Mekanisme Apoptosis dan Kerusakan membran Sel

78

E. Mekanisme Penghambatan Proliferasi Sel Kanker oleh Senyawa-senyawa Kitooligomer

1. Mekanisme Apoptosis dan Kerusakan membran Sel

Komponen kimia yang memiliki aktivitas anti tumor dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan sel tumorkanker. Pengujian mekanisme aktivitas anti tumor melalui dua cara, yaitu a langsung membunuh sel, dan b secara tidak langsung, yaitu dengan menggertak sistim imun, dimana cara ini harus dilakukan secara in vivo. Berdasarkan pengujian penghambatan proliferasi yang telah dilakukan pada dua jenis sel suspensi KR-4 dan K562 dan dua jenis sel selapis HeLa dan A549, ternyata aktivitas penghambatan oleh senyawa- senyawa kitooligomer terhadap jenis sel selapis lebih tinggi daripada jenis sel suspensi, dengan aktivitas penghambatan tertinggi diperoleh dari senyawa- senyawa kitooligomer hasil fraksinasi. Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa- senyawa kitooligomer bersifat lebih spesifik menghambat sel kanker jenis selapis monolayer, padahal secara teori menyatakan bahwa sifat sel suspensi lebih rentan daripada sel selapis. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya kemampuan senyawa -senyawa kitooligomer menghambat senyawa-senyawa yang mempengaruhi pelekatan sel selapis HeLa dan A549 pada substrat padat, antara lain fibronektin dan laminin yang terdapat dalam serum media kultur. Fibronektin dan laminin adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pelekatan sel selapis pada substrat padat. Faktor pertumbuhan untuk sel selapis seperti faktor pertumbuhan epidermal dan fibroblast EGF dan FGF yang terdapat dalam serum medium kultur kemungkinan juga dapat dihambat oleh senyawa- senyawa kitooligomer. Oleh karena itu senyawa-senyawa kitooligomer selain mempengaruhi proliferasi sel juga dapat mempengaruhi faktor-faktor yang membantu pertumbuhan dan pelekatan sel selapis, dimana faktor-faktor tersebut dibutuhkan sel selapis Hela dan A549 untuk berproliferasi. Sel kanker dalam siklus proliferatif umumnya lebih sensitif terhadap efek senyawa anti tumor Tjahjono 1999. Efek senyawa anti tumor dan umumnya obat sitostatika bekerja dengan jalan merusak enzim atau substrat yang dipengaruhi oleh sistem enzim. Sebagian besar efek pada enzim atau substrat berhubungan dengan sintesa DNA. Dengan demikian obat-obatan yang toksik bagi sel tumor atau bersifat anti tumor menghambat sel yang sedang membentuk DNA atau sel yang sedang membelah Rusmarilin 2003. Penggunaan senyawa 79 2-deoksi bromo uridin sebagai kontrol positif senyawa anti kanker pada penelitian ini, berdasarkan prinsip penghambatan proliferasi sel kanker karena penghambatan sintesa DNA Sigma 2004. Mekanisme terjadinya kerusakan DNA akibat bahan uji dapat terjadi pada tahap sel menyiapkan proses replikasi DNA G1 dan pada saat sel telah menyelesaikan proses replikasi DNA dan sedang bersiap untuk mengalami mitosis G2. Hadirnya bahan uji dalam sel dapat bertidak sebagai inhibitor Cdk yang dapat menekan aktivitas kompleks Cdk-siklin dan menghalangi terjadinya tahap G1 dalam siklus sel sehingga terjadi proses kematian sel yang disebut apoptosis. Peristiwa ini biasanya dikarakterisasi oleh adanya perubahan permeabilitas membran mitokondria. Adanya kematian sel ditandai dengan fenomena sel menjadi lisut, pemecahan selaput inti, kondensasi kromatin dan degradasi DNA Becker 2000. Doyle dan Padhye 1995 menyatakan bahwa kematian sel secara umum pada sistem kultur jaringan biasanya melalui apoptosis dan nekrosis. Apoptosis dicirikan dengan terjadinya kondensasi dan fragmentasi inti dan terjadi pengerutan sel. Kematian sel karena apoptosis terjadi oleh perubahan kondisi lingkungan. Govan et al. 1995 menyatakan bahwa apoptosis merupakan mekanisme kematian terhadap sel tunggal atau sekelompok sel. Kematian sel disebabkan karena perubahan metabolik di dalam sel yang mengakibatkan sel mengalami gangguan, sehingga terjadi kondensasi sitoplasma dan inti. Kematian