dan pemurniannya Suhartono 1994. Indonesia merupakan negara yang kaya diversitas sehingga peluang menemukan mikroba termofil penghasil enzim yang unik
cukup realistik. Salah satu mikrob termofilik penghasil enzim kitosanase dari Indonesia yang telah berhasil dipilah dari sumber air panas di Tompaso Sulawesi Utara adalah
Bacillus licheniformis MB2. Diharapkan enzim dari mikroba ini dapat bermanfaat bagi
proses industri dan bioteknologi, salah satunya adalah dapat digunakan untuk memproduksi senyawa bioaktif kitooligomer yang memiliki banyak manfaat.
Berdasar latar belakang tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan kajian produksi senyawa kitooligomer yang bersifat bioaktif dengan menggunakan enzim
kitosanase yang dihasilkan oleh isolat Bacillus licheniformis MB2 yang telah dikarakterisasi sebelumnya secara menyeluruh oleh Chasanah 2004. Bakteri tersebut
diketahui menghasilkan kitosanase pada pH optimum 6-7, stabil terhadap kisaran pH 4 – 6.8, tahan panas suhu optimum 70
o
C dan tahan senyawa denaturan terutama guanidin dan urea. Selanjutnya penelitian ini ditujukan untuk menghasilkan senyawa-
senyawa kitooligomer yang memiliki aktivitas biologis sebagai anti kanker, sehingga senyawa-senyawa kitooligomer dapat dijadikan material anti kanker bagi pengobatan
penyakit kanker di masa datang.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1 Mengaplikasi enzim kitosanase termostabil dari Bacillus licheniformis
MB2 untuk memproduksi senyawa -senyawa kitooligomer yang memiliki aktivitas biologi khususnya terhadap sel limfosit dan sel kanker 2
Menganalisis potensi anti kanker dari senyawa-senyawa kitooligomer.
C. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Enzim kitosanase dari Bacillus licheniformis MB2 dapat digunakan untuk
memproduksi senyawa-senyawa kitooligomer yang memiliki aktivitas biologi terhadap sel limfosit dan sel kanker.
2. Senyawa-senyawa kitooligomer mampu menghambat proliferasi sel kanker melalui mekanisme kerusakan membran, apoptosis, dan kemungkinan sebagai
inhibitor enzim serin protease.
TINJAUAN PUSTAKA A. KITOSAN, KITOOLIGOMER DAN KITOSANASE
1. Kitosan dan Aplikasinya.
Kitosan adalah biopolimer yang tersusun atas D-glukosamin dengan ikatan glikosidik â 1 4 yang dapat dihasilkan dari kitin, yaitu polimer linier â 1 4-2-
asetamido-2-deoxy-D-glukosa N-asetilglukosamin. Kitin adalah komponen utama pada kulit kepiting dan udang atau kelompok kerang-kerangan crustacea
Goosen et al. 1997. Sebagian besar kitosan untuk penggunaan komersial dan penelitian diproduksi dari deasetilasi kitin yang berasal dari kulit udang dan
kepiting, limbah utama pada industri pengolahan shellfish. Secara alami kitosan dapat dihasilkan dari fungi golongan zygomycetes Miyoshi et al. 1992. Kitosan
adalah polimer alami, sehingga tidak bersifat toksik, tidak larut dalam air yang bersifat basa tetapi larut baik dalam pelarut asam di bawah pH 6. Aplikasi polimer
kitosan tidak sebanyak bentuk kitooligomernya, hal ini disebabkan karena kitosan memiliki berat molekul yang besar dan viskositas yang tinggi.
Untuk memperoleh kitosan dari kitin dapat dilakukan secara kimia dan enzimatis. Kedua reaksi tersebut bertujuan untuk menghilangkan gugus asetil
yang terdapat pada kitin. Reaksi enzimatis menggunakan enzim kitin deasetilase, sedangkan untuk memperoleh kitosan secara kimia dari kitin dapat melalui
kombinasi perlakuan panas 60
o
C – 140
o
C dan larutan alkali larutan NaOH 30 – 50. Derajat deasetilasi kitosan biasanya berada antara 70 - 90
tergantung metoda yang digunakan Goosen et al. 1997. Derajat deasetilasi dipengaruhi oleh konsentrasi basa, temperatur dan rasio kitin terlarut, derajat
deasetilasi akan meningkat dengan meningkatnya temperatur atau konsentrasi NaOH Chang et al. 1997. Proses deasetilasi secara termokimia tersebut dalam
banyak hal tidak menguntungkan karena tidak ramah lingkungan, prosesnya tidak mudah dikendalikan, dan kitosan yang dihasilkan memiliki berat molekul
dan derajat deasetilasi yang tidak seragam Chang et al. 1997; Tsigos et al. 2000. Proses deasetilasi yang menggunakan kombinasi perlakuan secara
kimiawi dan enzimatis seperti yang telah dilakukan oleh Rochima 2005 merupakan alternatif proses yang lebih baik. Jalur degradatif kitin menjadi kitosan
dapat dilihat pada Gambar 1, sedangkan struktur molekul kitin dan kitosan dapat dilihat pada Gambar 2.
