Pengujian Aktivitas Serin Protease Bergmeyer 1983

41 menggunakan mikroskop fluorosens untuk melihat degradasi kromatin dari sel yang mengalami apoptosis Wispriono et al; 2002.

b. Pengujian Kebocoran Membran

Kultur sel sebanyak 2 ml dengan konsentrasi sel 1 x 10 6 selml dalam wadah cawan petri steril berdiameter 2 cm, diinkubasi pada inkubator CO 2 selama 24 jam dengan bahan uji hidrolisat yang mengandung senyawa-senyawa kitooligomer dengan konsentrasi 17 µgml kultur. Setelah masa inkubasi selesai, sel disentrifugasi pada 228 x g selama 5 lima menit, supernatan dibuang dan ditambahkan PBS phosphate buffer saline, sentrifus d ilakukan lagi pada kondisi yang sama, pelet yang diperoleh dipreparasi dengan fiksasi menggunakan glutaraldehid selama 1.5 jam, pencucian dengan asam tanik dan PBS masing- masing selama 20 menit. Dilanjutkan dengan fiksasi dengan osmium selama dua jam, pencucian dengan akuabides selama 10 menit, dehidrasi alkohol bertingkat selama 10 menit, dan terakhir pencucian dengan t-butanol selama 10 menit. Suspensi sel kemudian diteteskan pada membran steril. Terakhir dilakukan coating pada membran tersebut dengan logam emas sebelum dianalisis dengan alat SEM. Supernatan sel dari PBS diukur dengan spektro UV pada panjang gelombang 280 nm untuk mendeteksi konsentrasi protein supernatan sel dan panjang gelombang 260 nm untuk mendeteksi adanya asam nukleat pada supernatan sel. Konsentrasi protein dan asam nukleat pada supernatan kultur sel yang diberi bahan uji dibandingkan dengan konsentrasi protein dan asam nukleat pada supernatan kultur sel yang tidak diberi bahan uji. Konsentrasi protein dan asam nukleat yang lebih tinggi pada supernatan kultur yang diberi bahan uji dapat memprediksi terjadinya kebocoran membran sel Bunduki et al. 1995. Fenomena kebocoran membran sel dapat menjadi petunjuk mekanisme terjadinya kematian sel.

c. Pengujian Aktivitas Serin Protease Bergmeyer 1983

Pengujian ini merupakan model pengujian penghambatan aktivitas enzim tripsin, yaitu suatu golongan enzim serin protease. Enzim tripsin yang digunakan adalah enzim tripsin murni yang berasal dari pankreas sapi EC 3.4.21.4 Sigma. Sebelum dilakukan pengujian aktivitas protease, enzim tripsin terlebih dahulu diinkubasi dengan hidrolisat senyawa-senyawa kitooligomer pada suhu 37 o C selama 15 menit. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan enzim 42 tripsin berinteraksi dengan hidrolisat senyawa-senyawa kitooligomer yang ditambahkan. Prosedur Bergmeyer yang dimodifikasi untuk menguji aktivitas serin protease dilakukan sebagai berikut : Ke dalam 250 µl substrat larutan kolagen 0.5 dan 250 µl bufer fosfat 0,05 M pH 8, ditambahkan 50 µl larutan enzim tripsin untuk campuran reaksi blanko ditambahkan 50 µl air sedangkan untuk campuran reaksi standar ditambahkan 50 µl larutan glisin 5 mM dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 10 menit. Reaksi dihentikan dengan penambahkan 500 µl larutan tri kloro asam asetat 0.1 M, selanjutnya untuk campuran reaksi blanko dan standar ditambahkan 50 µl larutan enzim tripsin sedangkan untuk campuran reaksi enzim ditambahkan 50 µl air, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1500 x g selama 10 menit. Sebanyak 375 µl supernatan ditambahkan ke