b11 b20
b21 b22
s21 s22
-15 -10
-5 5
10 15
db=3 db=4
db=5 Normal
AR B
Sebaran pengaruh acak
a11 a12
a22 b10
b11 b20
b21 b22
s21 s22
bahwa secara umum untuk frekuensi pengamatan longitudinal yang sering dengan sebaran efek acak yang simetrik, baik berekor panjang maupun pendek nampak
kurang berpengaruh terhadap bias penduga. Ringkasan hasil simulasi untuk kuadrat tengah galat MSE disajikan pada
Tabel 4.2, sedangkan gambaran secara grafis nilai MSE dari setiap penduga parameter untuk kedua frekuensi pengamatan longitudinal disajikan pada Gambar
4.4 dan 4.5. Dari Tabel 4.2 dapat diperhatikan bahwa penduga parameter untuk
frekuensi pengamatan longitudinal yang sering m=9 memiliki nilai MSE yang lebih kecil dibandingkan frekuensi pengamatan yang jarang m=4. Untuk
frekuensi pengamatan longitudinal yang jarang, terjadi penurunan drastis nilai MSE untuk penduga parameter ragam pengaruh acak a11, a12, dan a22 mulai
derajat bebas 4, sedangkan MSE dari penduga parameter lainnya nampak tidak dipengaruhi oleh panjang ekor sebaran yang dibangkitkan seperti dapat dilihat
pada Gambar 4.4. Tabel 4.2. Nilai MSE penduga parameter model bersama dengan pengaruh acak
menyebar t-student dan normal diasumsikan menyebar normal
m = 4 m = 9
Bivariate Normal
Bivariate-t Bivariate
Normal Bivariate-t
Parameter db=3
db=4 db=5
db=3 db=4
db=5 a11
0.28 4.64
0.79 0.42
0.19 1.25
1.81 0.34
a12 0.28
4.72 0.44
0.35 0.08
0.95 0.45
0.18 a22
0.19 7.37
0.40 0.36
0.09 1.37
0.44 0.25
b10 0.06
0.06 0.06
0.06 0.03
0.04 0.04
0.03 b11
0.06 0.05
0.05 0.05
0.02 0.03
0.02 0.02
b20 2.60
2.41 2.31
2.17 0.94
1.16 1.10
1.06 b21
2.37 2.69
2.13 1.78
0.30 0.56
0.44 0.56
b22 1.99
2.05 1.44
1.36 0.20
0.42 0.31
0.39 s21
0.05 0.05
0.05 0.05
0.01 0.01
0.01 0.01
s22 2.09
2.16 1.98
1.85 0.50
0.71 0.56
0.55
Untuk frekuensi pengamatan longitudinal yang sering m = 9, pengaruh acak dengan sebaran bivariate normal memberikan nilai MSE yang lebih kecil
dibandingkan bivariate-t, terutama untuk parameter ragam pengaruh acak Tabel 4.2. Pola yang agak menyimpang disebabkan karena adanya pencilan pada nilai
ARB dan MSE. Boxplot nilai ARB dan MSE dari setiap penduga parameter disajikan pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.
Gambar 4.4. Grafik MSE penduga parameter model bersama dengan pengaruh acak menyebar t-student dan normal diasumsikan menyebar normal,
frekuensi pengamatan longitudinal = 4
Dari Gambar 4.5 dapat dilihat pula bahwa MSE dari penduga parameter efek tetap pada submodel-1 b10 dan b11 tidak dipengaruhi oleh sebaran efek acak
yang dibangkitkan, sedangkan MSE dari penduga parameter lainnya menurun perlahan dengan semakin membesarnya derajat bebas.
Gambar 4.5. Grafik MSE penduga parameter model bersama dengan pengaruh acak menyebar t-student dan normal diasumsikan menyebar normal,
frekuensi pengamatan longitudinal = 9
1 2
3 4
5 6
7 8
db=3 db=4
db=5 Normal
A R
B
Sebaran pengaruh acak
a11 a12
a22 b10
b11 b20
b21 b22
s21
0,5 1
1,5 2
db=3 db=4
db=5 Normal
M S
E
Sebaran pengaruh acak
a11 a12
a22 b10
b11 b20
b21 b22
s21 s22
Untuk melihat pengaruh banyaknya deret longitudinal secara lebih rinci, dilakukan pula simulasi dengan frekuensi pengamatan longitudinal yang lebih
bervariasi, yakni m=2, m=3, m=4, m=6, dan m=12. Dalam hal ini dimisalkan rentang waktu pengamatan selama satu tahun. Pengamatan bulanan diwakili oleh
m=12 t=1,2,3,...,12, pengamatan per dua bulan diwakili oleh m=6 t=2,4,6,8,10,12, pengamatan per tiga bulan diwakili oleh m=4 t=3,6,9,12,
pengamatan per empat bulan diwakili oleh m=3 t=4,8,12, dan pengamatan per enam bulan diwakili oleh m=2 t=6,12. Simulasi dilakukan sebanyak R=500 kali
untuk masing-masing kondisi. Evaluasi terhadap sifat-sifat penduga parameter model bersama berupa ARB dan MSE dilakukan untuk setiap parameter.