sel sebenarnya bertujuan untuk pertahanan dan mengeliminir sel yang tidak diinginkan atau berbahaya, misalnya sel-sel tumor, sel yang terinfeksi virus, atau sel-sel karena penyakit autoimun Jakubowski 2000, Reed 1999. Pada sel apoptosis menunjukkan terjadinya degradasi DNA menjadi fragmen- fragmen kecil yang terdiri atas beberapa pasang DNA. Fragmentasi DNA terjadi sebelum lisis dan diduga akibat aktivitas endonuklease dalam nukleus sel sasaran sendiri, sehingga serupa dengan proses bunuh diri Tyler et al.1995. Pernyataan tersebut mendukung data mekanisme anti kanker oleh senyawa- senyawa kitooligomer, yaitu hasil visualisasi sel yang mengalami apoptosis setelah diinkubasi dengan hidrolisat senyawa-senyawa kitooligomer dan telah diwarnai dengan pewarna Hoechts diamati dengan menggunakan mikroskop fluorosens. Hasil visualisasi menunjukkan fenomena sel yang berbintik putih dan berwarna terang yang berbeda dari sel normal, seperti fenomena pada Gambar 32 berikut : 80 a b Gambar 32 Foto mikroskop elektron dari : a sel normal dan b sel yang mengalami kondensasi kromatin Tyler et al.1995. Fenomena tersebut timbul akibat degradasi DNA yang terjadi di dalam sel, yang menghasilkan potongan-potongan DNA sehingga tampak seperti bintik putih. Kejadian tersebut merupakan visualisasi dari struktur kromatin DNA yang tidak kompak lagi sebagai akibat meningkatnya aktivitas nuklease yang diransang oleh hadirnya suatu bahan asing senyawa-senyawa kitooligomer di dalam sel. Beberapa hipotesis yang bisa dikemukakan berkaitan dengan terjadinya fenomena apoptosis, antara lain adanya interaksi antara senyawa-senyawa kitooligomer dengan reseptor karbohidrat pada glikoprotein di permukaan luar komponen lipid bilayer membran sel kanker Gambar 33, hasil pengikatan ini mengakibatkan rusak nya fungsi lipid bilayer dalam mempertahankan permeabilitas membran, sehingga membuat senyawa -senyawa kitooligomer dapat masuk ke dalam sel dan meransang terjadinya proses apoptosis, mungkin dengan jalan mengaktivasi enzim nuklease sel yang selanjutnya bekerja mendegradasi kromatin menjadi potongan-potongan DNA. Hipotesis yang lain adalah terjadi pengikatan yang kemungkinan bersifat spesifik sehingga terjadi transduksi sinyal yang mengakibatkan aktivasi seluler yang mengaktifkan pathway proses apoptosis, misalnya teraktivasinya enzim dari famili sistein protease intraseluler caspase cysteinyl aspartat-spesific protease yang menyebabkan berlangsungnya proses apoptosis dalam sel Jakubowski 2000; Thorburn et al. 2003. Mekanisme anti kanker senyawa-senyawa kitooligomer dengan unit oligomer lebih panjang pentamer dan heksamer dibanding unit oligomer yang lebih pendek trimer dan tetramer kemungkinan disebabkan oleh adanya interaksi yang lebih kuat antara reseptor senyawa-senyawa karbohidrat pada 81 glikoprotein di permukaan luar komponen lipid bilayer membran dengan senyawa kitooligomer dengan unit lebih panjang pentamer dan heksamer daripada kitooligomer dengan unit lebih pendek trimer dan tetramer. Interaksi yang lebih kuat menyebabkan heksamer mampu meransang terjadinya apoptosis sel yang lebih banyak jumlahnya sehingga menghambat proliferasi sel kanker lebih besar daripada kemampuan penghambatan proliferasi oleh unit senyawa-senyawa kitooligomer yang lebih pendek. Dugaan tersebut diperkuat dengan data aktivitas senyawa-senyawa karbohidrat yang lain dalam menghambat proliferasi sel kanker, misalnya oligosakarida maltosa bergugus sulfat menjadi inhibitor yang efektif bagi interaksi antara aFGF dan bFGF fibroblast growth factor dengan heparan sulfat pada permukaan sel. Peningkatan aktivitas ditemui meningkat seiring dengan bertambah panjang rantai oligosakarida, seperti penta, heksa, dan hepta sakarida yang memiliki aktivitas anti tumor lebih kuat dibandingkan mono, di, dan tetra sakarida. Menurut Parish et al. 1999, aktivitas tersebut kemungkinan besar ditentukan oleh struktur alami rangka karbohidrat. Aktivitas antitumor juga berhubungan dengan