dalam 1250 µl Na 2 CO 3 dalam tabung reaksi . Selanjutnya absorbansi diukur pada spektro UV dengan panjang gelombang 280 nm. Satu unit enzim protese tripsin didefinisikan sebagai jumlah enzim yang mampu menghasilkan satu µmol produk glisin. Aktivitas enzim dihitung berdasarkan persamaan berikut : A sampel – A blanko Faktor pengenceran Aktivitas protease Uml = ------------------------ x ------------------------- A standar – A blanko Waktu Aktivitas penghambatan protease dapat diketahui dengan membandingkan aktivitas enzim protease tanpa hidrolisat dan aktivitas enzim protease dengan pemberian hidrolisat yang mengandung senyawa-senyawa kitooligomer. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PRODUKSI SENYAWA-SENYAWA KITOOLIGOMER SECARA ENZIMATIK Senyawa-senyawa kitooligomer merupakan hasil hidrolisis substrat kitosan menggunakan enzim kitosanase yang dihasilkan dari fermentasi kultur Bacillus licheniformis MB2 pada media thermus cair yang mengandung koloidal kitosan 1 Chasanah 2004. Berdasarkan pengujian kemampuan hidrolisis beberapa preparat enzim kitosanase terhadap kitosan terlarut 1, diperoleh beberapa preparat enzim yang potensial untuk digunakan dalam memproduksi senyawa- senyawa kitooligomer. Aktivitas beberapa peparat enzim disajikan dalam Tabel 5. Berdasarkan aktivitas tersebut, dibuat konsentrasi enzim yang digunakan untuk memproduksi senyawa-senyawa kitooligomer sebesar 0.005, 0.0085, 0.10 dan 0.17 Unit per miligram kitosan. Pemilihan besarnya konsentrasi enzim berdasarkan perkiraan kemampuan enzim dalam menghasilkan produk reaksi senyawa-senyawa kitooligomer dalam besaran unit tertentu yang telah dilaporkan sebelumnya oleh Jeon dan Kim 2000. Tabel 5 Aktivitas beberapa preparat enzim Reaksi Aktivitas Uml Protein mgml Aktivitas Spesifik Umg Yield FBS campuran FBS + Mn FBSp FBSp + Mn FBS + As30 FBS +AS 30 + Mn FBSp + As30 FBSp + AS30 + Mn AS 80 Enzim murni gabungan 0.025 0.034 0.042 0.030 0.021 0.027 0.018 0.026 0.927 0.052 0.309 0.311 0.309 0.326 0.343 0.336 0.339 0.398 0.250 0.033 0.081 0.108 0.136 0.092 0.062 0.079 0.054 0.066 3.696 1.573 100.00 100.65 100.00 105.50 111.00 108.74 109.71 128.80 80.91 10.68 Keterangan : FBS = Filtrat bebas sel FBSp = Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60 o C. FBS + Mn = Filtrat bebas sel yang ditambah katalisator MnCl 2 10 mM. AS30 = Enzim hasil pekatan Amonium sulfat 30 AS80 = Enzim hasil pekatan Amonium sulfat 80 dengan pengenceran 30 kali. Enzim murni = Enzim hasil pemurnian menggunakan kolom kromatografi hidrofobik Berdasarkan hasil pada Tabel 5, enzim fraksi supernatan bebas sel yang diproses lebih lanjut dengan pemanasan pada 60 o C selama 20 menit FBSp 44 mengalami peningkatan aktivitas dari 0.0025 IUml menjadi 0.0042 IUml, hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian pandahuluan bahwa enzim dengan perlakuan tersebut mengalami peningkatan aktivitas. Peningkatan aktivitas dapat terjadi karena proses pemanasan pada 60 o C selama 20 menit telah membuat protein-protein yang tidak tahan panas terdenaturasi dan terpisah dari protein enzim yang tahan panas. Akibat perlakuan tersebut keberadaan protein-protein lain yang dapat mengganggu aktivitas enzim kitosanase dalam mendegradasi substrat dapat dikurangi, sehingga enzim kitosanase dalam preparat FBSp mengalami peningkatan aktivitas. Preparat enzim murni gabungan dalam Tabel 5 nampak memiliki persentasi yield dan aktivitas spesifik yang lebih kecil daripada preparat AS 80, sebaiknya hasil tersebut memiliki nilai persentasi yield yang rendah tetapi aktivitas spesifik yang lebih tinggi dari preparat enzim AS80. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh belum optimalnya proses pemurnian yang dilakukan, antara lain terjadi kehilangan protein enzim kitosanase dalam proses pemurnian, sehingga diperoleh aktivitas spesifik yang lebih kecil pada preparat enzim murni dibandingkan dengan preparat enzim hasil pemekatan dengan garam amonium sulfat AS 80. Kemungkinan lainnya adalah enzim kitosanase mengalami penurunan aktivitas selama penyimpanan pada 4 o C. Data presentasi yield enzim diperoleh dengan cara membandingkan kadar protein FBS campuran dan kadar protein preparat enzim murni serta membandingkan kadar protein FBS campuran dan kadar protein preparat AS80. Berdasarkan identifikasi dengan senyawa-senyawa kitooligomer standar, hasil reaksi berbagai preparat enzim dalam Tabel 5 dengan substrat kitosan 1, menghasilkan senyawa-senyawa kitooligomer yang berukuran mono sampai heksamer. Untuk memantau produk reaksi berbagai preparat enzim tersebut pada berbagai parameter nilai konsentrasi enzim, derajat deasetilasi substrat, konsentrasi substrat dan berbagai waktu inkubasi enzim dan substrat, sebagai tahap awal dilakukan pengukuran konsentrasi glukosamin yang dapat memprediksi laju terbentuknya senyawa -senyawa kitooligomer dari berbagai reaksi yang dilakukan. Berbagai pola produksi glukosamin tersebut disajikan pada beberapa grafik berikut : 45 Gambar 7 Hidrolisis kitosan tanpa enzim Gambar 7 di atas memperlihatkan grafik pengaruh kondisi reaksi suhu 70 o C terhadap substrat kitosan tanpa pemberian enzim. Kitosan dapat terhidrolisis pada suhu 70 o C setelah 1 satu jam inkubasi, dengan konsentrasi glukosamin hasil hidrolisis mencapai sekitar 6 µgml. Gambar 8 sampai 12 memperlihatkan substrat kitosan yang diberi enzim kitosanase dari B. Licheniformis MB2, ternyata memperlihatkan pola peningkatan produksi glukosamin tujuh kali lebih tinggi daripada hasil hidrolisis tanpa adanya enzim pada Gambar 7. Grafik pada Gambar 8 memperlihatkan glukosamin akan diproduksi lebih banyak pada preparat enzim yang menggunakan unit enzim per miligram kitosan konsentrasi enzim yang lebih besar daripada preparat enzim dengan unit per miligram kitosan yang lebih kecil dalam waktu inkubasi yang sama. Gambar 8 Hidrólisis preparat enzim AS 0.0085 pada kitosan 1 dengan Perbedaan konsentrasi enzim 1 2 3 4 5 6 7 1 3 6 12 24 Lama inkubasi jam ugml glukosamin Kitosan 10 20 30 40 50 1 2 3 12 Lama inkubasi jam ugml Glukosamin AS 0.0085 DD85 AS 0.17 DD85 46 Gambar 9 dan 10 berikut memberikan gambaran reaksi enzim dan substrat dengan derajat deasetilasi yang lebih tinggi 90 dan 85 dalam menghasilkan produk glukosamin yang lebih tinggi daripada substrat yang memiliki derajat deasetilasi lebih rendah yaitu 70, hal ini disebabkan oleh kemudahan kerja enzim untuk menghidrolisis substrat kitosan dengan kandungan gugus asetil yang rendah daripada kandungan gugus asetil yang tinggi. Kemampuan