5 6
7
O k
s. T
erl a
r ut
m g
l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Pantai-Musim Barat
5 6
7
Ok s.
T e
r la
r u
t m
g l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Pantai-Musim Timur
5 6
7
Ok s.
T e
r la
r u
t m
g l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Muara-Musim Barat
5 6
7
Ok s.
T e
r la
r u
t m
g l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Muara-Musim Timur
5 6
7
Ok s.
T e
r la
r u
t m
g l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Tambak-Musim Barat
5 6
7
Ok s.
T e
r la
r u
t m
g l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Tambak-Musim Timur
Keterangan :
Gambar 16 Hasil pengukuran oksigen terlarut mgl selama penelitian
Pasang Surut
0.5 1
1.5 2
Ni tr
a t
m g
l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Pantai-Musim Barat
0.5 1
1.5 2
Ni tr
a t
m g
l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Pantai-Musim Timur
0.5 1
1.5 2
Ni tr
a t
m g
l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Muara-Musim Barat
0.5 1
1.5 2
Ni tr
a t
m g
l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Muara-Musim Timur
0.5 1
1.5 2
Ni tr
a t
m g
l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Tambak-Musim Barat
0.5 1
1.5 2
Ni tr
a t
m g
l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Tambak-Musim Timur
Gambar 17 Hasil pengukuran nitrat mgl selama penelitian
0.5 1
Fo sf
a t
m g
l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Pantai-Musim Barat
0.5 1
Fo sf
at m
g l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Pantai-Musim Timur
0.5 1
Fo sf
a t
m g
l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Muara-Musim Barat
0.5 1
Fo sf
at m
g l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Muara-Musim Timur
0.5 1
Fos fa
t m
g l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Tambak-Musim Barat
0.5 1
Fos fa
t m
g l
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Tambak-Musim Timur
Gambar 18 Hasil pengukuran fosfat mgl selama penelitian
Hasil pengukuran parameter lingkungan selama penelitian menunjukkan, bahwa suhu, salinitas, pH, kekeruhan, dan oksigen terlarut berbeda menurut
lokasi, stasiun, musim, pasang dan surut Lampiran 3. Nilai suhu dan salinitas di perairan pantai berbeda dibandingkan dengan di muara dan tambak. Rendahnya
suhu dan salinitas di Minanga kemungkinan besar disebabkan oleh pengaruh masukan air tawar yaitu aliran air sungai yang relatif lebih besar jika
dibandingkan dengan tiga lokasi lainnya. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi fluktuasi salinitas tergantung pada aliran air sungai, sirkulasi air
dan juga musim. Suhu air di musim barat lebih rendah dibandingkan dengan musim timur, tetapi tidak berbeda menurut pasang dan surut. Rata-rata salinitas
pada musim timur lebih tinggi dibandingkan dengan musim barat dan lebih tinggi pada saat pasang dari pada surut. Tingginya salinitas pada musim timur
disebabkan karena musim panas atau terjadi penguapan yang relatif tinggi dan curah hujan presipitasi yang relatif rendah jika dibandingkan dengan musim
barat yang rata-rata curah hujannya lebih tinggi. Hal ini menyebabkan debit air tawar melalui aliran sungai menurun pada saat musim timur sehingga salinitas
rata-rata pada tiga stasiun cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan musim barat. Karena faktor yang mempengaruhi fluktuasi salinitas adalah curah hujan
serta penguapan yang sangat dipengaruhi oleh musim Wyrtki 1961; Parsons et al. 1984; Arinardi 1997.
Rata-rata pH di pantai lebih tinggi dibandingkan dengan di tambak dan muara. Rendahnya pH di muara sangat erat kaitannya dengan banyaknya bahan
organik yang ikut terbawa aliran sungai sehingga proses dekomposisi mikroba sangat intensif. Rata-rata pH air di Manembo-nembo lebih tinggi dibandingkan
Minanga, Wori dan Tumpaan. Rata-rata pH pada saat pasang lebih tinggi dibandingkan pada saat surut dan lebih tinggi di musim timur dari pada musim
barat Lampiran 3. Nilai pH yang rendah pada musim barat bertepatan dengan curah hujan yang tinggi. Rata-rata oksigen terlarut berbeda diantara keempat
lokasi penelitian, nilai tertinggi yaitu di perairan Tumpaan, dan lebih tinggi di muara kemudian pantai dan tambak. Perbedaan kadar oksigen terlarut nyata
terlihat antar musim dan antar pasang dan surut.
Kekeruhan berbeda menurut musim, pasang, surut, dan kekeruhan paling tinggi yaitu pada musim barat saat surut Lampiran 3. Rata-rata kekeruhan di
Minanga dan Wori lebih tinggi dibandingkan dengan Manembo-nembo dan Tumpaan. Perbedaan kekeruhan ini banyak dipengaruhi oleh masukan air tawar
dan pergerakan massa air. Tingginya masukan air tawar pada musim barat menyebabkan tingginya konsentrasi partikel-partikel terlarut yang menyebabkan
tingginya kekeruhan di perairan pantai dan muara. Pergerakan pasang dan surut memungkinkan terdorongnya massa air tawar dari muara ke pantai pada saat air
surut, dan dalam waktu yang bersamaan arus pasang dan surut sangat besar pengaruhnya terhadap pengadukan substrat dasar perairan pantai dan estuari yang
dapat menyebabkan meningkatnya kekeruhan.
4.1.3 Kelimpahan Rotifera
Spesies rotifera yang ditemukan selama penelitian adalah dari kelas Monogononta yang merupakan anggota dari genus Brachionus Wallace dan Snell
1991. Identifikasi sampel rotifera di semua lokasi penelitian menemukan tiga jenis yaitu B. rotundiformis, B. caudatus dan B. quadridentatus. Hasil pengukuran
rata-rata morfometri rotifera yang meliputi lebar anterior LA, panjang lorika PL dan lebar lorika LL dari masing-masing spesies rotifera tertera pada
Gambar 19. Beberapa ciri umum morfologi rotifera Brachionus adalah memiliki ekor
berbentuk melingkar tanpa segmen, lorika melingkupi bagian belakang dan perut dengan beberapa bagian duri bagian depan Fukusho 1989b. Hasil pengamatan
morfologi terhadap semua spesies rotifera yang diperoleh selama penelitian menunjukkan adanya duri baik pada bagian anterior maupun posterior Tabel 3.
Duri pada rotifera selain berfungsi sebagai pertahanan mereka terhadap predator, juga berfungsi untuk membantu pengapungan mereka di dalam kolom air Sugiri
1989. Beberapa ciri penampilan umum lainnya yang teramati pada rotifera Brachionus
adalah bentuk lorika yang hampir bulat dan bagian anterior yang relatif kecil.
B . rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus
B . rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus
LA = 67,20 μm
LA = 79,52 μm
LA = 96,32 μm
PL = 158,20 μm
PL = 169,96 μm
PL = 159,88 μm
LL = 117,32 μm
LL = 117,88 μm
LL = 147,84 μm
Keterangan : LA = Lebar Anterior
PL = Panjang Lorika LL = Lebar Lorika
Gambar 19 Spesies rotifera yang ditemukan selama penelitian
LA
PL
LL LA
PL
LL LA
PL
LL
Tabel 3 Beberapa kategori morfologi spesies rotifera yang teridentifikasi selama penelitian Wallace dan Snell 1991.
Kategori No
Spesies Klas
Jumlah Bentuk
Jumlah Jml
duritonjolan lorika duritonjolan Ekor pada
anterior pada
posterior
1. B.
rotundiformis Monogononta Depan : 6
Bentuk -
1 Duri.
lorika Belakang : 4 posterior
tonjolan kecil runcing
dan bulat
2. B. caudatus
Monogononta Depan : 4 Bentuk
2 duri -
duri dan 2 lorika
Tonjolan. sedikit Belakang : 4 bujur
tonjolan kecil langsing.
Bagian bawah
lorika ada
dua duri
3. B.
quadridentatus Monogononta Depan : 6 Bentuk
2 duri 1
duri. Lorika
pinggir, Belakang : 4 seperti
2 tonjolan tonjolan
kecil tong hampir
bulat, bengkak
pada pantatnya
Kelimpahan rata-rata rotifera yang ditemukan selama penelitian menurut lokasi, musim, stasiun, pasang dan surut disajikan dalam Gambar 20, 21, 22, dan
Lampiran 2.