Kitin deasetilase EC 3.5.1.4
Kitin Kitosan Kitinase
E.C 3.2.1.14 Lysozyme Kitosanase
E.C 3.2.1.17 EC 3.2.1.132
Kitin oligosakarida Kitosan oligosakarida N-acetil-
β -D-
glukosamidase D- glukosamidase
EC 3.2.1.30 N-Asetil – D- Glukosamin D-Glukosamin
Gambar 1 Jalur degradasi kitin Goosen 1997
Gambar 2 Struktur molekul kitin dan kitosan
Li et al. 1997
Proses pengubahan kitin menjadi turunan oligosakarida secara kimiawi oleh asam cenderung dihindari karena proses ini tidak dapat dikontrol,
menghasilkan lebih banyak monomer D-glukosamin dan lebih sedikit kitooligomer, padahal, yang memiliki aktivitas biologi penting adalah senyawa-
senyawa kitooligomernya Kolodziesjka et al. 2000, Curroto Aros 1993. Hidrolisis kitosan secara enzimatis adalah cara yang lebih baik untuk
mendapatkan senyawa-senyawa kitooligomer dengan derajat polimerisasi yang
lebih rendah, karena sifat fungsional bergantung pada berat molekulnya Suzuki 1996, Kolodziejska et al. 2000.
Banyak studi yang telah dilakukan mengenai penggunaan enzim untuk mendegradasi kitosan. Aiba 1993,1994 menghidrolisis kitosan menggunakan
enzim kitinase dan lisozim. Pantaleone et al. 1992 dan Brine et al. 1992 melaporkan penggunaan enzim glikanase, protease, lipase, dan tannase yang
berasal dari bakteri, fungi, mamalia, dan tanaman untuk menghidrolisis kitosan. Muzarelli et al. 1995a, 1995b telah menggunakan enzim papain dan lipase
untuk depolimerisasi kitosan. Guo dan Hung 2002 melaporkan penggunaan enzim selulase untuk memperoleh senyawa -senyawa kitooligosakarida dari
kitosan. Berbagai proses tersebut dikembangkan untuk menghasilkan proses hidrolisis yang efisien terhadap kitosan, akan tetapi penggunaan enzim-enzim
tersebut membutuhkan konsentrasi yang relatif tinggi, sedangkan kitosanase menunjukkan aktivitas yang cukup baik pada konsentrasi yang kecil Jeon dan
Kim 2000. Telah banyak dilaporkan adanya sifat fisiologis penting senyawa-senyawa
kitooligo mer hasil degradasi kitin dan kitosan, yang memiliki daya antibakteri, antijamur, antitumor, penurun kolesterol, penurun tekanan darah tinggi, dan
kemampuannya dalam meningkatkan daya imunologis Dalwoo 2004, Muzarelli 1996, Shahidi et al.1999, Suzuki et al. 1986, Suzuki 1996. Dalam bidang
farmasi, kitooligomer mampu menurunkan kolesterol. Aktivitas hipokolesterolemik kitooligomer kemungkinan disebabkan karena penghambatan pembentukan
micelle yang mengandung kolesterol, asam lemak dan monogliserida, sehingga
berperan aktif sebagai anti kolesterol Goosen 1997, Dodane dan Vilivalam 1998. Cui dan Mumper 2001 meneliti tentang penggunaan kitosan dan
oligomernya untuk berkompleks dengan CMC Carboxyl Methyl Cellulose guna membentuk kationik nano patrikel yang stabil untuk keperluan imunisasi genetik.
Kemampuan kitosan dan senyawa-senyawa kitooligomer sebagai antimikroba telah diujikan pada organisme penghasil spora pada media laboratorium dan
makanan, ternyata Kitooligomer yang lebih pendek lebih efektif berperan sebagai antimikroba daripada yang berantai panjang Shahidi et al. 1999 ;
Rhoades dan Roller 2000 ; Meidina 2005 . Pada Tabel 1 disajikan informasi penelitian yang telah dilakukan untuk
memperoleh senyawa-senyawa kitooligo mer yang berasal dari kitin dan kitosan
Tabel 1 Beberapa penelitian produksi senyawa-senyawa kitooligo mer
N o
Enzim Sumber
Aktivitas Metode
Substrat konsentrasi
Hasil Referensi
1. Kitosanase
Bacillus pumilus
BN-262 45
o
C 5,10,15 dan
25 Ug Chit UFmembran
reaktor Kitosan
terlarut 1 DD 89
Trimer -
Heksamer Jeon Kim
2000 2. Kitosanase
Bacillus sp
BN-262 50
o
C 1g100ml
13 prot Imobilisasi
pada suport gel agar
Kitosan terlarut
0,5 DD 100
Pentamer Heksamer
Ichikawa et al.
2002 3.
Kitinase Streptomyc
es cursanovii
37
o
C 0,38Uml Imobilisasi
pada macroporous
cross linked chitin
Kitin koloidal 1
DD 85 Dimer -
Nanomer Ilyina et al.
2000
4. Lisozim
lateks pepaya
Degradasi re - dox H
2
O
2
FeIII Kitosan
hidrokhlorid a 1
DD 15,6 Rhoades
Roller 2000 5.
