Peranan Rotifera Dalam Perikanan Biologi Rotifera

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan Rotifera Dalam Perikanan

Rotifera telah lama dimanfaatkan sebagai pakan bagi larva ikan dan sebagai pensuplai nutrisi dalam pengoperasian balai benih fauna laut, karena rotifera merupakan makanan awal atau sebagai pakan hidup yang penting untuk larva ikan Fieder dan Purser 2000; Assavaaree et al. 2001. Pemanfaatannya sebagai pakan alami sangat populer, karena rotifera mempunyai ciri biologi yang memenuhi kriteria pakan yang baik bagi larva fauna laut yaitu ukurannya yang relatif kecil 100-320 μm sehingga cocok dengan bukaan mulut larva, memiliki laju renang yang rendah sehingga mudah ditangkap oleh larva dan memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Rotifera juga dianggap sebagai biokapsul yang cocok bagi kebanyakan larva fauna laut karena dapat menjadi pentransfer unsur-unsur makro dan vitamin ke larva tanpa efek polutan Rumengan 1997. Untuk kegiatan budidaya di daerah tropis, tipe SS super small rotifers adalah makanan awal yang disukai oleh larva ikan kerapu dan ikan-ikan lain yang bukaan mulutnya kecil 100 µm, Fukusho dan Iwamoto 1981.