2000 4000
6000 8000
10000
B .r
o tund
if or
m is
in d
m 3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Pantai-Musim Barat
2000 4000
6000 8000
10000
B rot
u n
di for
m is
in d
m 3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Pantai-Musim Timur
2000 4000
6000 8000
10000
B . r
o tund
if or
m is
in d
m 3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Muara-Musim Barat
2000 4000
6000 8000
10000
B .r
o tund
if or
m is
in d
m 3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Muara-Musim Timur
2000 4000
6000 8000
10000
B .r
o tund
if or
m is
in d
m 3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Tambak-Musim Barat
2000 4000
6000 8000
10000
B .r
o tund
if or
m is
in d
m 3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Tambak-Musim Timur
Keterangan :
Gambar 20 Kelimpahan B. rotundiformis
Pasang Surut
2000 4000
6000 8000
10000
B . ca
ud a
tus ind
m 3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Pantai-Musim Barat
2000 4000
6000 8000
10000
B . c
au dat
u s
in d
m 3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Pantai-Musim Timur
2000 4000
6000 8000
10000
B . c
a ud
a tus
in d
m 3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Muara-Musim Barat
2000 4000
6000 8000
10000
B . c
au dat
u s
in d
m 3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Muara-Musim Timur
2000 4000
6000 8000
10000
B . c
au dat
u s
in d
m 3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Tambak-Musim Barat
2000 4000
6000 8000
10000
B . c
a ud
a tus
in d
m 3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori
Tambak-Musim Timur
Keterangan :
Gambar 21 Kelimpahan B. caudatus
Pasang Surut
2000 4000
6000 8000
10000
B. q
u a
d rid
e n
ta tu
s in
d m
3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Pantai-Musim Barat
2000 4000
6000 8000
10000
B. q
u a
d rid
e n
ta tu
s in
d m
3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Pantai-Musim Timur
2000 4000
6000 8000
10000
B. q
u a
d rid
e n
ta tu
s in
d m
3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Muara-Musim Barat
2000 4000
6000 8000
10000
B. q
u a
d rid
e n
ta tu
s in
d m
3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Muara-Musim Timur
2000 4000
6000 8000
10000
B. q
u a
d rid
e n
ta tu
s in
d m
3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Tambak-Musim Barat
2000 4000
6000 8000
10000
B. q
u a
d rid
e n
ta tu
s in
d m
3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Tambak-Musim Timur
Keterangan :
Gambar 22 Kelimpahan B. quadridentatus
Pasang Surut
Hasil analisis Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa kelimpahan ketiga spesies rotifera berbeda nyata berdasarkan lokasi dan stasiun penelitian. Spesies
B . rotundiformis dan B. quadridentatus ditemukan di semua lokasi penelitian
sedangkan B. caudatus hanya pada lokasi tertentu saja yaitu di perairan Manembo-nembo dan Minanga. B. rotundiformis lebih melimpah dibandingkan
dengan kedua spesies lainnya. Hasil uji Mann-Whitney untuk membandingkan rata-rata kelimpahan ketiga spesies rotifera menunjukkan bahwa kelimpahan
B . rotundiformis di Manembo-nembo tidak berbeda nyata dengan di Minanga.
B . rotundiformis lebih melimpah di Manembo-nembo dan Minanga dibandingkan
dengan di Wori dan di Tumpaan. B. caudatus di Manembo-nembo lebih melimpah dibandingkan dengan di Minanga, sedangkan di Wori dan Tumpaan tidak
dijumpai spesies ini. B. quadridentatus lebih melimpah di Minanga dibandingkan dengan di Manembo-nembo, Wori dan Tumpaan. Kelimpahan spesies B.
quadridentatus di Manembo-nembo, Wori dan Tumpaan tidak memperlihatkan
perbedaan yang nyata Lampiran 4 Rimper et al. 2007. Hasil analisis Mann-Whitney Lampiran 5 menunjukkan bahwa kelimpahan
B . rotundiformis yang tertinggi adalah di tambak dan terendah di pantai.
Kelimpahan B. caudatus yang tertinggi terdapat di muara dan terendah di pantai, sedangkan di tambak tidak ditemukan spesies ini. Kelimpahan B. quadridentatus
yang tertinggi di muara kemudian diikuti tambak dan pantai. Persebaran B
. quadridentatus mirip dengan B. caudatus yaitu lebih melimpah di muara dibandingkan dengan tambak maupun pantai. B. caudatus dan B. quadridentatus
cenderung lebih melimpah di muara dibandingkan dengan pantai maupun tambak, sedangkan B. rotundiformis cenderung menyebar dengan kelimpahan yang
meningkat dari arah pantai ke muara dan tambak. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa B. rotundiformis lebih menyukai habitat yang berair tenang
seperti daerah muara dan tambak. B. rotundiformis juga lebih melimpah pada musim timur dibandingkan dengan musim barat Lampiran 6, sedangkan hasil uji
pembandingan antara pasang dan surut tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata pada kelimpahan ketiga spesies rotifera Lampiran 7. Gambar 23
menunjukkan persentase kelimpahan rotifera menurut lokasi, stasiun, musim, pasang, surut dan spesies.
Kelimpahan Rotifera Menurut Lokasi
38 6 2
54
Manembo Minanga
Wori Tumpaan
Kelimpahan Rotifera Menurut Musim
29
71
Barat Timur
Kelimpahan Rotifera Menurut Stasiun
55
2 43
Tambak Pantai
Muara
Kelimpahan Rotifera M enurut Pasang Surut
50 50
Pasang Surut
Kelimpahan Rotifera Menurut Spesies
89 1
10
B.rotundiformis B.caudatus
B.quadridentatus
Gambar 23 Persentase kelimpahan rotifera Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa B. rotundiformis lebih
melimpah jika dibandingkan dengan B. caudatus dan B. quadridentatus. Untuk mendeterminasi lebih detail faktor-faktor yang paling berperan dalam
membedakan tinggi rendahnya kelimpahan B. rotundiformis, dilakukan analisis diskriminan. Parameter-parameter yang digunakan dalam analisis ini adalah suhu,
salinitas, pH, kekeruhan, kadar oksigen terlarut dan kelimpahan fitoplankton. Data kelimpahan B. rotundiformis dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu rendah
1000 indm
3
, sedang 1100-3000 indm
3
dan tinggi 3100 indm
3
. Pengelompokan rata-rata kelimpahan dalam tiga kategori melalui hasil analisis
ragam menunjukkan perbedaan rata-rata kelimpahan antar ketiga kategori tersebut Lampiran 8.
Hasil analisis diskriminan menunjukkan bahwa sebagian besar keragaman tinggi rendahnya kelimpahan B. rotundiformis 93,5 terjelaskan pada sumbu
diskriminan satu dan sisanya 6,5 terjelaskan pada sumbu diskriminan dua, dengan koefisien terstandarisasi masing-masing parameter adalah seperti
disajikan dalam Tabel 4, Gambar 24. Parameter lingkungan seperti suhu, salinitas dan oksigen terlarut berperan memisahkan antara kelompok kelimpahan
B . rotundiformis yang rendah dengan kelompok kelimpahan sedang dan tinggi,
sedangkan pH, kekeruhan dan kelimpahan fitoplankton berperan besar memisahkan antara kelompok kelimpahan sedang dan rendah dengan kelompok
kelimpahan tinggi. Nilai koefisien dan struktur matriks yang lebih tinggi menunjukkan peranan yang lebih besar, demikian pula sebaliknya dengan nilai
yang lebih rendah.
Tabel 4 Koefisien dan struktur matriks setiap parameter pada masing-masing fungsi diskriminan kelimpahan B. rotundiformis
Koef. Fungsi Diskriminan Struktur Matriks
Parameter Fungsi 1
Fungsi 2 Fungsi 1
Fungsi 2 Suhu
-0,173 0,578
0,202 0,127
Salinitas 0,813
-0,105 0,395
0,149 pH
-0,084 -0,354
-0,095 -0,269
Kekeruhan 0,517
0,533 0,134
0,697 Oks.terlarut
0,704 0,429
0,574 0,003
Kelimpahan Fitoplankton
-0,447 0,820
0,520 0,540
Keterangan : Tanda menunjukkan sumbu dimana suatu parameter lebih besar korelasinya
Fungsi 1
2 -2
-4
Fungsi 2
3
2
1
-1
-2
-3
3 2
1
Group Centroid 3= Tinggi
2= Sedang 1= Rendah
Group
Gambar 24 Koordinat tiap observasi dalam fungsi diskriminan
Hasil identifikasi dan pencacahan genus fitoplankton yang diperoleh selama penelitian adalah Diatom Bacteriastrum, Bidulphia, Chaetoceros, Coscinodiscus,
Rhizosolenia, Skeletonema, Thalassionema, Thalassiothrix dan Dinoflagelata
Ceratium, Noctiluca, Prorocentrum, Pyrocystis. Kelimpahan fitoplankton menurut stasiun, lokasi, musim, pasang dan surut disajikan pada Gambar 25 dan
Lampiran 2.