Kitosanase Bacillus
sp Strain CK4
60
o
C 0,1mg ml Purifikasi
dengan DEAE Toyopear
l650-M Kitosan
koloidal l DD 100
Monomer - Heksamer
Yoon et al. 2001
6. Kitosanase
Bacillus sp
Strain KCTC
0377BP 40
o
C 2-8 Ug
Inkubasi enzim dan
substrat selama 24
jam. Direct
enzymatic reaction
Kitosan terlarut 20 -
40 mgml DD 39, 50
dan 72 Trimer
- Heptamer
Yeon et al. 2004
Senyawa-senyawa kitooligomer dilaporkan memiliki aktivitas anti kanker, laporan ini antara lain dikemukakan oleh Ye on 2004 bahwa heksa N-asetil
kitoheksaose dan kitoheksaose memiliki pengaruh penghambat pertumbuhan dari sel tumor Meth A-solid. Semenuk et al. 2001 melaporkan aktivitas
kitooligomer sebagai anti tumor melalui kemampuan senyawa kitooligomer bertindak sebagai ligan bagi reseptor sel natural killer yang mengakibatkan
aktivasi selular sistim imun sehingga kitooligomer tersebut dapat berfungsi
sebagai anti tumor. Pae et al. 2001 melaporkan terjadinya penghambatan pada sel promyelocytic leukemia HL-60 oleh water-soluble chitosan oligomer
WSCO. Shen 2002 juga melaporkan kitosan larut air WSC secara signifikan menghambat proliferasi sel kanker ASG. Guo Hung 2002 melaporkan
senyawa kitooligosakarida yang dihasilkan dari enzim selulase memiliki pengaruh pada fungsi sistim imun seperti mempengaruhi proliferasi sel makrofag dan
hibridoma HB4C5 secara in vitro. Sedangkan secara in vivo terbukti meningkatkan kandungan IgG dan IgM dalam serum darah mencit yang diinjeksi
dengan N- asetil kitoheksaose.
2. Kitosanase dan Mikroba Penghasil Kitosanase
Kitosanase EC 3.2.1.132 merupakan enzim yang menghidrolisis ikatan glikosidik kitosan untuk menghasilkan kitooligomer kitooligosakarida. Kitosan
â-1 4-N-glukosamin merupakan turunan dari kitin yang diperoleh melalui deasetilasi sempurna atau sebagian. Menurut Fukamizo dan Brzezinski 1997,
kitosanase adalah enzim yang menghidrolisis kitosan, memotong pada ikatan â- 1,4-glikosidik kecuali ikatan GlcNAc-GlcNAc. Kitosanase dibagi menjadi tiga klas
berdasarkan spesifik pemotongannya yaitu klas 1, enzim memotong pada ikatan GlcN-GlcN dan GlcNAc-GlcN; klas 2, enzim yang memotong hanya pada ikatan
GlcN-GlcN; klas 3, enzim yang memotong pada ikatan GlcN-GlcN dan GlcN- GlcNAc Saito et al. 1999; Fukamizo dan Brzezinski 1997. Pada Tabel 2
disajikan beberapa karakteristik enzim kitosanase dari berbagai sumber. Berdasarkan homologi sekuen asam amino, Yoon et al. 2000
mengkategorikan kitosanase ke dalam empat kelompok, kelompok I berhubungan erat dengan kitosanase dari B. circulans, B.ehemensis, dan
Burkholderia gladioli similaritas sekitar 81-84. Kelompok II termasuk
Amycolaptosis sp., Nocardioides sp. N 106, Streptomyce s sp. N 174 similaritas
sekitar 73-76. Bacillus sp. CK4 dan Bacillus subtilis termasuk dalam golongan kelompok III dengan similaritas sekitar 76.6. Sedangkan Sphingobacterium dan
Matsuebacter digolongkan ke dalam kelompok IV dengan similaritas sekitar 75.
Carbohydrate Active Enzyme CAZY mengklasifikasi kitosanase pada 3 tiga
kelompok, yaitu family 46, 75 dan 80. Sebagian besar hasil studi kitosanase yang terdapat pada bakteri termasuk dalam anggota glikosida hidrolase family 46,
dimana kitosanase dari fungi patogen tanaman seperti Fusarium solani diklasifikasi sebagai glikosida hidrolase family 75. Chitosanotabidus dan
Sphingobacterium multivorum termasuk golongan glikosida hidrolase family 80
Park et al. 1999. Diantara kitosanase yang telah diteliti tersebut hanya glikosida hidrolase family 46 yang telah ditentukan struktur tiga dimensinya dan
hanya dua struktur kristal kitosanase, yaitu dari Streptomyces sp. N174 dan Bacillus circulans
yang telah dipublikasi Saito et al. 1999. Glu-22 dan Asp-40 merupakan residu asam amino yang penting pada sisi katalitiknya Fukamizo dan
Brzezinski 1997 dimana residu triptofan berperan penting untuk kestabilan protein enzim kitosanase Honda et al. 1999. Hasil studi lain terhadap identifikasi
residu asam amino untuk aktivitas katalitik kitosanase termostabil dari Bacillus
sp. CK4 menunjukkan bahwa Glu-50 tidak mutlak esensial untuk aktivitas katalitik, tetapi mungkin memiliki peranan penting untuk menjaga struktur sisi
katalitik kitosanase Yoon et al. 2001. Berbagai pertimbangan penggunaan mikroba sebagai sumber enzim
kitosanase antara lain adalah mikrob a dapat tumbuh relatif cepat, bahan baku relatif murah, mudah diisolasi, dan terbuka peluang untuk meningkatkan mutu
enzim melalui rekayasa genetika Madigan et al. 2000. Informasi tentang mikroba penghasil enzim kitosanase telah dilaporkan oleh beberapa peneliti,
antara lain kitosanase dari Bacillus sp P1-7S dilaporkan oleh Seino et al. 1991, Matsuebacter chitosanotabidus
3001 oleh Park et al. 1999, Bacillus sp strain CK4 oleh Yoon et al. 2001, Burkholderia gladioli strain CHB101 oleh Shimosaka
et al. 2000, Streptomyces N174 oleh Somashekar dan Joseph 1996.
Kitosanase yang berasal dari fungi dilaporkan oleh Shimosaka et al. 1993 yang mengisolasi kitosanase dari Fusarium solani f.sp. dan phaseoli, Cheng dan Li
2000 mengisolasi kitosanase dari Aspergillus Y2K. Kitosanase yang berasal dari tanaman Cucumis sativus, Citrus sinensis, dan Barley telah dilaporkan oleh
Somashekar dan Joseph 1996. Karakteristik enzim kitosanase yang berasal dari Bacillus licheniformis MB2
disajikan dalam Tabel 2. Beberapa karakteristik enzim kitosanase yang berasal dari berbagai sumber disajikan pada Tabel 3.
