3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Secara keseluruhan penelitian dibagi dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk memperoleh data tentang kelimpahan rotifera di beberapa perairan pantai dan estuari Sulawesi
Utara yang kemudian digunakan untuk menentukan lokasi penelitian selanjutnya sebagai sumber hewan uji. Stasiun pengamatan di setiap lokasi adalah di pantai,
muara, tambak dan di setiap stasiun ditetapkan tiga titik pengambilan sampel. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada musim timur Agustus-September
2004. Penelitian utama dilakukan pada musim barat Januari 2005 dan musim timur Agustus 2005. Penelitian laboratorium dilakukan di laboratorium
Bioteknologi Kelautan dan laboratorium Kimia Bahan Hayati Laut Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi Manado.
3.2 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan dengan cara mengambil contoh pada beberapa lokasi yaitu di Perairan Poigar, Amurang, Tumpaan, Wori, Manado,
Kema, Manembo-nembo, Minanga dan Belang. Pengambilan sampel rotifera dilakukan di pantai, muara dan tambak. Cara pengambilan sampel rotifera pada
penelitian utama sama dengan yang dilakukan pada penelitian pendahuluan. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan empat lokasi yang memiliki
kelimpahan rotifera yang cukup tinggi, yaitu perairan Manembo-nembo, Minanga, Tumpaan dan Wori Lampiran 1, sehingga empat lokasi tersebut yang ditetapkan
menjadi lokasi pengambilan sampel untuk penelitian selanjutnya. Dua lokasi mewakili perairan pantai yang terbuka ke arah Laut Sulawesi yaitu perairan
Tumpaan dan Wori, sedangkan dua lokasi lainnya mengarah ke Laut Maluku yaitu perairan Manembo-nembo dan Minanga Gambar 4 dan Lampiran 15.
.
Gambar 4 Peta lokasi penelitian Sumber : JICA, 2000. Data Digital JICA untuk Daerah Sulawesi Utara
3.3 Penelitian Utama
3.3.1 Kajian
Bioekologi 3.3.1.1 Parameter Lingkungan dan Kelimpahan Rotifera
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan ditetapkan empat lokasi pengambilan sampel yaitu di Perairan Manembo-nembo, Minanga, Tumpaan dan
Wori. Pengambilan sampel plankton rotifera dan fitoplankton dilakukan pada musim barat, musim timur dan pada saat pasang surut. Parameter yang diukur
meliputi parameter lingkungan, kelimpahan rotifera, dan kelimpahan fitoplankton. Pengukuran parameter lingkungan seperti suhu, salinitas, pH, kekeruhan, dan
oksigen terlarut dilakukan secara in situ, dengan menggunakan Horiba U-10. Pengambilan air contoh untuk analisis kandungan nutrien nitrat dan fosfat
Tumpaan Wori
Manembo- nembo
Minanga
Sulawesi Utara
dilakukan dengan cara mengambil air di setiap stasiun sebanyak 1,5 liter kemudian dimasukkan kedalam cool box dan dianalisis di laboratorium. Pengujian
kadar nitrat menggunakan metode brusin dengan alat spektrofotometer, dan pengujian kadar fosfat menggunakan metode asam askorbat dengan alat
spektrofotometer. Pengambilan sampel plankton rotifera dan fitoplankton dilakukan dengan
cara menarik jaring plankton secara horisontal di permukaan perairan sepanjang sepuluh meter, mesh size jaring plankton 40
μm untuk rotifera dan 28 μm untuk fitoplankton. Untuk stasiun pantai dan muara penarikan jaring dilakukan searah
garis pantai sedangkan di stasiun tambak dilakukan searah dengan lebar tambak yaitu pada bagian kiri, kanan dan tengah tambak. Air contoh yang terkonsentrasi
pada botol plankton net dipindahkan dalam botol sampel plankton berlabel, dan ditambah bahan pengawet formalin dengan konsentrasi akhir empat persen.
Larutan formalin diperoleh dari campuran satu bagian formalin teknis dengan sembilan bagian air yang mengandung sampel Arinardi et al. 1977. Selanjutnya
sampel plankton dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi dan dihitung kelimpahannya Bekleyen 2001. Identifikasi jenis plankton dilakukan dengan
menggunakan buku identifikasi Newell dan Newell 1963; Yamaji 1982; Bold dan Wynne 1985; Sournia 1986; Wallace dan Snell 1991.