50000 100000
150000 200000
250000
Fi to
p la
n k
to n
se lm
3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Pantai-Musim Barat
50000 100000
150000 200000
250000
F ito
p la
n k
to n
s e
l m
3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Pantai-Musim Timur
50000 100000
150000 200000
250000
F ito
p la
n k
to n
s e
l m
3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Muara-Musim Barat
50000 100000
150000 200000
250000
F ito
p la
n k
to n
s e
l m
3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Muara-Musim Timur
50000 100000
150000 200000
250000
F it
o pl
a n
kt o
n sel
m 3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Tambak-Musim Barat
50000 100000
150000 200000
250000
F it
o pl
a n
kt o
n se
l m
3
1
Manembo Minanga Tumpaan Wori Tambak-Musim Timur
Keterangan :
Gambar 25 Kelimpahan Fitoplankton
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan fitoplankton berbeda menurut lokasi penelitian, tetapi tidak berbeda menurut stasiun penelitian. Rata-
rata kelimpahan fitoplankton di Manembo-nembo 168131 selm
3
tidak berbeda nyata dengan kelimpahan di Minanga 176576 selm
3
. Tetapi rata-rata kelimpahan fitoplankton di Manembo-nembo dan Minanga berbeda nyata dengan
di Wori 107007 selm
3
dan Tumpaan 105824 selm
3
Lampiran 9.
Pasang Surut
Persebaran fitoplankton di musim barat 146110 selm
3
lebih melimpah jika dibandingkan dengan musim timur 132670 selm
3
. Kelimpahan fitoplankton yang lebih tinggi pada musim barat kemungkinan disebabkan oleh kosentrasi
nitrat yang relatif lebih tinggi 1,33 mgl Lampiran 2. Rata-rata kelimpahan
fitoplankton tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata antara pasang dan surut, karena peningkatan dan pertumbuhan populasi fitoplankton pada perairan
berhubungan dengan ketersediaan nutrien Tomascik et al. 1997; Sumich 1992; Odum 1971.
Analisis korelasi Spearman Spearman corelation rank menunjukkan ada korelasi antar kelimpahan ketiga spesies rotifera dengan parameter lingkungan
Tabel 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan B. rotundiformis cenderung meningkat dengan meningkatnya kelimpahan fitoplankton, dan akan
menurun dengan meningkatnya nilai suhu 26,17-31,43 ºC, salinitas 14,33- 32,97 ‰, dan kekeruhan 93,3-129 NTU Lampiran 2. Hasil yang didapatkan
oleh Gomez 2003, suhu pertumbuhan yang optimal untuk B. rotundiformis yaitu pada 28-35 ºC, dan hasil dari Fieder dan Purser 2000, B. rotundiformis lebih
toleran pada suhu diatas 23 ºC. Sedangkan menurut hasil penelitian dari James dan Abu 1990, pertumbuhan B. rotundiformis berhubungan dengan peningkatan
salinitas. Menurut hasil penelitian dari Assavaaree et al. 2001, kemampuan
hidup tertinggi dari B. rotundiformis strain-S Fukuoka yaitu pada 35 ppt. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap strain memiliki kemampuan adaptasi yang
berbeda terhadap kondisi lingkungannya. Tabel 5 Matriks korelasi Spearman kelimpahan rotifera indm
3
, kelimpahan fitoplankton selm
3
dan parameter lingkungan
Korelasi B. rotun
B. caud B. quad
Suhu Sal pH K’ruhan
DO Fitopl
B.rotun 1,00
0,45 0,48
-0,31 - 0,52
0,01 -0,25
-0,41 0,34
B. caud 0,45
1,00 0,62
-0,22 -0,14
0,18 0,37
-0,41 0,49
B.qua 0,48 0,62 1,00
-0,26 -0,38
-0,06 0,48
-0,26 0,34
Suhu -0,31
-0,22 -0,23 1,00 0,46
0,02 -0,11
0,10 -0,31
Sal -0,52
0,13 0,38
0,46 1,00
0,29 0,01
0,12 0,05
pH 0,01 0,18
-0,06 0,02
0,29 1,00
-0,00 -0,29
0,30 K’ruhan
-0,25 0,37 0,48
-0,11 -0,01
1,00 -0,14
0,30 DO
-0,41 -0,41
-0,26 0,10
-0,12 -0,29
-0,14 1,00
-0,75 Fitopl
0,34 0,49 0,34 -0,32 -0,05 0,30
0,30 -0,75 1,00
Keterangan : signifikan pada α = 0.05 dan signifikan pada α = 0.01
4.1.4 Morfometri Rotifera B. rotundiformis 4.1.4.1 Karakteristik morfometri B. rotundiformis dari alam
Kajian morfometri rotifera B. rotundiformis meliputi ukuran lorika yaitu panjang lorika, lebar lorika dan lebar anterior. Berdasarkan hasil pengukuran
selama penelitian diketahui bahwa rotifera yang ditemukan di perairan Sulawesi Utara memiliki ukuran panjang lorika rata-rata yang tidak melebihi 200
μm, sehingga digolongkan sebagai B. rotundiformis, karena menurut Fu et al. 1990;
Rumengan et al. 1991; Hirayama dan Rumengan 1993; Hagiwara et al. 1995; Rumengan et al. 2007b, ukuran tubuh 200
μm tipe L-large digolongkan sebagai B. plicatilis dan ukuran tubuh 200
μm tipe S-small digolongkan sebagai B. rotundiformis. Perbedaan kedua tipe ini didasarkan pada beberapa
faktor seperti morfologi, respon fisiologi dan genetika. Ukuran tubuh tipe S small lorikanya lebih kecil, lebih bulat dengan duri yang ramping dan tajam,
sedangkan tipe L large bentuk lorikanya lebih besar dan agak lonjong dengan
duri yang lebar dan tumpul Lampiran 10.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa B. rotundiformis lebih melimpah serta ditemukan di semua lokasi penelitian jika dibandingkan dengan B. caudatus dan
B . quadridentatus. B. rotundiformis juga yang paling baik dan bertahan untuk
dikultur di laboratorium, sedangkan dua spesies lainnya yaitu B. caudatus dan B
. quadridentatus belum berhasil dikultur di laboratorium. Oleh karena itu secara khusus B. rotundiformis dipilih untuk diukur dan dibandingkan morfometrinya,
yaitu yang diperoleh dari empat lokasi penelitian dan hasil kultur di laboratorium dengan perlakuan lima tingkatan salinitas 4 ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt, 60 ppt
dan dua jenis pakan N. oculata, Prochloron sp.. Gambar 26 dan Gambar 27 menunjukkan ukuran lorika B. rotundiformis
yang diperoleh selama penelitian. Hasil pengukuran morfometri berdasarkan lokasi penelitian menunjukkan bahwa di perairan Minanga ditemukan ukuran rata-
rata yang paling besar 164,08 μm dibanding dengan yang ditemukan di perairan
Manembo-nembo 159,60 μm, Tumpaan 155,40 μm dan Wori 153,72 μm
Lampiran 10.
PL LL
LA Manembo
Minanga Wori
Tumpaan
50 60
70 80
90 100
110 120
130 140
150 160
170 180
Gambar 26 Morfometri rotifera B. rotundiformis dari 4 lokasi Alam
Persentase ukuran lorika terbesar yang ditemukan selama penelitian yaitu sebanyak 27 di perairan Minanga, 63 di perairan Manembo-nembo, 83 di
perairan Tumpaan dan 77 di perairan Wori Gambar 27. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ketersediaan fitoplankton di Minanga lebih melimpah
dibanding dengan tiga lokasi lainnya Lampiran 9 serta kisaran suhu di Minanga lebih rendah 27,10-30,23 ºC dibanding dengan tiga lokasi lainnya antara 28,57-
32,23 ºC Lampiran 2. Menurut hasil penelitian yang diperoleh Assavaaree et al. 2001, B. rotundiformis strain Fukuoka lebih menyukai suhu yang rendah
26-27 ºC. Lebih besarnya morfometri B. rotundiformis asal Minanga diduga karena ketersediaan fitoplankton yang cukup dan faktor suhu yang nyaman bagi
B . rotundiformis.