Tabel 2 Karateristik enzim kitosanase dari Bacillus licheniformis MB2
a
No. Parameter
Karakteristik 1.
2. 3.
4. 5.
6. 7.
Suhu optimum pH optimum
Buffer optimum Berat Molekul
Aktivator Spesifitas substrat
Tahan terhadap jenis denaturan
70
o
C 6.0 -7.0
Buffer phosphat 0.05 M pH 6 75 kDa
Mn Kitosan terlarut
Guanidin dan urea
a Chasanah 2004
Tabel 3 Beberapa karakteristik biokimia kitosanase
Mikroorganisme Berat
Molekul kDa
pH Optimum
Suhu Optimum
o
C Inhibitor substrat
Produk Referensi
Matsuebacter chitosanotabidus
3001 Paenibacillusfukuinensis
D2 B. circulans
MH-K1 Bacillus
sp CK-4 Aspergillus
Y2K Acinetobacter
sp CHB101
Fusarium solani f.sp
phaseoli. 34
86.51 27
29 25
37 30 36
4.0 -
6.5
6.5 6.6
5 – 9 5.6
30 – 40 -
50
60 65 – 70
40 40
Ag
2+
- Hg
2+
, Zn
+
, pCMB,
Cu
2+
Cu
2+
Hg
2+
,Cd
2
= -
- -
Kitosan DD
100, CMC
Kitosan dengan
DD tinggi Kitosan
dengan DD tinggi
Kitosan dengan
DD tinggi Kitosan
dengan DD tinggi
Kitosan dengan
DD tinggi Kitosan
dengan DD tinggi
GlcN
2-6
GlcN
2-7
GlcN
4
GlcN
4
GlcN
3-5
GlcN
3-5
GlcN
3-5
Park et al. 1999
Kimoto et al
. 2002 Yabuki et
al. 1988
Yoon et al. 2000
Cheng dan Li 2000
Shimosaka et al.
1995 Shimosaka
et al . 1993
B . BAHAN PANGAN SEBAGAI IMMUNOENHANCER DAN ANTIKANKER
Penelitian untuk menunjukkan potensi bahan pangan tertentu yang memiliki aktivitas terhadap proliferasi sel limfosit dan antiproliferasi terhadap sel kanker
telah banyak dilakukan. Buah-buahan, sayuran dan biji-bijian merupakan sumber dari produk samping metabolisme senyawa mevalonat yang bersifat
antikarsinogenik Elson dan Yu 1994. Beberapa jenis bahan pangan lain yang juga mengandung senyawa antikarsinogenik adalah: bawang, kol, kedelai,
wortel, seledri, bawang bombay, teh hijau, citrus orange, lemon, grapefruit, beras pecah kulit dan gandum utuh Caragay 1992. Menurut Waladkhani dan
Clemens 1998 sayuran, buah-buahan dan biji -bijian mengandung beragam senyawa fitokimia yang berpotensi sebagai senyawa antikarsinogenik yaitu:
karotenoid, klorofil, flavonoid, indol, komponen polifenol, inhibitor protease, sulfida, dan terpen. Laporan tersebut didukung oleh hasil penelitian Zakaria et al.
2000 yang melaporkan bahwa konsumsi sayur dan buah yang mengandung vitamin C dan vitamin E dapat meningkatkan kemampuan proliferasi sel limfosit
dan meningkatkan aktivitas sitotoksik dari sel NK. Selanjutnya Ogata et al. 2000, melaporkan senyawa turunan asam nikotinat dan nikotinamida yaitu
niasin jenis vitamin larut air ditemukan tidak membunuh sel limfosit, tetapi dapat menginduksi apoptosis pada sel K562.
Kelompok solanase tomat, kentang, terung dan cabai dan rempah-rempah jahe, cengkeh, kunyit juga merupakan kelompok bahan pangan yang
mempunyai sifat anti karsinogenik. Menurut Yuana 1998, rempah-rempah seperti jahe, lempuyang, kencur dan pasak bumi mempunyai komponen-
komponen yang dapat memberikan efek penghambatan terhadap sel kanker K562. Agustinisari 1998 melaporkan bahwa ekstrak air dan etanol jahe segar
dapat menekan proliferasi sel leukimia K562 secara in vitro. Ekstrak air dan etanol dari bawang putih dari hasil penelitian Lastari 1997 dapat menekan
proliferasi sel-sel K562 secara in vitro dan menaikkan aktivitas sel NK manusia. Rusmarilin 2003 juga melaporkan aktivitas anti kanker dari ekstrak lengkuas
lokal Alpinia galanga L Sw pada galur sel kanker manusia dan mencit. Senyawa turunan flavonoid yang terkandung dalam bahan pangan antara
lain quersetin memperlihatkan kemampuan menghambat proliferasi sel leukimia dan sel ovari manusia secara in vitro Zakaria et al. 1997. Iwashita et al. 2000
juga melaporkan aktivitas senyawa isoliquiritigenin dan butein turunan dari flavonoid mampu menghambat pertumbuhan sel dan menginduksi terjadinya
apoptosis pada sel-sel B16 Melanoma 4A5. Damayanti 2002 melaporkan senyawa antioksidan dari bekatul padi Oryza sativa mampu menekan proliferasi
sel kanker KR4 sebesar 30 , K562 sebesar 12, dan melanoma sebesar 23. Beberapa ekstrak tanaman juga dilaporkan memiliki kemampuan
memperbaiki sistem imun dan bersifat anti kanker, antara lain hasil penelitian dari Konishi et al. 1985 dan Noda et al. 1996 yang melaporkan aktivitas anti tumor
dari chlorella vulgari. Senyawa fenol glikosida, neohankosida C, yang diisolasi dari tanaman Cynanhum hancockianum diketahui bersifat anti tumor dan
mempunyai aktivitas imunomodulator Konda et al. 1997. Eksktrak tanaman Uncaria tomentosa
dilaporkan tidak bersifat toksik Maria et al; 1997, menginduksi proliferasi limfosit Wurm et al. 1998 dan mampu menghambat
proliferasi serta menginduksi apoptosis sel-sel leukimia K562 dan HL-60 Sheng et al
. 1998. Meiyanto et al 2003 juga melaporkan ekstrak etanol daun dan kulit batang tanaman cangkring Erythrina Fusca Lour dapat menghambat proliferasi
sel HeLa. Ananta 2000 melaporkan ekstrak cincau hijau Cyclea barbata L. Miers
mampu menghambat proliferasi sel K562 sebesar 70 dan sel HeLa sebesar 30. Puspaningrum 2003 melaporkan ekstrak air kayu secang
Caesalpinia sappan Linn mampu memproliferasi sel limfosit limfa tikus dan menekan proliferasi sel K562 secara in vitro sebesar 20.8.