3.3.1.2 Kultur Alga Mikro Sebagai Pakan Rotifera
Alga mikro yang digunakan sebagai pakan rotifera adalah jenis Nannochloropsis oculata
dan Prochloron sp. dengan kepadatan 3 x 10
6
selml. Alga mikro dikultur dalam medium yang bersalinitas 20 ppt dengan komposisi
unsur hara seperti yang digunakan oleh Hirata 1975 Tabel 1. Tabel 1 Komposisi medium kultur alga Hirata 1975
Bahan Konsentrasi ppm
NH
4 2
SO4 122,6
Na
2
HPO
4
12H
2
O 23
Clewat 32 15
500 ml
1000 ml Sentrifuse
Alga Inokulasi Supernatan dibuang
Presipitat diambil
250 ml
Stok air laut yang digunakan terlebih dahulu disaring dengan aspirator 13 menggunakan kertas filter millipore 0,45
μm untuk menyaring partikel-partikel ataupun mikroorganisme yang terdapat pada air laut. Sebelum digunakan, medium
kultur disterilkan dengan otoklaf pada suhu 121 ºC selama 30 menit Cheng et al.
2004. Kultur alga dimulai dengan inokulasi masing-masing alga dari stok ke labu
Erlenmeyer 250 ml yang telah diisi medium Hirata dengan menggunakan pipet steril, dan selanjutnya labu Erlenmeyer diletakkan dalam lemari pemeliharaan.
Wadah pemeliharaan sebelumnya dicuci kemudian dibilas dengan akuades, dikeringkan dan disterilkan dengan otoklaf pada suhu 100 ºC
selama 1 menit. Wadah kultur dilengkapi dengan aerator supaya alga mikro tidak mengendap dan
mendorong pertumbuhan alga. Lemari pemeliharaan alga dilengkapi lampu TL 20 watt sebagai sumber cahaya bagi alga. Ruang pemeliharaan dilengkapi dengan
alat pendingin ruangan AC yang diatur pada suhu 25 ºC. Setelah mencapai pertumbuhan optimum yang ditandai dengan perubahan warna alga mikro menjadi
hijau pekat Isnansetyo dan Kurniastuty 1995, alga mikro dipindahkan ke dalam wadah pemeliharaan yang lebih besar yakni 500 ml, kemudian 1000 ml Gambar
5. Sebelum digunakan sebagai pakan rotifera, alga mikro yang sudah mencapai pertumbuhan optimum disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.
Bagian supernatan dibuang dan presipitatnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang diberi penutup, selanjutnya ditempatkan pada lemari pendingin sebagai stok
pakan untuk rotifera.
Gambar 5 Prosedur kultur alga sebagai pakan B. rotundiformis
3.3.1.3 Morfometri
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa rotífera B
. rotundiformis memiliki kelimpahan tertinggi dan mampu bertahan di laboratorium dibanding dengan B. caudatus dan B. quadridentatus, sehingga jenis
tersebut yang digunakan sebagai organisme uji pada penelitian selanjutnya Lampiran 1. Untuk aspek morfometri, bagian-bagian tubuh B. rotundiformis
yang diukur adalah panjang lorika PL, lebar anterior LA dan lebar lorika LL Gambar 6.
Keterangan : PL = Panjang Lorika
LA = Lebar Anterior LL = Lebar Lorika
Gambar 6 Bagian-bagian tubuh B. rotundiformis yang diukur
3.3.1.4 Daur Hidup Rotifera B. rotundiformis
Untuk mengetahui daur hidup B. rotundiformis, digunakan telur generasi pertama TGP yang berasal dari satu klon. Untuk mendapatkan telur generasi
pertama, B. rotundiformis yang sedang membawa telur dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian tabung reaksi tersebut dikocok dengan tangan agar telur-telurnya
rontok. Telur-telur yang telah rontok tersebut dipisahkan dari induknya dan
PL LL
LA
dipindahkan ke dalam cawan petri yang berbeda dengan pemberian pakan berbeda yaitu N. oculata dan Prochloron sp. kemudian dibiarkan hingga menetas. Tetasan
ini dianggap sebagai induk P. Setelah induk P dipelihara secara individual hingga menghasilkan telur, telurnya dirontokkan kembali dengan cara cawan
dikocok, telur inilah sebagai telur generasi pertama TGP, selanjutnya telur tersebut dipindahkan ke dalam multiwellplate dan dikultur dengan metode life
tabel Pianka 1988; Rumengan 1990 Gambar 7. Pengamatan dilakukan dua kali
sehari dengan interval waktu 12 jam untuk menghitung jumlah telur dan anak yang dihasilkan. Kultur dilakukan dan diamati sampai semua telur generasi
pertama TGP B. rotundiformis ditemukan mati.