Minanga
27
27 7
7
32
Wori
3 20
77
Keterangan :
170.9 161-170.9
151-160.9 141-150.9
131-140.9 121-130.9
111-120.9 100.9
Gambar 27 Persentase panjang lorika um B. rotundiformis dari beberapa lokasi
Manembo
7
63 30
Tumpaan
7 10
83
4.1.4.2 Karakteristik Morfometri B. rotundiformis Hasil Kultur
Berdasarkan hasil analisis terhadap morfometri B. rotundiformis hasil kultur di laboratorium dengan perlakuan lima tingkatan salinitas dan dua jenis pakan,
menunjukkan bahwa ketiga parameter morfometri Panjang lorika, Lebar lorika, Lebar anterior berbeda pada berbagai kombinasi salinitas dan pakan Lampiran
10 dan Lampiran 11. Ukuran panjang lorika, lebar lorika dan lebar anterior B. rotundiformis yang
terkecil adalah pada perlakuan pakan Prochloron sp. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi salinitas 20 ppt dengan pakan Prochloron sp.
menghasilkan ukuran lorika yang terkecil. Pada perlakuan salinitas 4 ppt, 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt terlihat adanya kecenderungan peningkatan ukuran morfometri
B . rotundiformis. Hal ini disebabkan karena adanya gejala polimorfisme yang
terjadi pada B. rotundiformis yaitu bentuk dan ukuran lorikanya mengalami semacam plastisitas jika kondisi lingkungan hidupnya berubah Nogrady et al.
1993; Rimper et al. 2008. Polimorfisme ini bahkan dapat juga mengakibatkan suatu perbedaan yang cukup besar yaitu sebesar 15 Fukusho 1989b. Menurut
James dan Abu 1990, ukuran B. rotundiformis sebanding dengan peningkatan salinitas. Hasil yang diperoleh Snell dan Carillo 1984 menunjukkan adanya
pengurangan rata-rata panjang lorika dari strain B. plicatilis seiring dengan meningkatnya salinitas. Gambar 28, 29, 30 dan 31 menunjukkan morfometri
B . rotundiformis dengan perlakuan pakan dan salinitas yang berbeda.
PL LL
LA 4 ppt
20 ppt 40 ppt
50 ppt 60 ppt
50 60
70 80
90 100
110 120
130 140
150 160
170 180
Gambar 28 Morfometri B. rotundiformis dengan perlakuan pakan N. oculata
PL LL
LA 4 ppt
20 ppt 40 ppt
50 ppt 60 ppt
50 60
70 80
90 100
110 120
130 140
150 160
170 180
Gambar 29 Morfometri B. rotundiformis dengan perlakuan pakan Prochloron sp.
S alinitas 40 ppt N. oculata
7 27
13
13 17
13 10
S alinitas 20 ppt N. oculata
13 17
13 23
17 17
S alinitas 60 ppt N. oculata
24 3
3 31
13 13
13
S alinitas 4 ppt N. oculata
24
13 13
31 13
3 3
S alinitas 50 ppt N. oculata
28
20 20
13 3
3
13
Keterangan :
Gambar 30 Persentase panjang lorika um B. rotundiformis dengan pakan N
. oculata dan salinitas berbeda
170.9 161-170.9
151-160.9 141-150.9
131-140.9 121-130.9
111-120.9 100.9
S alinitas 60 ppt Prochloron sp.
30 3
17 7
10
33
S alinitas 50 ppt Prochloron sp.
30 33
10 17
10
S alinitas 20 ppt Prochloron sp.
40 57
3
Keterangan :
170.9 161-170.9
151-160.9 141-150.9
131-140.9 121-130.9
111-120.9 100.9
Gambar 31 Persentase panjang lorika um B. rotundiformis dengan pakan Prochloron
sp. dan salinitas berbeda
S alinitas 4 ppt Prochloron sp.
28 20
8 4
8
32
S alinitas 40 ppt Prochloron sp.
23 3
3 17
41 13
4.1.5 Daur Hidup Rotifera B. rotundiformis
Hasil perhitungan analisis ”life table” rotifera B. rotundiformis dengan perlakuan pakan N. oculata dan Prochloron sp. disajikan pada Tabel 6 dan
Tabel 7. Berdasarkan hasil analisis dengan metode ”life table” diketahui bahwa daur hidup B. rotundiformis berbeda menurut jenis pakan.
Tabel 6 Hasil perhitungan analisis ”life table” B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata
X n
x
l
x
d
x
q
x
L
x
T
x
e
x
C
x
m
x
VCx ZCx
0 35 1 0 0 17,50 164,75 4,71 0 0 0 0
0,5 35 1 0 0 17,50 147,25 4,21 58 1,66 1,66 0,83
1 35 1 0 0 17,50 129,75 3,71 72 2,06 2,06 2,06
1,5 35 1 0 0 17,50 112,25 3,21 57 1,63 1,63 2,44
2 35 1 0 0 17,50 94,75 2,71 69 1,97 1,97 3,94
2,5 35 1 0 0 17,50 77,25 2,21 78 2,23 2,23 5,57
3 35 1 0 0 17,50 59,75 1,71 62 1,77 1,77 5,31
3,5 35 1 0 0 15,75 42,25 1,21 60 1,71 1,71 6
4 28 0,80 7 0,22 11,50
26,50 0,95 59 2,11 1,69 6,74 4,5 18 0,64 10 0,43
7,50 15,00 0,83 41 2,28 1,46 6,59 5 12
0,67 6 0,40 4,50 7,50 0,63 32 2,67
1,78 8,89 5,5 6 0,50 6 0,67
2,00 3,00 0,50 17 2,83 1,42 7,79
6 2 0,33 4 1,00
0,75 1 0,50 5 2,50
0,83 5,00 6,5 1 0,50 1 0,67
0,25 0,25 0,25 3 3 1,50 9,75 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel 7 Hasil perhitungan analisis ”life table” B. rotundiformis yang diberi
pakan Prochloron sp.
X n
x
l
x
d
x
q
x
L
x
T
x
e
x
C
x
m
x
VCx ZCx
35 1
17,5 171,75 4,91 0,5 35
1 17,5 154,25 4,41
24 0,69 0,69
0,34 1
35 1
17,5 136,75 3,91 23
0,66 0,66 0,66
1,5 35 1
17,5 119,25 3,41 30
0,86 0,86 1,29
2 35
1 17,5 101,75 2,91
41 1,17 1,17
2,34 2,5 35
1 17,5
84,25 2,41 66
1,89 1,89 4,71
3 35
1 16,75
66,75 1,91 91
2,60 2,60 7,80
3,5 32 0,91 3
0,09 15,5
50 1,56
79 2,47 2,26
7,90 4
30 0,94 2
0,06 12,75 34,5
1,15 79
2,63 2,47 9,88
4,5 21 0,70 9
0,35 8,5
21,75 1,04 55
2,62 1,83 8,25
5 13 0,62
8 0,47
5,75 13,25 1,02
22 1,69 1,05
5,24 5,5 10 0,77
3 0,26
4,25 7,5
0,75 20
2 1,54
8,46 6
7 0,70
3 0,35
2,25 3,25
0,46 12
1,71 1,20 7,20
6,5 2
0,29 5
1,11 0,75
1 0,50
14 7
2 13
7 1
0,50 1
0,67 0,25
0,25 0,25
3 3
1,50 10,50
7,5
Hasil analisis
menunjukkan adanya
perbedaan harapan
hidup B
. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata dengan pemberian pakan Prochloron
sp. Laju reproduksi B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata dengan yang diberi pakan Prochloron sp. juga berbeda. Rotifera B. rotundiformis
yang diberi pakan N. oculata memiliki kemampuan yang lebih besar untuk memproduksi telur. Pakan N. oculata mungkin lebih mudah dicerna oleh
B . rotundiformis jika dibandingkan dengan pakan Prochloron sp. serta kandungan
nutrisi yang dimiliki oleh N. oculata protein 57,06, lemak 21, karbohidrat 23,59. Menurut Maruyama dan Hirayama 1993 alga mikro N. oculata
merupakan salah satu pakan yang populer untuk kultur rotifera di Jepang. B
. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp. lebih panjang waktu generasinya dari pada yang diberi pakan N. oculata. Menurut King 1966,
perbedaan spesies alga sebagai pakan B. rotundiformis dapat menghasilkan waktu generasi yang berbeda. Waktu penggandaan doubling time B. rotundiformis
dengan pemberian pakan N. oculata lebih cepat dari pada dengan pemberian pakan Prochloron sp. Jenis pakan mempengaruhi waktu B. rotundiformis untuk
bertambah dua kali lipat Tabel 8. Tabel 8 Hasil perhitungan beberapa parameter “life table”
Jenis Pakan Parameter
N . oculata
Prochloron sp.