Senyawa-senyawa anti kanker ternyata tidak hanya berasal dari daratan, Aoki et al. 2004 melaporkan aktivitas anti kanker dari smenospongine yaitu
senyawa aminokuinon seskuiterpen yang diisolasi dari spong laut terhadap sel kanker K562 chronic myelogenous leukemia pada konsentrasi 3 – 15 µM.
Senyawa kitin dan turunannya yang berasal dari hewan laut udang dan kepiting ternyata juga dilaporkan memiliki aktivitas anti kanker, laporan ini antara lain
dikemukakan oleh Yeon 2004 bahwa heksa N-asetil kitoheksaose dan kitoheksaose memiliki pengaruh penghambat pertumbuhan dari sel tumor Meth
A-solid. Semenuk et al. 2001 melaporkan aktivitas kitooligomer sebagai anti
tumor. Pae et al. 2001 melaporkan terjadinya induksi granulositik pada sel
promyelocytic leukemia HL-60 oleh water-soluble chitosan oligomer WSCO.
Shen 2002 juga melaporkan kitosan larut air WSC secara signifikan menghambat proliferasi sel kanker ASG.
B. LIMFOSIT DALAM SISTEM IMUN
Limfosit adalah sel darah putih leukosit yang mampu menghasilkan respon imun spesifik terhadap berbagai jenis antigen yang berbeda. Limfosit
leukosit berukuran kecil, berbentuk bulat diameter 7-15 µm, dan banyak terdapat pada organ limfoid seperti seperti limpa, kelenjar limfe dan timus.
Terdapat dua kelas leukosit yaitu, yang mengandung granula dalam sitoplasmanya granulosit dan agranulosit yang tidak mengandung granula
Ganong 1990. Limfosit merupakan sel kunci dalam proses respons imun spesifik, mengenali antigen melalui reseptor antigen dan mampu
membedakannya dari komponen tubuhnya sendiri Kuby 1992. Darah adalah suspensi yang terdiri dari elemen-elemen atau sel-sel, dan
plasma yaitu larutan yang mengandung berbagai molekul organik dan an organik. Ada tiga grup sel darah, yaitu sel darah merah RBC atau eritrosit, sel
darah putih WBC atau leukosit yang terdapat kurang dari 1 volume total darah, dan butir pembeku platelets atau trombosit. Komposisi dan nilai normal
masing-masing elemen seluler pada darah manusia disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai normal elemen-elemen selular pada darah manusia
a
Elemen-elemen seluler
Rata-rata selml
Kisaran normal Persen dari
leukosit total A.Leukosit
9000 4000 - 11000
- -Granulosit :
Neutrofil Eusinofil
Basofil 5400
275 35
3000-6000 150-300
0-100 50-70
1-4 0,4
-Agranulosit Limfosit
Monosit 2750
540 1500-4000
300-600 20-40
2-8 B.Eritrosit
Laki-laki Wanita
5,4 x 10
6
4,8 x 10
6
C.Platelets 300000
2-5 x 10
5
a Ganong 1990
Sistem imun merupakan sistem interaktif kompleks dari beragam jenis sel imunokompeten yang bekerjasama dalam proses identifikasi dan eliminasi
mikroorganisme patogen dan zat-zat berbahaya lainnya yang masuk ke dalam tubuh. Sistem imun dibedakan dalam dua kelas yaitu sistem imun non spesifik
dan spesifik. Respon imun non spesifik timbul sebagai reaksi terhadap mikroorganisme patogen dan zat asing lainnya melalui fagositosis dan monosit
makrofag, barier kimia melalui sekresi internal dan eksternal, lisozim dalam mukus jaringan, air mata, laktoperoksidase dalam saliva, protein darah,
interferon, sistem kinin dan komplemen, dan sel Natural Killer NK Parslow 1997. Sistem imun spesifik meliputi sistem imun seluler dan humoral. Sistem
imun seluler memberikan pertahanan terhadap serangan mikroorganisme intra dan ekstraseluler melalui sekresi limfokin seperti interferon dan interleukin.
Sedangkan sistem imun humoral memberi pertahanan melalui produksi antibodi terhadap antigen spesifik Roitt dan Delves 2001.