2.2 Biologi Rotifera

Rotifera pertama kali diamati oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun 1675 Davis 1955, kemudian pada tahun 1786 untuk pertama kalinya diteliti oleh Muller Fukusho 1989b. Nama rotifera berasal dari kata Latin yang berarti wheel-bearer ini merujuk ke mahkota silium di sekitar mulut dari rotifera. Pergerakan silium yang cepat pada beberapa spesies nampak seperti roda, sehingga rotifera disebut pula hewan roda atau rotatoria. Rotifera termasuk organisme mikroskopik, filter feeder, metazoa organisme multiseluler, tersusun dari kurang lebih 1000 sel Brusca dan Brusca 1990. Rotifera dibagi menjadi tiga kelas yaitu Monogononta, Bdelloidea, dan Seisonidea. Kelompok yang paling besar adalah Monogononta sekitar 1500 jenis, kemudian Bdelloidea sekitar 350 jenis dan Seisonidea dua jenis Kirk 1999. Rotifera berciri simetris bilateral, dinding tubuh dilindungi oleh lorika. Tubuh rotifera terdiri atas kepala depan, badan tengah, dan kaki bagian posterior yang biasanya kecil dengan jari yang mengandung kelenjar semen untuk melekat. Antara bagian kepala dan badan tidak terlihat jelas pemisahannya. Pada kebanyakan spesies, di bagian kepala terdapat korona mahkota. Di dalam badan terdapat perut dan organ reproduktif. Rotifera menyaring partikel-partikel kecil dari kolom air dengan menggunakan silium pada korona yang terletak di bagian anterior tubuh. Korona dapat juga digunakan sebagai daya penggerak, akan tetapi banyak spesies menghabiskan kehidupannya dengan melekat pada substrat, dan ada juga yang bersifat planktonik seperti Brachionus sp. Fungsi korona adalah untuk menyaring makanan ke kepala dan membuang sisa. Alat pencernaan makanan terdiri atas mulut, mastaks yang bersifat kitin dan gigi untuk mencerna makanan Gambar 2. Gambar 2 Anatomi dan morfologi Rotifera B. rotundiformis Wallace dan Snell 1991. Makanan rotifera umumnya terdiri atas dekomposisi material organik atau mati seperti halnya ganggang dan fitoplankton yang cocok dengan ukuran mulut Örstan 1999. Rotifera pemakan alga bersel satu bergigi pendek dan lebar, sedangkan rotifera pemakan getah tanaman besar bergigi tajam untuk menusuk sel-sel tanaman Sugiri 1989; Nogrady et al. 1993; Örstan 1999; Romimohtarto dan Juwana 1999. Rotifera mengalami apa yang disebut dengan polimorfisme yaitu bentuk dan ukuran lorikanya mengalami semacam plastisitas jika kondisi lingkungan hidupnya berubah Nogrady et al. 1993. Polimorfisme ini dapat mengakibatkan suatu perbedaan ukuran sebesar 15 Fukusho 1989b. Rotifera yang telah teridentifikasi kebanyakan hidup di air tawar dan hanya sekitar 50 jenis saja yang hidup di air laut Nogrady et al. 1993. Namun diantara jenis-jenis rotifera tersebut yang paling terkenal karena telah dimanfaatkan secara luas sebagai pakan adalah dari genus Brachionus. Menurut Lubzens et al. 2001, penelitian pada B. plicatilis dan B. rotundiformis selang tiga dekade ini mengalami peningkatan yang sangat besar, dan sejauh ini penelitian yang terbaik yakni pada dua spesies rotifera ini. Beberapa pertimbangan yang menjadikan rotifera genus Brachionus penting untuk diteliti, karena memiliki siklus partenogesis yaitu bereproduksi secara aseksual dan seksual, jika bereproduksi secara seksual akan menghasilkan telur yang dapat disimpan bertahun-tahun serta merupakan makanan yang sangat dibutuhkan untuk kebutuhan budidaya larva ikan dan krustasea Birky dan Gilbert 1971; Watanabe et al. 1983; Lubzens 1987. Rotifera Brachionus sp. terdiri atas dua tipe yang berbeda morfologinya terutama bentuk duri dan lorikanya, yaitu tipe S small, 140-220 μm dan L large, 230-320 μm. Untuk tipe S lorikanya lebih kecil dan lebih bulat dengan duri yang ramping dan tajam, sedangkan tipe L bentuk lorikanya lebih besar dan berbentuk agak lonjong dengan duri yang lebar dan tumpul Rumengan 1990; Fulks dan Main 1991; Fukusho dan Iwamoto 1981. Kedua tipe ini mempunyai banyak perbedaan antara lain dalam hal respon terhadap lingkungan, fisiologi dan genetika. Tipe S adalah B. rotundiformis, sedangkan rotifera tipe L adalah B . plicatilis Fu et al. 1990; Rumengan et al. 1991; Hirayama dan Rumengan 1993; Hagiwara et al. 1995. Untuk rotifera tipe SS secara genetik tidak terpisah dari strain S tetapi ukurannya lebih kecil dibanding dengan strain-S umumnya. Rotifera jantan dan betina memiliki perbedaan morfologi yang mencolok. Rotifera jantan berukuran jauh lebih kecil dari betina yaitu kira-kira seperempat ukuran betina, dan rentang hidupnya singkat. Rotifera betina dapat bertahan hidup beberapa hari hingga lebih dari sebulan tergantung medium dan suhu. Rotifera jantan hanya hadir pada keadaan tidak normal, misalnya : kualitas makanan menurun serta peningkatan suhu dan salinitas. Rotifera jantan tidak tumbuh sejak ditetaskan, karena tidak mempunyai alat pencernaan sehingga tidak bisa makan, tidak memiliki kandung kemih dan hanya mempunyai sebuah testis yang berisi sperma, sehingga fungsi rotifera jantan hanyalah untuk memproduksi sperma saja, ketika sudah membuahi rotifera betina maka rotifera jantan akan segera mati Rumengan 1990. Fenomena biologi yang paling unik yang dimiliki rotifera adalah menyangkut kemampuannya merubah pola reproduksi. Model reproduksi rotifera terdiri atas dua tipe yaitu partenogenesis dan seksual. Dalam kondisi optimal, rotifera cenderung bereproduksi secara partenogenesis atau reproduksi individu betina yang menghasilkan keturunan tanpa kawin. Pada kondisi partenogenesis, individu betina hanya dengan mitosis dapat menghasilkan telur diploid yang kemudian menetas menjadi betina, betina tipe ini disebut betina amiktik. Jika kondisi lingkungan berubah, sering ditafsirkan sebagai kondisi ekstrim rangsangan miksis, betina mengalami perubahan ke reproduksi seksual dan menghasilkan betina miktik dan amiktik. Individu betina diinduksi untuk mengalami meiosis sehingga menghasilkan telur haploid. Telur ini jika dibuahi oleh jantan akan membentuk telur dorman yang diploid, namun jika tidak dibuahi akan menetas menjadi