e
x
Harapan hidup 27,31
30,58 R
o
Laju reproduksi 21,71
15,97 T
G
Waktu generasi 3,27
3,30 Dt Waktu penggandaan
0,23 0,25
4.1.6 Miksis Rotifera B. rotundiformis
Rotifera memiliki pola reproduksi seksual dan aseksual partenogenesis. Dalam kondisi normal tanpa ada tekanan lingkungan, rotifera cenderung
bereproduksi partenogenesis yaitu dengan mitosis dapat menghasilkan telur diploid yang kemudian menetas menjadi betina lagi. Tipe betina ini disebut
dengan istilah amiktik, artinya tanpa rekombinasi genetik terbentuk individu yang sama persis dengan induknya. Tetapi jika ada faktor-faktor tertentu berupa
rangsangan miksis atau terjadi percampuran gen, maka betina amiktik mengalami perubahan ke reproduksi seksual dan menghasilkan betina miktik dan amiktik.
Jika telur miktik dibuahi maka akan terbentuk telur dorman. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata jumlah betina miktik tertinggi pada
perlakuan pakan N. oculata terlihat pada hari ke-4, sedangkan dengan perlakuan pakan Prochloron sp. terlihat pada hari ke-5. Jumlah betina amiktik tertinggi pada
kedua perlakuan jenis pakan terlihat pada hari ke-5. Jumlah betina dewasa tanpa telur pada perlakuan jenis pakan N. oculata terlihat lebih banyak jika
dibandingkan pada perlakuan pakan Prochloron sp. Kehadiran tipe betina miktik yang membawa telur dorman terlihat pada perlakuan pakan Prochloron sp. hari
ke-7, sedangkan pada perlakuan pakan N. oculata tidak ditemukan telur dorman Tabel 9 dan Tabel 10. Namun ketidak hadiran betina dorman pada perlakuan
jenis pakan N. oculata dapat juga disebabkan oleh tidak terbuahinya telur haploid yang dihasilkan betina miktik oleh sel sperma rotifera Brusca dan Brusca, 1990.
Pembentukan telur dorman dimungkinkan jika tingkat keberhasilan fertilisasi tinggi, dan fertilisasi ini dimungkinkan dengan adanya interaksi yang intensif
antara jantan dan betina. Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan populasi B
. rotundiformis yang dikultur pada suhu 28 ºC dan salinitas 20 ppt dengan perlakuan jenis pakan N. oculata dan Prochloron sp. dapat dilihat pada Tabel 9
dan 10.
Tabel 9 Rata-rata kepadatan B. rotundiformis dengan pakan N. oculata Rata-rata kepadatan individu
Hari Betina miktik
Betina amiktik Betina tanpa telur
Betina+dorman 1 0
2 1,3 1,3
2,3 3 2
1 3,6
4 8,3 9
22,3 5 5,3
27,6 84,3
6 1,3 13,3
154,6 7 0,3
2,3 78
8 0 Tabel 10 Rata-rata kepadatan B. rotundiformis dengan pakan Prochloron sp.
Rata-rata kepadatan individu Hari Betina miktik
Betina amiktik Betina tanpa telur
Betina+dorman 1 0
2 1,3 1,3
2,6 3 2,3
1,3 5,3
4 3,6 3,7
11,3 5 13
28,3 70,3
6 2,3 12,3
138,3 7 0
2,3 40
0,3 8 0
Perhitungan persentase miksis dibutuhkan untuk memperoleh informasi miksis yang mengindikasikan keadaan stres pada B. rotundiformis yang diduga
memacu produksi senyawa bioaktif Rumengan 2007a. Gejala miksis terdeteksi selama penelitian, terlihat adanya peningkatan setelah hari ke-2 dan hari ke-3,
kemudian menurun sampai akhir pengamatan Gambar 32. Persentase miksis B
. rotundiformis pada setiap perlakuan jenis pakan selama masa kultur bervariasi.
Persentase miksis paling tinggi yaitu pada perlakuan pakan N. oculata sebesar 27,77, sedangkan untuk pakan Prochloron sp. 19,44. Menurut Hagiwara dan
Hirayama 1993, miksis dapat terjadi karena adanya pengaruh dari faktor internal dan faktor eksternal. Hagiwara dan Hirayama 1993 melaporkan bahwa jenis
pakan merupakan salah satu faktor yang merangsang terjadinya miksis pada rotifera atau jenis alga mikro merupakan faktor penginduksi miksis. Berdasarkan
hasil penelitian menunjukkan faktor jenis pakan memberi pengaruh sebagai
perangsang miksis. Diyakini dalam penelitian ini bahwa perubahan kondisi lingkungan yang menyebabkan peningkatan persentase miksis tersebut.
5 10
15 20
25 30
35
1 2
3 4
5 6
7 8
Periode kultur Hari Pr
o se
n ta
se m
ik sis
N. oculata Prochloron sp.
Gambar 32 Rata-rata persentase miksis
4.2 Bioaktif 4.2.1 Aktivitas Antibakteri B. rotundiformis dengan Pakan N. oculata
Senyawa bioaktif rotifera masih dalam taraf penjajakan, dan laporan tentang biokimia rotifera serta jenis-jenis senyawa bioaktif belum banyak publikasinya.
Terdeteksinya senyawa bioaktif dalam penelitian ini merupakan langkah awal yang penting.
Untuk menguji aktivitas antibakteri pada B. rotundiformis maka dilakukan pengamatan terhadap pembentukan zona bening yang dicoba pada tiga jenis
bakteri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian aktivitas antibakteri dari B
. rotundiformis yang dikultur pada salinitas 4 ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt, 60 ppt dengan pakan N.oculata terhadap tiga bakteri uji V. cholerae, B. subtilis, dan
E . coli terlihat adanya pembentukan zona bening Gambar 33. Tabel 11
menunjukkan adanya perbedaan aktivitas dari masing-masing ekstrak kasar terhadap masing-masing bakteri uji serta antibiotik pembanding dan metanol
sebagai kontrol. Antibiotik pembanding yang digunakan adalah amoksisilin dan tetrasiklin. Amoksisilin digunakan pada bakteri uji B. subtilis karena amoksisilin
digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Streptococci, Staphilococcus non penicilin dan
Bacillus . Tetrasiklin pada bakteri V. cholerae karena tetrasiklin digunakan untuk
infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti V. cholerae, Mucoplasma gram negatif, spiral dan E. coli gram negatif, bulat Schunack et al. 1990;
Winotopradjoko 2000. Tabel 11 Diameter zona bening mm B. rotundiformis yang diberi pakan
N. oculata terhadap tiga jenis bakteri pada salinitas yang berbeda Diameter zona bening mm
Salinitas ppt
V . cholera
n B
. subtilis n
E . coli
N 4
4,33 ± 2,30 3
3 2,50 ± 0 3
20 2,25 ±
0,35 3 2,50 ± 0
3 2,76 ± 2,19 3
40 3,75 ±
0,35 3 3,50 ± 0,50
3 4,66 ± 0,57 3
50 3,25 ±
1,06 3 4,50 ± 1,41
3 2,60 ± 1,04 3
60 3,00 ±
3 4,25 ± 1,77
3 1,60 ± 1,15 3
Keterangan : Nilai rata-rata ± standar deviasi
5 10
15 20
25
D ia
m et
er zo
n a
b en
in g
m m
4 20
40 50
60 Metanol Antibiotik
Salinitas ppt Pakan N. oculata
V.cholerae
B.subtilis
E.coli
Gambar 33 Diameter zona bening B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata pada salinitas yang berbeda
Aktivitas antibakteri dari ekstrak kasar senyawa B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata terdeteksi menghambat aktivitas ketiga jenis bakteri uji, tetapi
tidak semua tingkatan salinitas, jadi terdapat perbedaan diameter zona bening pada ketiga jenis bakteri uji. Zona bening paling besar terbentuk pada bakteri E.