1. Sel Limfosit
Sel limfosit terdiri dari 2 tipe sel yang mampu membuat kekebalan yaitu sel limfosit T, yang berfungsi dalam imunitas seluler, dan sel limfosit B yang
berfungsi dalam imunitas humoral Bellanti 1993. Sel limfosit B berasal dari sumsum tulang belakang dan berdiferensiasi dalam jaringan ekivalen bursa.
Jumlah sel limfosit B dalam keadaan normal berkisar antara 10 - 15. Setiap sel
B memiliki 10
5
B Cell Receptor BCR, dan setiap BCR memiliki dua situs pengikatan antigen yang identik. Antigen yang umum bagi sel B adalah protein
dengan struktur tiga dimensi. BCR dan antibodi mengikat antigen dalam bentuk aslinya. Hal ini membedakan sel B dengan sel T, yang mengikat antigen yang
sudah terproses dalam sel Kresno 1996. Sel limfosit dapat mengenali suatu antigen secara spesifik dan menerima
sinyal untuk berproliferasi. Setelah berikatan dengan antigen, limfosit B akan mengalami proses perkembangan melalui 2 jalur, yaitu a berdiferensiasi
menjadi sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, dan b membelah lalu kembali dalam keadaan istirahat sebagai sel limfosit B memori. Sel limfosit
mampu berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sebuah klon yang terdiri dari sel-sel efektor dengan spesifisitas antigen yang sama Decker 2001.
Sel T merupakan bagian dari sel limfosit yang sebagian besar terdapat dalam sirkulasi darah, yaitu sebanyak 65-85 Kresno 1996. Sel T terdiri dari
tiga subset yaitu sel Tc atau sel T sitotoksik, sel Th atau sel T helper, dan sel Ts atau sel T supressor Roitt dan Delves 2001. Sel Tc berfungsi untuk membunuh
sel-sel yang terinfeksi patogen intraselular, dan sel Th berperan dalam stimulasi sintesis antibodi dan aktivasi makrofag dengan cara mensekresikan molekul
sinyal yang disebut sitokin. Sel Ts mampu menekan aktivitas sel imun. Sel T memiliki molekul T Cell Antigen Receptor TCR yang dapat mengenali epitop
suatu antigen melalui kerjasama dengan molekul protein permukaan pada Antigen Presenting Cells
APC. Sel T teraktivasi oleh antigen spesifik sehingga terstimulasi untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel T memori dan
berbagai sel T efektor yang mensekresi berbagai limfokin. Limfokin tersebut berpengaruh pada aktivasi sel B, Tc, dan sel-sel fagositik,sel NK dan sel lain
yang terlibat dalam sistim imun Roitt dan Delves 2001. Sel natural killer sel NK adalah sel limfosit granular yang berukuran besar.
Pada manusia normal, sel NK terdapat dalam jumlah 5-15 dari jumlah limfosit darah Kresno 1996. Sel ini merupakan garis depan pertahanan tubuh terhadap
sel yang terinfeksi virus dan sel tumor. Sel NK memiliki reseptor yang menyerupai lektin, yaitu reseptor yang dapat berikatan dengan senyawa
karbohidrat pada sel sasaran sehingga menghasilkan pengiriman sinyal pada sel NK untuk membunuh sel tersebut. Populasi sel sel NK dapat membunuh sel
sasaran secara spontan tanpa sensitisasi terlebih dahulu. Menurut Roitts dan
Delves 2001, ketika sel terinfeksi virus atau berubah bentuk menjadi sel yang termutasi, molekul permukaannya berubah. Perubahan ini dikenali oleh sel NK,
lalu sel NK membunuh sel tersebut. Sel NK secara fenotip berbeda dengan sel limfosit T maupun sel limfosit B, yaitu tidak memiliki CD3TCR maupun sIg
surface immunoglobulin. Sel ini memiliki petanda CD56 dan CD16. Sel yang terinfeksi virus menghasilkan interferon yang dapat memberi isyarat ke sel pada
jaringan yang berdekatan. Sel NK diduga dapat mengenali sel tumor atau sel yang terinfeksi virus karena sel sasaran tersebut mengekspresikan molekul
glikoprotein pada permukaan sel yang membedakannya dari sel normal. Glikoprotein tersebut kemudian bertindak sebagai lektin yang dapat mengikat sel
NK melalui reseptor yang terdapat pada permukaan sel NK sehingga terjadi ransangan Kresno 1996. Sitolisis terhadap sel tumor dapat terjadi karena
dilepaskannya faktor sitotoksik perforin yang berasal dari granula dalam sel NK. Disamping itu di dalam granula juga terdapat zat yang tahan terhadap faktor
sitotoksik, yaitu kondroitin sulfat A, yang melindungi sel NK terhadap autolisis oleh substansinya sendiri Kresno 1996.
2. Pengujian Proliferasi Limfosit
Proliferasi merupakan fungsi biologis mendasar pada sel limfosit, yaitu meliputi proses diferensiasi dan pembelahan sel. Aktivitas proliferasi limfosit
merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengukur status imunitas karena proses proliferasi menunjukkan kemampuan dasar dari sistem
imun Roit dan Delves 2001. Limfosit merupakan sel tunggal yang bertahan baik saat dikultur dalam media sintetik lengkap. Respon proliferatif kultur limfosit
dalam media sintetik dapat digunakan untuk menggambarkan fungsi limfosit dan status imun individu Tejasari 2000. Zakaria et al. 1992 menyatakan bahwa
kemampuan limfosit untuk berproliferasi atau membentuk klon menunjukkan secara tidak langsung kemampuan respon imunologik atau tingkat kekebalan.