Grafik ARB dan MSE untuk penduga parameter efek tetap pada submodel-1 b10 dan b11 disajikan pada Gambar 4.6
– Gambar 4.9. Dari Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa penduga parameter intersep pada submodel-1 b10 cenderung
berbias ke bawah untuk frekuensi pengamatan longitudinal yang jarang, dan bias relatifnya semakin mendekati nol dengan semakin seringnya frekuensi
pengamatan, apapun sebaran pengaruh acaknya. Namun untuk sebaran pengaruh acak yang normal, pada m=6 bias sudah menuju nol. Untuk m6, tampak bahwa
sebaran pengaruh acak dengan ekor panjang sebaran peubah ganda t dengan derajat bebas 3 memiliki bias relatif paling besar jika diasumsikan normal.
Gambar 4.6. Hubungan antara ARB dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter intersep b10 pada
submodel-1
-10 -8
-6 -4
-2 2
2 4
6 8
10 12
14
A R
B
Banyaknya deret longitudinal
Parameter b10
t, db3 t, db4
t, db5 normal
Hubungan antara frekuensi pengamatan longitudinal dengan MSE untuk penduga parameter b10 disajikan pada Gambar 4.7. Nampak bahwa nilai MSE
semakin menuju nol seiring dengan bertambahnya frekuensi pengamatan longitudinal. Untuk m6, sebaran pengaruh acak peubah ganda t dengan derajat
bebas 3 juga memiliki MSE yang lebih besar dibandingkan sebaran lainnya.
Gambar 4.7. Hubungan antara MSE dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter intersep b10 pada submodel-1
Grafik ARB dan MSE untuk penduga parameter slope pada submodel-1 b11 dan hubungannya dengan frekuensi pengamatan longitudinal dapat dilihat
pada Gambar 4.8 dan 4.9.
Gambar 4.8. Hubungan antara ARB dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter slope b11 pada
submodel-1
0,05 0,1
0,15 0,2
0,25
2 4
6 8
10 12
14
M S
E
Banyaknya deret longitudinal
Parameter b10
t, db3 t, db4
t, db5 normal
-12 -10
-8 -6
-4 -2
2 2
4 6
8 10
12 14
A R
B
Banyaknya deret longitudinal
Parameter b11
t, db3 t, db4
t, db5 normal
Pada Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa untuk penduga parameter b11, bias relatif juga semakin menuju nol dengan semakin seringnya frekuensi pengamatan,
tidak dipengaruhi oleh sebaran pengaruh acaknya. Untuk frekuensi pengamatan longitudinal yang jarang, penduga parameter b11 juga berbias ke bawah, dan
untuk m6, bias relatif terbesar terjadi jika sebaran pengaruh acaknya peubah ganda t dengan derajat bebas 3 dan diasumsikan normal.
Gambar 4.9 menggambarkan hubungan antara frekuensi pengamatan longitudinal dengan MSE untuk penduga parameter b11. Dari Gambar 4.9 dapat
dilihat bahwa pola yang sama terjadi juga untuk MSE penduga parameter b11, yaitu nilai MSE semakin kecil dengan semakin seringnya frekuensi pengamatan
longitudinal. Yang paling cepat menuju nol adalah sebaran pengaruh acak yang normal, diikuti oleh sebaran peubah ganda t dengan derajat bebas 5, 4 dan 3. Pada
m=12, MSE untuk semua sebaran pengaruh acak bernilai sama. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk frekuensi pengamatan longitudinal yang lebih
banyak sering, sebaran pengaruh acak tidak bepengaruh terhadap nilai MSE, artinya asumsi kenormalan dapat digunakan walaupun sebaran pengaruh acaknya
tidak normal.