Gambar 7 Prosedur kultur individu B. rotundiformis Tabung
Cawan
Multiwellplate Pipet
Setiap 12 jam Anak
rotifera Dikeluarka
3.3.1.5 Miksis
Informasi terjadinya miksis pada B. rotundiformis dibutuhkan untuk mengetahui keadaan stres yang diduga memacu produksi senyawa bioaktif.
Untuk itu digunakan B. rotundiformis dari telur generasi pertama TGP. Telur generasi pertama TGP dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak tiga butir
telur per tabung yang telah diisi alga mikro yang berbeda N. oculata dan Prochloron
sp.. Setiap perlakuan pakan dilakukan tiga kali ulangan, tiap ulangan menggunakan enam tabung reaksi, jadi ada 36 tabung untuk perlakuan dua jenis
pakan alga N. oculata dan Prochloron sp. Pengamatan dilakukan setiap hari dan dihitung jumlah B. rotundiformis yang dihasilkan. Perhitungan dilaksanakan di
bawah stereomikroskop dengan perbesaran 40 kali. Aspek-aspek yang diamati adalah Betina amiktik
♀♀, Betina miktik ♂♀, Betina tanpa telur ♀? dan Betina yang membawa telur dorman
♀D. Betina amiktik ♀♀ adalah betina yang melakukan reproduksi partenogenesis, telurnya oval dan berwarna agak
gelap. Betina miktik ♂♀ adalah betina yang membawa telur bulat berwarna abu-
abu dan ukurannya kira-kira setengah telur amiktik dan nantinya menetas jadi jantan. Betina tanpa telur
♀? adalah betina yang belum membawa telur, karena itu belum dapat diidentifikasi miktik atau amiktik. Betina yang membawa telur
dorman ♀D adalah telurnya oval, berukuran sama dengan telur amiktik,
berwarna coklat atau oranye dan terdapat rongga udara pada sisi telur.
3.3.2 Kajian Bioaktif
3.3.2.1 Ekstraksi B. rotundiformis, N. oculata dan Prochloron sp.
Untuk kebutuhan ekstraksi, B. rotundiformis dikultur dalam wadah 1000 ml. Pada tahap awal B. rotundiformis dikultur pada suhu dan salinitas optimum yakni
suhu 28 ºC dan salinitas 20 ppt James dan Abu 1990. Kemudian sebagian B
. rotundiformis diadaptasikan pada salinitas 4 ppt, 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt. Untuk memperoleh salinitas yang rendah yaitu diencerkan dengan aquades,
kemudian diukur dengan bantuan refraktometer sampai dicapai salinitas yang diinginkan. Sedangkan untuk memperoleh salinitas yang lebih tinggi, air laut
dididihkan sekitar dua jam dan didinginkan, setelah itu diukur dengan
refraktometer sampai diperoleh salinitas yang
diinginkan. Adaptasi
B . rotundiformis pada salinitas yang berbeda dilakukan dengan cara menurunkan
dan menaikkan salinitas medium sebesar 2 ppt setiap dua hari dalam tabung reaksi 10 ml yang berisi 10 individu. Setelah diadaptasikan, B. rotundiformis
dipindahkan kedalam wadah 1000 ml dengan kepadatan 50 individu dan dikultur pada salinitas 4 ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt, 60 ppt dengan dua jenis pakan berbeda
N. oculata dan Prochloron sp.. Panen B. rotundiformis dilakukan dengan menggunakan jaring plankton 40
μm dan dikerjakan dalam wadah berisi es. B
. rotundiformis yang tersaring dipindahkan ke dalam tabung Ependorf dengan menggunakan pipet. Hasil saringannya disimpan dalam Ependorf yang sudah
diberi label, setelah itu dibungkus dengan alumunium foil dan disimpan dalam freezer
pada suhu -20 ºC Gambar 8.
Gambar 8 Kultur dan pemanenan B. rotundiformis untuk ekstraksi senyawa bioaktif
Disaring dimasukkan
dalam ependorf
- Diberi label
-
Dibungkus dengan
alumuniubm foil
-
Diberi label kembali
Di simpan di freezer -20
C
10 ml
C A B
1 Individu l
Dari alam
10 ml 10 ml
10 ml 10 ml
4 ppt 20 ppt 40 ppt 50 ppt 60 ppt
D E
4 ppt 20 ppt 40 ppt 50 ppt
4 ppt 40 ppt 50 ppt 60 ppt 20 ppt
1000
1000 ml 1000 ml
1000 ml 1000 ml
1000 ml
adaptasi
Untuk mendeteksi kandungan senyawa bioaktif maka dilakukan proses ekstraksi terhadap B. rotundiformis dan alga mikro N. oculata dan Prochloron sp.