Pengujian terhadap kemampuan fungsional limfosit dapat dilihat dari kemampuan memberikan respon terhadap mitogen proliferasi sel, kemampuan
membentuk imunoglobulin atau limfokin, dan kemampuan sitotoksisitas sel NK Tejasari 2000. Uji proliferasi limfosit dapat dilakukan melalui pengukuran
kemampuan sel limfosit yang ditumbuhkan dalam kultur sel jangka pendek yang mengalami proliferasi klonal ketika dirangsang secara in vitro oleh antigen atau
mitogen Valentine dan Lederman 2000. Bila sel dikultur dengan senyawa
mitogen, maka limfosit akan berproliferasi secara tidak spesifik. Begitupula, bila limfosit dikultur dengan antigen spesifik maka limfosit akan berproliferasi secara
spesifik. Metode yang lebih sederhana untuk penghitungan jumlah sel yang
berproliferasi adalah metode pewarnaan MTT 3-4,5-Dimethyl-2-thiazolyl-2,5- diphenyl-2H-tetrazolium bromide. Prinsip metode MTT adalah konversi MTT
menjadi senyawa formazan yang berwarna ungu oleh aktivitas enzim suksinat dehidrogenase dari mitokondria sel hidup Kubota et al. 2003. Reaksi yang
terjadi digambarkan dalam Gambar 3. Jumlah senyawa formazan yang terbentuk adalah proporsional dengan jumlah sel limfosit yang hidup. Selain dengan
metode MTT, perhitungan sel dapat dilakukan dengan metode pewarna trifan biru, yang hanya dapat mewarnai jika membran sel telah rusak, sehingga dapat
digunakan untuk membedakan sel hidup dan mati atau rusak. Sel yang hidup tidak akan berwarna dan berbentuk bulat, sedangkan sel mati akan berwarna
biru dan mengkerut Bird dan Forrester 1981.
Gambar 3 Mekanisme reaksi MTT menjadi MTT formazan Kubota et al. 2003
Beberapa senyawa yang telah diketahui mampu meningkatkan proliferasi sel limfosit adalah : vitamin C dan E Budiharto, 1997, ekstrak bawang putih
Lastari, 1998, ekstrak jahe Zakaria et al., 1999, ekstrak tanaman cincau hijau Pandoyo, 2000 ekstrak air kayu secang Caesalpinia sappan Linn
Puspaningrum 2003, teh daun dan serbuk gel cincau Cyclea Setiawati 2003, b
unga kumis kucing Orthosimphon stamineus benth dan bunga knop Gomphrena globosa L. Aquarini 2005, dan kitooligomer kitin Hertriyani 2005.
Senyawa-senyawa tersebut bekerja melalui mekanisme menginduksi proliferasi sel limfosit.
3. Mitogen sebagai Senyawa Pemacu Proliferasi Se l Limfosit
Mitogen adalah sumber ligan polipeptida yang dapat berikatan dengan reseptor yang terdapat pada permukaan sel. Beberapa mitogen merupakan
faktor pertumbuhan yang mengaktivasi tirosin kinase. Aktivasi tersebut diawali oleh mitogen yang mengakibatkan adanya urut-urutan sinyal yang berpengaruh
terhadap berbagai faktor transkripsi dan berpengaruh terhadap aktivitas gen di dalam sel Decker 2001.
Beberapa molekul pada patogen mampu berikatan dengan molekul permukaan limfosit yang bukan merupakan reseptor antigen. Jika pengikatan ini
mampu menginduksi limfosit untuk membelah mitosis, maka molekul tersebut disebut mitogen. Mitogen menginduksi proliferasi limfosit pada frekuensi tinggi
tanpa memerlukan adanya spesifisitas antigen, disebut dengan aktivasi poliklonal. Beberapa mitogen hanya mampu menginduksi proliferasi sel B,
beberapa hanya berpengaruh pada sel T, dan ada juga yang mampu menginduksi keduanya. Beberapa mitogen disebut antigen T-independen, karena
mampu menginduksi sel B untuk mensekresi antibodi tanpa ada bantuan dari sel Th Decker 2001.
Lektin pada umumnya adalah mitogen yang merupakan protein yang berikatan dengan senyawa karbohidrat. Concanavalin A Con A dan
fitohemaglutinin PHA mempunyai struktur tetramer dengan setiap monomernya memiliki satu situs pengikat karbohidrat, sehingga dapat mengikat glikoprotein
pada permukaan sel. Pokeweed PWM berasal dari tumbuhan pokeweed Phytolacca americana. PWM mampu berikatan dengan di-N-asetyl kitobiose
dan mampu menginduksi baik sel B dan sel T Ku by 1992. Lektin C on A adalah
mitogen asal legum yang bersifat sebagai imunomodulator karena dapat meransang proliferasi limfosit.
Menurut Kresno 1996 sebanyak 50-60 sel limfosit T mampu memberikan respon terhadap stimulasi dengan mitogen PHA
dan Con A. Lipopolisakarida LPS juga mampu berfungsi sebagai mitogen, tetapi pengaruhnya hanya pada sel B Kuby 1992. Respon terhadap mitogen
tersebut dianggap menyerupai respon limfosit terhadap antigen, sehingga uji transformasi dengan ransangan mitogen tersebut banyak dipakai untuk menguji
fungsi limfosit. Stimulasi limfosit dengan antigen maupun mitogen mengakibatkan berbagai reaksi biokimia di dalam sel, diantaranya fosforilasi nukleoprotein,
pembentukan DNA dan RNA, peningkatan metabolisme lemak dan lain-lain Letwin dan Quimby 1987.