Gambar 4.9. Hubungan antara MSE dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter slope b11 pada submodel-1
Parameter komponen ragam pada submodel-1 dilambangkan sebagai a11, a12, a22, dan s21. Parameter a11 merupakan ragam intersep acak, a22 adalah
ragam slope acak, dan a12 adalah peragam antara intersep dan slope. Adapun s21
0,02 0,04
0,06 0,08
0,1
2 4
6 8
10 12
14
M S
E
Banyaknya deret longitudinal
Parameter b11
t, db3 t, db4
t, db5 normal
merupakan parameter ragam galat intra subyek pada submodel-1. Grafik ARB dan MSE untuk komponen ragam ini dapat dilihat pada Gambar 4.10 - Gambar 4.17.
Pada Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa penduga parameter a11 cenderung berbias ke atas untuk frekuensi pengamatan longitudinal yang lebih jarang, dan
nilai ARB terbesar terjadi untuk sebaran pengaruh acak peubah ganda t dengan derajat bebas 3 yang diasumsikan normal, pada m=2. Namun untuk m=12,
penduga parameter ragam intersep agak berbias ke bawah. Dalam hal ini, bias ke bawah terkecil adalah pada sebaran pengaruh acak yang normal. Dari Gambar
4.10 terihat pula bahwa secara umum sebaran pengaruh acak yang normal memiliki bias relatif lebih mendekati nol untuk semua frekuensi pengamatan
longitudinal.
Gambar 4.10. Hubungan antara ARB dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter ragam intersep a11 pada
submodel-1
Grafik nilai MSE untuk penduga parameter a11 beserta hubungannya dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk keempat sebaran pengaruh acak
disajikan pada Gambar 4.11. Pola nilai MSE untuk sebaran pengaruh acak peubah ganda t dengan derajat bebas 3 dan 4 terlihat tidak stabil, namun untuk derajat
bebas 5 dan sebaran normal, polanya terlihat stabil, yaitu nilai MSE semakin menuju nol dengan semakin seringnya frekuensi pengamatan. Tampak pula bahwa
grafik untuk sebaran pengaruh acak normal ada di posisi paling bawah, mengindikasikan nilai MSE untuk penduga parameter a11 paling kecil untuk
semua frekuensi pengamatan longitudinal.
-10 -5
5 10
15 20
25
2 4
6 8
10 12
14
A R
B
Banyaknya deret longitudinal
Parameter a11
t, db3 t, db4
t, db5 normal
Gambar 4.11. Hubungan antara MSE dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter ragam intersep a11 pada submodel-1
Gambar 4.12 dan Gambar 4.13 masing-masing menggambarkan hubungan nilai ARB dan MSE dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga
parameter ragam slope a22. Untuk nilai ARB, polanya mirip dengan penduga parameter ragam intersep a11. Untuk frekuensi pengamatan longitudinal yang
lebih jarang m6, penduga parameter a22 cenderung berbias ke atas untuk semua sebaran pengaruh acak, sedangkan pada m=12 penduga parameter a22
agak berbias ke bawah dengan nilai bias relatif kurang dari 2. Pada m=6 bias relatif mendekati nol untuk semua sebaran pengaruh acak.
Gambar 4.12. Hubungan antara ARB dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter ragam slope a22 pada
submodel-1
0,5 1
1,5 2
2,5 3
3,5
2 4
6 8
10 12
14
M S
E
Banyaknya deret longitudinal
Parameter a11
t, db3 t, db4
t, db5 normal
-4 -2
2 4
6 8
10 12
2 4
6 8
10 12
14
A R
B
Banyaknya deret longitudinal
Parameter a22
t, db3 t, db4
t, db5 normal
Gambar 4.13. Hubungan antara MSE dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter ragam slope a22 pada submodel-1
Pada Gambar 4.13 dapat dilihat bahwa nilai MSE untuk penduga parameter a22 untuk sebaran pengaruh acak peubah ganda t dengan derajat bebas 3 tidak
stabil, polanya turun-naik. Namun untuk derajat bebas yang lebih besar, terutama untuk sebaran peubah ganda t dengan derajat bebas 5 dan sebaran normal, nilai
MSE mendekati nol untuk semua frekuensi pengamatan longitudinal. Untuk penduga parameter peragam antara intersep dan slope a12, grafik
ARB dan MSE-nya dicantumkan pada Gambar 4.14 dan 4.15.