jantan yang haploid, betina demikian disebut betina miktik Gambar 3. Miksis adalah percampuran gen yang terjadi pada waktu profase meiosis adanya tumpang tindih pada bagian-bagian tertentu dari kromosom homolog. Rangsangan miksis dapat berupa faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah klon atau strain serta umur, sedangkan faktor eksternal adalah suhu, salinitas, kepadatan jenis makanan, kepadatan rotifera, dan perubahan medium Hagiwara dan Hirayama 1993. Gambar 3 Daur hidup rotifera Sumber : Modifikasi dari Birky 1964 dalam Rumengan 1990 Jantan membentuk spermatozoa yang akan membuahi sel-sel telur, dengan demikian betina memproduksi telur zigot dengan kulit yang tebal. Telur ini bersifat dorman untuk periode yang panjang, kemudian telur ini akan berkembang menjadi hewan betina. Telur dorman atau resting egg memiliki dinding telur yang tebal, berukuran lebih besar dari telur amiktik, mempunyai rongga pada sisi telur, berbentuk oval, dan berwarna coklat atau orange. Telur dorman ini tahan terhadap kondisi perairan yang kurang baik dan tahan terhadap kekeringan, serta berada pada fase istirahat untuk waktu yang cukup lama bahkan sampai bertahun-tahun. Setelah melewati masa istirahat, jika menemui kondisi lingkungan yang normal, telur dorman akan menetas menjadi betina amiktik dan kembali memasuki siklus reproduksi aseksual. Telur dorman dapat di simpan pada air laut 5 ºC dalam kondisi gelap Sugiri 1989; Hagiwara et al. 1997; Hagiwara et al. 1998; Kirk 1999. Menurut Munuswamy et al. 1996, telur dorman B. plicatilis berbentuk bola dengan bukit berombak pada permukaan sedangkan telur dorman B. rotundiformis bukitnya kecil dan padat. Penyebaran pori pada permukaan telur secara jelas membedakan kedua spesies ini. Setiap spesies memiliki karakter permukaan dan membran yang artistik. Pada penelitian ini alga mikro yang dicoba sebagai pakan untuk rotifera B . rotundiformis adalah Nannochloropsis oculata dan Prochloron sp. Alga mikro N . oculata merupakan salah satu pakan yang populer untuk kultur rotifera di Jepang Maruyama dan Hirayama 1993, sedangkan Prochloron sp. merupakan pakan yang baru dicoba. Alga mikro N . oculata merupakan fitoplankton yang termasuk dalam kelas Eustigmatophyceae dengan bentuk tubuh yang bulat berdiameter 2-4 μm. Pada umumnya setiap sel mengandung sebuah kloroplas, sebuah nukleus dan beberapa mitokondrion. Pigmen fotosintesis yang dominan adalah klorofil a, dan ß-karoten, sedangkan komposisi total asam lemak ω3 HUFA yaitu 42,7 EPA 30,5, DHA 12,2 Maruyama et al. 1986. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty 1995, kandungan nutrisi N. oculata adalah protein 57,06, lemak 21, dan karbohidrat 23,59. Prochloron sp. adalah salah satu alga mikro yang hidupnya bersimbiosis dengan Ascidian. Alga mikro ini ditemukan hidup di daerah perairan pantai laut tropis dengan kedalaman kira-kira antara 1-40 m. Alga mikro ini melakukan proses fotosintesis sama dengan alga mikro lain dan memiliki keunikan tersendiri yaitu tergolong alga mikro yang bersifat prokariot 1 sel atau mempunyai daerah inti dalam sel tapi bukan merupakan inti sel itu sendiri. Sistem reproduksi dari alga mikro Prochloron cukup unik karena bereproduksi secara biner. Alga mikro ini berbentuk bulat dan diameternya berukuran 10-30 μm. Kelebihan lain yang dimiliki alga mikro ini yaitu mengandung pigmen fikobilin, klorofil a dan b, protein, asam amino, fenol Lewin dan Cheng 1989. 2.3 Biokimia Rotifera Kajian menyangkut biokimia rotifera lebih sedikit jika dibandingkan dengan kajian biologinya, terutama yang berorientasi pada pengungkapan potensi molekulernya. Wallace dan Snell 1991 merangkum dari beberapa laporan penelitian, bahwa integumen atau dinding tubuh rotifera mengandung semacam lapisan filamen dengan ketebalan yang bervariasi yang disebut lamina intrasitoplasmik. Tubuh rotifera B. plicatilis yang dilapisi dengan kutikula dan disebut lorika telah diperiksa sifat biokimianya yaitu berupa senyawa protein mirip keratin. Mereka juga mendapatkan komposisi lorika rotifera yaitu protein sebanyak 3 dari total protein rotifera. Dalam tubuh rotifera terdapat organ yang disebut mastaks yang berfungsi sebagai gigi bagi rotifera. Dilaporkan bahwa mastaks ini mengandung semacam lapisan kitin yang berkembang menjadi semacam rahang yang disebut trofi. Trofi inilah yang menggerus partikel yang ditelan rotifera. Kleinow et al . 1991, menemukan adanya enzim-enzim bersifat hidrolitik terutama glikosidase dan proteinase. Selain itu rotifera mengandung enzim-enzim hidrolitik seperti protease alkali Hara et al. 1984, dan senyawa unik lain seperti Glutathion S-transferase Bowman et al. 1990 yang bermanfaat antara lain melindungi rotifera dari senyawa senobiotik seperti peptide dan pestisida. Informasi-informasi tentang hal ini masih terbatas pada rotifera B. plicatilis dan B . calyciflorus dari negara bermusim empat, namun hal yang sama belum dilaporkan dari rotifera di daerah tropis. Disamping itu juga dilaporkan bahwa rotifera kaya akan lipid berasam lemak tak jenuh. Lipid ini yang merupakan daya tarik para operator balai benih untuk menggunakan rotifera sebagai sumber nutrisi larva ikan laut. Olsen et al. 1993, menemukan antara lain tingginya kandungan asam lemak omega-3 seperti EPA dan DHA pada B. plicatilis. Rotifera dapat merubah pola reproduksi dari aseksual menjadi seksual diawali dengan adanya stimulus dari luar. Hal ini diyakini dikendalikan oleh semacam protein penginduksi seks “sex-inducing protein” yakni sejenis anti stress protein yaitu suatu golongan protein yang diproduksi sebagai upaya pertahanan diri terhadap kondisi ekstrim. Dengan merubah kondisi lingkungan rotifera menjadi ekstrim kemungkinan dapat merangsang produksi senyawa ini. Senyawa-senyawa anti-stress dan enzim-enzim bersifat hidrolitik yang diproduksi rotifera akibat perubahan lingkungan juga mempunyai prospek yang cerah di masa datang, karena dapat berguna untuk terapi dalam kedokteran Rumengan 2007a.

2.4 Ekologi Rotifera