coli salinitas 40 ppt yaitu 4,66 mm, sedangkan bakteri uji yang tidak terbentuk
zona bening adalah bakteri uji B. subtilis salinitas 4 ppt. Respons bakteri uji terhadap ekstrak kasar B. rotundiformis berbeda
menurut salinitas dan jenis pakan. Jika dibandingkan respons bakteri uji terhadap ekstrak senyawa dari B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata dan
Prochloron sp. secara umum terlihat ketiga jenis bakteri uji tersebut lebih rentan
terhadap ekstrak B. rotundiformis dengan pakan N. oculata dari pada dengan pakan Prochloron sp. Salinitas 40 ppt paling potensial memicu B. rotundiformis
memproduksi senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri, diduga pada salinitas ini terjadi rangsangan miksis yang mampu merubah pola reproduksi. Rotifera
dapat merubah pola reproduksi dari aseksual menjadi seksual diawali dengan adanya stimulus dari luar. Fenomena biologi ini mengindikasikan adanya
metabolisme sekunder oleh rotifera yang diyakini merupakan senyawa bioaktif. Senyawa bioaktif dari rotifera sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya,
jika kondisi lingkungan berubah atau terjadi rangsangan miksis, maka rotifera mengalami perubahan pola reproduksi. Karena menurut Hagiwara dan Hirayama
1993, faktor yang dapat menyebabkan terjadinya rangsangan miksis adalah salinitas dan jenis pakan. Jadi salinitas 40 ppt dan pakan N. oculata yang
menunjukkan aktivitas antibakteri yang besar jika dibandingkan dengan pakan dan salinitas lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa salinitas rendah tidak selalu
memicu B. rotundiformis memproduksi senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas antibakteri. Respons jenis bakteri terhadap senyawa aktif yang dihasilkan terlihat
berbeda menurut jenis bakteri. Diameter zona bening yang terbentuk pada ekstrak B
. rotundiformis yang dikultur dengan alga mikro N. oculata, menunjukkan bakteri E. coli yang memiliki zona bening paling besar kemudian bakteri B.
subtilis dan V. cholerae.
Pada bakteri uji V. cholerae, zona bening yang terbesar terdapat pada ekstrak hasil kultur salinitas 4 ppt yaitu 4,33 mm, kemudian diikuti oleh salinitas
40 ppt 3,75 mm, 50 ppt 3,25 mm, 60 ppt 3 mm, dan yang terkecil adalah 20 ppt 2,25 mm. Perbedaan besarnya zona bening pada salinitas 4 ppt, 40 ppt, 50
ppt, dan 60 ppt tidak menyolok, tetapi pada salinitas 20 ppt zona bening yang dihasilkan adalah yang terkecil. Aktivitas ekstrak kasar B. rotundiformis hasil
kultur pada salinitas 4 ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt semua ampuh terhadap bakteri uji V. cholerae Gambar 34 dan Lampiran 12. Hal ini
menandakan bahwa substan antibakteri yang terkandung pada semua ekstrak kasar B
. rotundiformis mampu menghambat mikroorganisme Lay 1994.
Gambar 34 Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri V. cholerae pakan
N . oculata. Ket : 4= 4 ppt, 20= 20 ppt, 40= 40 ppt, 50= 50 ppt,
60= 60 ppt, M= Metanol, T= Tetrasiklin.
Ekstrak kasar B. rotundiformis yang diuji pada bakteri B. subtilis tidak semua menghasilkan zona bening seperti pada bakteri V. cholerae. Pada bakteri
B . subtilis, diameter zona bening terbesar terdapat pada salinitas 50 ppt yaitu 4,50
mm, selanjutnya diikuti oleh salinitas 60 ppt 4,25 mm, salinitas 40 ppt 3,50 mm dan salinitas 20 ppt 2,50 mm, sedangkan pada salinitas 4 ppt tidak
terdeteksi pembentukan zona bening. Aktivitas ekstrak kasar dari B. rotundiformis yang dikultur pada salinitas 4 ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt tidak semua
ampuh terhadap bakteri uji B. subtilis Tabel 12, Gambar 35 dan Lampiran 12.
Gambar 35 Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri B. subtilis, pakan N
. oculata. Ket : 4= 4 ppt, 20= 20 ppt, 40= 40 ppt, 50= 50 ppt, 60= 60 ppt, M= Metanol, A= Amoksisilin.
40 T
M 60
50 V. cholerae
4 20
60 50
A M
B. subtilis 4
20
40
Hasil pengujian pada ekstrak kasar B. rotundiformis dari hasil kultur lima tingkatan salinitas yang diuji pada bakteri E. coli menunjukkan diameter zona
bening terbesar yaitu pada salinitas 40 ppt dengan diameter 4,66 mm, kemudian diikuti oleh salinitas 20 ppt 2,76 mm, salinitas 50 ppt 2,60 mm, salinitas 4 ppt
2,50 mm, dan salinitas 60 ppt 1,60 mm. Ekstrak kasar B. rotundiformis dengan bakteri E. coli terlihat pada semua tingkatan salinitas terbentuk zona bening
Gambar 36 dan Lampiran 12.
Gambar 36 Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri E. coli, pakan N
. oculata. Ket : 4= 4 ppt, 20= 20 ppt, 40= 40 ppt, 50= 50 ppt, 60= 60 ppt, M= Metanol, T= Tetrasiklin.
4.2.2 Aktivitas Antibakteri B. rotundiformis dengan Pakan Prochloron sp.
Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak kasar B. rotundiformis yang dikultur pada salinitas 4 ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt, dan 60 ppt dengan pakan
Prochloron sp. terhadap tiga bakteri uji V. cholerae, B. subtilis, E. coli
menunjukkan adanya perbedaan aktivitas dari masing-masing perlakuan. Jika dibandingkan aktivitas antibakteri B. rotundiformis hasil kultur dengan pakan
N . oculata dan Prochloron sp. maka aktivitas dengan pakan Prochloron sp. lebih
kecil. Aktivitas antibakteri B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp. terdeteksi menghambat aktivitas dari ketiga jenis bakteri uji, tetapi tidak semua
tingkatan salinitas. Terdapat perbedaan diameter zona bening yang terbentuk dari ketiga jenis bakteri uji.
50 40
E.coli
4
20 M
T 60
Tabel 12 dan Gambar 37 menunjukkan hasil pengukuran diameter zona bening ekstrak kasar B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp. terhadap
3 jenis bakteri uji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pakan Prochloron
sp. dan salinitas 4 ppt, 40 ppt, 50 ppt, 60 ppt yang terbentuk zona bening, sedangkan pada salinitas 20 ppt tidak terbentuk zona bening.
Tabel 12 Diameter zona bening mm B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron
sp. terhadap tiga jenis bakteri pada salinitas yang berbeda Diameter zona bening mm
Salinitas ppt
V . cholerae
n B
. subtilis n
E . coli
N 4
2,00 ± 3 2,25
0 0,35 3 3
20 3
3 3
40 3,33 ±
1,75 3 2,50 ± 0,87 3 2,00 ±
3 50
3,00 ± 3 2,00
± 0 3 2,25 ±
0,18 3 60
3 2,00 ± 0
3 3,00 ± 3
Keterangan : Nilai rata-rata ± standar deviasi
5 10
15 20
25
D ia
m et
er z
o n
a b
e n
in g
m m
4 20
40 50
60 Metanol Antibiotik
Salinitas ppt Pakan Prochloron sp.
V.cholerae
B.subtilis
E.coli
Gambar 37 Diameter zona bening B. rotundiformis yang diberi pakan
Prochloron sp. pada salinitas yang berbeda
Ekstrak kasar
B . rotundiformis dengan pakan Prochloron sp. yang memiliki
aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji V. cholerae hanya pada salinitas 4 ppt, 40 ppt dan 50 ppt. Diameter zona bening yang paling besar yaitu 3,33 mm pada
salinitas 40 ppt, kemudian diikuti oleh salinitas 50 ppt 3 mm dan salinitas 4 ppt 2 mm, sedangkan pada salinitas 20 ppt dan salinitas 60 ppt tidak terdeteksi
adanya aktivitas terhadap bakteri uji V. cholerae Gambar 38.
Gambar 38 Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri V. cholerae, pakan Prochloron sp. Ket : 4= 4 ppt, 20= 20 ppt, 40= 40 ppt,
50= 50 ppt, 60= 60 ppt, M= Metanol, T= Tetrasiklin.
