PEMBAHASAN UMUM A robust approach for joint models based on t distribution
frekuensi pengamatan longitudinal yang sangat jarang, pendekatan sebaran normal ganda terhadap sebaran peubah ganda t memberikan nilai ARB dan MSE yang
kurang stabil, terutama untuk derajat bebas 3. Hal ini diduga karena sebaran peubah acak berekor panjang dengan frekuensi pengamatan longitudinal yang
jarang cenderung memberikan nilai dugaan parameter dengan banyak pencilan jika dimodelkan dengan sebaran normal, ada kemungkinan karena tidak
konvergen. Bias dari penduga komponen ragam dalam model bersama cenderung tidak
beraturan polanya untuk frekuensi pengamatan longitudinal yang kecil, tetapi bias cenderung semakin kecil seiring dengan meningkatnya frekuensi pengamatan
longitudinal. Namun MSE dari komponen ragam pengaruh acak bernilai besar untuk sebaran simetrik yang berekor panjang sebaran-t dengan db 3 dan 4,
meskipun frekuensi pengamatan longitudinalnya banyak. Frekuensi pengamatan longitudinal secara umum tidak memberikan
pengaruh berarti terhadap bias dan MSE untuk berbagai sebaran galat intra- subyek yang simetrik dengan panjang ekor yang berbeda-beda. Hal ini diduga
karena sebaran pengaruh acak normal ganda lebih mendominasi dibandingkan sebaran galat intra-subyek. Namun untuk beberapa parameter, bias dan MSE yang
dihasilkan cukup besar jika sebaran galat intra-subyek berekor sangat panjang sebaran-t dengan db 3 yang diasumsikan normal, dan cenderung stabil untuk
derajat bebas yang lebih besar. Pendekatan kekar atas dasar sebaran-t dalam penelitian ini dicobakan
terhadap frekuensi deret data longitudinal yang sedikit. Dalam kondisi ini, pendekatan kekar atas dasar sebaran t untuk galat intra-subyek dalam pemodelan
bersama memberikan hasil yang lebih baik ARB dan MSE yang lebih kecil, terutama untuk parameter penghubung submodel-1 dan submodel-2 b21 dan b22.
Mungkin agak aneh mengapa pada kondisi sebaran galat intra-subyek yang menyebar normal lebih kecil bias dan MSE-nya bila dimodelkan dengan sebaran-t
dibandingkan sebaran normal. Namun seperti dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3, pembangkitan data dengan deret pendek walaupun dari sebaran pengaruh acak
dan galat intra-subyek yang normal cenderung memberikan nilai bias dan galat
kuadrat dengan banyak pencilan, sehingga pemodelan dengan sebaran-t dalam hal ini dapat memperkecil bias dan ragam penduga.
Untuk penerapan terhadap data kasus HIVAIDS, analisis data longitudinal secara terpisah memberikan hasil yang tidak terlalu berbeda dibandingkan hasil
analisis berdasarkan pemodelan bersama untuk submodel-1, terutama untuk penduga parameter efek tetap. Namun hasil pemodelan bersama cenderung
memberikan galat baku penduga yang lebih besar dibandingkan analisis secara terpisah, sehingga nilai-p nya juga menjadi lebih besar.
Berdasarkan hasil pemodelan bersama, jumlah sel CD4
+
awal pasien maupun perubahannya per satuan waktu keduanya berpengaruh terhadap peluang
terjadinya kematian penderita HIV. Semakin sedikit jumlah sel CD4
+
awal pasien serta semakin besar penurunannya per satuan waktu, semakin besar pula peluang
kematian pasien tersebut. Peubah lain yang juga mempengaruhi peluang kematian penderita HIV adalah jenis obat. Pemakaian obat ddC lebih efektif dalam
memperkecil resiko kematian dibandingkan obat ddI. Selain itu pasien yang terdiagnosis AIDS pada awal studi memiliki peluang kematian yang lebih tinggi
dibandingkan pasien yang tidak terdiagnosis AIDS.