Tujuan pengujian alga mikro adalah untuk memastikan apakah alga mikro sebagai pakan B. rotundiformis juga memberikan kontribusi terhadap kandungan senyawa
bioaktif yang dimiliki oleh B. rotundiformis. Untuk mendapatkan ekstrak kasar, sampel B. rotundiformis, N. oculata dan Prochloron sp. digerus dengan alat
penggerus lumpang dan dihomogenasikan dengan metanol 80 perbandingan 1:2 satu bagian sampel plankton dan 2 bagian metanol. Homogenat yang ada
direndam selama 24 jam, setelah itu disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, sehingga diperoleh presipitat 1 dan supernatan 1. Dalam
presipitat 1 ditambahkan lagi metanol 1:2 kemudian diinkubasi selama 8 jam, setelah itu disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm sehingga
diperoleh presipitat 2 dan supernatan 2. Selanjutnya supernatan 1 dan 2 dengan presipitat 1 dan 2 yang diperoleh, dievaporasi dengan menggunakan rotari vacum
evaporator sehingga diperoleh ekstrak kasar rotifera B. rotundiformis, N. oculata
dan Prochloron sp. Harborne 1987; Houghton 1998 Gambar 9.
Gambar 9 Prosedur ekstraksi -
Pengocokan - Sentrifus 3000 rpm, 15’
Pengocokan Homogenasi sampel +
metanol 80 1:2 Sampel digerus
dihancurkan Lumpang
Shaker
Presipitat 1 ditambahkan metanol 80 1:2
Ekstrak Kasar
Presipitat 1,2 dan supernatan
EVAPORASI
Sentrifus 15 it
Presipitat 1, supernatant 1
Presipitat 2, supernatant 2
3.3.2.2 Inokulum Bakteri
dan Antibiotik Pembanding
Bakteri yang digunakan untuk menguji aktivitas antibakteri adalah bakteri gram positif dan gram negatif. Mikroba-mikroba tersebut digolongkan dalam
mikroba patogen atau penyebab penyakit, dan kedua golongan mikroba tersebut yang akan dicegah pertumbuhannya dengan antibakteri yang terdapat pada
B . rotundiformis. Bakteri uji tersebut adalah Vibrio cholerae gram negatif, bentuk
batang bengkokspiral, Bacillus subtilis gram positif, bentuk batang dan Escherichia coli
gram negatif, bentuk bulat, Ndukwe et al. 2005. Isolat bakteri dalam medium miring ditumbuhkan di cawan petri yang berisi medium agar steril
dengan cara digores menggunakan jarum öse. Setelah bakteri berumur 24 jam, masing-masing bakteri tersebut dimasukkan ke dalam tabung yang berisi larutan
NaCl larutan saline 0,9 sebanyak 10 ml dan diukur kepadatannya hingga 10
9
selml dengan menggunakan metode McFarland. Antibiotik pembanding yang digunakan adalah amoksisilin dan tetrasiklin. Dosis masing-masing antibiotik
adalah 0,5 mgml.
3.3.2.3 Pembuatan Medium Agar
Medium agar dibuat dari nutrien agar NA sebanyak 2 gram yang dilarutkan dalam 100 ml aquades lalu dipanaskan sambil diaduk, kemudian
disterilkan dengan otoklaf selama 15 menit pada suhu 121 ºC. Selanjutnya nutrien agar dituang dalam cawan petri steril secara merata masing-masing 15 ml dan
dibiarkan mengeras. Untuk memastikan medium agar ini bersih dan tidak terkontaminasi bakteri lain, maka medium agar dibiarkan selama 24 jam. Medium
agar yang tidak terkontaminasi dengan bakteri lain selanjutnya digunakan untuk kebutuhan uji aktivitas antibakteri Gambar 10.
Gambar 10 Pembuatan medium agar
3.3.2.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri
Pengujian antibakteri dilakukan untuk menentukan kesanggupan membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme hidup. Metode pengujian
antibakteri yang digunakan adalah metode agar kertas cakram paper disc method berdasarkan Jorgensen et al. 1999 dan Waksman 1974 dalam Wangidjaja 2002.