Gambar 4.14. Hubungan antara ARB dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter peragamintersep,slope
a12 pada submodel-1
1 2
3 4
5 6
7
2 4
6 8
10 12
14
M S
E
Banyaknya deret longitudinal
Parameter a22
t, db3 t, db4
t, db5 normal
-5 5
10 15
20 25
30 35
40
2 4
6 8
10 12
14
AR B
Banyaknya deret longitudinal
Parameter a12
t, db3 t, db4
t, db5 normal
Gambar 4.15. Hubungan antara MSE dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter peragamintersep,slope a12 pada
submodel-1
Pola ARB untuk penduga parameter a12 pada Gambar 4.14 agak mirip dengan pola ARB penduga parameter a22 pada Gambar 4.12, namun untuk
penduga parameter a12, bias menuju nol pada m=12 untuk semua sebaran pengaruh acak, sedangkan untuk m12, penduga parameter a12 cenderung berbias
ke atas. Terlihat pula bahwa untuk semua frekuensi pengamatan longitudinal, secara umum nilai ARB semakin kecil dengan semakin membesarnya derajat
bebas sebaran. Nilai ARB terbesar juga dimiliki oleh penduga parameter a12 dengan pengaruh acak menyebar peubah ganda t dengan derajat bebas 3 pada m=2.
Demikian pula pola nilai MSE dari penduga parameter a12 juga tidak stabil jika sebaran pengaruh acaknya peubah ganda t dengan derajat bebas kecil,
terutama derajat bebas 3. Untuk sebaran pengaruh acak t dengan derajat bebas 5, polanya berimpit dengan sebaran normal, yaitu semakin menuju nol mulai m=6.
Grafik ARB untuk penduga parameter ragam galat intra subyek submodel-1 s21 disajikan pada Gambar 4.16, sedangkan grafik MSE-nya dapat dilihat pada
Gambar 4.17. Dari Gambar 4.16 dapat dilihat bahwa untuk frekuensi pengamatan
longitudinal paling kecil m=2, penduga parameter s21 berbias ke atas untuk semua sebaran pengaruh acak. Bias kemudian turun pada m=3, dan naik lagi pada
m=4, kecuali untuk sebaran pengaruh acak yang normal. Hal ini menunjukkan bahwa pola ARB penduga parameter s21 untuk frekuensi pengamatan longitudinal
0,5 1
1,5 2
2,5 3
3,5 4
2 4
6 8
10 12
14
M S
E
Banyaknya deret longitudinal
Parameter a12
t, db3 t, db4
t, db5 normal
yang jarang cenderung tidak stabil jika sebaran pengaruh acaknya berekor panjang diasumsikan normal. Namun mulai m=6, bias mulai mendekati nol untuk semua
sebaran pengaruh acak, dan pada m=12 nilai bias relatif penduga parameter s21 untuk semua sebaran pengaruh acak bernilai hampir sama.
Gambar 4.16. Hubungan antara ARB dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter galat intra subyek s21
pada submodel-1
Kecuali untuk sebaran pengaruh acak peubah ganda t dengan derajat bebas 3, pola MSE penduga parameter s21 untuk ketiga sebaran lainnya sangat mirip dan
bernilai kecil 0.2 tanpa dipengaruhi oleh frekuensi pengamatan longitudinal, dan nilai MSE untuk penduga parameter s21 mulai menuju ke nol mulai m=6
Gambar 4.17. Nilai MSE penduga parameter s21 pada m=4 untuk sebaran pengaruh acak peubah ganda t dengan derajat bebas 3 yang sangat berbeda dengan
lainnya diduga karena banyaknya pencilan pada nilai dugaan parameter s21 pada kondisi simulasi ini, sehingga memberikan nilai MSE yang besar pula.