kemampuan oligosakarida maltosa bergugus sulfat sebagai inhibitor bagi aktivitas angiogenesis dan heparanase yang telah diuji secara in vitro. Gambar 57 Membran sel dengan reseptor karbohidrat pada permukaan sel. Gambar 33 Membran sel dengan reseptor karbohidrat pada permukaan sel Becker et al. 2000 dan hipotesis pengikatan glikoprotein dengan senyawa kitooligomer. Fosfolipid bilayer dengan glikoprotein Membran plasma dengan protein membran Daerah hidrofobik Daerah hidrofilik Fosfolipid bilayer Rantai samping karbohidrat Di dalam sel Di luar sel kitooligomer 82 Hipotesis kemungkinan mekanisme anti kanker oleh senyawa-senyawa kitooligomer juga didukung hasil penelitian oleh Seelenmeyer et al. 2003, bahwa terdapat hubungan fungsional antara giant mucin-like glycoprotein dengan ikatan ß -galaktosida dari lektin-lektin pada permukaan sel tumor yang merupakan komponen matriks ekstraselular yang berimplikasi pada pengaturan adhesi sel, apoptosis, proliferasi sel dan perkembangan sel-sel tumor. Terjadinya penarikan galektin-1 dari permukaan sel tumor mengakibatkan perubahan konformasi dari domain protein lektin oleh pembentukan jembatan intra dan inter molekuler yang dapat menghasilkan respon seluler terhadap kejadian proses apoptosis. Hasil kajian Semenuk et al. 2001, menemukan bahwa senyawa-senyawa kitooligomer merupakan ligan yang sangat kuat berikatan dengan protein reseptor pada permukaan sel natural killer NK protein ini telah diidentifikasi sebagai keluarga lektin C. Panjang rantai karbohidrat ternyata juga merupakan faktor penting penentu kekuatan ikatan dengan protein reseptor sel NK, karena panjang rantai karbohidrat menentukan afinitas terhadap reseptor. Semenuk juga menemukan bahwa struktur linear senyawa -senyawa kitooligomer merupakan ligan yang paling kuat berikatan dengan reseptor. sehingga menghasilkan respon selular berupa peningkatan aktivitas sel NK dalam membunuh sel-sel tumor. Hipotesis lain dari adanya aktivitas penghambatan proliferasi oleh senyawa- senyawa kitooligomer adalah terjadinya peristiwa nekrosis sel yang ditandai dengan peristiwa lisis sel dan kerusakan membran. Peristiwa lisis sel menyebabkan keluarnya protein dan asam nukleat dari dalam sel. Hasil pengujian pada Tabel 11 menunjukkan kultur sel kanker yang berinteraksi dengan senyawa-senyawa kitooligomer mengalami lisis sehingga terjadi peningkatan jumlah protein dan asam nukleat di luar sel yang lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah protein dan asam nukleat dari sel yang tidak diberi senyawa-senyawa hidrolisat kitooligomer. Tabel 11 Hasil Pengujian kebocoran membran sel No Sampel Abs 280 Abs 260 Aktivitas anti kanker 1. 2. Sel HeLa tanpa hidrolisat kitooligomer Sel HeLa dengan hidrolisat kitooligomer: FBS 0.0085 1j DD85 AS 0.0085 1j DD85 AS 0.005 3j DD85 0.101 0.111 0.138 0.250 0.086 0.134 0.163 0.339 9.47 16.08 18.90 83 Berdasarkan hasil analisis, ternyata telah terjadi peningkatan konsentrasi protein dan asam nukleat dalam supernatan yang diberi sampel hidrolisat yang mengandung senyawa -senyawa kitooligomer. Hasil uji ini menandakan telah terjadi gangguan permeabilitas membran karena kerusakan membran sel, yang mengakibatkan protein dan asam nukleat keluar dari dalam sel. Dari ke tiga sampel senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat reaksi enzimatik yang telah diuji aktivitas penghambatan proliferasi terhadap sel HeLa, Hasil pengujian dengan metode MTT menunjukkan kekuatan penghambatan proliferasi oleh hidrolisat kitooligomer adalah : AS 0.005 3j DD85, AS 0.0085 1j DD85, dan FBS 0.00851j DD85. Hasil penghambatan proliferasi tersebut sesuai dengan urutan jumlah konsentrasi protein dan asam nukleat yang telah keluar dari sel akibat hadirnya senyawa-senyawa kitooligomer di dalam kultur sel. Pengujian kerusakan membran sel dianalisis dengan scan pada mikroskop elektron menunjukkan bahwa terjadi kerusakan membran sel Gambar 34 akibat pemberian senyawa -senyawa kitooligomer. Gambar 34. Hasil