hidrolisis enzim kitosanase yang spesifik terhadap ikatan GlcNAc-NGlc atau NGlc-GlcNAc dan ikatan NGlc-NGlc dalam polimer kitosan hanya memungkinkan enzim dapat menghidrolisis substrat kitosan secara maksimum pada kitosan yang memiliki derajat deasetilasi tinggi kandungan gugus asetil yang rendah. Oleh karena itu dihasilkan jumlah produk glukosamin yang lebih tinggi pada substrat dengan derajat deasetilasi 90 dan 85 daripada substrat dengan derajat deasetilasi 70. Hasil hidrolisis substrat dengan derajat deasetilasi rendah substrat banyak mengandung gugus asetil menghasilkan produk N asetil glukosamin lebih tinggi daripada glukosamin, tetapi produk tersebut tidak terukur pada metode yang digunakan dalam penelitian ini. Gambar 9 Hidrólisis preparat enzim FBS 0.0085 dengan kitosan yang berbeda derajat deasetilasi DD 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 1 j 3 j 6 j Waktu inkubasi jam ugml Glukosamin FBS 0.0085 DD85 FBS 0.0085 DD70 47 Gambar 10 Hidrólisis preparat enzim murni dengan kitosan yang berbeda derajat deasetilasi DD Gambar 11 memperlihatkan reaksi enzimatik dengan konsentrasi enzim dalam unit permiligram kitosan yang sama, tetapi menggunakan konsentrasi substrat yang berbeda 1 dan 0.5, menghasilkan pola produksi glukosamin yang berbeda. Reaksi dengan substrat kitosan berkonsentrasi 1 menghasilkan jumlah glukosamin yang lebih tinggi daripada reaksi dengan konsentrasi substrat lebih rendah 0.5 pada lama inkubasi 1 sampai 9 jam, setelah 12 jam terlihat konsentrasi glukosamin hampir sama. Gambar 11 Hidrólisis preparat enzim AS 0.0085 DD85 dengan konsentrasi kitosan 1 dan 0.5. Gambar 12 memberikan gambaran perbedaan jumlah produksi glukosamin dari berbagai preparat enzim dengan konsentrasi enzim yang sama 0.0085 unit permiligram kitosan dan konsentrasi substrat yang sama 1. Dari histogram tersebut nampak produksi glukosamin tertinggi selama 1 satu, 3 tiga dan 6 10 20 30 40 50 1 3 6 9 Lama inkubasi jam ugml glukosamin EM 0.0085 DD70 EM 0.0085 DD85 EM 0.0085 DD90 10 20 30 40 50 1 3 6 9 12 24 Waktu inkubasi jam ugml Glukosamin 0.50 1 48 enam jam terdapat pada preparat enzim kasar FBS dan FBSMn. Preparat hasil pemekatan dengan garam amonium sulfat AS80 dan preparat enzim hasil pemurnian dengan kolom kromatografi hidrofobik memperlihatkan produksi glukosamin yang lebih rendah. Tetapi, kedua preparat enzim hasil pemurnian tersebut memperlihatkan pola kenaikan produksi glukosamin yang lebih baik, sehingga dapat diprediksi bahwa apabila produksi monomer glukosamin tidak terlalu tinggi, maka hasil hidrolisis enzim yang lebih banyak adalah senyawa- senyawa kitooligomer. Hal ini dimungkinkan karena preparat enzim hasil pemekatan dengan garam amonium sulfat AS dan preparat enzim hasil pemurnian dengan kolom kromatografi hidrofobik EM merupakan enzim dengan taraf kemurnian enzim yang lebih tinggi daripada preparat enzim kasar. Hal ini disebabkan oleh telah terpisahkannya komponen protein yang lain selain protein enzim kitosanase oleh proses pengendapan protein enzim dan pemurnian protein enzim kitosanase. Oleh karena itu enzim kitosanase dalam preparat enzim AS dan EM mampu bekerja lebih spesifik dan maksimal dalam menghidrolisis kitosan, sehingga menghasilkan lebih banyak senyawa-senyawa kitooligomer daripada monomer glukosamin. Keterangan : FBS 0.0085 = Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60 o C. FBSMn = Filtrat bebas sel yang ditambah katalisator MnCl 2 10 mM. AS 30 0.0085 = Enzim hasil pekatan Amonium sulfat 30. AS 80 0.0085 = Enzim hasil pekatan Amonium sulfat 80 dengan pengenceran 30 kali. EM 0.0085 = Enzim hasil pemurnian menggunakan kolom kromatografi hidrofobik. 