-2 -1
1 2
3 4
5
2 4
6 8
10 12
14
AR B
Banyaknya deret longitudinal
Parameter s21
t, db3 t, db4
t, db5 normal
Gambar 4.17. Hubungan antara MSE dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter galat intra subyek s21 pada submodel-1
Nilai-nilai ARB dan MSE untuk semua penduga parameter submodel-1 secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
Parameter submodel-2 dilambangkan sebagai b20, b21, b22, dan s22. Parameter b20 merupakan parameter intersep umum submodel-2, sedangkan
parameter s22 adalah ragam galat submodel 2. Adapun parameter b21 dan b22 merupakan parameter yang menghubungkan kovariat longitudinal dangan peubah
respon primernya. Parameter b21 melambangkan pengaruh intersep nilai baseline peubah respon lonitudinal pada awal studi terhadap peubah respon primer,
sedangkan b22 melambangkan pengaruh slope laju perubahan respon longitudinal per satuan waktu terhadap peubah respon primer. Kedua parameter
ini merupakan parameter yang menjadi perhatian utama dalam pemodelan bersama. Nilai-nilai ARB dan MSE untuk semua penduga parameter submodel-2
secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Hubungan antara nilai ARB dengan frekuensi pengamatan longitudinal
untuk penduga parameter b20 dapat dilihat pada Gambar 4.18. Pada Gambar 4.18 dapat dilihat bahwa penduga parameter b20 berbias ke bawah untuk semua
sebaran pengaruh acak pada frekuensi pengamatan longitudinal yang jarang m6, dan bias semakin menuju nol mulai m=6. Bias ke bawah terbesar untuk
m12 juga terjadi pada penduga parameter b20 dengan pengaruh acak menyebar peubah ganda t dengan derajat bebas 3 yang diasumsikan normal. Untuk sebaran
0,2 0,4
0,6 0,8
1 1,2
1,4
2 4
6 8
10 12
14
M S
E
Banyaknya deret longitudinal
Parameter s21
t, db3 t, db4
t, db5 normal
peubah ganda t dengan derajat bebas 5, pola ARB hampir berhimpit dengan sebaran normal mulai m=4.
Gambar 4.18. Hubungan antara ARB dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter b20 pada submodel-2
Hubungan antara nilai MSE dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter b20 disajikan pada Gambar 4.19. Terlihat dari Gambar
4.19 bahwa secara umum nilai MSE untuk penduga parameter b20 semakin kecil dengan semakin seringnya frekuensi pengamatan.
Gambar 4.19. Hubungan antara MSE dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter b20 pada submodel-2
Selain itu dari Gambar 4.19 juga tampak bahwa nilai MSE penduga parameter b20 untuk semua frekuensi pengamatan semakin kecil dengan semakin
membesarnya derajat bebas sebaran pengaruh acak. Pola yang sedikit
-12 -10
-8 -6
-4 -2
2 2
4 6
8 10
12 14
A R
B
Banyaknya deret longitudinal
Parameter b20
t, db3 t, db4
t, db5 normal
1 2
3 4
5
2 4
6 8
10 12
14
M SE
Banyaknya deret longitudinal
Parameter b20
t, db3 t, db4
t, db5 normal
menyimpang untuk sebaran pengaruh acak normal pada m=2 dan m=3 diduga karena adanya pencilan.
Gambar 4.20 menggambarkan hubungan antara nilai ARB penduga parameter b21 dengan frekuensi pengamatan longitudinal.
Gambar 4.20. Hubungan antara ARB dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter b21 pada submodel-2
Tampak dari Gambar 4.20 bahwa semakin sering frekuensi pengamatan, nilai bias relatif semakin mendekati nol untuk semua sebaran pengaruh acak,
dengan kata lain panjang ekor sebaran tidak berpengaruh terhadap bias penduga jika frekuensi pengamatan longitudinalnya sering. Namun untuk frekuensi
pengamatan yang lebih jarang, penduga parameter b21 berbias ke atas, dan bias terbesar terjadi bila frekuensi pengamatan longitudinalnya sangat jarang m=2.
Nilai ARB yang naik pada m=4 untuk sebaran pengaruh acak peubah ganda t diduga karena adanya pencilan pada nilai dugaan parameter b21 untuk sebaran
pengaruh acak yang berekor panjang. Kecuali untuk sebaran pengaruh acak peubah ganda t dengan derajat bebas 3,
secara umum pola nilai MSE untuk penduga parameter b21 semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya frekuensi pengamatan longitudinal, dan
nilai MSE terkecil dihasilkan dari sebaran pengaruh acak yang normal. Untuk m6, pola MSE untuk sebaran pengaruh acak berupa sebaran peubah ganda t yang
diasumsikan normal terlihat kurang stabil turun-naik, terutama pada derajat
10 20
30 40
50 60
70
2 4
6 8
10 12
14
A R
B
Banyaknya deret longitudinal
Parameter b21
t, db3 t, db4
t, db5 normal
bebas 3 Gambar 4.21. Hal diduga karena banyak pencilan pada nilai dugaan parameter b21 pada kondisi simulasi ini.