Pada cara difusi ini larutan senyawa antibakteri akan berdifusi dari kertas saring yang mengandung senyawa antibakteri lalu masuk kedalam medium agar yang
telah diinokulasi dengan mikroba penguji. Setelah inkubasi, terjadi hambatan dari pertumbuhan bakteri uji sehingga terjadi daerah bening yang terbentuk di sekitar
kertas cakram yang ditetesi suspensi senyawa antibakteri tersebut. Daerah hambatan yang terbentuk luasnya berbeda-beda sesuai dengan kadar senyawa
antibakteri yang dikandungnya. Otoklaf
Nutrien agar 2 gr
Dilarutkan
Ditimbang Aquades 100 ml
Dituang Nutrien agar
Pengujian antibakteri dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Hayati Laut Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat. Medium agar yang telah disiapkan
diolesi bakteri uji dengan menggunakan kapas steril. Setelah itu kertas cakram yang terbuat dari kertas saring Whatman steril berdiameter 6 mm diletakkan diatas
medium agar yang telah diolesi bakteri uji. Selanjutnya 1 mg ekstrak kasar B. rotundiformis
dilarutkan dalam 1 ml pelarut metanol 1 mgml, dan dari konsentrasi ekstrak kasar ini diambil 1 mikro liter dan diteteskan ke kertas cakram
yang telah disiapkan, juga diteteskan antibiotik pembanding dan metanol sebagai kontrol, kemudian diinkubasi selama 24 jam. Setelah diinkubasi 24 jam, diukur
zona bening yang terbentuk yaitu berupa daerah bening sekeliling kertas cakram. Dalam pengujian ini bakteri yang digunakan adalah bakteri V. cholerae, B. subtilis
dan E. coli. Antibiotik yang dicoba sebagai pembanding adalah tetrasiklin dan amoksisilin.
Besarnya diameter zona hambat yang terbentuk dari masing-masing ekstrak kasar B. rotundiformis dibandingkan dengan yang dibentuk oleh antibiotik dan
metanol. Makin besar diameter zona bening atau zona hambat dari ekstrak berarti makin besar daya antibakterinya Gambar 11.
Gambar 11 Pengujian aktivitas antibakteri Inkubas
Ukur zona
bening
3.4 Analisis Data
3.4.1 Kelimpahan Rotifera dan Parameter Lingkungan
Untuk menghitung kelimpahan plankton, terlebih dahulu dihitung volume
air laut yang tersaring dengan mengikuti rumus Vs =
πr
2
d. Dimana : V = volume air yang tersaring l,
π = 3,14, r = radius mulut plankton net, d = panjang lintasan. Kelimpahan plankton dinyatakan secara kuantitatif dalam jumlah indm
3
. Kelimpahan plankton dihitung berdasarkan rumus : N = n x VrVo x 1Vs.
N = Jumlah sel per meter
3
, n = Jumlah individu yang teramati, Vr = Volume air yang tersaring dalam cod end, Vo = Volume air yang diamati, Vs = Volume air
yang tersaring. Perhitungan kelimpahan rotifera diawali dengan menghitung volume air
yang tersaring dengan menggunakan rumus APHA 1992 yaitu: V=
π r
2
d Dimana :
V = volume air yang tersaring π = 3,141592654
r = radius mulut plankton net 0,15 m
d = panjang lintasan 10 m Kelimpahan rotifera dinyatakan secara kuantitatif dalam jumlah indm
3
yang dihitung berdasarkan rumus : N = n x VsVo x 1Vt
Dimana : N = jumlah indmeter kubik
n = jumlah ind yang diamati Vt = Volume air tersaring 706,858 L
Vo = Volume air yang diamati 0,0010 L Vs = Volume air dalam cod end 0,0280 L
Untuk mengetahui perbedaan parameter lingkungan berdasarkan lokasi penelitian, musim, pasang surut serta pengaruh interaksi antara lokasi dan musim
maupun interaksi antara stasiun dengan musim maka dilakukan analisis ragam ANOVA desain faktorial pada masing-masing parameter.
Untuk membandingkan perbedaan kelimpahan rotifera antar lokasi, musim, pasang, surut dan stasiun penelitian, digunakan analisis non parametrik Kruskal-
Wallis. Karena itu pengaruh interaksi antar faktor lokasi, musim, pasang, surut dan stasiun tidak dapat dianalisis menggunakan statistik parametrik secara
simultan untuk melihat pengaruh interaksi antar faktor-faktor tersebut. Jika hasil analisis Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata, maka
dilanjutkan dengan uji pembandingan menggunakan Mann-Whitney untuk menguji perbedaan setiap tingkatan dalam faktor lokasi, stasiun, musim, pasang
dan surut Zar 1984. Untuk
mengidentifikasi parameter
lingkungan yang paling berperan dalam membedakan tinggi rendahnya kelimpahan rotifera B. rotundiformis maka
digunakan analisis diskriminan Bengen 1999. Dalam analisis ini terlebih dahulu setiap observasi dibagi ke dalam kelompok berdasarkan kelimpahan
B . rotundiformis. Analisis ini menggunakan perangkat lunak SPSS release 10.0.5.