visualisasi kerusakan membran sel dengan Scanning Electron Microscopy SEM Pembesaran 15.000 X Hasil pengujian kejadian apoptosis dapat dikuantifikasi dengan menghitung jumlah sel yang mengalami apoptosis dan sel yang tidak mengalami apoptosis. Hasil perbandingan jumlah sel yang mengalami apoptosis dibandingkan dengan jumlah sel yang tidak mengalami apoptosis menghasilkan data persentasi apoptosis. Hasil kuantifikasi tersebut disajikan pada Gambar 35. Hidrolisat 0.005 3j DD85 Hidrolisat AS 0.005 3j DD85 Hidrolisat AS 0.005 3j DD85 Hi drolisat AS 0.005 3j DD85 Kontrol FBS 0.0085 1j DD85 84 Gambar 35 Jumlah apoptosis sel setelah diinkubasi dengan hidrolisat senyawa-senyawa kitooligomer selama satu hari. Pada pengujian apoptosis pada kultur sel K562, HeLa dan A549 menunjukkan kuantifikasi yang berbeda. Sel HeLa dan K562 menunjukkan persen jumlah kejadian apoptosis yang lebih besar daripada sel A549. Hal ini berarti bahwa sel HeLa dan K562 sangat sensitif terhadap hadirnya senyawa- senyawa kitooligomer dalam hidrolisat AS 0.005 DD85 3 jam di dalam lingkungannya, sedang untuk sel A549 ternyata pengaruh penghambatan oleh senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat AS 0.0085 DD85 1jam sangat lemah, hasil ini berkorelasi dengan hasil pengujian MTT yang memiliki nilai indeks penghambatan hanya sebesar 2.87 untuk sel A549, sedangkan untuk sel K562 memiliki nilai indeks penghambatan yang lebih tinggi, yaitu sebesar 20.15 dan sel HeLa 18.90. Kejadian apoptos is dapat divisualisasi dengan pewarna flurosens karena prinsip kerja zat pewarna yang berperan sebagai interkalator DNA. Fluorokrom – bis-benzimida triklorida Hoechst 33342 berikatan dengan DNA dari sel kanker Wispriono et al; 2002. Fenomena degradasi kromatin pada sel yang mengalami apoptosis membuat zat warna yang bertindak sebagai interkalator DNA dapat masuk dan lebih banyak berikatan dengan basa-basa DNA dalam molekul DNA yang terfragmentasi, sehingga kuantitas zat pewarna Hoechst 33342 lebih banyak terserap. Hasil tersebut menunjukkan fenomena yang berbeda dengan sel normal, karena sel normal masih memiliki struktur DNA kromatin yang kompak sehingga membuat zat warna sulit dapat masuk ke dalam struktur DNA, sehingga menghasilkan penampilan warna sel yang lebih gelap dibanding sel yang mengalami apoptosis. Salah satu visulisasi hasil pengujian fenomena apoptosis akibat pemberian senyawa-senyawa kitooligomer dalam preparat 5 10 15 20 25 30 35 K562 HeLa A549 Jenis sel apoptosis apoptosis 85 hidrolisat pada kultur sel K562, HeLa dan A549 dengan mikroskop fluoresens pada pembesaran 400 kali ditampilkan pada Gambar 36-38 berikut : a b Gambar 36 a Sel K562 dengan hidrolisat AS 0.005 3j DD85 apoptosis, b Tanpa sampel tidak apoptosis. a b Gambar 37 a Sel HeLa dengan hidrolisat AS 0.005 3j DD85 apoptosis, b Tanpa sampel tidak mengalami apoptosis. a b Gambar 38 a Sel A549 dengan hidrolisat AS 0.0085 1j DD85 apoptosis, b Tanpa sampel tidak mengalami apoptosis. 86 Beberapa mekanisme penghambatan sel kanker oleh senyawa-senyawa kitooligomer telah diteliti peneliti lain, seperti penelitian oleh Shen 2002 yang meneliti tentang elusidasi kemungkinan peranan kitosan sebagai anti tumor dan kemungkinan jalur mekanismenya, menemukan bahwa kitosan larut air WSC secara signifikan menghambat sel kanker ASG. Dari hasil analisis flow cytometry terhadap siklus sel menemukan bahwa persentasi fase S fase sintesis DNA dalam siklus sel sangat direduksi ketika diperlakukan dengan kitosan larut air dibandingkan dengan kontrol Brdu yang menurunkan kecepatan sintesis DNA. Mekanisme lain dari penghambatan kitosan larut air pada sel kanker ASG adalah menghambat aktivitas protein yang mengatur proses metastasis yaitu matriks metaloproteinase-2 dan 9 MMP-2, MMP-9. Berdasar kan penemuan tersebut peneliti ini menyimpulkan bahwa kitosan larut air memiliki potensi menghambat perkembangan sel-sel kanker ASG.

2. Telaah Potensi Senyawa-senyawa Kitooligomer sebagai Inhibitor Protease