4.1.6 Miksis Rotifera B. rotundiformis
Rotifera memiliki pola reproduksi seksual dan aseksual partenogenesis. Dalam kondisi normal tanpa ada tekanan lingkungan, rotifera cenderung
bereproduksi partenogenesis yaitu dengan mitosis dapat menghasilkan telur diploid yang kemudian menetas menjadi betina lagi. Tipe betina ini disebut
dengan istilah amiktik, artinya tanpa rekombinasi genetik terbentuk individu yang sama persis dengan induknya. Tetapi jika ada faktor-faktor tertentu berupa
rangsangan miksis atau terjadi percampuran gen, maka betina amiktik mengalami perubahan ke reproduksi seksual dan menghasilkan betina miktik dan amiktik.
Jika telur miktik dibuahi maka akan terbentuk telur dorman. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata jumlah betina miktik tertinggi pada
perlakuan pakan N. oculata terlihat pada hari ke-4, sedangkan dengan perlakuan pakan Prochloron sp. terlihat pada hari ke-5. Jumlah betina amiktik tertinggi pada
kedua perlakuan jenis pakan terlihat pada hari ke-5. Jumlah betina dewasa tanpa telur pada perlakuan jenis pakan N. oculata terlihat lebih banyak jika
dibandingkan pada perlakuan pakan Prochloron sp. Kehadiran tipe betina miktik yang membawa telur dorman terlihat pada perlakuan pakan Prochloron sp. hari
ke-7, sedangkan pada perlakuan pakan N. oculata tidak ditemukan telur dorman Tabel 9 dan Tabel 10. Namun ketidak hadiran betina dorman pada perlakuan
jenis pakan N. oculata dapat juga disebabkan oleh tidak terbuahinya telur haploid yang dihasilkan betina miktik oleh sel sperma rotifera Brusca dan Brusca, 1990.
Pembentukan telur dorman dimungkinkan jika tingkat keberhasilan fertilisasi tinggi, dan fertilisasi ini dimungkinkan dengan adanya interaksi yang intensif
antara jantan dan betina. Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan populasi B
. rotundiformis yang dikultur pada suhu 28 ºC dan salinitas 20 ppt dengan perlakuan jenis pakan N. oculata dan Prochloron sp. dapat dilihat pada Tabel 9
dan 10.
Tabel 9 Rata-rata kepadatan B. rotundiformis dengan pakan N. oculata Rata-rata kepadatan individu
Hari Betina miktik
Betina amiktik Betina tanpa telur
Betina+dorman 1 0
2 1,3 1,3
2,3 3 2
1 3,6
4 8,3 9
22,3 5 5,3
27,6 84,3
6 1,3 13,3
154,6 7 0,3
2,3 78
8 0 Tabel 10 Rata-rata kepadatan B. rotundiformis dengan pakan Prochloron sp.
Rata-rata kepadatan individu Hari Betina miktik
Betina amiktik Betina tanpa telur
Betina+dorman 1 0
2 1,3 1,3
2,6 3 2,3
1,3 5,3
4 3,6 3,7
11,3 5 13
28,3 70,3
6 2,3 12,3
138,3 7 0
2,3 40
0,3 8 0
Perhitungan persentase miksis dibutuhkan untuk memperoleh informasi miksis yang mengindikasikan keadaan stres pada B. rotundiformis yang diduga
memacu produksi senyawa bioaktif Rumengan 2007a. Gejala miksis terdeteksi selama penelitian, terlihat adanya peningkatan setelah hari ke-2 dan hari ke-3,
kemudian menurun sampai akhir pengamatan Gambar 32. Persentase miksis B
. rotundiformis pada setiap perlakuan jenis pakan selama masa kultur bervariasi.
Persentase miksis paling tinggi yaitu pada perlakuan pakan N. oculata sebesar 27,77, sedangkan untuk pakan Prochloron sp. 19,44. Menurut Hagiwara dan
Hirayama 1993, miksis dapat terjadi karena adanya pengaruh dari faktor internal dan faktor eksternal. Hagiwara dan Hirayama 1993 melaporkan bahwa jenis
pakan merupakan salah satu faktor yang merangsang terjadinya miksis pada rotifera atau jenis alga mikro merupakan faktor penginduksi miksis. Berdasarkan
hasil penelitian menunjukkan faktor jenis pakan memberi pengaruh sebagai
perangsang miksis. Diyakini dalam penelitian ini bahwa perubahan kondisi lingkungan yang menyebabkan peningkatan persentase miksis tersebut.
5 10
15 20
25 30
35
1 2
3 4
5 6
7 8
Periode kultur Hari Pr
o se
n ta
se m
ik sis
N. oculata Prochloron sp.
Gambar 32 Rata-rata persentase miksis
4.2 Bioaktif 4.2.1 Aktivitas Antibakteri B. rotundiformis dengan Pakan N. oculata
Senyawa bioaktif rotifera masih dalam taraf penjajakan, dan laporan tentang biokimia rotifera serta jenis-jenis senyawa bioaktif belum banyak publikasinya.
Terdeteksinya senyawa bioaktif dalam penelitian ini merupakan langkah awal yang penting.
Untuk menguji aktivitas antibakteri pada B. rotundiformis maka dilakukan pengamatan terhadap pembentukan zona bening yang dicoba pada tiga jenis
bakteri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian aktivitas antibakteri dari B
. rotundiformis yang dikultur pada salinitas 4 ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt, 60 ppt dengan pakan N.oculata terhadap tiga bakteri uji V. cholerae, B. subtilis, dan
E . coli terlihat adanya pembentukan zona bening Gambar 33. Tabel 11
menunjukkan adanya perbedaan aktivitas dari masing-masing ekstrak kasar terhadap masing-masing bakteri uji serta antibiotik pembanding dan metanol
sebagai kontrol. Antibiotik pembanding yang digunakan adalah amoksisilin dan tetrasiklin. Amoksisilin digunakan pada bakteri uji B. subtilis karena amoksisilin
digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Streptococci, Staphilococcus non penicilin dan
Bacillus . Tetrasiklin pada bakteri V. cholerae karena tetrasiklin digunakan untuk
infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti V. cholerae, Mucoplasma gram negatif, spiral dan E. coli gram negatif, bulat Schunack et al. 1990;
Winotopradjoko 2000. Tabel 11 Diameter zona bening mm B. rotundiformis yang diberi pakan
N. oculata terhadap tiga jenis bakteri pada salinitas yang berbeda Diameter zona bening mm
Salinitas ppt
V . cholera
n B
. subtilis n
E . coli
N 4
4,33 ± 2,30 3
3 2,50 ± 0 3
20 2,25 ±
0,35 3 2,50 ± 0
3 2,76 ± 2,19 3
40 3,75 ±
0,35 3 3,50 ± 0,50
3 4,66 ± 0,57 3
50 3,25 ±
1,06 3 4,50 ± 1,41
3 2,60 ± 1,04 3
60 3,00 ±
3 4,25 ± 1,77
3 1,60 ± 1,15 3
Keterangan : Nilai rata-rata ± standar deviasi