3.4.2 Pengaruh Pakan terhadap Daur Hidup dan Morfometri B. rotundiformis
Untuk mengetahui daur hidup B. rotundiformis digunakan metode life table Tabel 2, Pianka 1988; Rumengan 1989. Pengaruh jenis pakan terhadap daur
hidup B. rotundiformis digunakan uji t berpasangan antara dua jenis pakan yang digunakan. Parameter yang diuji meliputi harapan hidup, laju reproduksi, waktu
generasi dan waktu penggandaan. Morfometri B. rotundiformis panjang lorika, lebar lorika dan lebar anterior dinalisis ragam ANOVA untuk membandingkan
morfometri antara B. rotundiformis hasil kultur dengan B. rotundiformis dari alam 4 lokasi.
Tabel 2 Komponen-komponen dalam metode ”Life Table” Kolom Simbol Cara
Hitung Keterangan
1 X
Input Umur dalam hari
2 n
x
Input Jumlah individu yang hidup pada umur x.
3 l
x
n
x
n
o
Kemungkinan individu hidup pada umur x 4 d
x
n
x
-n
x+1
Jumlah individu yang mati selama selang waktu x sampai x+
12
5 q
x
d
x
n
x
Laju mortalitas selama selang waktu x sampai x+
12
6 L
x
n
x
+n
x
-12 Rata-rata jumlah individu yang hidup selama selang waktu x sampai x+
12
7 T
x
∑L
x
Jumlah kumulatif L
x
dihitung dari dasar tabel ke atas sampai ke umur x
8 e
x
T
x
l
x
Rata-rata harapan hidup individu sejak berumur
x 9 C
x
Input Jumlah anak yang dihasilkan semua betina
hidup selang waktu x sampai x+
12
10 m
x
C
x
n
x
Rata-rata jumlah
anak yang dihasilkan seekor betina pada umur x dari x sampai x+
12
atau fertility rate 11 Vc
x
l
x
m
x
Total jumlah anak yang dihasilkan tiap betina hidup selama selang waktu x sampai x
12
12 Zc
x
l
x
m
x
x Total jumlah anak yang dihasilkan tiap betina
sampai hari x Parameter- perameter yang dihitung berdasarkan metode life table adalah :
1. Harapan hidup life time, e
x
Harapan hidup untuk individu pada umur x dihitung sebagai berikut :
e
x
= T
x
n
x
dimana : T
x
= Jumlah kumulatif lx n
x
= Jumlah individu pada umur x 2.
Laju Fertilitas fertility rate, m
x
Laju fertilitas adalah rata-rata jumlah turunan yang dihasilkan setiap
individu betina pada waktu berumur x selama selang waktu x sampai x+
12
.
Dihitung sebagai berikut : m
x
= C
x
n
x
dimana : C
x
= Jumlah telur yang dihasilkan semua betina hidup selang waktu x sampai x+
12
n
x
= Jumlah individu pada umur x
3. Laju Reproduksi Neto net reproduction rate, R
o
Laju reproduksi neto adalah jumlah kali populasi bertambah banyak selama satu waktu generasi atau jumlah anak yang diperkirakan dapat dilahirkan
seekor betina seumur hidupnya. Dihitung sebagai berikut :
n
R
o
=
∑ l
x
m
x
x=i
dimana : l
x
= Ketahanan hidup pada umur x m
x
= Laju fertilitas i = 0
n = 7,5
4. Waktu Generasi
mean generation time, T
G
Waktu Generasi adalah rata-rata periode waktu antara kelahiran induk dan kelahiran anak.
Dihitung sebagai berikut :
n
T
G
= Σ l
x
m
x
XR
o
x=i
dimana : R
o
= Laju reproduksi neto atau net reproduction rate l
x
= Kemungkinan betina hidup pada umur x m
x
= Laju fertilitas atau fertility rate i = 0
n = 7,5
5. Waktu Penggandaan doubling time, Dt
Waktu penggandaan adalah waktu yang dibutuhkan individu untuk bertambah dua kali lipat atau jika berkurang menjadi setengahnya.