Ekstrak kasar B. rotundiformis hasil kultur dengan pakan Prochloron sp. yang diuji pada bakteri B. substilis, tidak semua perlakuan salinitas terdeteksi
adanya aktivitas antibakteri. Diameter zona bening yang paling besar yaitu pada salinitas 40 ppt 2,50 mm, kemudian diikuti oleh salinitas 4 ppt 2,25 mm, 50
ppt 2 mm dan 60 ppt 2 mm, pada salinitas 20 ppt tidak terdeteksi adanya aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji B. subtilis Gambar 39.
Gambar 39 Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri B. substilis, pakan Prochloron sp. Ket : 4= 4 ppt, 20= 20 ppt, 40= 40 ppt,
50= 50 ppt, 60= 60 ppt, M= Metanol, A= Amoksisilin.
20
4
20 B. subtilis
60 A
40 50
M 4
20
60 A
40 B. subtilis
M 4
60 20
50 40
M
50 T
40 60
20 4
V. cholerae
Ekstrak kasar B. rotundiformis yang dikultur pada salinitas 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt terhadap bakteri uji E. coli terdeteksi adanya aktivitas antibakteri,
sedangkan hasil kultur pada salinitas 4 ppt dan 20 ppt tidak terdeteksi aktivitas antibakteri. Diameter zona bening yang terbesar adalah 3 mm pada salinitas
60 ppt, kemudian 2,25 mm pada salinitas 50 ppt dan 2 mm pada salinitas 40 ppt Gambar 40.
Gambar 40 Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri E. coli, pakan Prochloron
sp. Ket : 4= 4 ppt, 20= 20 ppt, 40= 40 ppt, 50= 50 ppt, 60= 60 ppt, M= Metanol, T= Tetrasiklin.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa zona bening terbesar yang terbentuk pada perlakuan jenis pakan N. oculata maupun pakan Prochloron sp.
yaitu pada salinitas 40 ppt.
4.2.3 Aktivitas Antibakteri Alga mikro N. oculata dan Prochloron sp.
Alga mikro N. oculata dan Prochloron sp. yang digunakan sebagai pakan
B . rotundiformis juga diuji aktivitas antibakterinya untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh alga mikro terhadap pembentukan zona bening pada ekstrak kasar B
. rotundiformis. Alga mikro N. oculata dan Prochloron sp. diekstrak dan diuji
terhadap tiga jenis bakteri V. cholerae, B. subtilis, dan E. coli. Hasil uji aktivitas antibakteri dari alga mikro N. oculata dan alga mikro Prochloron sp.
menunjukkan bahwa alga mikro N. oculata terdeteksi memiliki aktivitas antibakteri dengan terbentuknya zona bening, sedangkan ekstrak dari alga mikro
Prochloron sp. tidak terdeteksi aktivitas antibakteri dengan pembentukan zona
50 T
60
40 4
20 M
E. coli
bening. Tabel 13 dan Gambar 41 menunjukkan besarnya diameter zona bening yang terbentuk pada alga mikro N. oculata dan alga mikro Prochloron sp.
Tabel 13 Diameter zona bening mm alga mikro N. oculata dan alga mikro Prochloron sp. terhadap tiga jenis bakteri uji
Zona Bening mm Pakan
V . cholerae
B . subtilis
E . coli
N . oculata
1,5 ± 0 1,5 ± 2,30 2,66 ± 1,15
Prochloron sp.
5 10
15 20
25
D ia
m et
er z
o n
a b
e n
in g
m m
N. oculata Prochloron sp.
Metanol Antibiotik
Perlakuan Pakan
V. cholerae
B. subtilis
E. coli
Gambar 41 Diameter zona bening alga mikro N. oculata dan alga mikro Prochloron
sp.
Hasil pengujian terhadap rotifera B. rotundiformis diketahui bahwa dalam tubuh B. rotundiformis terdeteksi senyawa antibakteri, tetapi jenis pakan juga
memberi pengaruh. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan aktivitas dari ekstrak B. rotundiformis yang diberi alga mikro yang berbeda, karena yang diberi
alga mikro N. oculata zona beningnya lebih besar jika dibandingkan dengan yang diberi alga mikro Prochloron sp.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata diameter zona bening pada ekstrak alga mikro N. oculata lebih kecil jika dibandingkan dengan diameter zona bening
dari B. rotundiformis dengan pakan N. oculata, sehingga dapat dipastikan bahwa senyawa antibakteri yang terdeteksi pada B. rotundiformis berasal dari
B . rotundiformis itu sendiri, tetapi ada juga kontribusi dari alga mikro sebagai
pakan B. rotundiformis. Konsentrasi zat aktif dalam ekstrak uji mempengaruhi diameter zona bening, semakin tinggi konsentrasi zat aktif dalam ekstrak uji maka
semakin besar diameter zona bening yang dibentuk Pelczar dan Chan 1988. Berdasarkan perlakuan salinitas, secara umum B. rotundiformis yang dikultur
pada salinitas 40 ppt dengan pakan alga mikro N. oculata memiliki aktivitas antibakteri yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan B. rotundiformis
yang dikultur dengan alga mikro Prochloron sp. dan salinitas lainnya. Disamping itu juga dari hasil perhitungan persentase miksis diketahui bahwa persentase
miksis terbesar terlihat pada B. rotundiformis dengan pakan N. oculata. Informasi persentase miksis mengindikasikan keadaan stres pada B. rotundiformis dan
diyakini hal ini memicu produksi senyawa bioaktif. Analisis ragam terhadap diameter zona bening menunjukkan bahwa pada
ketiga jenis bakteri V. cholerae, B. subtilis, dan E. coli, diameter zona bening dipengaruhi oleh interaksi antara jenis pakan dan salinitas. Pengaruh utama jenis
pakan dan salinitas secara nyata berpengaruh terhadap besarnya zona bening. Uji beda rata-rata diameter zona bening menunjukkan bahwa B. rotundiformis hasil
kultur pada salinitas 20 ppt lebih kecil dari pada salinitas 4 ppt dan 50 ppt pada bakteri V. cholerae, kemudian lebih kecil dibanding dengan salinitas 40 ppt pada
E . coli dan lebih kecil lagi jika dibandingkan dengan salinitas 40 ppt, 50 ppt dan
60 ppt pada B. subtilis. Lebih kecilnya zona bening pada salinitas 20 ppt karena salinitas 20 ppt merupakan salinitas optimal bagi B. rotundiformis sehingga
B . rotundiformis tidak mengalami stres atau tekanan lingkungan James dan Abu
1990. Pada kondisi lain dengan menganggap jenis bakteri sebagai satu perlakuan
tersendiri yang dikombinasikan dengan pengaruh salinitas dan pakan, maka besarnya zona bening sangat ditentukan oleh interaksi antara jenis pakan, salinitas
dan bakteri yang digunakan, meskipun pengaruh faktor tunggal bakteri tidak berbeda nyata dalam membentuk zona bening. Berdasarkan hasil analisis ragam
dapat dikatakan bahwa besarnya zona bening yang terbentuk dipengaruhi oleh salinitas dan jenis pakan yang digunakan. Untuk menjelaskan hubungan antara
salinitas dengan aktivitas antibakteri dari B. rotundiformis maka dilakukan regresi
antara salinitas dengan diameter zona bening yang terbentuk pada tiga jenis bakteri. Analisis regresi dilakukan baik pada jenis pakan N. oculata maupun
pakan Prochloron sp. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa diameter zona bening yang terbentuk pada B. rotundiformis yang dikultur dengan pakan
N . oculata bakteri B. subtilis nyata berkorelasi linier positif dengan salinitas
sedangkan pada bakteri V. cholerae dan E. coli tidak memperlihatkan korelasi yang nyata dengan salinitas. Hubungan antara diameter zona bening Y dengan
salinitas X pada bakteri B. subtilis mengikuti persamaan regresi Y= 0,223 + 0,051X R
2
= 0,714 Lampiran 13. Dapat dikatakan bahwa aktifitas antibakteri pada B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata pada bakteri
B . subtilis meningkat lebih dari setengah setiap peningkatan salinitas sebesar 10
ppt. Berbeda dengan respon yang ditunjukkan oleh B. rotundiformis yang dikultur dengan pakan Prochloron sp. Analisis regresi antara diameter zona bening Y
dengan salinitas X menunjukkan hubungan linier positif yang nyata hanya terlihat pada bakteri E. coli yang mengikuti persamaan Y = -0,580 + 0,058 X
R
2
= 0,926 Lampiran 14. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri pada B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp. pada bakteri E. coli
meningkat lebih dari setengah setiap peningkatan salinitas sebesar 10 ppt. Berdasarkan hasil analisis regresi antara diameter zona bening dengan salinitas
dan jenis pakan untuk uji aktivitas antibakteri B. rotundiformis pada tiga jenis bakteri uji, maka sebaiknya kultur B. rotundiformis dilakukan pada salinitas dan
jenis pakan tertentu. Untuk menjelaskan seberapa besar respon aktivitas antibakteri dari
B . rotundiformis dipengaruhi oleh jenis pakan atau diakibatkan oleh aktifitas
biologis dalam tubuh B. rotundiformis itu sendiri maka dilakukan analisis untuk melihat pengaruh dari ekstrak alga mikro terhadap aktivitas pembentukan zona
bening sebagai kontrol. Hal ini dilakukan untuk mengetahui mekanisme pembentukan aktivitas antibakteri dalam tubuh B. rotundiformis dan pengaruh
alga mikro dalam proses tersebut. Dengan demikian dilakukan pembandingan antara zona bening yang diperlihatkan pada ekstrak B. rotundiformis hasil kultur
berbagai kombinasi salintas dan pakan dengan zona bening yang dihasilkan oleh alga mikro yang digunakan sebagai pakan B. rotundiformis.