Gambar 4.21. Hubungan antara MSE dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter b21 pada submodel-2
Gambar 4.22 menggambarkan hubungan antara nilai ARB penduga parameter b22 dengan frekuensi pengamatan untuk ke-empat sebaran pengaruh
acak.
Gambar 4.22. Hubungan antara ARB dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter b21 pada submodel-2
Dari Gambar 4.22 tampak bahwa secara umum nilai ARB semakin menuju nol seiring dengan semakin seringnya frekuensi pengamatan, tanpa dipengaruhi
oleh sebaran pengaruh acaknya. Namun untuk frekuensi pengamatan kurang dari 12, penduga parameter b22 berbias ke bawah. Dari Gambar 4.22 juga terlihat
2 4
6 8
10 12
2 4
6 8
10 12
14
M S
E
Banyaknya deret longitudinal
Parameter b21
t, db3 t, db4
t, db5 normal
-25 -20
-15 -10
-5 2
4 6
8 10 12 14
A R
B
Banyaknya deret longitudinal
Parameter b22
t, db3 t, db4
t, db5 normal
bahwa bias ke bawah terkecil terjadi jika sebaran pengaruh acaknya normal, diikuti oleh sebaran peubah ganda t dengan derajat bebas 5, 4, dan 3.
Hubungan antara MSE dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter b22 dapat dilihat pada Gambar 4.23. Pola MSE untuk penduga
parameter b22 terlihat sangat mirip dengan pola MSE untuk penduga parameter b21 Gambar 4.21. Kecuali untuk sebaran pengaruh acak peubah ganda t dengan
derajat bebas 3, secara umum pola nilai MSE untuk penduga parameter b22 semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya frekuensi pengamatan
longitudinal, dan nilai MSE terkecil dihasilkan dari sebaran pengaruh acak yang normal. Untuk m6, pola MSE untuk sebaran pengaruh acak berupa sebaran
peubah ganda t yang diasumsikan normal terlihat kurang stabil turun-naik, terutama pada derajat bebas 3 Gambar 4.23. Hal diduga karena banyak pencilan
pada nilai dugaan parameter b22 pada kondisi simulasi ini.
Gambar 4.23. Hubungan antara MSE dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter b21 pada submodel-2
Grafik hubungan antara ARB dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter ragam submodel-2 s22 disajikan pada Gambar 4.24,
sedangkan grafik MSE-nya dapat dilihat pada Gambar 4.25. Dari Gambar 4.24 dapat dilihat bahwa ARB penduga parameter s22
cenderung tidak stabil naik-turun, terutama untuk frekuensi pengamatan longitudinal kurang dari 6, dan cenderung berbias ke bawah, kecuali untuk
sebaran pengaruh acak peubah ganda t dengan derajat bebas 3 pada frekuensi penagamatan longitudinal yang kurang dari 5. Pada m=12, penduga parameter s22
2 4
6 8
2 4
6 8
10 12
14
M S
E
Banyaknya deret longitudinal
Parameter b22
t, db3 t, db4
t, db5 normal
juga masih berbias ke bawah, dan bias terkecil terjadi pada kondisi sebaran pengaruh acaknya normal ganda.
Gambar 4.24. Hubungan antara ARB dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter ragam submodel-2 s22
Nilai MSE dari penduga parameter s22 pada Gambar 4.25 secara umum menunjukkan pola yang menurun seiring dengan semakin seringnya frekuensi
pengamatan longitudinal, dan pada m=12 nilai MSE penduga parameter mendekati nol untuk semua sebaran pengaruh acak. Dari Gambar 4.25 terlihat
pula nilai MSE yang semakin kecil dengan semakin membesarnya derajat bebas sebaran pengaruh acak. Seperti halnya penduga parameter submodel-2 yang lain,
untuk m6 dan sebaran peubah acaknya peubah ganda t, pola MSE penduga parameter s22 tampak kurang stabil.
Gambar 4.25. Hubungan antara MSE dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter ragam submodel-2 s22
-30 -20
-10 10
20
2 4
6 8
10 12 14 A
R B
Banyaknya deret longitudinal
Parameter s22
t, db3 t, db4
t, db5 normal
1 2
3 4
2 4
6 8
10 12
14
M S
E
Banyaknya deret longitudinal
Parameter s22
t, db3 t, db4
t, db5 normal