Dihitung sebagai berikut : Dt = log
e
2r
dimana : Dt = Waktu penggandaan doubling time r = Pertumbuhan maksimum populasi Intrinsic rate of
increase dengan struktur umur yang stabil dalam
lingkungan yang menguntungkan. Perhitungan r menggunakan persamaan :
n
∑e
-rx
l
x
m
x
= 1
x=i
3.4.3 Persentase Miksis
Untuk perhitungan persentase miksis dilakukan dengan menggunakan formula yang digunakan oleh Hagiwara 1998 yaitu :
♂♀ + ♀D Persentasi miksis
= x 100 ♂♀ + ♀♀ +♀? + ♀D
Aspek-aspek yang diamati adalah : 1.
Betina miktik ♂♀ :
Betina yang membawa telur bulat berwarna abu-abu dan ukurannya kira-kira setengah telur amiktik.
2. Betina amiktik
♀♀ : Betina yang telurnya oval berisi penuh dan berwarna agak gelap.
3. Betina tanpa telur
♀? : Betina yang belum membawa telur, karena itu belum diketahui tipe miktik
atau amiktik. 4.
Betina miktik yang membawa telur dorman ♀D :
Telurnya oval, berukuran sama dengan telur amiktik, berwarna coklat atau oranye dan terdapat rongga udara pada sisi telur.
3.4.4 Aktivitas Antibakteri
Analisis yang digunakan untuk membandingkan zona bening yang dihasilkan dari perlakuan salinitas dan pakan adalah analisis faktorial, dengan
5 tingkatan salinitas 4 ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt dan 2 jenis pakan N. oculata dan Prochloron sp. diulang sebanyak 3 kali 5x2x3. Kombinasi
kedua faktor tersebut dicoba pada B. rotundiformis yang diambil dari satu lokasi yaitu perairan Minanga.
Model linier yang digunakan dalam eksperimen ini adalah sebagai berikut :
Y
ijk
= μ+ S
i
+ P
j
+ SP
ij
+ ε
ijk
Y
ijk
= Respon pada perlakuan kombinasi salinitas ke-i, jenis pakan ke-j ulangan ke-k
μ = Rata-rata umum
S
i
= Pengaruh kombinasi salinitas ke-i i= 4ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt, 60 ppt P
j
= Pengaruh jenis pakan ke-j j= N. oculata dan Prochloron sp. SP
ij
= Pengaruh interaksi antara kombinasi salinitas ke-i dengan jenis pakan ke-j ε
ijk
= Galat atau error perlakuan kombinasi salinitas ke-i, jenis pakan ke-j ulangan
ke-k
Untuk mengoreksi
aktivitas antibakteri ekstrak kasar B. rotundiformis maka
analisis dibandingkan dengan kontrol yaitu besarnya zona hambat kedua jenis pakan yang digunakan. Pembandingan ini dilakukan menggunakan Uji-Dunnet.
Untuk menghitung efektifitas B. rotundiformis dalam pembentukan zona bening maka dihitung efisiensi relatif terhadap alga mikro sebagai pakan B. rotundiformis
N. oculata, Prochloron sp. dan antibiotik, yang dinyatakan dalam persentase.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Bioekologi 4.1.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di perairan Manembo-nembo, Minanga, Wori dan Tumpaan Sulawesi Utara. Perairan Manembo-nembo dan Minanga adalah dua
lokasi yang berhadapan dengan Laut Maluku sedangkan perairan Wori dan Tumpaan adalah perairan pantai yang terbuka ke arah Laut Sulawesi.
Perairan Manembo-nembo terletak di semenanjung Minahasa di pantai timur. Berdasarkan peta daratan pesisir, Manembo-nembo terletak memanjang
dari barat daya ke timur laut yang berhadapan langsung dengan laut Maluku, serta memiliki dua muara sungai yaitu sungai Tuna dan sungai Sagerat. Karakteristik
pantai Manembo-nembo adalah pasir, lumpur dan lempung Bakosurtanal 1991a. Kondisi aktual lahan di daerah dekat pantai sebagian besar dimanfaatkan sebagai
daerah permukiman dan area pertambakan. Perairan Minanga merupakan wilayah pantai yang mengarah ke tenggara
berhadapan dengan laut Maluku. Pantainya memiliki dua muara sungai yaitu sungai Minanga pada bagian timur dan sungai Abuang pada bagian barat. Perairan
pantai Minanga terdiri dari kerakal, kerikil, pasir dan lumpur yang berasal dari berbagai macam batuan dan endapan danau, garis pantainya berpasir dan
bertebing terjal Bakosurtanal 1995. Lahan di daerah dekat pantai sebagian besar dimanfaatkan sebagai daerah permukiman dan area pertambakan.