Zona bening yang terbentuk antara B. rotundiformis yang diberikan pakan N. oculata
dengan alga mikro N. oculata, yaitu lebih besar yang dihasilkan oleh B. rotundiformis
hasil kultur dengan pakan N. oculata, salinitas 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt, pada bakteri uji B. subtilis dari pada yang dihasilkan oleh alga mikro N.
oculata itu sendiri. Senyawa bioaktif dalam tubuh B. rotundiformis dipengaruhi
oleh pakannya dan hanya terjadi pada salinitas ekstrim lebih tinggi pada bakteri B
. subtilis tetapi tidak untuk bakteri V. cholerae dan E. coli. Hal ini mengindikasikan bahwa zona bening yang terbentuk
pada ekstrak
B . rotundiformis dengan pakan N. oculata terhadap bakteri V. cholerae dan
E . coli, lebih besar dipengaruhi alga mikro N. oculata itu sendiri sebagai pakan
dibandingkan dengan proses fisiologi dalam B. rotundiformis. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan besarnya zona bening yang
terbentuk pada ekstrak B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp. dengan ekstrak alga mikro Prochloron sp. sebagai kontrol. Pada bakteri uji V. cholerae,
zona bening yang terbentuk lebih besar kecuali pada salinitas 20 ppt. Mekanisme pembentukan senyawa antibakteri terhadap bakteri uji E. coli terlihat pada kondisi
ekstrim yaitu salinitas lebih tinggi sedangkan pada bakteri uji V. cholerae terjadi
baik pada kondisi salinitas tinggi maupun rendah.
Untuk mengetahui kontribusi B. rotundiformis menghasilkan senyawa antibakteri, maka dihitung efisiensi relatif B. rotundiformis hasil kultur pada
beberapa tingkatan salinitas dan pakan serta antibiotik yang digunakan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa efisiensi relatif B. rotundiformis yang dikultur
dengan pakan N. oculata dan salinitas 4 ppt lebih efektif dalam pembentukan zona bening pada bakteri V. cholerae, sedangkan respon pada bakteri B. subtilis lebih
efektif pada salinitas 50 ppt dan 60 ppt. Efektifitas yang paling besar dalam pembentukan zona bening yaitu pada B. rotundiformis dengan pakan N. oculata,
salinitas 40 ppt, dan bakteri uji E. coli Tabel 14. Untuk B. rotundiformis dengan pakan Prochloron sp. tidak terdeteksi senyawa antibakteri, sehingga efektifitas
B . rotundiformis menjadi 100 yang berarti bahwa senyawa antibakteri yang
dihasilkan karena proses biologi dari dalam tubuh B. rotundiformis.
Tabel 14 Efisiensi relatif B. rotundiformis dengan pakan N. oculata dan Prochloron
sp. pada berbagai salinitas terhadap pakan N. oculata dan Prochloron sp. dalam pembentukan zona bening
N . oculata
Prochloron sp.
Salinitasppt V.cholerae B.subtilis E
.coli V.cholerae B.subtilis E.coli 4 65,36
40 100
100 100
20 33,33 40
45,65 100
100 100
40 60 57,14
67,81 100
100 100
50 53,85 66,67
42,31 100
100 100
60 50 64,71
6,25 100
100 100
Hasil perhitungan efisiensi relatif B. rotundiformis dalam menghasilkan senyawa antibakteri terhadap antibiotik menunjukkan bahwa pemberian pakan
N . oculata relatif lebih efektif dibandingkan dengan pemberian pakan Prochloron
sp. Zona bening yang terbentuk pada ketiga jenis bakteri uji yaitu lebih besar yang diberi perlakuan pakan N. oculata. Efisiensi relatif B. rotundiformis yang diberi
pakan N. oculata pada salinitas 4 ppt dan 40 ppt pada bakteri V. cholerae melampaui 50 dari antibiotik, kemudian salinitas 40 ppt, 50 ppt, 60 ppt pada
bakteri B. subtilis dan salinitas 40 ppt pada bakteri E. coli. Efisiensi relatif pembentukan zona bening dari B. rotundiformis pada perlakuan pakan Prochloron
sp. tidak mencapai 50 dari antibiotik Tabel 15. Tabel 15 Efisiensi relatif B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata
dan Prochloron sp. pada berbagai salinitas terhadap antibiotik dalam pembentukan zona bening
N . oculata
Prochloron sp.
Salinitasppt V.cholerae B.subtilis E
.coli V.cholerae B.subtilis E.coli 4
63,40 0 36,60 29,28 32,94 0
20 32,94 36,60
40,41 0 0
40 54,90 51,24
68,23 48,76 36,60
29,28 50
47,58 65,89 38,07
43,92 29,28 32,94
60 43,92 62,23 23,43
29,28 43,92
5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Rotifera di perairan bagian timur yang berhadapan dengan Laut Maluku
Manembo-nembo, Minanga lebih melimpah dibanding dengan di perairan bagian barat yang berhadapan dengan Laut Sulawesi Wori, Tumpaan.
Rotifera yang ditemukan di perairan pantai dan estuari adalah B
. rotundiformis, B. caudatus dan B. quadridentatus. Rotifera B. rotundiformis
lebih melimpah dibanding dengan B. caudatus dan B. quadridentatus
. B. rotundiformis lebih melimpah di tambak dari pada di pantai dan di muara, sedangkan B. caudatus dan B. quadridentatus
cenderung melimpah di muara dibanding pantai maupun tambak. Kelimpahan ketiga jenis rotifera cenderung meningkat dengan
meningkatnya kelimpahan fitoplankton, dan menurun dengan meningkatnya suhu, salinitas, oksigen terlarut dan kekeruhan.
2. Daur hidup rotifera B. rotundiformis berbeda menurut jenis pakan. Ukuran B
. rotundiformis dengan pemberian pakan alga mikro Prochloron sp. lebih kecil dibandingkan dengan B. rotundiformis yang diberi pakan alga mikro
N . oculata. Ada kecenderungan peningkatan ukuran B. rotundiformis pada
perlakuan salinitas 4 ppt, 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt. 3.
Rotifera B. rotundiformis memiliki aktifitas antibakteri. Aktifitas antibakteri yang terdeteksi dipengaruhi oleh salinitas dan jenis pakan yang berbeda.
Secara umum salinitas 40 ppt adalah yang paling potensial memicu B
. rotundiformis memproduksi senyawa antibakteri dibandingkan dengan salinitas yang lebih rendah dan lebih tinggi. Alga mikro N. oculata
merupakan pakan yang baik dalam memproduksi bahan aktif antibakteri. Rotifera B. rotundiformis dengan perlakuan pakan alga mikro N. oculata
memiliki aktivitas antibakteri lebih besar dari pada yang diberi pakan Prochloron
sp. Aktifitas antibakteri yang terdeteksi selain berasal dari B
. rotundiformis itu sendiri tetapi ada juga kontribusi dari alga mikro sebagai pakan B. rotundiformis.
5.2 Saran