1j,3j dan 6j = Lama inkubasi enzim dan substrat pada produksi kitooligomer . Gambar 12 Konsentrasi glukosamin berbagai hidrolisat enzimatik 10 20 30 40 50 FBS 0.0085 DD85 FBSMn AS 30 0.0085 AS 80 0.0085 EM 0.0085 Jenis hidrolisat enzim ugml Glukosamin 1j 3 j 6 49 Dari grafik-grafik produksi glukosamin di atas diperoleh informasi bahwa enzim kitosanase dapat menghidrolisis substrat kitosan dengan kecepatan yang berbeda-beda, tergantung pada konsentrasi enzim, derajat deasetilasi substrat dan konsentrasi substrat yang digunakan. Yaitu bahwa penggunaan konsentrasi enzim unitmg kitosan yang lebih tinggi pada batas konsentrasi tertentu akan cenderung menghasilkan jumlah glukosamin yang lebih tinggi dengan waktu inkubasi yang dibutuhkan lebih cepat daripada menggunakan konsentrasi enzim yang lebih rendah, hal ini sesuai dengan prinsip pola kinetika reaksi dari Michaelis Menten, yaitu penggunaan konsentrasi enzim atau substrat akan meningkat pada batas tertentu sebelum mencapai taraf jenuh, setelah taraf tersebut produk reaksi menurun jumlahnya. Penggunaan substrat dengan derajat deasetilasi yang lebih tinggi akan menghasilkan konsentrasi glukosamin yang lebih tinggi dengan waktu yang lebih cepat dibanding jika menggunakan substrat dengan derajat deasetilasi yang lebih rendah. Begitu pula penggunaan konsentrasi substrat yang lebih tinggi dalam batas tertentu akan menghasilkan jumlah glukosamin lebih tinggi dengan waktu inkubasi yang lebih cepat dibanding menggunakan substrat dengan konsentrasi lebih kecil. Berdasarkan hasil analisis produksi glukosamin yang telah dijelaskan, maka untuk keperluan pengujian aktivitas proliferasi sel limfosit dan sel kanker, digunakan senyawa-senyawa kitooligomer yang diproduksi selama 1 satu dan 3 tiga jam masing-masing untuk preparat FBS 0.0085 DD85, FBSMn 0.0085 DD85, AS 0.005 DD85, AS 0.0085 DD85, AS 0.10 DD85 dan AS 0.17 DD85, sedangkan untuk preparat enzim murni digunakan senyawa-senyawa kitooligomer yang diproduksi selama 6 dan 9 jam. Semua pengujian sampel menggunakan jumlah konsentrasi yang sama, jadi yang akan dilihat pengaruhnya adalah komposisi dari senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat reaksi enzimatik terhadap proliferasi sel limfosit dan proliferasi sel kanker. Untuk keperluan produksi kitooligomer yang berasal dari enzim hasil pemurnian, dilakukan pemurnian enzim kitosanase menggunakan filtrat bebas sel yang sebelumnya telah diberi garam amonium sulfat 30 jenuh, metode purifikasi enzim dilakukan dengan kromatografi kolom jenis HIC Hidrophobic Interaction Chromatography dengan menggunakan matriks butil separose sebagai fase diam dan bufer amonium sulfat sebagai fase gerak Gambar 13. 