Lektin fitohemaglutinin PHA adalah protein non enzimatik, berikatan
dengan karbohidrat secara reversibel. Fungsi biologis dari lektin adalah kemampuan mengenal dan berikatan dengan struktur karbohidrat spesifik,
khususnya berikatan dengan oligosakarida. Lektin dapat berikatan dengan berbagai sel yang memiliki molekul permukaan berupa glikoprotein atau
glikolipid. Beberapa gugus spesifik lektin telah diidentifikasi seperti mannose, galaktosa, N-asetilglukosamin, N-asetil galaktosamin, L-fruktosa, dan asam N-
asetilneraminik. Sub unit lektin saling berhubungan satu dengan yang lain melalui ikatan non kovalen atau ikatan-ikatan disulfida. Beberapa lektin membutuhkan
kation divalen seperti kalsium, magnesium dan mangan untuk berikatan dengan karbohidrat. Lektin terdiri dari enam famili yang telah dikenal yaitu : lektin legum,
lektin sereal, lektin jenis P, C, S dan pentraxis Letwin dan Quimby 1987.
D. KULTUR SEL
Kultur sel secara in vitro merupakan suatu cara untuk mengembangbiakkan atau menumbuhkan sel di luar tubuh hewan atau manusia. Lingkungan atau
bahan makanan untuk pertumbuhan sel secara in vitro diusahakan menyerupai keadaan sel secara in vivo. Oleh karena itu, diperlukan suatu media
pertumbuhan yang berisi asam-asam amino, vitamin, mineral, garam-garam anorganik, glukosa dan serum. Peranan serum dalam medium biakan sangat
penting yaitu sebagai nutrien untuk pertumbuhan sel serta fungsinya dalam pelekatan sel. Serum memberikan hormon-hormon penting, faktor penempel sel
ke matriks tempat sel tumbuh, protein, lipid serta mineral-mineral yang diperlukan sebagian besar jenis sel untuk tumbuh dan berkembang Freshney 1994. Sel
yang dikultur dapat berupa suatu galur sel, yaitu populasi sel yang berasal dari suatu sumber jaringan tertentu yang mengalami pengkulturan lebih lanjut, hingga
mencapai sub kultur. Ada dua jenis kultur galur sel kanker yaitu kultur yang melekat membentuk
selapis monolayer di atas substrat padat, atau sebagai suspensi di media kultur. Kedua jenis sel ini mempunyai sifat yang berbeda, dimana sel suspensi
tidak memerlukan support atau bahan pembantu untuk menempel, sebaliknya sel selapis memerlukan support. Sel suspensi biasanya dari hemopoetik, sel darah
atau sel dari tumor malignant, sedangkan sel monolayer biasanya untuk sel-sel yang berasal dari jaringan Freshney 1994.
Kultur galur sel kanker yang berasal dari manusia, seperti kultur galur KR-4
lymphablastoid B dan sel K562 chronic myelogenous leukemia merupakan
jenis sel suspensi, sel HeLa epithel carcinoma cervix dan sel A549 Lung
carcinoma merupakan jenis sel selapis jaringan, dapat digunakan untuk
menguji kemampuan bioaktivitas suatu senyawa sebagai anti kanker terhadap galur-galur sel kanker tersebut. Galur sel dapat dibentuk dari kultur sel langsung
primer yang kemudian dikultur kembali sub kultur. Sel yang dikultur ini dipelihara terus menerus sampai immortal tidak bisa mati. Pembentukan sub
kultur dapat menghasilkan sel-sel yang homogen dan tidak memiliki sifat-sifat diferensiasi. Menurut Freshney 1994 galur sel yang dihasilkan dari kultur sel
primer akan mengalami perubahan antara lain : morfologi sel lebih kecil, lebih bulat, kurang erat mel ekat, perbandingan inti dan sitoplasma lebih besar, cepat
tumbuh karena waktu yang diperlukan untuk tumbuh menjadi lebih pendek, ketergantungan terhadap serum berkurang, dan mampu berproliferasi. Berikut ini
beberapa deskripsi dari galur sel lestari yang digunakan dalam berbagai penelitian :
a. Sel K562 ATCC CCL 243 Berasal dari dari sel leukimia myelogenous. Memiliki morfologi seperti
limfoblast, sel ini diisolasi oleh Lozzio dan Lozzio dari efusi pleural wanita berumur 53 tahun yang menderita leukimi a myelogenous kronik, sel ini memiliki
sifat sangat sensitif terharap pengujian sel natural killer, mengepresikan enzim metabolik xenobiotik, dan tidak berdiferensiasi.
b. KR 4 ATCC CRL 8658 Sel KR 4 berasal dari sel lymphoblastoid B manusia GM 1500 6TG A11;
menghasilkan IgG. Sel ini diperoleh dengan membuat sel tersebut mutagen dengan perlakuan iradiasi ã tingkat rendah dan diseleksi dengan resistensi
terhadap tioguanin Kozbor et al.1982. c. A549 ATCC CCL 185
Sel ini berasal dari sel karsinoma paru pria kaukasian berumur 58 tahun dengan morfologi menyerupai epitelial, sel ini diisolasi dari jaringan tumor
karsinoma manusia. Sel ini memiliki sifat dapat memproduksi lesitin dan mengepresikan enzim metabolik xenobiotik.
d. HeLa ATCC CCL 2.2 Berasal dari kata Henrietta Lacks, yang berasal dari tumor serviks rahim
Helen Lane atau Helen Larson wanita berumur 30 tahun, dengan morfologi menyerupai epitelial.
E. SIKLUS SEL