Daratan pesisir Wori berhadapan dengan laut Sulawesi, terdapat beberapa pulau yang ada didepannya seperti Pulau Siladen, Bunaken dan Manado Tua yang
saling berdekatan. Daratan tersebut berbentuk tanjung yang memanjang dari selatan ke utara dengan formasi hutan bakau di daerah dekat pantai dan hutan
campuran di bagian belakangnya. Perairan pantai Wori memiliki karakteristik pasir, lumpur dan lempung Bakosurtanal 1991b. Lahan di daerah dekat pantai
sebagian besar dimanfaatkan sebagai daerah permukiman dan area pertambakan. Perairan Tumpaan berhadapan dengan Teluk Amurang dan Pulau Tatapaan,
memiliki empat muara sungai yaitu muara Sungai Balombang, Ranorenet, Ranotuana dan Tinundek. Karakteristik pantainya berupa pasir, lumpur dan
lempung Bakosurtanal 1991b. Lahan di daerah dekat pantai sebagian besar dimanfaatkan sebagai daerah permukiman dan area pertambakan. Area tambak di
Perairan Manembo-nembo, Minanga, Wori dan Tumpaan merupakan area tempat budidaya ikan bandeng, mujair dan udang.
4.1.2 Parameter lingkungan
Parameter lingkungan yang diukur selama penelitian meliputi beberapa parameter fisika kimia yaitu suhu, salinitas, pH, kekeruhan, kadar oksigen terlarut
dan nutrien nitrat, fosfat. Hasil pengukuran beberapa parameter lingkungan pada empat lokasi, dua musim serta pada saat pasang dan surut disajikan dalam
Gambar 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18 dan Lampiran 2.
25 30
35
Suhu ºC
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Pantai-Musim Barat
25 30
35
Suh u
ºC
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Pantai-Musim Timur
25 30
35
Suhu º
C
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Muara-Musim Barat
25 30
35
Suhu º
C
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Muara-Musim Timur
25 30
35
Su hu
ºC
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Tambak-Musim Barat
25 30
35
Su hu
º C
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Tambak-Musim Timur
Keterangan :
Gambar 12 Hasil pengukuran suhu ºC selama penelitian
Pasang Surut
10 15
20 25
30 35
S a
lin it
a s
‰
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Pantai-Musim Barat
10 15
20 25
30 35
Sa li
n it
a s
‰
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Pantai-Musim Timur
10 15
20 25
30 35
S a
lin it
a s
‰
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Muara-Musim Barat
10 15
20 25
30 35
Sa li
ni ta
s ‰
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Muara-Musim Timur
10 15
20 25
30 35
Sa li
ni ta
s ‰
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Tambak-Musim Barat
10 15
20 25
30 35
Sa li
ni ta
s ‰
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Tambak-Musim Timur
Keterangan :
Gambar 13 Hasil pengukuran salinitas ‰ selama penelitian
Pasang Surut
5 6
7 8
p H
s k
a la
p H
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Pantai-Musim Barat
5 6
7 8
p H
s k
a la
p H
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Pantai-Musim Timur
5 6
7 8
p H
s k
a la
p H
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Muara-Musim Barat
5 6
7 8
p H
s k
a la
p H
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Muara-Musim Timur
5 6
7 8
p H
s k
a la
p H
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Tambak-Musim Barat
5 6
7 8
p H
s k
a la
p H
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Tambak-Musim Timur
Keterangan :
Gambar 14 Hasil pengukuran pH skala pH selama penelitian
Pasang Surut
60 80
100 120
140
K e
k e
r u
ha n
N T
U
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Pantai-Musim Barat
60 80
100 120
140
K e
k e
r u
h a
n N
T U
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Pantai-Musim Timur
60 80
100 120
140
K e
ke r
u ha
n NT
U
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Muara-Musim Barat
60 80
100 120
140
K e
k e
ru ha
n NT
U
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Muara-Musim Timur
60 80
100 120
140
K e
ke r
u ha
n NT
U
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Tambak-Musim Barat
60 80
100 120
140
K e
ke r
uha n
NT U
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Tambak-Musim Timur
Keterangan :
Gambar 15 Hasil pengukuran kekeruhan NTU selama penelitian
Pasang Surut
5 6
7
O k
s. T