50 Pemilihan metode purifikasi enzim pada jenis kromatografi kolom HIC dengan menggunakan matriks butil separose tersebut berdasarkan hasil penelitian Chasanah 2004, yang memperoleh hasil pemurnian terbaik untuk enzim kitosanase dari kultur Bacillus licheniformis MB2 dengan menggunakan metode purifikasi tersebut. Pemilihan metode HIC berdasarkan pada prinsip kondisi enzim termostabil yang memiliki komposisi asam amino hidrofobik pada permukaan strukturnya, sehingga membentuk hidrofobisitas permukaan Vielle dan Zeikus 2001. Metode HIC berdasarkan pada interaksi hidrofobik diantara gugus non ionik yang berikatan dengan matriks yang inert dan gugus non ionik protein yang dipisahkan Roe 1993. Pengkondisian enzim terlebih dahulu dengan garam amonium sulfat dimaksudkan untuk menguatkan interaksi hidrofobik antara enzim dengan matriks butil separose dengan cara mengeluarkan air dari gugus hidrofobik en zim. Pengikatan protein yang kuat pada matriks dan kehilangan minimal protein enzim diperoleh pada konsentrasi 30 garam amonium sulfat Chasanah 2004. Gugus non ionik hidrofobik protein enzim dapat dilepaskan dari matriks dengan penambahan garam amonium sulfat, untuk elusi protein target digunakan gradien 10 - 0 garam amonium sulfat jenuh dalam bufer fosfat Gambar 13. Gambar 13 Hasil pemurnian enzim kitosanase menggunakan kromatografi kolom interaksi hidrofobik HIC. 0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 Kadar Protein A-280 nm 2 4 6 8 10 12 Aktivitas Enzim aktivitas enzim Protein 280 nm gradien amonium sulfat 33 34 35 51 Fraksi protein enzim yang diperoleh dari hasil pemurnian dengan kolom interaksi hidrofobik selanjutnya dilakukan elektroforesis SDS PAGE dengan pewarnaan silver staining untuk mendeteksi fraksi-fraksi hasil kolom yang memiliki tingkat kemurnian paling tinggi. Hasil Elektroforesis dengan pewarnaan silver staining Gambar 14, menunjukkan ada tiga pita tunggal yang terdeteksi, yaitu pita dari fraksi 33, 34, dan 35 yang memiliki berat molekul 75 kilo dalton, berat molekul enzim tersebut sesuai dengan hasil identifikasi berat molekul enzim kitosanase murni yang diperoleh oleh Chasanah 2004. Fraksi-fraksi tersebut memiliki aktivitas terhadap substrat 1 kitosan DD 85 masing-masing sebesar 0.082; 0.101 dan 0.087 IUml. Berdasarkan deteksi kemurnian enzim, maka fraksi 33, 34, dan 35 tersebut diambil dan dicampurkan, kemudian diukur aktivitas hasil pencampuran fraksi-fraksi tersebut sebagai dasar untuk digunakan dalam reaksi produksi senyawa -senyawa kitooligomer dengan konsentrasi enzim yang dituju sebesar 0.0085 unit permiligram kitosan. Gambar 14 Hasil deteksi kemurnian enzim menggunakan silver staining

B. FRAKSINASI HIDROLISAT SENYAWA-SENYAWA KITOOLIGOMER .

Senyawa-senyawa kitooligomer yang dihasilkan dari berbagai reaksi preparat enzim dan substrat dipantau dengan menganalisis komposisi dan konsentrasi senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat yang berukuran berukuran mono sampai heksamer dengan menggunakan teknik kromatografi dengan alat HPLC Gambar 15 dan 16. Hasil pengamatan pada Gambar 15 dan 16 tersebut memperlihatkan tidak ada pengaruh yang cukup signifikan dari besarnya konsentrasi enzim terhadap komposisi senyawa-senyawa kitooligomer yang dihasilkan, yaitu semua hidrolisat yang berasal dari berbagai konsentrasi enzim ternyata menghasilkan produk Marker 33 34 35 75 KDa 94 67 43 30 20,11 14,4